• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biaya Usaha Tani Dan Harga Referensi Daerah Komoditas Cabai Merah Di Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Biaya Usaha Tani Dan Harga Referensi Daerah Komoditas Cabai Merah Di Sumatera Utara"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanaman hortikultura mempunyai fungsi dalam pemenuhan kebutuhan

vitamin, mineral, penyegar, pemenuhan kebutuhan akan serat dan kesehatan

lingkungan. Salah satu komoditi hortikultura yang sangat dibutuhkan manusia dan

merupakan salah satu pangan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat hampir

setiap hari adalah sayuran. Banyaknya manfaat sayuran ini menyebabkan sayuran

menjadi bagian dari komoditas hortikultura yang terus diproduksi. Perkembangan

tanaman hortikultura terutama sayuran dari tahun ke tahun terus meningkat, baik

dari segi luasan lahan panen, produktivitas dan produksi setiap tahun di Indonesia

mengalami perkembangan yang cukup baik (Hermanto, Fadholi. 1996).

Cabai besar merupakan produk hortikultura yang memiliki harga yang sangat

berfluktuasi. Adanya fluktuasi harga ini merupakan suatu risiko yang dihadapi oleh

petani. Sewaktu–waktu harga sangat tinggi namun tidak berselang lama harga dapat

turun dengan drastis. Kesenjangan harga tertinggi dan terendah pada komoditi cabai

merah cukup besar. Sepanjang tahun 2006-2008 cabai merah keriting terendah berada

pada harga Rp 2800 per kilogram sedangkan harga tertinggi adalah Rp 26000 per

kilogram. Sementara itu untuk cabai merah besar harga terendah berada pada titik Rp

(2)

Di sisi lain wilayah sentra produksi pertanian hortikultura khususnya cabai

merah memiliki topografi yang beragam, ketersediaan sarana prasarana yang

mendukung sektor tersebut (produksi, pengolahan, penyimpanan) bervariasi dari satu

wilayah dengan wilayah lain, waktu panen yang tidak bersamaan di beberapa

wilayah, dan iklim yang kurang mendukung pada saat tanam maupun panen raya,

sehingga petani, kelompok tani (Poktan) maupun Gabungan Kelompoktani

(Gapoktan) selalu dihadapkan pada berbagai masalah:

(a) Keterbatasan modal usaha untuk melakukan kegiatan pengolahan, penyimpanan,

pendistibusian/pemasaran;

(b) Posisi tawar petani yang rendah pada saat panen raya yang bersamaan dengan

datangnya hujan, sehingga petani terpaksa menjual produknya dengan harga

rendah kepada para pelepas uang (pedagang perantara);

(c) Keterbatasan akses saat paceklik yang disebabkan karena tidak memiliki

cadangan yang cukup.

Dampak dari ketidakberdayaan petani, Poktan dan Gapoktan dalam mengolah,

menyimpan dan mendistribusikan/memasarkan hasil produksinya dapat

menyebabkan: (a) ketidakstabilan harga di wilayah sentra produksi pertanian pada

saat terjadi panen raya, dan (b) kekurangan pangan pada saat musim paceklik. Untuk

mengatasi permasalahan harga, kebiajakan yang dilakukan oleh pemerintah Sumatera

Utara adalah dengan menetapkan Harga Referensi Daerah (HRD). (Anonimous.

(3)

Dari tabel 1, kita dapat melihat produksi cabai dari tahun ke tahun mengalami

peningkatan. Dalam kurun waktu tahun 2005 hingga tahun 2010, produksi tertinggi

tercapai pada tahun 2010 yaitu sebanyak 196.347 ton. Sedangkan produksi terendah

terdapat di tahun 2005 yaitu sebanyak 104.089 ton. Luas panen cabai di sumatera

utara juga meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan luas panen ini meningkat

sekitar 10 hingga 20 persen setiap tahun. Sedangkan untuk rata-rata produksi,

komoditi cabai di Sumatera Utara mengalami fluktuasi rata-rata produksi setiap

tahun. Pada tahun 2008, rata-rata produksi cabai tidak mengalami peningkatan yang

signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yaitu tahun 2007. Rata-rata produksi cabai

tahun 2008 adalah sebesar 85,74 Kw/ha sedangkan rata-rata produksi cabai tahun

2007 adalah sebesar 85,30 Kw/ha. Rata-rata produksi cabai Sumatera Utara dari

tahun 2005 sampai tahun 2010 adalah sebesar 84,06 Kw/ha (Pusat Data dan

Informasi Pertanian. Volume 5, Nomor 2. 2006).

Tabel 1. Produksi Cabai Sumatera Utara Pada Tahun 2010

Tahun Luas Panen

(4)

Walaupun luas lahan, produksi, dan rata-rata produksi cabai di Sumatera

Utara cenderung mengalami kenaikan, namun kenaikan ini masih belum menjawab

masalah ketersediaannya dalam memenuhi seluruh kebutuhan akan cabai. Ketika

panen raya, harga cabai cenderung menurun signifikan. Sedangkan ketika hari-hari

besar, permintaan cabai akan meningkat harga cabai juga akan ikut meningkat tajam

hingga dua sampai tiga kali lipat.

Harga cabai yang rendah akibat panen raya, dirasakan sangat membebani

petani. Harga cabai yang dibeli oleh pedagang pengumpul bahkan terkadang tidak

sanggup menutupi biaya produksi. Sebaliknya, ketika hari besar dan permintaan cabai

meningkat, harga cabai akan meningkat tajam. Namun peningkatan harga cabai ini

tidak sepenuhnya dirasakan oleh petani. Petani hanya dapat merasakan sedikit porsi

dari kenaikan harga cabai di pasar. Hal ini terjadi akibat tidak efisiennya rantai

tataniaga cabai di Sumatera Utara sehingga margin share tidak terbagi secara adil

sesuai dengan peran masing-masing pihak di dalam rantai tataniaga cabai ini.

Di lain pihak, konsumen akhir cabai di Sumatera Utara juga mengalami

peningkatan harga yang fluktuatif. Konsumen tidak selalu menikmati harga cabai

yang rendah ketika musim panen raya. Harga cabai biasanya tidak turun drastis sesuai

dan tidak terlalu berbeda jauh dengan harga di tingkat petani. Misalnya ketika harga

cabai di tingkat petani turun hingga 70% dari musim sebelumnya, harga cabai di

tingkat konsumen akhir hanya turun maksimal hingga 30%. Sedangkan ketika

(5)

Melihat kegiatan tataniaga cabai di Sumatera Utara yang masih cukup tidak

efisien, maka pemerintah hendaknya mengambil langkah kebijakan dan pelaksanaan

kebijakan yang bertujuan meningkatkan efisiensi tataniaga cabai di Sumatera Utara.

Bulog, sebagai salah satu lembaga yang bertugas menjaga stabilitas harga dan stok

pangan, dapat merumuskan kebijakan Harga Referensi Daerah (HRD) yang berguna

untuk stabilisasi harga.

Harga Referensi Daerah (HRD) bertujuan untuk melindungi petani dari

kerugian akibat penurunan harga cabai yang signifikan. Harga Referensi Daerah

(HRD) juga bertujuan untuk melindungi konsumen dari kerugian akibat kenaikan

harga cabai ketika permintaannya sangat tinggi. Harga Referensi Daerah (HRD)

umumnya dirumuskan berdasarkan besarnya biaya produksi yang dikeluarkan petani

cabai di Sumatera Utara dalam memproduksi cabai tersebut.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menyiapkan harga referensi daerah

(HRD) cabai sebagai standar pembelian dari petani dengan mencari masukan dari

berbagai pihak, termasuk kalangan pengusaha. Harga Referensi Daerah Cabai adalah

harga minimum pembelian cabai di tingkat petani yang disepakati sebesar biaya

produksi ditambah margin/keuntungan petani sebesar 30% (tiga puluh persen).

Landasan kesepakatan Harga Referensi Daerah Cabai tahun 2012 di Provinsi

Sumatera Utara adalah :

1) Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu daerah sentra produksi Cabai

(6)

2) Masyarakat Provinsi Sumatera Utara memiliki permintaan yang cukup tinggi akan

komoditi cabai.

3) Fluktuasi harga cabai terutama ketika harganya menigkat tajam, selama ini telah

terbukti menyebabkan inflasi dan terganggunya perekonomian secara keseluruhan.

Dengan demikian, kebijakan Harga Referensi Daerah (HRD) sangat penting

di dalam membantu produsen dan konsumen cabai di Sumatera Utara terhindar dari

fluktuasi tajam harga cabai (Badan Ketahanan Pangan Sumatera Uatara 2012).

1.2 Identifikasi Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan

beberapa permasalahan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimanakah proses awal perencanaan harga referensi daerah cabai di

Sumatera Utara.

2. Berapa besar biaya biaya produksi (cost price) cabe pada tingkat on-farm di

Sumut.

3. Berapa rekomendasi Harga Referensi Daerah (HRD) yang tepat untuk komoditi

cabai di daerah penelitian.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa

permasalahan penelitian sebagai berikut :

(7)

2. Berapa besar biaya biaya produksi (cost price) cabe pada tingkat on-farm di Sumut.

3. Menganalisis berapa rekomendasi Harga Referensi Daerah (HRD) yang tepat untuk

komoditi cabai di daerah penelitian?

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di fakultas

Pertanian Universutas Sumatera Utara.

2. Sebagai bahan informasi bagi para pengambil keputusan untuk menentukan

harga jual cabai dan Harga Referensi Daerah yang layak untuk komoditi cabai

Gambar

Tabel 1. Produksi Cabai Sumatera Utara Pada Tahun 2010

Referensi

Dokumen terkait

VOC yang berkebangsaan Belanda masuk ke Sunda kelapa dengan kepentingan perdagangan dan ekspansi daerah koloni, dengan mengalahkan Portugis .Dibawah kepemimpinan Jan

Data dianalisis dengan meng- gunakan analisis keragaman pola RAL dan perbedaaan antar perlakuan diuji dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) menurut Steel and

JUDUL : IKUT PROGRAM DENGAN BIAYA SENDIRI MEDIA : TRIBUN JOGJA. TANGGAL : 08

The advantages of authentic materials were authentic materials make students and teacher feel easier, have Interesting aspect, make students and teacher enjoy the teaching

Aplikasi WAP ini dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman WML (Wireless Markup Language).Dengan contoh pembuatan WAPsite BRI ini penulis hanya memberikan informasi yang ada

Dalam penulisan ilmiah ini, penulis mencoba membuat aplikasi penjualan tiket bioskop dengan menggunakan Visual Basic 6.0 Penjualan tiket bioskop akan semakin efisien jika

The effectiveness of a task- based instruction program in developing the English language speaking skills of secondary stage students.. Ain

Diberitahukan dengan hormat, setelah kami melakukan verifikasi berkas calon oeserta Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Tahun 2017,kami menemukan..