BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasar Modal merupakan institusi ekonomi yang memainkan peranan
penting dalam dunia usaha serta dalam memajukan perekonomian bangsa.
Diberbagai negara, keberadaan pasar modal merupakan hal yang sangat
fundamental dalam pembangunan ekonomi. Hal ini dikarenakan pasar modal
memberikan alternatif investasi yang memberikan potensi keuntungan dengan
risiko yang dapat diperhitungkan melalui keterbukaan, likuiditas, dan diversifikasi
investasi1, selain itu pasar modal juga berfungsi sebagai sarana penghimpun
dana-dana masyarakat untuk disalurkan ke dalam kegiatan-kegiatan yang produktif
sebagai upaya pemerataan pendapatan, serta menjadi sumber pembiayaan yang
mudah, murah dan cepat bagi dunia usaha dan pembangunan nasional.2
Mengutip sebagian dari pendapat Presiden Soeharto pada peresmian
pengaktifan kembali pasar modal di Indonesia pada tanggal 10 Agustus 1997 yang
dapat dijadikan sebagai landasan idiil dalam memahami konsepsi maupun tujuan
pasar modal di Indonesia. Kutipannya adalah sebagai berikut :
3
“ Dengan adanya pasar modal, maka perusahaan-perusahaan akan memperoleh tambahan modal langsung dari masyarakat pembeli saham. Ini berarti membuka kesempatan lebih luas bagi tumbuhnya dunia usaha dan industri-industri baru. Dengan cara ini maka kita mulai melangkah maju dalam usaha kita untuk membangun ekonomi kekeluargaan yang
1
Aristides Katoppo, Pasar Modal Indonesia: Retropeksi Lima Tahun Swastanisasi BEJ, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,1997), hlm.96.
2
Yulfasni, Hukum Pasar Modal, (Jakarta: Badan Penerbit Iblam, 2005), hlm.2.
3
diisyaratkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”
Isyarat Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 tersebut merupakan landasan falsafah bangsa dalam rangka mencapai
kemakmuran melalui pembangunan nasional serta memberikan kesejahteraan
ekonomi bagi seluruh masyarakat Indonesia. Salah satu wadah untuk mencapai
kesejahteraan ekonomi tersebut adalah melalui industri pasar modal. Industri
pasar modal sangat memberikan keuntungan, tidak hanya kepada investor tetapi
juga pemerintah dengan terciptanya lapangan kerja baru4
Tidak dapat dipungkiri bahwa faktor-faktor penting yang harus ada dalam
tubuh pasar modal antara lain adanya keterbukaan dan ketersediaan informasi
perusahaan, adanya otoritas yang kuat serta regulasi yang cukup.
serta mendorong laju
pembangunan.
5
Ketiga faktor
tersebut akan mendukung dalam pembentukan pasar modal yang sehat, transparan
dan efisien. Selain ketiga faktor tersebut diatas, untuk menciptakan pasar modal
yang ideal, kata kunci utama adalah penerapan secara nyata prinsip keterbukaan
dan konsep kepercayaan (trust) di kalangan pelaku pasar.6
4
Pandji Anoraga dan Ninik Widiyanti, Pasar Modal ( Jakarta : Rineka Cipta,1995),hlm. 31.
5
Azril Sitompul (et.al), Insider Trading: Kejahatan Di Pasar Modal, (Bandung: Books Terrace & Library, 2007), hlm.1.
6
Ira Hapsari, Tinjauan Hukum dalam Penanganan Insider Trading di Amerika Serikat
Studi Kasus : SEC Vs Rajaratnam, (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012), hlm.2.
Jika faktor-faktor
tersebut tidak dimiliki oleh pasar modal, maka akan memicu berbagai tindak
kejahatan ataupun pelanggaran yang sangat merugikan bagi para investor serta
Kejahatan pasar modal atau yang lebih sering disebut sebagai capital
market crime dan pelanggaran yang terjadi di pasar modal dapat diasumsikan
karena beberapa alasan, yaitu kesalahan para pelaku, kelemahan aparat yang
mencakup integritas, dan profesionalisme peraturan. Keberadaan pasar modal
menyebabkan semakin maraknya kegiatan ekonomi. Selain itu, menimbulkan pula
kegiatan-kegiatan ilegal yang menjurus pada kejahatan yang sekarang ini lebih
populer dengan sebutan kejahatan pasar modal.7
Insider trading atau jual-beli efek perusahaan publik oleh orang dalam
yang mempunyai informasi orang dalam, adalah merupakan suatu perbuatan yang
dilarang baik dari segi etika bisnis maupun dari segi hukum. Larangan ini
didasarkan kepada prinsip bahwa pada dasarnya, kedudukan sebagai orang dalam
menimbulkan kewajiban untuk selalu mendahulukan kepentingan perusahaan,
yang mana hal tersebut secara tidak langsung merupakan kepentingan seluruh
pemegang saham, oleh karena itu, jika terdapat informasi yang sifatnya material
maka terdapat kewajiban bagi perusahaan publik untuk segera
mengungkapkannya kepada umum sesuai dengan ketentuan mengenai
Salah satu bentuk tindak kejahatan dalam pasar modal yang terkenal
adalah insider trading atau perdagangan orang dalam. Praktik insider trading
menjadi salah satu sebab mengapa para investor kehilangan kepercayaan (trust)
terhadap industri pasar modal yang akhirnya berdampak pada keberlangsungan
industri pasar modal itu sendiri terutama di Indonesia.
7
keterbukaan yang berlaku.8
langsung maupun tidak langsung dari emiten atau perusahaan publik atau
disebut juga sebagai pihak yang berada dalam fiduciary position, dan pihak yang
menerima informasi orang dalam dari pihak pertama (fiduciary position) atau di
kenal dengan Tippees.
Jika prinsip tersebut dilanggar maka terjadilah apa
yang disebut dengan insider trading.
Secara teknis pelaku insider trading dapat dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu pihak yang mengemban kepercayaan secara
9
Pihak yang termasuk golongan pertama adalah komisaris, direktur, atau
pegawai, pemegang saham utama emiten atau perusahaan publik, orang
perseorangan yang karena kedudukan atau profesinya atau karena hubungan
usahanya dengan emiten atau perusahaan publik memungkinkan orang tersebut
memperoleh informasi orang dalam, atau pihak yang dalam waktu enam bulan
terakhir tidak lagi menjadi pihak sebagaimana telah disebutkan sebelumnya.
10
Di Indonesia, larangan Insider Trading telah diatur dalam Pasal 95
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal :
Sedangkan pihak yang termasuk golongan kedua adalah orang luar (outsiders)
yang menerima informasi material dari orang dalam (insider).
11
8
Asril Sitompul, Pasar Modal : Penawaran Umum dan Permasalahannya, (Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 2000), hlm.136.
9
M.Irsan Nasaruddin (et. al), Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm.268.
10 Ibid.
11
Orang dalam dari Emiten atau Perusahaan Publik yang mempunyai informasi orang dalam dilarang melakukan pembelian atau penjualan atas Efek :
a. Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud; atau
b. Perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan Emiten atau
Perusahaan Publik yang bersangkutan.
Undang-Undang Pasar Modal Indonesia, juga membuat larangan
mempengaruhi orang lain untuk melakukan transaksi atau memberikan tip kepada
pihak lain. Pasal 96 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
menyatakan :12
a. Mempengaruhi Pihak lain untuk melakukan pembelian atau
penjualan Efek dimaksud; atau
Orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dilarang :
b. Memberi informasi orang dalam kepada Pihak mana pun yang
patut diduga dapat menggunakan informasi dimaksud untuk melakukan pembelian atau penjualan atas Efek.
Disamping itu, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal juga mengatur ketentuan mengenai siapa-siapa yang dikenakan larangan
yang sama dengan larangan bagi insider. Pasal 97 Undang – Undang Nomor 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal menyatakan:13
a. Setiap pihak yang berusaha untuk memperoleh informasi orang
dalam dari orang dalam secara melawan hukum dan kemudian memperolehnya dikenakan larangan yang sama dengan larangan yang berlaku bagi orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96.
b. Setiap pihak yang berusaha untuk memperoleh informasi orang
Walaupun peraturan insider trading diatas telah mengatur larangan insider
trading dan ketentuan yang berkenaan dengan insider atau penerima informasi,
namun dapat disadari bahwa, berdasarkan pernyataan beberapa pasal diatas,
Undang- Undang Pasar Modal Indonesia masih belum cukup secara menyeluruh
dalam mengatasi praktik insider trading. Mengingat kategori pengaturan insider
yang dianut Undang-Undang Pasar Modal Indonesia masih terlalu tradisional,
hanya berdasarkan pada konsep fiduciary duty saja. Secara tradisional, komisaris,
direktur, pemegang saham utama dan pegawai perusahaan termasuk sebagai
insider (traditional insiders).
Komisaris dan direktur dikategorikan sebagai insider didasarkan pada
pertimbangan, bahwa mereka termasuk orang yang wajib memegang fiduciary
obligation dalam hal loyalitasnya kepada perusahaan. Di pihak lain mereka
termasuk orang-orang yang dapat mengendalikan serta mengetahui kegiatan atau
operasi perusahaan setiap hari. Sehingga mereka memiliki informasi perusahaan
yang paling sensitif. Contoh kategori traditional insider lain adalah pemegang
saham utama, didasarkan pada ketentuan hukum perusahaan yang menetapkan
suatu fiduciary obligations dari loyalitas terhadap siapa-siapa yang memiliki
pengawas atau pengendali aktivitas perusahaan berdasarkan saham di perusahaan
yang mereka miliki, walaupun mereka tidak menduduki jabatan direktur atau
officer. Namun bukan berarti mereka tidak memiliki fiduciary duty.
Disamping itu, contoh kategori traditional insider lain adalah para
karyawan emiten atau perusahaan publik yang memiliki tugas dan kewajiban
memanfaatkan keuntungan dari informasi rahasia yang diperoleh sehubungan
dengan pekerjaanya di perusahaan. Contoh kategori-kategori insider tersebut
merupakan contoh klasik dari seseorang yang mempunyai fiduciary duty atau
yang disebut dengan traditional insiders yang secara umum dianut oleh Undang –
Undang Pasar Modal Indonesia.
Berdasarkan konsep traditional insider ini, seorang yang tidak mempunyai
fiduciary duty, tetapi ia melakukan perdagangan saham berdasarkan informasi non
publik, tidak dianggap melakukan insider trading, akibatnya apa yang diinginkan
peraturan insider trading sebagai perlindungan investor tidak tercapai secara
maksimal.14
Kekurangan peraturan insider trading dalam Undang- Undang Pasar
Modal Indonesia berkaitan dengan tidak cukupnya ketentuan kategori insider
diluar kategori traditional insider, seperti ketentuan yang menentukan “penerima
informasi” (tippee) sebagai insider dan ketidakcukupan pengaturan ketentuan “
pihak lain yang menerima informasi tidak langsung dari insider, tetapi informasi
dari tippee yang lain” (secondary tippee) sebagai kategori insider. Ketidakukupan
pengaturan- pengaturan tersebut menandakan Undang-Undang Pasar Modal
Indonesia dalam mengatur kategori insider masih menganut konsep fiduciary duty
secara umum serta belum secara maksimal mengatur rambu-rambu insider Disamping itu, peraturan insider trading tersebut tidak secara
menyeluruh menerapkan teori penyalahgunaan (misappropreation theory),
sebagaimana telah diterapkan dalam Pasar Modal Amerika Serikat sehingga
kurang maksimal menjaring pelaku-pelaku insider trading.
14
trading. Keadaan pengaturan tersebut membuktikan Undang- Undang Pasar
Modal Indonesia belum menerapkan pertanggungjawaban hukum insider sesuai
dengan pendekatan misappropreation theory .15
Misappropreation theory adalah teori mengenai transaksi yang dilakukan
oleh orang luar perusahaan secara tidak sengaja berdasarkan informasi yang
belum tersedia bagi masyarakat, maka dianggap sama telah melakukan insider
trading.16Jadi, menurut misappropreation theory, seseorang yang menggunakan
informasi yang belum tersedia untuk publik milik orang lain dalam perdagangan
saham dianggap telah melakukan insider trading. Seseorang tersebut adalah
misappropriator sama dengan pihak yang melakukan pelanggaran dari suatu
fiduciary duty atau pihak yang mempunyai hubungan trust dan confidence dengan
emiten atau pemegang saham.17
Penerapan misappropreation theory telah membuat konsep insider
menjadi sangat komprehensif karena setiap orang yang menggunakan inside
information atau informasi yang belum tersedia untuk publik melakukan
perdagangan saham atas informasi tersebut dikategorikan sebagai insider.
Walaupun orang yang melakukan perdagangan itu tidak mempunyai fiduciary
duty dengan perusahaan. Konsep kategori insider dalam misappropreation theory
berasal dari putusan pengadilan dalam United States v.Newman, 664 F.2nd 12
(2nd, 1981).18
15
Bismar Nasution, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, (Jakarta : Fakultas Hukum
Universitas Indonesia Program Pascasarjana,2001), hlm.257. 16
Najib A. Giysmar, Insider Trading Dalam Transaksi Efek, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hlm.42.
17
Bismar Nasution, Loc.Cit.
18 Ibid.
10b-519 Securities Exchange Act 1934, yang pada intinya adalah informasi
nonpublic diambil oleh orang lain dan disalahgunakan dalam perdagangan
saham.20
Fakta dari konsep penerapan misappropreation theory ini dapat juga
dilihat dari kasus Carpenter v. United States. Dalam kasus Carpenter ini terdakwa
R.Foster Winans sebagai reporter The Wall Street Journal menulis dalam “Heard
on the Street Column”, yang merupakan kolom hasil penilaian dan analisis
tentang kondisi perusahaan tertentu yang listing di bursa efek dan kolom ini dapat
mempengaruhi harga saham dari perusahaan yang dinilai. Praktek Winans ini
oleh SEC dituduh insider dalam praktik insider trading berdasarkan tuduhan
bahwa Winans menyalahgunakan informasi milik Wall Street Journal untuk
kepentingan pribadinya. Pengadilan, dengan dasar misappropreation theory
menetapkan Winans melanggar ketentuan insider trading.21
Berdasarkan pengalaman-pengalaman dalam menangani kasus-kasus
insider trading tersebut, maka munculnya konsep misappropreation theory yang
diterapkan oleh hakim-hakim Amerika Serikat dirasakan sebagai penyelamat
industri Pasar Modal Amerika Serikat. Oleh karenanya, Amerika Serikat dewasa
ini, sering menerapkan konsep misappropreation theory dalam menangani
kasus-kasus insider trading. Sementara di Indonesia, kebutuhan untuk mengatasi
praktik insider trading belum dapat dilaksanakan secara efisien berdasarkan
19
Rule 10b-5 dikeluarkan sesuai dengan pemberian kewenangan kepada SEC oleh lembaga legislatif berdasarkan Section 10(b)Securities Exchange Act 1934. Dengan ketentuan ini,
Kongres bermaksud untuk mencegah praktik yang tidak jujur dan untuk menjamin kewajaran dalam transaksi efek secara umum, apakah dilakukan secara langsung face-to-face, over the
counter, ataupun di bursa efek dan pada kenyataanya transaksi ini semuanya dilakukan di bursa.
20
Azril Sitompul (et.al), Op.Cit., hlm.52. 21
Peraturan Undang-Undang Pasar Modal Indonesia yang masih menganut teori
klasik insider trading, oleh karenanya perlulah diadakan perubahan hukum.
Perkembangan penentuan insider dari konsep tradisional insider kepada
pelaku insider yang lebih kompleks berdasarkan misappropreation theory perlu
dikaji dan dipertimbangkan untuk mengisi ketidakcukupan peraturan kategori
insider di pasar modal Indonesia. Mengingat tanpa peran dan penerapan
misappropreation theory secara menyeluruh dapat menimbulkan masalah dalam
menentukan kategori insider dan sekaligus menjadi hambatan dalam mengatasi
praktik insider trading dalam pasar modal Indonesia.
Terlebih lagi, dengan beralihnya fungsi pengawasan serta penegakan
hukum yang sebelumnya menjadi kewenangan Bapepam, kini telah menjadi
kewenangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maka cita-cita perubahan dan
pembaharuan hukum khususnya dibidang pasar modal menjadi agenda utama
untuk dilaksanakan mengingat akibat dari pengalihan ini, banyak hal-hal substansi
dalam Undang-Undang Pasar Modal yang perlu diadakan perubahan dan
penyesuaian. Diharapkan, dalam pembaharuan Undang-Undang Pasar Modal
nantinya dapat menerapkan serta mengaplikasikan konsep misappropreation
theory ini agar Undang-Undang Pasar Modal Indonesia dapat secara mumpuni
dan secara luas menjangkau praktik-praktik atau pelanggaran hukum di bidang
industri pasar modal Indonesia.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu diadakan peninjauan
secara yuridis mengenai Peran Teori Penyalahgunaan (Misappropreation Theory)
Indonesia. Diharapkan, dengan adanya penulisan ini, penanganan kasus-kasus
insider trading yang saat ini belum terjangkau secara komprehensif oleh
Undang-Undang Pasar Modal Indonesia dapat menjumpai titik terang. Demi tercapainya
industri pasar modal Indonesia yang sehat, efisien22
B. Rumusan Masalah
dan transparan.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis merumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaturan insider trading di Indonesia?
2. Bagaimanakah mekanisme pengawasan serta penegakan hukum atas
praktik insider trading dalam pasar modal Indonesia ?
3. Bagaimanakah fungsi atas penerapan misappropreation theory dalam
mengatasi praktik insider trading dalam pasar modal Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat Pensulisan
1. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan utama dalam penulisan skripsi ini adalah untuk
memenuhi syarat guna mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara dan sebagai tambahan pengetahuan.
Namun berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan
yang akan dicapai dalam penulisan ini adalah :
22
a. Untuk mengetahui dan menganalisis lebih lanjut mengenai
pengaturan insider trading di Indonesia.
b. Untuk mengetahui dan menganalisis lebih lanjut mengenai
mekanisme pengawasan dan penegakan hukum atas praktik
insider trading di pasar modal Indonesia.
c. Untuk mengetahui dan menganalisis lebih lanjut mengenai
fungsi atas penerapan misappropreation theory dalam
menyelesaikan praktik insider trading di pasar modal Indonesia.
2. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan ini adalah :
a. Secara Teoritis, penulisan skripsi ini dapat dijadikan sebagai
bahan kajian guna mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan
di bidang pasar modal khususnya mengenai penanganan praktik
insider trading berdasarkan pendekatan misappropreation
theory dalam rangka pemeliharaan Industri pasar modal
Indonesia yang sehat, efisien dan transparan. Bebas dari
tindakan kejahatan yang merugikan para pihak yang ikut serta
dalam industri pasar modal.
b. Secara Praktis, penulisan skripsi ini dapat memberikan
sumbangan pemikiran secara yuridis mengenai bagaimana
kondisi pasar modal di Indonesia serta bagaimana seharusnya
penanganan praktik-praktik insider trading yang terjadi di
misappropreation theory serta menelaah lebih lanjut
kelemahan-kelemahan yang dimiliki Peraturan Pasar Modal Indonesia
dalam menyelesaikan kasus-kasus insider trading yang bisa
dijangkau apabila diterapkan konsep misappropreation theory.
D. Keaslian Penulisan
Bahwa skripsi ini yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Peran
Teori Penyalahgunaan (Misappopreation Theory) Sebagai Upaya Preventif
Bagi Praktik Insider Trading Dalam Pasar Modal Indonesia” yang diangkat
dalam skripsi ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara.
Skripsi ini memiliki keterkaitan sebagai perbandingan dengan skripsi yang
pernah dibahas oleh Elva Anggreini P dalam skripsinya yang berjudul “Penerapan
Teori Penyalahgunaan dalam Praktek Insider Trading dalam Pasar Modal
Indonesia (Studi Terhadap Penjualan Saham PT.Bank BCA. Tbk)”.
Perbedaan pembahasan terletak pada peran general dari teori
penyalahgunaan (misappropreation theory) sebagai bentuk tindakan preventif
bagi praktik insider trading yang penanganannya belum secara konprehensif
diregulasi oleh Peraturan Pasar Modal Indonesia, juga sekaligus sebagai tindakan
represif yang perwujudannya sedang diupayakan dalam perumusan peraturan
perundang-undangan tentang pasar modal sebagai akibat reformasi bidang pasar
modal oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Penulisan skripsi ini dimulai dari mengumpulkan bahan-bahan yang
kasus-kasus insider trading yang dijadikan sebagai bahan ulasan, peraturan
perundang-undangan yang berkaitan, baik melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan,
media cetak maupun media elektronik. Sehubungan dengan keaslian judul skripsi
ini, belum ada atau belum terdapat di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara.
Apabila dikemudian hari, ternyata terdapat judul yang sama atau telah
ditulis oleh orang lain dalam bentuk skripsi sebelum skripsi ini dibuat, maka hal
tersebut dapat diminta pertanggungjawaban dikemudian hari.
E. Tinjauan Kepustakaan
Undang-Undang Pasar Modal Indonesia memberikan batasan pasar modal
dalam Pasal 1 angka 13 yakni kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran
Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek
yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek.23
Secara sederhana, pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar yang
memperjualbelikan berbagai instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang, baik
dalam bentuk utang maupun modal sendiri yang diterbitkan oleh perusahaan
swasta.24
Sementara itu, Undang- Undang Pasar Modal Indonesia tidak memberikan
batasan insider trading secara tegas. Undang- Undang Pasar Modal hanya
memberikan batasan terhadap transaksi yang dilarang, antara lain yaitu orang
dalam dari emiten yang mempunyai informasi orang dalam dilarang melakukan
23
Pasal 1 angka 13 UUPM. 24
transaksi penjualan atau pembelian atas efek emiten atau perusahaan lain yang
melakukan transaksi dengan emiten atau perusahaan publik yang bersangkutan.25
“ Buying and selling corporate shares by officers, directors, and
stockholders who own more than 10% of stock of a corporation listed on a
national exchange. Such transactions must be reported monthly Securities
and Exchange Commision”.
Sedangkan pengertian insider trading menurut Black’s Law Dictionary
adalah:
26
Insider trading adalah perdagangan efek yang dilakukan oleh mereka yang
tergolong orang dalam perusahaan (dalam arti luas), perdagangan mana
didasarkan atau dimotivasi karena adanya suatu informasi orang dalam (inside
information) yang penting dan belum dibuka untuk umum.
Maksudnya kurang lebih adalah pembelian dan penjualan saham
perusahaan oleh karyawan, direktur, dan pemegang saham yang kepemilikannya
lebih dari 10% dari perusahaan yng terdaftar pada bursa nasional. Dengan
demikian transaksi harus dilaporkan tiap bulannya kepada Securities Exchange
Comission (SEC).
27
Pelaku insider trading dapat dikategorikan sebagai tippe, pengertian dari
tippe adalah penerima informasi pertama dari insider sedangkan secondary tippe
adalah pihak lain yang menerima informasi tidak langsung dari insider melainkan
dari tippe lain.
Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, (Fifth edition, West Publishing Company, St.Paul, Minn, 1979),hlm. 715-716.
27
Fakta material sebagai faktor penting yang menjadi sebab terjadi atau tidak
terjadinya praktik insider trading adalah fakta yang menurut pengamatan yang
wajar dan objektif dapat mempengaruhi nilai saham perusahaan. Suatu fakta
adalah material menurut Rule 10b-5 jika “ terdapat kecenderungan bahwa
pemegang saham yang mengerti akan mempertimbangkan bahwa informasi
tersebut penting dalam memutuskan tindakan yang akan dilakukannya”. 28
a. Penggabungan usaha (merger), pengambilalihan (acquisition),
peleburan usaha ( consolidation) atau pembentukan usaha patungan; Menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang
Pasar Modal, Informasi atau Fakta Material adalah informasi atau fakta penting
dan relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi
harga efek pada Bursa Efek dan atau keputusan pemodal, calon pemodal, atau
Pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut. Sebagai contoh,
Informasi atau Fakta Material adalah antara lain informasi mengenai :
b. Pemecahan saham atau pembagian dividen saham (stock dividen);
c. Pendapatan dan dividen yang luar biasa sifatnya;
d. Perolehan atau kehilangan kontrak penting;
e. Produk atau penemuan baru yang berarti;
f. Perubahan tahun buku perusahaan;dan
g. Perubahan dalam pengendalian atau perubahan penting dalam
manajemen.29
28
Asril Sitompul, Pasar Modal : Penawaran Umum dan Permasalahannya,
Op.Cit.,hlm.146.
29
Prinsip Keterbukaan adalah Pedoman Umum yang mensyaratkan Emiten,
Perusahaan Publik, dan pihak lain yang tunduk pada Undang-Undang Pasar
Modal untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat
seluruh Informasi Material mengenai usahanya atau efeknya yang dapat
berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap efek di maksud dan atau harga
dan efek tersebut.30
Prinsip Keterbukaan meliputi dua fase, yaitu masa sebelum listing dan
masa sesudah listing. Fase sebelum listing ini dimulai pada saat perusahaan ingin
melakukan go public, dan proses go public itu sendiri sudah mengharuskan emiten
terbuka. Keterbukaan masa sebelum listing umumnya tercermin dari
prospektusnya.
31
Praktik insider trading yang terjadi di industri pasar modal sangat lah
efektif untuk diatasi apabila dianalisis penyelesaiannya berdasarkan pendektan
dari Teori Penyalahgunaan (misappropreation theory). Misappropreation theory
adalah teori yang mengajarkan bahwa orang luar perusahaan yang melakukan
transaksi secara tidak sengaja berdasarkan informasi yang belum tersedia bagi
masyarakat (undisclosed information), maka dianggap sama dengan telah
melakukan insider trading.
Keterbukaan pada masa setelah listing tercermin dalam laporan
berkala yang wajib disampaikan oleh perusahaan publik kepada Bapepam
sekarang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan mengumumkan laporan tersebut
kepada masyarakat.
Adrian Sutedi, Segi-Segi Hukum Pasar Modal, (Bogor : Penerbit Ghalia Indonesia, 2009), hlm.98
32
F. Metode Penulisan
Didalam suatu penulisan skripsi, posisi metodelogi sangatlah penting
sebagai suatu pedoman. Pedoman ini nantinya akan menjelaskan mengenai apa
yang seharusnya atau yang tidak seharusnya dilakukan dalam penulisan.
1. Jenis Penelitian
Penyusunan skripsi ini menggunakan Metode Penelitian Hukum Normatif.
Penelitian Hukum Normatif bersifat kepustakaan yakni disebabkan penelitian ini
lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di
perpustakaan. Bahan-bahan yang diperoleh berdasarkan pada bahan hukum
primer, sekunder, dan tersier yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang
berkaitan dengan pasar modal sebagai lembaga dalam melakukan kegiatan
transaksi jual beli saham serta yang berkaitan dengan praktik insider trading.
2. Jenis Data
Bahan atau jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data
Sekunder yang terdiri dari sumber hukum primer berupa peraturan
perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal,
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan
di Pasar Modal serta peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan. Selain
itu bahan hukum sekunder seperti literatur yang diperoleh dari perpustakaan
seperti bahan bacaan, buku-buku, jurnal-jurnal dan artikel-artikel yang
kamus-kamus hukum dan ensiklopedia yang dipergunakan sebagai bahan hukum
tersier yang mendukung data primer maupun sekunder.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah
dengan cara penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang
dilakukan dengan cara mengumpulkan literatur dengan sumber data berupa bahan
hukum primer dan ataupun bahan hukum sekunder yang ada hubungannya dengan
permasalahan yang dibahas oleh penulis.
4. Teknik Analisis Data
Dalam mengolah dan menganalisis data yang akan digunakan dalam
penulisan skripsi ini adalah metode kualitatif. Metode kualitatif memusatkan
kepada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala
yang ada dalam kehidupan manusia, atau pola-pola yang dianalisis gejala-gejala
sosial budaya dengan menggunakan kaidah-kaidah hukum positif yang
bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku.33
G. Sistematika Penulisan
Oleh karenanya analisis yang dilakukan seputar permasalahan praktik insider
trading yang terjadi , dan bagaimana penyelesaianya berdasarkan konsep
misappropreation theory.
Dalam menguraikan permasalahan dan pembahasan penulisan yang
berjudul “ Tinjauan Yuridis Terhadap Peran Teori Penyalahgunaan
(Misappropreation Theory) Sebagai Upaya Preventif Bagi Praktik Insider
33
Trading dalam Pasar Modal Indonesia “ penulis membagi penelitian ini dalam
5 BAB yaitu :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari
penjelasan tentang latar belakang pemilihan judul, dan
permasalahan serta ruang lingkup dan pokok permasalahan
yang dibahas dalam tulisan ini. Penjelasan itu juga meliputi
tujuan penulisan, kerangka konsepsional serta metode
penulisan yang dipergunakan.
BAB II PRAKTIK INSIDER TRADING DI PASAR MODAL
Bab ini akan membahas tentang penjabaran umum
mengenai praktik insider trading. Termasuk didalamnya,
mengenai urgensi prinsip keterbukaan di pasar modal,
pengertian insider trading, unsur-unsur insider trading,
pengecualian terhadap insider trading, pro kontra insider
trading, dampak insider trading bagi industri pasar modal,
serta pengaturan insider trading di Indonesia.
BAB III MEKANISME PENGAWASAN PASAR MODAL SERTA
PENEGAKAN HUKUM ATAS PRAKTIK INSIDER
TRADING DI INDONESIA
Bab ini membahas tentang penjabaran mengenai
pengawasan pasar modal oleh otoritas pasar modal serta
penegakan hukum atas praktik insider trading di Indonesia
BAB IV MISAPPROPREATION THEORY DALAM MENGATASI
Bab ini berisikan penjabaran mengenai misappropreation
theory dalam mengatasi praktek insider trading. Termasuk
di dalamnya pembahasan mengenai pengertian
misappropreation theory serta penerapan misappropreation
theory dalam kasus-kasus yang pernah terjadi di Amerika
Serikat, juga fungsi dari penerapan misappropreation theory
dalam mengatasi praktik insider trading.
BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan penutup berisi Kesimpulan dan Saran