BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS)
Kelapa sawit merupakan salah satu minyak nabati yang populer di dunia dan konsumsinya yang terus meningkat [6]. Tingginya peningkatan permintaan biofuel maka terjadi peningkatan produksi minyak kelapa sawit sehingga peningkatan limbah dari pengolahan tersebut juga meningkat [14]. Pabrik minyak kelapa sawit dalam mengolah setiap ton tandan buah segar akan menghasilkan rata-rata 120-200 kg minyak kelapa sawit mentah, 230-250 kg tandan kosong kelapa sawit, 130-150 kg serat/fiber, 60-65 kg cangkang, 55-60 kg kernel, dan 0,7 m3 LCPKS [4]. Limbah pabrik kelapa sawit mentah yang terdiri dari materi senyawa organik kompleks yang tebal, berwarna kecoklatan, berbentuk bubur koloid dari air, minyak dan padatan termasuk sekitar 2% padatan tersuspensi yang berasal terutama dari sisa-sisa komponen selulosa [5]. Limbah cair pabrik minyak kelapa sawit merupakan suspensi koloid yang mengandung 95-96% air, 0,6-0,7% minyak dan 4-5% total padatan termasuk 2-4% padatan tersuspensi [15]. COD yang tinggi pada LCPKS karena memiliki jumlah karbon rendah (8-20) dari asam amino dan asam lemak yang terlarut [6].
Adapun diagram alir proses ekstraksi minyak sawit pada industri kelapa sawit, dilengkapi dengan limbah yang dihasilkan beserta sumber limbahnya dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Diagram Alir Dihasilkannya Minyak Sawit dan LCPKS [2]
Komposisi dan konsentrasi dari protein, komponen nitrogen, lemak, dan mineral ditemukan dalam LCPKS. Lemak adalah satu dari polutan organik utama yang terdapat dalam LCPKS. Adapun potensi biogas yang dihasilkan oleh beberapa substrat yang dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Potensi biogas yang dihasilkan oleh beberapa substrat [16]
omponen Reaksi Metanogenik ogas (lg-1) (%)
Lemak C50H90O6 + 24,5 H2O → 34,75 CH4 + 15,25 CO2 1,425 69,5
arbohidrat C6H10O5 + H2O → 3 CH4 + 3 CO2 0,830 50,0
Protein 24O5N4 + 14,5 H2O → 8,25 CH4 + 3,75 CO2 + 4NH4 + +
4HCO3
Adapun karateristik berupa parameter-parameter yang terkandung di dalam LCPKS dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Parameter LCPKS
Parameter Satuan Jumlah Referensi
pH - 3,4-5,2 [2]
Temperatur oC 80-90 [2]
Chemical Oxygen Demand (COD) mg/L 45.500-65.000 [17] Biologycal Oxygen Demand (BOD) mg/L 20.500-24.500 [17] Soluble Chemical Oxygen Demand (SCOD) mg/L 21.500-28.500 [17]
Total Solid (TS) mg/L 33.790-37.230 [17]
Total Volatile Solid (TVS) mg/L 27.300-30.150 [17] Total Suspended Solid (TSS) mg/L 15.660-23.560 [17] Total Dissolved Solid (TDS) mg/L 15.500-29.000 [17]
Minyak dan Lemak mg/L 1.077-7.582 [17]
Total nitrogen mg/L 500-800 [17]
Volatile Fatty Acid (VFA) g/l 1900 [16]
Karbon % 0,69±0,01 [5]
Adapun karateristik berupa unsur-unsur kimia yang terkandung di dalam LCPKS dapat dilihat Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Unsur-Unsur Kimia yang Terkandung di dalam LCPKS
Nama Unsur Satuan Jumlah Referensi
Fosfor (Phosphorus) mg/L 94-131 [2]
Kalium (Potassium) mg/L 1.281-1.928 [2]
Magnesium mg/L 254-344 [2]
Kalsium (Calsium) mg/L 276-405 [2]
Mangan (Manganese) mg/L 2,1-4,4 [2]
pemanfaatan air limbah industri minyak kelapa sawit pada tanah di perkebunan kelapa sawit [18].
Adapun karakteristik baku mutu yang dikeluarkan oleh Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup terhadap LCPKS dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Baku Mutu LCPKS Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup [19]
Manfaat penggunaan LCPKS tanpa pretreatment, perlakuan fisik ataupun kimia adalah penggunaan bahan kimia akan dapat berkurang sehingga proses lebih ramah lingkungan sedangkan tanpa perlakuan fisik dapat memberikan keuntungan lebih cepat dalam pengolahan serta tidak membutuhkan perawatan mesin dan keuntungan yang kedua adalah sisa-sisa minyak dan padatan tersuspensi dapat digunakan sebagai sumber nutrisi bagi mikroba [14].
2.2 BIOGAS
Biogas merupakan gas yang dihasilkan oleh penguraian biologis bahan organik seperti tanaman mati, hewan, kotoran hewan, dan sampah dapur tanpa adanya oksigen [8]. Bahan organik dalam proses fermentasi anaerob diurai oleh aktivitas mikroorganisme menjadi biogas [4].
sebagai bahan baku dalam produksi bahan kimia. Salah satu cara yang paling banyak untuk mendapatkan sumber energi alternatif dari sumber daya dan energi dari aliran limbah melalui proses biokonversi [20].
Produksi biogas menawarkan keuntungan lain, seperti mengontrol sampah organik, mengurangi emisi gas rumah kaca, dan memproduksi pupuk ekonomis lain. Biogas yang diproduksi selama proses pencernaan (Anaerobic digestion) dapat digunakan sebagai sumber serbaguna energi untuk menghasilkan panas dan listrik, baik yang terpisah atau gabungan, dan untuk kendaraan [21].
Komponen biogas adalah gas metana (CH4), gas karbon dioksida (CO2), gas nitrogen (N2), gas hidrogen (H2), oksigen (O2), dan hidrogen disulfida (H2S) [9]. Asetat ditemukan dalam air limbah, stoikiometrinya membentuk metana dan karbon dioksida dalam jumlah yang sama [20]. Adapun komposisi yang terkandung di dalam biogas dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Komposisi Biogas [22]
Komponen Biogas Rumus Persentase (%)
Metana CH4 55-75 %
Karbon dioksida CO2 25-45 %
Nitrogen N2 0-0,3 %
Hidrogen H2 1-5 %
Oksigen O2 0-3 %
Adapun pengaruh komponen-komponen yang terkandung di dalam biogas dapat dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Komponen-Komponen dalam Biogas dan Pengaruhnya [23]
Kompenen Kandungan Pengaruh
CH4 50-75 (%volume) Komponen yang mudah terbakar pada biogas CO2 25-50 (%volume) Mengurangi nilai bahan bakar, meningkatkan
anti-ketukan sifat motor, menyebabkan korosi (karbonat asam lemah) dan jika gas juga lembap itu kerusakan sel bahan bakar alkali
H2S 0,005 – 0,5 mgS/m3 Korosif pada agregat dan pipa, timbul emisi SO2 setelah pembakaran H2S jika pembakaran tidak sempurna, keracunan katalis
NH3 0-1 (%volume) Emisi NOx setelah pembakaran berbahaya untuk sel bahan bakar dan meningkatkan anti-ketuk sifat motor
Uap air 1-5 (%volume) Berkontribusi terhadap korosi dalam agregat dan pipa, kondensat akan menyebabkan kerusakan instrumen dan agregat, dapat menyebabkan pipa dan ventilasi membeku pada suhu beku
Debu >5 mikrometer Ventilasi tersumbat dan kerusakan sel bahan bakar
N2 0-5 (%volume) Mengurangi nilai bahan bakar dan meningkatkan sifat anti–ketuk motor
Siloxane 0-50 mg/m3 Hanya dalam bentuk limbah dan gas TPA dari kosmetik, cuci bubuk, tinta cetak dll, bertindak sebagai media grinding kuarsa dan kerusakan motor
Karena biogas terutama mengandung metana dan karbon dioksida bagian ini difokuskan pada karakteristik fisik masing-masing (Tabel 2.7). Karena komponen lain (nitrogen, hidrogen sulfida, komponen organik) relatif jumlah kecil tidak diperhitungkan dalam tabel. Besarnya CH4 dan CO2 sangat bervariasi dan tergantung pada komposisi bahan organik dalam air limbah [20]
Adapun perbandingan gas metan yang dihasilkan dari biogas dengan bahan bakar lainnya dapat dilihat pada Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Perbandingan Gas Metana dari Biogas dengan Bahan Bakar Lainnya [20]
Biogas dari methane 65% (1000 L)
600 L dari gas alam 25,0 L dari propana 22,3 L dari Butana 17,79 L dari bensin 16,28 L daridiesel
Anaerobic digestion adalah degradasi biologis oleh mikroba dengan substrat
organik dan anorganik yang terkadang tanpa adanya suatu sumber organik [24]. Digestasi merupakan teknologi yang banyak digunakan untuk pengolahan limbah cair organik maupun limbah padat organik [25]. Proses digestasi adalah proses biologis alami dimana sebuah aktifitas bakteri yang bekerja sama untuk mendapatkan proses fermentasi yang stabil dan otomatis diatur melalui asimilasi, transformasi dan dekomposisi bahan organik sisa dalam limbah dan air limbah menjadi biogas [20].
Efluen dari proses digestasi umumnya sudah lebih mudah diolah [26]. Pada limbah digestasi terdiri baik dari biogas dan limbah cair, yang masing-masing yang berguna sebagai sumber energi dan pupuk [22].
Proses digestasi anaerobik diklasifikasikan menjadi digestasi cair (Liquid Anaerobic digestion) dan digestasi padat (Solid-State Anaerobic digestion)
Gambar 2.2 Diagram Alir Reaktor Digestasi Dua Tahap Proses Kontinu [10]
Banyak konfigurasi reaktor yang digunakan untuk pengolahan air limbah industri. Adapun jenis-jenis reaktor yang banyak digunakan dapat dilihat pada Gambar 2.3
Gambar 2.3 Jenis Reaktor yang Paling Banyak digunakan yaitu: (A) Completely mixed anaerobic digester, (B) UASB reactor, (C) AFB reactor, (D) Upflow AF
reactor [20]
2.3 PROSES DIGESTASI ANAEROBIK
terhambat [20]. Adapun proses penguraian bahan organik menjadi gas dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Proses Penguraian Bahan Organik Menjadi Gas Metana [15]
2.3.1 Hidrolisis
Tahap yang pertama disebut hidrolisis terdiri dalam transformasi bahan organik kompleks seperti protein, karbohidrat dan lemak menjadi produk yang larut sederhana menjadi seperti gula, rantai panjang asam lemak, asam amino dan gliserin [15, 20].
Adapun reaksi hidrolisis lemak, polisakarida dan protein dapat dilihat pada Gambar 2.5 sebagai berikut :
Lemak enzimlipase→ asam lemak, gliserol
Polisakarida enzimselulosa,selobiase,xilanase,amilase→ monosakarida Protein enzimprotease→ asam amino
2.3.2 Asidogenesis
Pada langkah kedua, tahap asidogenesis menggunakan produk hidrolisis dikonversi membentuk senyawa seperti asam organik, termasuk Volatile Fatty Acid (VFA). Pada proses asidognesis, VFA merupakan produk utama yang
ingin dihasilkan. Komposisi dari VFA mempengaruhi keberlangsungan proses digestasi anaerobik. Gula sederhana, asam amino dan asam lemak yang terdegradasi menjadi asetat, karbon dioksida dan hidrogen (70%) serta menjadi asam lemak volatile (VFA) dan alkohol (30%) [10, 20].
2.3.3 Asetogenesis
Produk dari asidogenesis yang tidak dapat langsung diubah menjadi metana oleh bakteri metanogen sehingga harus diubah menjadi substrat metanogen selama asetogenesis. VFA dan alkohol diurai menjadi substrat metanogen seperti asetat, hidrogen dan karbon dioksida. Asetogenesis dan metanogenesis biasanya berjalan parallel sebagai simbiosis dari dua kelompok bakteri [20, 29]
2.3.4 Metanogenesis
Tahap akhirnya yaitu pada tahap keempat, baik asam asetat dan hidrogen merupakan bahan baku untuk pertumbuhan bakteri metanogen, mengkonversi asam asetat dan hidrogen untuk produk biogas yang terdiri dari metana, karbon dioksida dan hidrogen sulfit. Asetat, H2 dan CO2 adalah substrat utama untuk metanogenesis. Pada Chemical Oxygen Demand (COD) dasar sekitar 72% dari produksi metana berasal dari dekarboksilasi dari asetat, sedangkan sisanya berasal dari pengurangan CO2 [20].
Sekitar 70% dari metana yang terbentuk berasal dari asetat, sedangkan sisanya 30% dihasilkan dari konversi hidrogen (H) dan karbon dioksida (CO2). Adapun reaksi metanogenesis asam asetat dan hidrogen dapat dilihat pada Gambar 2.6 sebagai berikut :
Asam Asetat Bakterimetanogen→ Metana + Karbon dioksida Hidrogen + Karbon dioksida BakteriMetanogen→ Metana + Air
2.4 FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DIGESTASI ANAEROBIK
2.4.1 Temperatur
Proses digestasi dapat dioperasikan pada temperatur yang berbeda. Temperatur dapat dibagi dalam 3 range yaitu psycrophilic (dibawah 25oC), mesophilic (25oC - 45oC) dan thermophilic (45oC - 70oC) [29].
Adapun pengaruh penambahan suhu yang meningkatkan laju produksi metana dapat dilihat pada gambar 2.7.
Gambar 2.7 Laju Peningkatan Metana [29]
Pada temperatur psychrophiles pertumbuhan bakteri metanogen sekitar 20 %, pada temperatur mesophiles pertumbuhan bakteri metanogen sekitar 40 % dan pada temperatur thermophiles pertumbuhan bakteri metanogen sekitar 100 % [29]. Pada suhu termofilik, gas metana yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan suhu mesofilik dalam kondisi yang sama [30]. Dalam prakteknya, temperatur operasi dipilih dengan mempertimbangkan bahan baku yang digunakan dan temperatur proses yang diperlukan dapat disediakan oleh ruangan atau menggunakan sistem pemanas pada digester [29].
2.4.2 pH
Derajat keasaman (pH) menunjukan sifat asam atau basa pada suatu bahan. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter elektrik. Derajat keasaman merupakan suatu ekspresi dari konsentrasi ion hidrogen, [H+] yang besarannya dinyatakan dalam minus logaritma dari konsentrasi ion hidrogen.
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu tahap dalam dekomposisi bahan organik adalah tahap asidogenesis dan metanogenesis. Pada tahap ini terbentuk asam lemak volatil yang akan menurunkan pH dalam reaktor. Pada akhirnya kondisi ini dapat menghambat perolehan gas metan [31]. Pembentukan metana berlangsung pada kisaran pH 5,5-8,5 dengan pH optimum untuk metanogenik adalah 7,0-8,0 [29]. Derajat keasaman yang optimum bagi kehidupan mikroorganisme adalah 6,8-7,8. Pertumbuhan bakteri penghasil gas metana akan baik bila pH bahan berada pada keadaan (basa) yaitu 6,5 sampai 7. Nilai pH terbaik untuk suatu digester yaitu sekitar 7,0. Apabila nilai pH di bawah 6,5, maka aktivitas bakteri metanogen akan menurun dan apabila pH di bawah 5,0, maka fermentasi akan terhenti [31].
2.4.3 Alkalinitas
Alkalinitas adalah ukuran kapasitas penyangga medium kultur dalam daerah pH netral. Alkalinitas bikarbonat yang dibutuhkan untuk menjaga pH rata-rata 7,0 tergantung pada kandungan karbon dioksida dalam digester gas (biogas). Dengan gas CO2 sebesar 25%, diperlukan alkalinitas bikarbonat sebanyak 2.000 mg/L. Kebutuhan alkalinitas akan menjadi 4.000 mg/L, jika konsentrasi karbon dioksida dari 50% sampai 53%. Adanya alkalinitas dalam reaktor dengan konsentrasi tertentu dapat menjadi penyangga pH (buffer) terhadap tingkat keasaman dengan adanya alkalinitas sebagai reaksi adanya komponen bikarbonat dan hidroksida dalam reaktor [28].
2.4.4 Nutrisi
kalsium, zat besi, kadmium, kromium, nitrogen dan lain-lain diperlukan untuk kinerja yang efektif. Nutrisi limbah cair minyak kelapa sawit dan bahan penghambat lainnya menyebabkan kegagalan pertumbuhan mikroba untuk beradaptasi /menyesuaikan diri selama proses penguraian [7].
2.4.5 Volatile Fatty Acids (VFA)
VFA merupakan hasil biokonversi senyawa polimer organik menjadi monomer pada proses asidogenesis [26]. Stabilitas proses digestasi tercermin dari konsentrasi produk intermediate seperti asam lemak bebas (VFA). Asam lemak bebas merupakan senyawa intermediate (asetat, propionat, butirat, laktat), dihasilkan selama asidogenesis, dengan rantai karbon hingga enam atom. Dalam kebanyakan kasus, ketidakstabilan proses pencernaan akan menyebabkan akumulasi VFA di dalam digester, yang dapat menyebabkan selanjutnya untuk penurunan nilai pH. Namun, akumulasi VFA tidak akan selalu diungkapkan oleh penurunan nilai pH, karena kapasitas penyangga digester, melalui jenis biomassa yang terkandung di dalamnya [29].
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kristina W. Golub et.al., 2012 [33] jenis-jenis asam yang terdapat apa VFA adalah asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam valerat, asam caproat dan asam heptanoat.
2.4.6 Pengadukan
2.4.7 Zat Racun (Toxic)
Faktor lain yang berpengaruh terhadap aktivitas mikroorganisme adalah kehadiran dari komponen senyawa racun. Racun dapat terbawa ke dalam sistem digestasi bersamaan dengan umpan atau dihasilkan selama proses berlangsung. Aplikasi untuk menetukan nilai komponen racun sangat sulit. Di satu sisi karena banyak komponen material yang terikat dengan proses kimia, dan disisi lain karena kapasitas dari mikroorganisme untuk beradaptasi, dengan beberapa batas untuk menghubungkan kondisi untuk kehadiran komponen racun [29].
2.4.8 Organic Loading Rate (OLR)
Tingkat beban organik (OLR) adalah jumlah bahan organik yang dimasukkan ke dalam digester selama periode waktu. Organic Load merupakan parameter operasional yang penting dan mengindikasikan berapa banyak bahan organik yang dapat diumpankan ke dalam digester. Per volume dan unit waktu. Dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :
OLR= m * c / VR (2.2)
Dimana :
BR = Organic Load (kg/hari m3)
m = Massa umpan substrat per unit waktu (kg/hari)
c = Konsentrasi bahan organik (%)
VR = Volume digester (m3) [29]
2.4.9 Hydraulic Retention Time (HRT)
Parameter yang penting untuk ukuran dari digester biogas adalah waktu tinggal (HRT). HRT adalah interval waktu rata-rata selama substrat tinggal di dalam tangki digester [29]. HRT adalah korelasi dari volume digester dan volume umpan substrat per unit waktu yang dituliskan dalam persamaan berikut :
HRT = V/Q (2.3)
Dimana :
Q = Laju alir influent (L)
V = Volume reaktor (L/ hari) [34]
Laju pertumbuhan dari bakteri selalu 10 hari atau lebih. Waktu tinggal yang rendah memberikan laju substrat yang baik, tetapi nilai (yield) gas yang rendah. Oleh karena itu, perlu untuk menyesuaikan HRT untuk laju dekomposisi spesifik dari penggunaan substrat. Perlu diketahui target waktu tinggal dari umpan yang masuk setiap hari, laju dekomposisi substrat, itu mungkin untuk menghitung volume digester yang sesuai [29].
2.5 ANALISA EKONOMI
Pada penelitian ini dilakukan analisa ekonomi terhadap VFA yang dihasilkan pada proses asidogenesis LPCKS pada temperatur 45oC yang kemudian akan dikonversi menjadi biogas. Sehingga pada penelitian ini akan ditinjau jumlah VFA yang dihasilkan untuk dikonversi menjadi biogas. Berikut ini ada beberapa penelitian yang berhasil menghitung volume biogas dari VFA yang ditunjukan pada Tabel 2.8 dibawah ini.
Tabel 2.8 Volume Biogas dari Jumlah VFA yang Terbentuk
Pada penelitian ini, total pembentukan VFA tertinggi diperoleh pada variasi laju pengadukan 150 rpm dengan jumlah 4.994,773 mg/L. Melalui Tabel 2.9 dapat digambarkan grafik linear seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8 berikut :
Peneliti Total VFA (mg/L) Volume Biogas (L/L·hari)
Wanna Choorit and Pornpan Wisarnwan, 2007 [30]
1.722,9 2,81
6.318,6 3,36
Gambar 2.8 Konversi Total VFA menjadi Biogas [30]
Gambar 2.8 menunjukkan grafik linearisasi pembentukkan biogas dari VFA dengan persamaan garis lurus: y = 0,00009x + 2,552 dengan y merupakan produksi biogas dan x merupakan VFA yang terbentuk. Berdasarkan persamaan tersebut maka jumlah biogas yang dapat dihasilkan dari total VFA tertinggi pada penelitian ini adalah:
y = 0,00009x + 2,552
= (0,00009) (4.994,773) + 2,552
= 3,002 liter biogas/liter LCPKS hari = 3,002 m3 biogas/m3 LCPKS hari
Ekivalensi 1 m3 biogas terhadap Liquefied Petroleum Gas (LPG) adalah sebesar 0,465 kg. Sehingga :
= , × ,
= 1,396 kg LPG/m3 LCPKS
Harga LPG industri adalah Rp 11.767/kg [47] sehingga: