BAB I PENDAHULUAN
Rongga hidung kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan, tepatnya pada sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua terdapat anyaman pembuluh darah yang di sebut pleksus kiesselbach pada rongga-rongga bagian belakang juga terdapat banyak juga cabang-cabang pembuluh darah yang cukup besar antara lain dari asteri sphenoplatina (Adam GL,Boies 1997).
Epistaksis adalah perdarahan akut yang berasal dari lubang hidung, rongga hidung atau nasofaring dan mencemaskan penderita serta para klinisi. Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari suatu kelainan yang mana hampir 90 % dapat berhenti sendiri.1,2 Epistaksis terbanyak dijumpai pada usia 2- 10 tahun dan 50-80 tahun, sering dijumpai pada musim dingin dan kering. Di Amerika Serikat angka kejadian epistaksis dijumpai 1 dari 7 penduduk. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara laki-laki dan wanita. Epistaksis bagian anterior sangat umum dijumpai pada anak dan dewasa muda, sementara epistaksis posterior sering pada orang tua dengan riwayat penyakit hipertensi atau arteriosklerosis.1,3 Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis (Nuty WN, Endang M. 1997).
Seringkali epistaksis muncul secara spontan tanpa diketahui penyebabnya, kadang-kadang jelas disebabkan karena trauma.Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan local pada hidung atau kelainan pada sistemik.Kelainan local misalnya trauma, kelainan anatomi, kelainan pembuluh darah, infeksi local, benda asing, tumor, pengaruh udara lingkungan. Dan kelainan sistemik seperti penyakit kardiovaskular, kelainan darah, infeksi sistemik, perubahan tekanan atmosfir, kelainan hormonal dan kelainan kognital (Iskandar N,Supardi.2000).
BAB II
KONSEP MEDIS
A. Pengertian
Epistaksis adalah pedarahan hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan sistemik). Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala suatu kelainan. Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui cabang a.sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat.
B. Etiologi
Penyebab lokal :
1 Trauma misalnya karna mengorek hidung, terjatuh, terpukul, benda asing di hidung, trauma pembedahan, atau iritasi gas yang merangsang.
2 Infeksi hidung atau sinus paranasal,seperti rinitis,sinusitis,serta granuloma spesifik seperti lepra dan sifilis.
3 Tumor,baik jinak maupun ganas pada hidung,sinus paranasal dan nasoparing.
4 Pengaruh lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir mendadak, seperti pada penerbang maupun penyelam(penyakit Caisson), atau lingkungan yang udaranya sangat dingin.
5 Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan epistaksisringan disertai ingus berbau busuk. 6 Idiopatik, biasanya merupakan epistaksis yang ringan dan berulangpada anak dan remaja.
Penyebab sistemik :
1 Penyakit Kardiovaskular, seperti hipertensi dan kelainan pembuluh darah. 2 Kelainan darah, seperti trombositopenia, hemofilia, dan leukimia.
3 Infeksi sistemik, Seperti demam berdarah dengue, Influenza, Morbiliatau demam tifoid. 4 Gangguan endokrin, Seperti pada kehamilan, menars, dan menopous.
C. Klasifikasi Epitaksis
Epistaksis Anterior (Mimisan Depan)
Jika yang luka adalah pembuluh darah pada rongga hidung bagian depan, maka disebut 'mimisan depan' (=epistaksis anterior). Lebih dari 90% mimisan merupakan mimisan jenis ini. Mimisan depan lebih sering mengenai anak-anak, karena pada usia ini selapun lendir dan pembuluh darah hidung belum terlalu kuat. Mimisan depan biasanya ditandai dengan keluarnya darah lewat lubang hidung, baik melalui satu maupun kedua lubang hidung. Jarang sekali perdarahan keluar lewat belakang menuju ke tenggorokan, kecuali jika korban dalam posisi telentang atau tengadah.Pada pemeriksaan hidung, dapat dijumpai lokasi sumber pedarahan. Biasanya di sekat hidung, tetapi kadang-kadang juga di dinding samping rongga hidung.
Epistaksis Posterior (Mimisan Belakang)
Mimisan belakang (=epistaksis posterior) terjadi akibat perlukaan pada pembuluh darah rongga hidung bagian belakang. Mimisan belakang jarang terjadi, tapi relatif lebih berbahaya. Mimisan belakang kebanyakan mengenai orang dewasa, walaupun tidak menutup kemungkinan juga mengenai anak-anak. Perdarahan pada mimisan belakang biasanya lebih hebat sebab yang mengalami perlukaan adalah pembuluh darah yang cukup besar. Karena terletak di belakang, darah cenderung jatuh ke tenggorokan kemudian tertelan masuk ke lambung, sehingga menimbulkan mual dan muntah berisi darah. Pada beberapa kasus, darah sama sekali tidak ada yang keluar melalui lubang hidung.
D. Patofisiologi
Jika pembuluh darah tersebut luka atau rusak, darah akan mengalir keluar melalui dua jalan, yaitu lewat depan melalui lubang hidung, dan lewat belakang masuk ke tenggorokan. Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui cabang a.sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat jarang berhenti spontan.
E. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul Sinusitis
Septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung) Deformitas (kelainan bentuk) hidung
Aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah) Kerusakan jaringan hidung
Infeksi
F. Pemeriksaan Penunjang
Jika perdarahan sedikit dan tidak berulang, tidak perlu dilakukan pemeriksaan penunjang. Jika perdarahan berulang atau hebat lakukan pemeriksaan lainnya untuk memperkuat diagnosis epistaksis.
Pemeriksaan darah tepi lengkap. Fungsi hemostatis
EKG
Tes fungsi hati dan ginjal
Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring.
CT scan dan MRI dapat diindikasikan untuk menentukan adanya rinosinusitis, benda asing dan neoplasma.
G. Penatalaksanaan Gawat Darurat a. Pertama adalah menjaga ABC
A : airway : pastikan jalan napas tidak tersumbat/bebas, posisikan duduk menunduk. B : breathing: pastikan proses bernapas dapat berlangsung, batukkan atau keluarkan
darah yang mengalir ke belakang tenggorokan
Posisikan pasien dengan duduk menunduk untuk mencegah darah menumpuk di daerah faring posterior sehingga mencegah penyumbatan jalan napas.
Hentikan perdarahan
Tekan pada bagian depan hidung selama 10 menit. Tekan hidung antara ibu jari dan jari telunjuk.
Jika perdarahan berhenti tetap tenang dan coba cari tahu apa faktor pencetus epistaksis dan hindari.
Jika perdarahan berlanjut :
Dapat akibat penekanan yang kurang kuat Bawa ke fasilitas yang
Dapat diberikan vasokonstriktor (adrenalin 1:10.000, oxymetazolin-semprot hidung) ke daerah perdarahan.
Apabila masih belum teratasi dapat dilakukan kauterisasi elektrik/kimia (perak nitrat) atau pemasangan tampon hidung.
b. Perdarahan anterior
Perdarahan anterior seringkali berasal dari pleksus Kisselbach di septum bagian depan. Apabila tidak berhenti dengan sendirinya, perdarahan anterior, terutama pada anak, dapat dicoba dihentikan dengan menekan hidung dari luar selama 10-15 menit, seringkali berhasil. Bila sumber perdarahan dapat terlihat, tempat asal perdarahan dikaustik dengan larutan Nitras Argenti (AgNO3) 25-30%. Sesudahnya area tersebut diberi krim antibiotik. Bila dengan cara ini perdarahan masih terus berlangsung, maka perlu dilakukan pemasangan tampon anterior yang dibuat dari kapas atau kasa yang diberi pelumas vaselin atau salep antibiotik. Pemakaian pelumas ini agar tampon mudah dimasukkan dan tidak menimbulkan perdarahan baru saat dimasukkan atau dicabut. Tampon dimasukkan sebanyak 2-4 buah, disusun dengan teratur dan harus dapat menekan asal perdarahan. Tampon di pertahankan selama 2 x 24 jam, harus dikeluarkan untuk mencegah infeksi hidung. Selama 2 hari ini dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari faktor penyebab epistaksis. Bila perdarahan masih belum berhenti, dipasang tampon baru
c. Perdarahan Posterior
Jika tindakan ini gagal, petugas medis mungkin akan melakukan kauterisasi. Langkah lain yang mungkin dipertimbangkan adalah operasi untuk mencari pembuluh darah yang menyebabkan perdarahan, kemudian mengikatnya. Tindakan ini dinamakan ligasi.
BAB III
KONSEP RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
A. Pengkajian :
Pengkajian
Tanggal : 7 Mei 2015
Hari : Senin
Jam : 08.00
1. Identitas Klien
Nama : Nn.A
Usia : 14 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMP
Suku bangsa : Jawa / indonesia
Alamat : Kayamanya
Agama : islam
2. Pengkajian Primer a. Airway
Pasien penurunan kesadaran, rembesan darah pada lubang hidung anterior, tidak ada muntahan di rongga mulut, bunyi auskultasi paru vesikuler
b. Breathing
Guru pasien mengatakan tidak ada trauma abdomen dan tidak ada trauma dada. Do.
R 20 x per menit
Udara terasa berhembus Perkembangan dada seimbang c. Circulation
Guru klen mengatakan tanggal 7 Mei 2015 Pukul 07.50WITA Pasien tiba – tiba pingsan dan mengeluarkan darah dari hidung pada saat upacara bendera, dan ibu pasien mengatakan kejadian ini pernah terjadi sebulan yang lalu tepatnya 14 April 2015. Klien mengeluh lemas dan sedikit pusing.
Do . KU lemah
Nadi 85x permenit, TD 100/70 Nadi terasa lemah
Perdarahan pada kedua hidung bagian anterior d. Disability
Ibu pasien mengatakan tidak memiliki riwayat trauma kepala, terkadang mengeluh pusing jika terlalu capek saat dirumah
Do.
Ku lemah, kesadaran Sopor, GCS E 3 M 5 V 3 A : klien kesadaran sopor
V : berbicara tidak jelas, kata – kata masih jelas P : respon nyeri menghindari stimulus nyeri Reflek cahaya pupil ada
e. Eksposure DO :
klien memakai seragam kemeja sekolah, rok panjang tidak ada luka ditubuh klien
perdarahan di kedua lubang hidung bagian anterior Suhu 36, 5 C
3. Pengkajian Sekunder
TTV : TD 100/70, N : 85x permenit, S : 36, 5, RR : 20x permenit
1) Kepala
bentuk bulat, rambut hitam panjang, tidak ada luka, tidak ada kerontokan 2) Mata
Mata selalu menutup, berkedip – kedip tidak sadar saat bernafas, konjungtiva anemis, sclera bening, pupil simetris, reflek cahaya miosis
3) Hidung
Perdarahan sedang bagian anterior di kedua lubang hidung 4) Telinga
Simetris, bersih, tidak terlihat adanya benjolan 5) Mulut
Klien tidak memakai gigi palsu, tidak ada pendarahan atau muntahan di rongga nafas.
6) Leher
Tidak ada pembesaran tiroid , tidak ada pembesaran kelenjar limfoid, tidak ada peningkatan JVP
7) Dada Paru – paru
I : nampak tidak ada lesi P . nafas
P : retraksi dinding dada, perkembangan dada seimbang A : bunyi nafas paru
Jantung
I : dada simetris A : S1 S2 takikardi
P : nadi perifer teraba lebih jelas P : redup
8) Abdomen I : datar
A : bising usus 12 x per menit P : timpani
P : tidak ada masa abnormal dalam tubuh 9) Ekstremitas
Ektremitas atas dan bawah tidak ada kelemahan.
4. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium
Pemeriksaan darah tepi lengkap.
5. Diagnose keperawatan
a) Perdarahan spontan berhubungan dengan mukosa hidung yang rapuh.. b) Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi tentang
6. Rencana Asuhan Keperatan
Diagnosa
Keperawatan
Rencana Keperawatan
Tujuan &Kriteria Hasil
DAFTAR PUSTAKA
Jacob John. Penyakit Telinga,Hidung,Tengorokan,Kepala dan Leher Jilid 1. Jakarta :Binarupa Aksara
Nuty WN, Endang M. 1998. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok.Edisi 3.Jakarta :Balai Penerbit FKUI
https://plus.google.com/101722447462509412460/posts/FLFjALgqXfq