• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kesiapan Pemerintah Desa dalam Pelaksanaan PP Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Anggaran Dana Desa (Studi Kasus: Kabupaten Simalungun)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kesiapan Pemerintah Desa dalam Pelaksanaan PP Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Anggaran Dana Desa (Studi Kasus: Kabupaten Simalungun)"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Desa

Kata “desa” sendiri berasal dari bahasa India yakni “swadesi” yang berarti

tempat asal, tempat tinggal, negeri asal, atau tanah leluhur yang merujuk pada satu

kesatuan hidup, dengan satu kesatuan norma, serta memiliki batas yang jelas

(Soetardjo, 1984:15, Yuliati, 2003:24). Sesuai batasan definisi tersebut, maka di

Indonesia dapat ditemui banyak kesatuan masyarakat dengan peristilahannya

masing-masing seperti Dusun dan Marga bagi masyarakat Sumatera Selatan, Dati

di Maluku, Nagari di Minang, Wanua di Minahasa dan Nagori di Simalungun

sendiri. Pada daerah lain masyarakat setingkat desa juga memiliki berbagai istilah

dan keunikan sendiri baik mata pencaharian maupun adat istiadatnya.

Menurut defenisi umum, desa adalah sebuah aglomerasi permukiman di

wilayah perdesaan (Hardjatno, 2007). Di Indonesia, istilah desa adalah pembagian

wilayah administrative di bawah Kecamatan, yang dipimpin oleh Kepala Desa.

Menurut Poerwadarminta (1976) Desa adalah sekelompok rumah di luar kota

yang merupakan kesatuan, kampong (di luar kota) dusun atauudik (dalam arti

daerah pedalaman sebagai lawan dari kota). Beradasarkan Undang-Undang nomor

32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, di mana Desa atau yang disebut

dengan nama lain (selanjutnya disebut desa), adalah kesatuan masyarakat hukum

(2)

batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui

dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Desa adalah sekelompok rumah di luar kota yang merupakan kesatuan,

kampong (di luar kota); dusun atau udik (dalam arti daerah pedalaman sebagai

lawan dari kota) (Poerwadarminta, 1976). Desa merupakan suatu daerah hukum

yang merupakan wilayah masyarakat hukum terbentuk atas dasar ikatan tertentu,

antara lain: (1) bentuk genealogis, (2) bentuk “teritorial” dan (3) bentuk campuran

keduanya.

Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat

istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama

lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara

pemerintahan desa. Pengakuan Desa dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945

pasal 18B ayat 1 dan 2, serta dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah nomor

32 tahun 2004, di mana Desa atau yang disebut dengan nama lain (selanjutnya

disebut desa), adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas

wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat

setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan

dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal

(3)

tentang Desa dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014

tentang Desa.

2.1.2. Karakteristik Desa

Di Indonesia, wilayah yang disebut desa seharusnya dilihat dalam tahapan

yang tidak sama. Masyarakat yang telah mulai menetap juga memiliki

karakteristik yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain, antara Jawa dengan

luar Jawa, antara desa dekat kota dengan desa yang jauh dari kota, antara wilayah

dataran tinggi dengan dataran rendah, demikian pula antara pantai dan pedalaman.

Di Indonesia kelihatannya belum ada kajian mendalam tentang hal ini. Secara

umum masyarakat yang telah mulai menetap yang disebut dengan desa, istilah

sebutannya sangat beragam di berbagai suku bangsa. Di Jawa disebut desa, di

Aceh disebut Gapong, di Papua disebut kampong dan masih banyak berbagai

istilah tentangnya. Sangatlah penting mengklasifikasikan penduduk yang telah

mulai menetap. Kalau digolongkan menurut sistem produksinya, ada penduduk

desa yang digolongkan dengan desa subsistensi. Sistem produksi yang

dikembangkan adalah berproduksi untuk kepentingan hidup diri mereka sendiri

dan pemenuhan penduduk desa itu sendiri. Kebudayaan produksi bukan

mengubah alam akan tetapi mengadaptasi alam. Artinya apa yang di dalam alam

sekitarnya itulah sumber kehidupan mereka. Karakter sistem sosialnya bersifat

komunal. Ikatan antar hubungan personal dan pemilikan diatur atas dasar

(4)

belum mengenal ekonomi uang, aktivitas ekonominya dilakukan dengan cara

barter (Susetiawan, 2010).

Desa merupakan bentukan dan pengembangan konsep asli bangsa

Indonesia, meskipun ada kemiripan dengan desa di India yang bernuansa Hindu.

Kehidupan masyarakat desa terikat pada nilai-nilai budaya asli yang sudah

diwariskan secara turun menurun dan melalui proses adaptasi yang sangat panjang

dari interaksi intensif dengan perubahan lingkungan biofisik masyarakat. Kearifan

lokal merupakan salah satu aspek karakteristik masyarakat, yang terbentuk

melalui proses adaptasi yang kondusif bagi kehidupan masyarakat, sehingga

nilai-nilai yang terkandung di dalamnya seyogianya dipahami sebagai dasar dalam

pembangunan pertanian dan pedesaan (Sumardjo,2010). Kondisi masyarakat

perdesaan di Indonesia pada saat ini sangat beragam, mulai dari perilaku

berladang berpindah, bertani menetap, desa industri, desa dengan mata

pencaharian dominan sektor jasa sampai desa yang dengan fasilitas modern (semi

urban dan urban) dapat ditemukan di wilayah Indonesia di era milenium ini. Pada

tahun 1952 (Hadikoesoemo, 1965) terkait dengan desa terungkap bahwa

norma-norma daerah hukum masyarakat itu menurut hukum adat: (1) berhak mempunyai

wilayah sendiri yang ditentukan oleh batas-batas yang sah, (2) berhak mengurus

dan mengatur pemerintahan dan rumah tangganya sendiri, (3) berhak mengangkat

pimpinan atau majelis pemerintahannya sendiri, (4) berhak memiliki harta benda

dan sumber keuangannya sendiri, (5) berhak atas tanahnya

sendiri, (6) berhak memungut pajak sendiri. Atas dasar prinsip-prinsip tersebut

(5)

nusantara ini. Di Sumatera Barat misalnya, ada nagari yang mempunyai tata

aturan adat yang khas, demikian juga di tempat lain. Desa mengandung sejumlah

kearifan-kearifan lokal (local wisdom) yang apabila dicermati nilai yang

terkandung dalam kearifan tersebut maka dapat menjadi suatu kekuatan untuk

beradaptasi dengan lingkungan dimana suatu masyarakat berdomisili di suatu

wilayah desa. Kearifan tersebut dapat dicermati dari aturan-aturan, norma, tata

krama/ tata susila, bahasa, kelembagaan, nama dan gelaran, teknologi yang

digunakan (konstruksi rumah, tata letak rumah, teknik irigasi, teknik pengolahan

tanah dan peralatannya, teknik membuat jalan/ jembatan, teknik perahu dan

sebagainya). Sekiranya nilai (value) yang terkandung di dalam aspek-aspek

tersebut diperhatikan dalam pengembangan teknologi di era odern ini, meski

menggunakan bahan yang mungkin berbeda, maka keserasian lingkungan dan

daya adaptasi tampaknya menjadi tetap tinggi. Infrastruktur itu alat penting bagi

kemajuan perkembangan masyarakat desa, namun masyarakat paham arti

pentingnya infrastruktur itu jauh lebih penting sebab orang akan bertindak dengan

alat yang dimilikinya karena mereka mengetahui arti pentingnya alat yang

dipunyai. Meskipun infrastuktur perdesaan banyak ditemui di desa, pertanyaannya

apakah infrastuktur yang ada telah dipahami arti pentingnya bagi kehidupan

masyarakat perdesaan. Data statistik tentangnya seperti jalan desa, gedung SD,

Polindes (Poliklinik Desa), kantor pemerintah desa, kendaraan umum dan

infrastuktur lainnya, dapat ditemukan dengan mudah. Jika dilihat dari jumlah yang

ada maka penyebaran infrastuktur tidak merata antardesa di Jawa, apalagi

(6)

ada dan menyebarkan secara merata tentang pengadaannya, akan tetapi perlu

analisis infrastuktur mana yang paling penting bagi desa dengan tipologi tertentu,

seberapa besar jumlah yang harus dibutuhkan (Susetiawan,2010).

Infrastuktur pendidikan perdesaan seperti gedung SD harus menjadi

perhatian utama. Kurangnya gedung SD dan bilamanapun ada, kualitas bangunan

yang ada sangat buruk mudah rusak bahkan ambruk. Dalam waktu yang singkat

barangkali Jawa tidak banyak membutuhkan infrastuktur itu, akan tetapi

bagaimana pemeliharaan infrastuktur tersebut. Luar Jawa keadaanya tidak hanya

pada pengadaan infrastuktur bangunan gedung sekolah akan tetapi tenaga

pengajar akan siap melayani pendidikan di pelosok desa pedalaman jauh lebih

penting untuk diperhatikan. Kesehatan dan Gizi masyarakat harus dilihat pada

tipologi desa macam apa. Desa menetap dan berbudidaya di mana penduduk nya

kreatif, ada pertanian yang maju dan ada industri perdesaan yang berkembang,

mereka tidak kesulitan untuk memenuhi gizi. Bagi masyarakat yang telah

memiliki pengetahuan pemenuhan gizi tidak menjadi problematik. Ini terutama

dapat dilihat di desa di Jawa. Desa lain yang berada di luar Jawa juga tidak bisa

dilihat secara kuantitatif semata akan tetapi juga harus dilihat dari sifat kualitatif

penyelenggaraan kesehatan dan gizi. Keadaan seperti itu perlu dilihat lebih teliti

desa mana yang mengalami tingkat kesehatan rendah dan kekurangan gizi. Bagi

masyarakat desa yang telah menetap lama sebagai masyarakat desa persoalan ini

sudah tidak menjadi persoalan serius. Karakteristik wilayah perdesaan sangat

berbeda tipologinya baik karakteristik sosial budaya, keadaan infrasturkur yang

(7)

karakteristik kondisi kemiskinannya. Tipologi desa seharusnya

mempertimbangkan keadaan yang berbeda antar masyarakat di Jawa antara Jawa

dan luar Jawa. Kerumitan tipologi dan karakteristik ini tidak mungkin

digeneralisasikan dalam proses pembangunan. Oleh sebab itu, desentralisasi

menjadi prinsip utama dalam proses pembangunan agar pembangunan lebih cepat

untuk menjawab kebutuhan masyarakat perdesaan (susetiawan, 2010).

2.1.3 Alokasi Dana Desa

Pasal 90 ayat 3 dan 5 undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 menyatakan

bahwa penyelenggaraan kewenangan desa dapat ditugaskan oleh pemerintah pusat

maupun pemerintah daerah. Kewenangan desa yang ditugaskan oleh pemerintah

pusat didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja negara. Sedangkan,

kewenangan desa yang ditugaskan oleh pemerintah daerah didanai oleh anggaran

pendapatan dan belanja daerah. Berdasarkan peraturan diatas jelas bahwa setiap

desa akan mendapatkan anggaran dana desa baik dari pusat maupun daerah yang

menjadi sumber keuangan dan kekayaan desa.

Alokasi Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten yang dialokasikan dengan

tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar desa untuk mendanai kebutuhan

desa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan

serta pelayanan masyarakat. ADD merupakan perolehan bagian keuangan desa

dari kabupaten yang penyalurannya melalui Kas Desa. ADD adalah bagian dana

(8)

Menurut Sanusi (2004) alokasi dana desa adalah dana yang harus

dialokasikan pemerintah kabupaten untuk desa, yang bersumber dari bagian dana

perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima dari kabupaten yang

penggunaannya untuk 30% belanja aparatur dan operator dan 70% untuk belanja

publik dan pemberdayaan masyarakat.

Adapun maksud dan tujuan dari alokasi dana desa adalah:

a) Maksud

ADD dimaksudkan untuk membiayai program pemerintah desa dalam

melaksanakan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan

pembangunan serta pemberdayaan masyarakat.

b) Tujuan

Alokasi Dana Desa (ADD) bertujuan untuk:

a. Meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan desa dalam

melaksanakan pelayanan pemerintahan, pembangunan dan

kemasyarakatan sesuai kewenangannya.

b. Meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan dalam

perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan secara

partisipatif sesuai dengan potensi yang ada.

c. Meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan bekerja dan

kesempatan berusaha bagi masyarakat.

(9)

Dalam melaksanakan penghitungan Dana Desa setiap Desa,

Pemerintah Kabupaten/Kota mengacu pada ketentuan sebagai berikut :

1. Ketentuan terkait sumber dana, model perhitungan, variabel dan bobot

yang digunakan dalam perhitungan sebagaimana diatur dalam bab II

Peraturan Menteri Keuangan, yaitu :

(1)Sumber Dana Desa yang digunakan dalam penghitungan Dana

Desa setiap Desa berasal dari rincian Dana Desa setiap

kabupaten/kota sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden

tentang Rincian APBN/APBN-P.

(2)Dana Desa setiap Desa dihitung berdasarkan:

a. Alokasi Dasar, yang merupakan alokasi yang dibagi secara

merata kepada setiap Desa sebesar 90% (sembilan puluh per

seratus) dari Dana Desa setiap kabupaten/kota; dan

b. Alokasi yang dihitung dengan memperhatikan jumlah

penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat

kesulitan geografis setiap Desa (yang selanjutnya dalam

pedoman ini disebut “Bagian Formula”), dengan bobot sebagai berikut :

25% (dua puluh lima per seratus) untuk jumlah penduduk;

35% (tiga puluh lima per seratus) untuk jumlah penduduk

miskin;

(10)

30% (tiga puluh per seratus) untuk tingkat kesulitan

geografis.

Ketentuan terkait rumus/formulasi yang digunakan dalam perhitungan

sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Peraturan Menteri Keuangan ini, yaitu:

Dana Desa setiap Desa = (Dana Desa kabupaten/kota – Alokasi Dasar) x [(25% x rasio jumlah penduduk setiap Desa terhadap total penduduk Desa

kabupaten/kota yang bersangkutan) + (35% x rasio jumlah penduduk

miskin Desa setiap terhadap total penduduk miskin Desa kabupaten/kota

yang bersangkutan) + (10% x rasio luas wilayah Desa setiap terhadap luas

wilayah Desa kabupaten/kota yang bersangkutan) + (30% x rasio IKG

setiap Desa terhadap total IKG Desa kabupaten/kota yang bersangkutan)].

Penghitungan dana desa setiap desa akan dilakukan sebagai

berikut:

1) Menghitung variabel pembagi alokasi sebagai berikut:

a) Pagu Alokasi Dasar, dengan rumus:

b) Pagu Bagian Formula, dengan rumus:

2) Menghitung bagian alokasi dasar Dana Desa setiap Desa (Alokasi

Dasar), dengan rumus :

3) Menghitung bagian alokasi formula Dana Desa setiap Desa dengan

(11)

a) Rasio jumlah penduduk desa (Rasio JP), dengan rumus:

b) Bobot jumlah penduduk desa (Bobot JP), dengan rumus:

c) Rasio jumlah penduduk miskin desa (Rasio JPM), dengan

rumus:

d) Bobot jumlah penduduk miskin desa (Bobot JPM), dengan

rumus:

e) Rasio luas wilayah desa (Rasio LW), dengan rumus:

f)Bobot luas wilayah desa (Bobot LW), dengan rumus:

g) Rasio indeks kesulitan geografis desa (Rasio IKG), dengan

rumus:

h) Bobot indeks kesulitan geografis desa (Bobot IKG), dengan

(12)

i)Total bobot, dengan rumus:

j)Bagian alokasi formula, dengan rumus:

4) Menghitung Dana Desa setiap Desa, dengan rumus:

2.1.4 Pemerintahan Desa

Pemerintahan desa memiliki peranan signifikan dalam pengelolaan proses

sosial dalam masyarakat. Tugas utama yang harus diemban pemerintah desa

adalah bagaimana menciptakan kehidupan demokratik, memberikan pelayanan

sosial yang baik sehingga dapat membawa warganya pada kehidupan yang

sejahtera, rasa tentram dan berkeadilan. Pemerintahan desa tersebut merupakan

penyelenggaraan urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat dalam

system pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam menjalankan

pemerintahan suatu desa, dibutuhkan pemerintah desa yang menjadi motor

pelaksana dari tugas-tugas yang harus dijalankan dalam pemerintahan desa

tersebut. Pemerintah desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain

dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. Kepala

desa selaku kepala pemerintahan desa berwenang untuk memimpin pemerintahan

desa selama enam 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. Kepala desa

akan dibantu oleh perangkat desa yang terdiri dari: sekretaris desa; pelaksana

(13)

oleh kepala desa dari warga desa setelah dikonsultasikan kepada Camat atas nama

Bupati/Walikota. Perangkat desa tersebut akan bertugas untuk membantu kepala

desa dalam melasanakan tugas dan wewenangnya selama masa jabatan kepala

desa dan akan bertanggungjawab langsung kepada kepala desa.

Dalam pelaksanaan pemerintahan desa, kepala desa selaku pemerintah

desa memiliki wewenang sebagai berikut:

1. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan kebijakan yang

ditetapkan bersama Badan Perwakilan Desa (BPD);

2. Mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa;

3. Memegang kekuasaan pengelolaan keuangan dan aset Desa;

4. Menetapkan peraturan Desa;

5. Menetapkan anggaran dan belanja Desa;

6. Membina kehidupan masyarakat Desa;

7. Membina ketentraman dan ketertiban masyarakat Desa;

8. Mengembangkan sumber pendapatan Desa;

9. Mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan Negara

guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa;

10. Mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa;

11. Memanfaatkan teknologi tepat guna;

12. Mengoordinasi pembangunan Desa secara partsipatif;

13. Mewakili Desa didalam dan diluar pengadilan atau menunjuk kuasa;

hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan

(14)

14. Melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Adapun tugas ataupun tanggungjawab dari seorang kepala desa dalam

menjalankan roda pemerintahan desa yaitu:

1. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan UUD

1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

2. Meningkatkan kesejahteraan rakyat.

3. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat.

4. Melaksanakan kehidupan demokrasi.

5. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan

bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme.

6. Menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintahan

desa.

7. Menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang undangan.

8. Menyelenggarakan administrasi pemerintahan yang baik.

9. Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan

keuangan desa.

10. Melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa.

11. Mendamaikan perselisihan masyarakat di desa.

12. Mengembangkan pendapatan masyarakat dan desa.

13. Membina, mengayomi dan melestarikan nilai nilai sosial budaya

(15)

14. Memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di desa.

15. Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan

lingkungan hidup.

Dalam melaksanakan tugas – tugas pemerintahan desa diatas, Kepala Desa berhak:

1. Mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah Desa;

2. Mengajukan rancangan dan menetapkan peraturan Desa

3. Menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan dan

penerimaan lainnya yang sah, serta mendapat jaminan kesehatan

4. Mendapatan pelindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan;

dan

5. Memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya

kepada perangkat Desa

Sebagaimana yang telah disebutkan dalam pengertian pemerintah desa

diatas bahwa, kepala desa akan dibantu oleh perangkat desa dalam

penyelenggaraan pemerintahan desa. Perangkat desa akan bertugas

untuk membantu kepala desa dalam melaksanakan tugas dan

(16)

2.1.4.1 Komitmen

Menurut Robbins (2002:15), komitmen organisasi adalah sebagai keadaan

dimana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tersebut dan

tujuan-tujuannya, serta berniat untuk memelihara keanggotanya dalam organisasi

tersebut. Sedangkan Steers dan Porter dalam Supriyono (2006:24) berpendapat

bahwa komitmen organisasi merupakan kondisi dimana karyawan sangat tertarik

terhadap tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan sasaran organisasi. Selanjutnya, Greenberg

dan Baron (1997:190), komitmen organisasi menggambarkan seberapa jauh

seseorang mengidentifikasikan dan melibatkan dirinya pada organisasinya dan

keinginan untuk tetap tinggal di organisasi itu. Porter et.al dalam Miner,

(1992:124) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan yang bersifat

relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya ke dalam

bagian organisasi. Sikap ini dapat ditandai dengan empat hal, yaitu indikatornya

diantaranya:

a. Kepercayaan karyawan terhadap organisasi

b. Partisipasi karyawan dalam aktivitas kerja

c. Loyalitas terhadap organisasi

d. Adanya Perasaan menjadi bagian dari organisasi

Sedangkan menurut Robbins dalam Sjabadhyni dkk (2001:456) memandang

komitmen organisasi merupakan salah satu sikap kerja, karena ia merefleksikan

perasaan seseorang (suka atau tidak suka) terhadap organisasi tempat ia bekerja.

Hal ini didefinisikan sebagai suatu orientasi individu terhadap organisasi yang

(17)

merupakan orientasi hubungan aktif antara individu dan organisasi. Orientasi

hubungan tersebut mengakibatkan individu atas kehendak sendiri bersedia

memberikan sesuatu dan sesuatu yang diberikan itu menggambarkan

dukungannya bagi tercapainya tujuan organisasi.

Komitmen organisasi dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:

a. Komitmen organisasi menurut Allen dan Meyer dalam Sjabadhyni dkk,

(2001:457). Komitmen organisasi menurut Allen dan Meyer dibedakan atas

tiga komponen, yaitu:

1) Komponen afektif berkaitan dengan emosional, identifikasi, dan keterlibatan

karyawan di dalam suatu organisasi.

2) Komponen normatif merupakan perasaan-perasaan karyawan tentang

kewajiban yang harus ia berikan kepada organisasi.

3) Komponen continuance berarti komponen berdasarkan persepsi karyawan

tentang kerugian yang akan dihadapinya jika ia meninggalkan organisasi.

b. Komitmen organisasi menurut Porter et.al. dalam Miner (1992:128). Komitmen

organisasi dari Porter lebih dikenal sebagai pendekatan sikap terhadap

organisasi. Komitmen organisasi ini memiliki dua komponen, yaitu sikap dan

kehendak untuk bertingkah laku.

1) Komponen sikap mencakup beberapa hal diantaranya:

a) Identifikasi dengan organisasi, yaitu penerimaan tujuan organisasi,

dimana penerimaan ini merupakan dasar komitmen organisasi.

(18)

kebijaksanaan organisasi, kesamaan nilai pribadi dan nilai-nilai

organisasi, rasa kebanggaan menjadi bagian dari organisasi.

b) Keterlibatan sesuai peran dan tanggung jawab pekerjaan di organisasi

tersebut. Karyawan yang memiliki komitmen tinggi akan menerima

hampir semua tugas dan tanggung jawab pekerjaan yang diberikan

kepadanya.

c) Kehangatan, afeksi, dan loyalitas terhadap organisasi merupakan evaluasi

terhadap komitmen, serta adanya ikatan emosional dan keterikatan antara

organisasi dengan karyawan. Karyawan dengan komitmen tinggi

merasakan adanya loyalitas dan rasa memiliki terhadap organisasi.

2) Komponen kehendak untuk bertingkah laku, diantaranya:

a) Kesediaan untuk menampilkan usaha. Hal itu tampak melalui kesediaan

bekerja melebihi apa yang diharapkan agar organisasi dapat berkembang

dan maju. Karyawan dengan komitmen tinggi, ikut memperhatikan nasib

organisasi.

b) Keinginan tetap berada dalam organisasi. Pada karyawan yang memiliki

komitmen tinggi, hanya sedikit alasan untuk keluar dari organisasi dan

berkeinginan untuk bergabung dengan organisasi yang dipilihnya dalam

waktu lama.

2.1.4.2 Sumber Daya Manusia

Menurut Hasibuan (2000: 3), sumber daya manusia adalah semua manusia

(19)

organisasi tersebut. Nawawi (2003:37) membagi pengertian SDM menjadi dua,

yaitu pengertian secara makro dan mikro. Pengertian SDM secara makro adalah

semua manusia sebagai penduduk atau warga negara suatu negara atau dalam

batas wilayah tertentu yang sudah memasuki usia angkatan kerja, baik yang sudah

maupun belum memperoleh pekerjaan (lapangan kerja). Pengertian SDM dalam

arti mikro secara sederhana adalah manusia atau orang yang bekerja atau menjadi

anggota suatu organisasi yang disebut personil, pegawai, karyawan, pekerja,

tenaga kerja dan lainnya. Jadi, sumber daya manusia (SDM) adalah semua orang

yang terlibat yang bekerja untuk mencapai tujuan perusahaan. Hasibuan (2002:12)

membagi komponen SDM menjadi pengusaha, yaitu setiap orang yang

menginvestasikan modalnya untuk memperoleh pendapatan dan besarnya

pendapatan itu tidak menentu tergantung pada laba yang dicapai perusahaan

tersebut. Karyawan, ialah penjual jasa (pikiran dan tenaganya) untuk mengerjakan

pekerjaan yang diberikan dan berhak memperoleh kompensasi yang besarnya

telah ditetapkan terlebih dahulu (sesuai perjanjian). Posisi karyawan dalam suatu

perusahaan dibedakan menjadi: Karyawan Operasional, ialah setiap orang yang

secara langsung harus mengerjakan sendiri pekerjaannya sesuai dengan perintah

atasan. Karyawan manajerial, ialah setiap orang yang berhak memerintah

bawahannya untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya dan dikerjakan sesuai

dengan perintah.

Pemimpin, ialah seseorang yang mempergunakan wewenang dan

kepemimpinannya untuk mengarahkan orang lain serta bertanggung jawab atas

(20)

(2000:1), pengelolaan sumber daya manusia berarti penyiapan dan pelaksanaan

suatu rencana yang terkoordinasi untuk menjamin bahwa sumber daya manusia

yang ada dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan

organisasi tersebut.

2.1.4.3 Pengelolaan Keuangan Desa

Berdasarkan PERMENDAGRI nomor 113 tahun 2014 tentang

pengelolaan keuangan Desa menyebutkan bahwa keuangan desa adalah semua

hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu

berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan

kewajiban Desa. Keuangan desa wajib dikelola secara transparan, akuntabel,

partisipatif, serta dilakukan secara tertib dan disiplin anggaran.

Dalam Bab III Pasal 3 Permendagri NO. 113 Tahun 2014, disebutkan

bahwa kepala Desa sebagai Kepala Pemerintah Desa adalah pemegang kekuasaan

pengelolaan keuangan desa dan mewakili pemerintah desa dalam kepemilikan

kekayaan desa yang dipisahkan, dengan kewenangan :

1) Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDesa;

2) Menetapkan PTPKD;

3) Menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa;

4) Menyetujui pengeluaran atas kegiatan yang ditetapkan dalam APBDesa;

5) Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APBDesa.

Kepala Desa dalam melaksanakan pengelolaan keuangan desa, dibantu

(21)

Sekretaris Desa dan Perangkat Desa. Sekretaris desa bertindak selaku koordinator

pelaksana pengelolaan keuangan desa dan bertanggungjawab kepada Kepala

Desa. Tugas sekretaris desa adalah:

1) Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBDesa;

2) Menyusun rancangan peraturan Desa tentang APBDesa, perubahan APBDesa

dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa;

3) Melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan

dalam APBDesa;

4) Menyusun pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa; dan

5) Melakukan verifikasi terhadap bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran

APBDesa.

Dalam ketentuan umum, Peraturan Menteri Dalam Negeri NO 66 Tahun

2007 tentang Perencanaan Pembangunan Desa, dinyatakan bahwa Perencanaan

pembangunan jangka menengah desa (RPJMDesa) disusun dalam periode 5 (lima)

tahun, yang memuat arah kebijakan pembangunan desa, arah kebijakan keuangan

desa, kebijakan umum, dan program dan satuan program Satuan Kerja Perangkat

Daerah (SKPD), lintas SKPD, dan program prioritas kewilayahan, disertai dengan

rencana kerja. RPJM Desa ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah kepala

Desa dilantik. Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

menyusun RKPDesa yang merupakan penjabaran dari RPJMDesa berdasarkan

hasil musyawarah rencana pembangunan desa. Penyusunan RKPDesa

diselesaikan paling lambat akhir bulan Januari tahun anggaran sebelumnya.

(22)

dengan peraturan kepala desa. Pelaksana otonomi desa menyebabkan perlunya

reformasi dalam manajemen keuangan desa. Salah satu reformasi yang penting

adalah dalam bidang penganggaran (budgeting reform). Reformasi anggaran

meliputi proses penyusunan, penetapan dan pelaksanaan dan pertanggungjawaban

anggaran. Aspek utama reformasi anggaran adalah perubahan anggaran dengan

pendekatan tradisional (tradisional budget) ke anggaran dengan pendekatan

kinerja (performance budget). Anggaran tradisional didominasi oleh penyusunan

anggaran yang bersifat line item dan incrementalism, yaitu proses penyusunan

anggaran yang hanya mendasarkan pada besarnya realisasi anggaran tahun

sebelumnya, konsekuensinya tidak ada perubahan yang mendasar atas anggaran

baru. Hal ini sering bertentangan dengan kebutuhan riil dan kepentingan

masyarakat. Dengan basis seperti ini, APBDesa masih terlalu berat menahan,

arahan, batasan, serta orientasi subordinasi kepentingan pemerintah atasan.

Sedangkan anggaran kinerja pada dasarnya adalah sistem penyusunan dan

pengelolaan anggaran desa yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja.

Kinerja tersebut harus mencerminkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik,

yang berarti harus berorientasi pada kepentingan publik (Mardiasmo, 2002).

Proses penyusunan dan pelaksanaan APBDesa harus difokuskan pada upaya

untuk mendukung pelaksanaan program dan kegiatan yang menjadi perioritas

desa yang bersangkutan dan dengan memperhatikan asas umum APBDesa.

Dalam bagian ketiga pasal 35 dan 36 Permendagri NO. 113 Tahun 2014,

dinyatakan bahwa:

(23)

2) Bendahara Desa wajib melakukan pencatatan setiap penerimaan dan

pengeluaran serta melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara tertib.

3) Bendahara Desa wajib mempertanggungjawabkan uang melalui laporan

pertanggungjawaban.

4) Laporan pertanggungjawaban disampaikan setiap bulan kepada Kepala Desa

dan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

5) Penatausahaan penerimaan dan pengeluaran menggunakan: Buku kas umum;

buku kas pembantu pajak; buku Bank.

2.1.5 Pembangunan Desa

Sesuai dengan Pasal 1 ayat 8 Undang – undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa, menyebutkan bahwa pembangunan desa adalah upaya peningkatan

kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat

desa. Peningkatan kualitas hidup dan kehidupan masyarakat desa tentunya

dilakukan dengan berbagai pembangunan diberbagai bidang yang menyangkut

dengan kesejahteraan masyarakat desa seperti: pemenuhan kebutuhan dasar;

pembangunan sarana dan prasarana desa; pengembangan potensi ekonomi local;

serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.

Menurut Loekman Soetrisno (1992: 9-10), Pembangunan desa merupakan

suatu proses yang membawa peningkatan kemampuan penduduk pedesaan

menguasai lingkungan sosial yang disertai meningatnya tingkat hidup mereka

sebagai akibat dari penguasaan tersebut. Defenisi pembangunan desa tersebut

(24)

kemampuan menyeluruh dari penduduk pedesaan dalam mempengaruhi

lingkungan mereka, dan hal ini hanya dapat dicapai kalau pembangunan desa

merupakan proses pengembangan kemandirian mereka. Kedua, peningkatan

pendapatan sebagai akibat peningkatan kemampuan menguasai lingkungan tidak

terbatas pada kelompok kuat di pedesaanmelainkan harus merata di antara

penduduk. Kedua faktor tersebut mengarah pada upaya menghindarkan penduduk

pedesaan dari hambatan-hambatan dari luar yang mengurangi potensi mereka

serta membatasi keikutsertaan mereka dalam proses pengambilan keputusan

setempat.

Berdasarkan pasal 78 ayat 3 undang - undang nomor 6 tahun 2014 tentang

desa diaturkan bahwa pembangunan desa dilaksanakan dengan tiga tahapan, yaitu:

Perencanaan; pelaksanaan; dan pengawasan.

a. Perencanaan

George R. Terry (1975) mengatakan bahwa perencanaan adalah pemilihan

dan menghubungkan fakta-fakta, membuat serta menggunakan asumsi-asumsi

yang berkaitan dengan masa datang dengan menggambarkan dan merumuskan

kegiatan-kegiatan tertentu yang diyakini diperlukan untuk mencapai suatu hasil

tertentu. Sementara Henry Fayol seorang teoris manajemen atau administrasi

asal prancis mendefenisikan perencanaan sebagai pemilihan atau penetapan

tujuan-tujuan organisasi dan penentuan strategi kebijaksanaan proyek,

program, prosedur, metode, sistem anggaran dan standar yang dibutuhkan

(25)

Berkaitan dengan pengertian perencanaan yang diungkapkan oleh para ahli

tersebut, perencanaan pembangunan desa berarti pemilihan dan

menghubungkan fakta-fakta yang ada tentang desa dan menggunakan

asumsi-asumsi yang berkaitan dengan masa mendatang untuk menetapkan strategi

kebijaksanaan proyek, program, prosedur, metode, system anggaran dan

standar yang dibutuhkan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat desa.

Pemerintah desa menyusun perencanaan pembangunan desa sesuai dengan

kewenangannya dan mengacu pada perencanaan pembangunan Kabupaten/

Kota. Dalam implikasinya, berdasarkan pasal 79 ayat 2 undang-undang nomor

6 tahun 2014 tentang desa, perencanaan pembangunan desa disusun secara

berjangka meliputi: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk

jangka waktu enam (6) tahun; dan Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau

yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa, merupakan penjabaran dari

rencana pembangunan jangka menengah desa untuk jangka waktu satu (1)

tahun.

Penyusunan perencanaan pembangunan desa diselenggarakan dengan

mengikutsertakan masyarakat. Pemerintah desa bersama dengan masyarakat

yang terdiri dari berbagai golongan akan duduk bersama dalam musyawarah

perencanaan pembangunan desa untuk secara bersama-sama menampung

aspirasi masyarakat yang selanjutnya menjadi bahan pertimbangan pemerintah

desa dalam penyusunan perencanaan pembangunan desa agar pembangunan

(26)

Pasal 80 ayat tiga (3) dan empat (4) undang-undang nomor 6 tahun 2014

tentang desa mengatur bahwa dalam musyawarah perencanaan pembangunan

desa ditetapkan prioritas, program, kegiatan dan kebutuhan pembangunan desa

yang didanai oleh APBDes dan APBD kabupaten/kota. Prioritas, program,

kegiatan, dan kebutuhan pembangunan desa dirumuskan berdasarkan penilaian

terhadap kebutuhan masyarakat desa yang meliputi:

1. Peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan dasar;

2. Pembangunan dan pemliharaan infrastruktur dan lingkungan berdsarkan

kemampuan teknis dan sumber daya lokal yang tersedia;

3. Pengembangan ekonomi pertanian berskala produktif;

4. Pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk kemajuan

ekonomi; dan

5. Peningkatan kualitas ketertiban dan ketentraman masyarakat desa

berdasarkan kebutuhan masyarakat desa.

b. Pelaksanaan

Pelaksanaan pembangunan desa dilaksanakan sesuai dengan perencanaan

pembangunan yang disusun oleh pemerintah desa bersama dengan masyarakat

tepatnya sesuai dengan rencana kerja pemerintah. Pelaksanaan pembangunan

tersebut dilaksanakan oleh pemerintah desa dengan tetap melibatkan

masyarakat desa dengan semangat gotong royong. Loekman Soetrisno (1992:

10) mengatakan “upaya pembangunan desa memang diharapkan akan

meningkatkan kualitas hidup warga desa secara individual dan keluarga. Dalam

rangka ini, pendekatan yang efektif adalah melalui kelompok bukan secara

(27)

potensi besar akan maju sendiri dan secara “selfish” meninggalkan masyarakat anggota lain. Disamping itu pelayanan terhadap kelompok akan lebih efisien

dalam menggunakan sumber daya dan dana yang ada”. c. Pengawasan

Pengawasan terhadap setiap pelaksanaan dari program - program

pembangunan desa dilakukan langusung oleh masyarakat. Masyarakat berhak

melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan desa sebagaimana

yang disampaikan dalam pasal 82 ayat 2 undang – undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa sebab masyarakat merupakan pihak yang berdaulat dalam suatu

negara sebagaimana inti dari demokrasi. Dalam melaksanakan pengawasan,

masyarakat desa perlu mendapatkan informasi pelaksanaan rencana kerja

pemerintah. Informasi tersebut bisa didapatkan masyarakat melalui layanan

informasi desa dan laporan dalam musyawarah desa yang dilaksanakan

minimal 1 (satu) tahun sekali. Budiman Djoma (tanpa tahun: 7) mengatakan

“bentuk pengawasan masyarakat terhadap pemerintah dapat dalam bentuk

melembaga dan tidak melembaga. Pengawasan melembaga yaitu pengawasan

yang dilakukan oleh masyarakat dengan cara – cara terlembaga, seperti temu wicara, petisi, pernyataan sikap, rekomendasi, resolusi dan demonstrasi damai.

Sedangkan pengawasan tidak melembaga yaitu pengawasan yang dilakukan

dengan carayang tidak terlembaga dengan cara demonstrasi liar, pamphlet – pamphlet yang tidak sopan, caci maki, pemogokan umum, pemboikotan,

(28)

2.2 Penelitian Terdahulu

menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor - faktor yang penting

yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu.

Berdasarkan latar belakang, tinjauan teoritis peneliti membentuk kerangka

konseptual yang menggambarkan hubungan antara variabel independen dan

dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah perencanaan

(29)

menjadi indikator terhadap variabel dependen yaitu tingkat kesiapan perangkat

desa. Kerangka konseptual yang digunakan dalam penelitian ini dapat

digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Kesiapan Pemerintah Desa Komitmen

Kesiapan SDM Pemerintah Desa

Kesiapan Pengelolaan Laporan Keuangan

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Langkah-langkah pembuatan perencanaan pembelajaran PAI berbasis multimedia 2 Pelaksanaan pembelajaran PAI berbasis multimedia  Deskripsi proses pembelajaran PAI berbasis

Alhamdulilah penulis panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, hidayah, inayah serta berbagai kenikmatan yang tidak ternilai harganya berupa

untuk meningkatkan keaktifan semen geopolimer agar kuat tekan pada umur awal (3 hari) dapat lebih meningkat dari apa yang telah dicapai pada penelitian ini, dan grafik

KESEMBILAN : Kelompok Kerja Pengaduan Masyarakat sebagaimana dimaksud diktum KEENAM huruf c mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Sekretariat Tim Koordinasi

Berdasarkan keterangan di atas terjemahan yang baik adalah terjemahan yang menggunakan bahasa yang lazim pada bahasa sasaran sehingga penutur bahasa sasaran dapat

Asuransi Jasindo di wilayahnya, Petugas Lapangan (SMD WP, Manager SPR,Inseminator, Medik, Para Medik) dan stakeholders lain yang berperan dalam rangka perencanaan

[r]

Caranya, kateter dimasukkan lewat lubang hidung tembus rongga belakang mulut (faring), kemudian ditarik keluar melalui mulut. Pada ujung yang keluar melalui mulut ini dipasang kasa