• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DE"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

HIATAL HERNIA

Disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah I

Disusun Oleh :

Yulia Wardah (G2A215023)

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

(2)
(3)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hernia merupakan penonjolan keluar suatu organ atau bagian dari organ melalui dinding rongga yang normalnya di tempat organ tersebut. Hernia dapat terjadi akibat kelainan kongenital maupun didapat. Dari hasil penelitian pada populasi hernia ditemukan sekitar 10% yang menimbulkan masalah kesehatan dan pada umumnya pada pria (Stead, 2009).

Angka kejadian di dunia dengan perbandingan satu diantara 3.000 penduduk atau 0.03%. Di Amerika insiden hernia inguinalis dekstra yaitu satu diantara 544 penduduk atau 0.18%. Hernia inguinalis dekstra sering dijumpai pada laki-laki, dengan insiden 12 kali lebih sering dibandingkan wanita (Lusianah & Suratun, 2010). Di Indonesia hernia menempati urutan ke delapan dengan jumlah 291.145 kasus. Untuk data di Jawa Tengah, mayoritas penderita selama bulan Januari-Desember 2007 diperkirakan 425 penderita (Sugeng & Weni, 2010).

Hernia sering terjadi pada pekerja yang banyak mengangkut benda-benda berat, mengejan terlalu kuat saat buang air kecil/besar, kehamilan, kegemukan, batuk kronis, serta bisa jugadisebabkan oleh kelainan kongenital (Dermawan dan Rahayuningsih, 2010).

(4)

penting, agar terhindar dari adanya resiko infeksi yang akan terjadi pada pasien (Price &Borley, 2007).

Peran perawat sangatlah penting dalam membantu pemulihan paska operasi hernioraphy, ini dikarenakan perlu dilakukan beberapa pengkajian lebih mendalam terutama untuk mengetahui adanya resiko infeksi dan juga mengkaji karakteristik nyeri pada pasien dengan post operasi hernioraphy.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan hiatal hernia secara komprehensif.

2. Tujuan Khusus

a. Menjelaskan konsep medis hiatal hernia meliputi definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik, komplikasi dan penatalaksanaan medis.

b. Menjelaskan asuhan keperawatan penyakit hiatal hernia meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa asuhan keperawatan, dan fokus intervensi konsep dasar keperawatan.

c. Membahas dan menganalisa asuhan keperawatan pada dengan hiatal hernia meliputi pengkajian, diagnosa, fokus intervensi, implementasi dan evaluasi.

C. Manfaat

1. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai masukan, tambahan wacana pengetahuan, dan menambah referensi tentang penyakit hiatal hernia bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Unimus Semarang

2. Bagi profesi keperawatan

Memberikan kontribusi yang lebih baik lagi terhadap pengembangan pelayanan asuhan keperawatan pada pasien hiatal hernia.

3. Bagi Penulis

(5)

BAB II

KONSEP DASAR

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian

Kata hernia berasal dari Bahasa Latin, herniae, yang berarti penonjolan isi suatu rongga melalui jaringan ikat tipis yang lemah (defek) pada dinding rongga itu, baik secara kongenital maupun didapat, yang memberi jalan keluar pada setiap alat tubuh selain yang biasa melalui dinding tersebut (Mansjoer, 2009).

Hiatal hernia merupakan penonjolan abnormal lambung proksimal melewati pintu esophagus di diafragma yang menyebabkan posisi sambungan esofagogaster lebih proksimal dan merupakan predisposisi terhadap terjadinya penyakit refluks gastroesofagus (GERD) (Pierce, 2007).

Hernia hiatus adalah herniasi bagian proksimal lambung ke dada, yang disebabkan oleh defek diafragma kongenital atau didapat. Kelainan ini bisa merupakan predisposisi untuk refluks gastroesofagus kandungan lambung yang asam dan peradangan sepertiga distal esofagus (esofagitis refluks) atau metaplasia lambung (epitelium Barrett) (Davey, 2006).

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hernia adalah suatu kondisi dimana sfingter kardia menjadi terbuka luas sehingga memberi kesempatan bagian lambung masuk kedalam rongga toraks.

Klasifikasi hernia menurut Lusianah dan Suratun (2010) adalah sebagai berikut :

a. Klasifikasi hernia menurut letaknya : 1) Hernia inguinalis

(6)

hernia inguinalis adalah hernia yang paling umum terjadi dan muncul sebagai tonjolan di selangkangan atau skrotum.

Menurut Lusianah dan Suratun (2010), hernia inguinalis dibagi menjadi :

a) Hernia indirek atau lateral

Hernia ini terjadi melalui cincin inguinal dan melewati korda spermatikus melalui kanalis inguinalis, dapat menjadi besar dan sering turun ke skrotum.Umumnya terjadi pada pria, benjolan tersebut bisa mengecil, menghilang pada waktu tidur dan menangis, mengejan, mengangkat benda berat atau berdiri dapat tumbuh kembali.

b) Hernia direk atau medialis

Hernia ini melewati dinding abdomen di area kelemahan otot, tidak melalui kanal seperti pada hernia inguinalis dan femoralis indirek.Lebih umum terjadi pada lansia. Hernia ini disebut direkta karena langsung menuju anulus inguinalis eksterna sehingga meskipun arteri inguinalis interna ditekan bila klien berdiri atau mengejan, tetap akan timbul benjolan. Pada klien terlihat adanya massa bundar pada arteri inguinalis eksterna yang mudah mengecil bila klien tidur. Karena besarnya defek pada dinding posterior maka hernia ini jarang menjadi irreponibel. 2) Hernia femoralis

Hernia femoralis terjadi melalui cincin femoral dan lebih umum pada wanita.Ini mulai sebagai penyumbat lemak dikanalis femoral yang membesar dan secara bertahap menarik peritonium dan hampir tidak dapat dihindari kandung kemih masuk kedalam kantong.

3) Hernia umbilikal

Hernia umbilikal pada umumnya terjadi pada wanita karena peningkatan tekanan abdominal, biasanya pada klien obesitas dan multipara.

4) Hernia insisional

(7)

ekstem atau obesitas, usus atau organ lain menonjol melalui jaringan parut yang lemah.

5)

Hernia Sliding

Hernia Sliding terjadi ketika kondisi spingter kardia membesar, yang memungkinkan satu bagian lambung melewati rongga torak. Pada hernia sliding lambung atas dan pertemuan gastroesofagus berubah tempat kedalam torak. Refluk tampak disebabkan oleh pemajanan sfingter esophagus bawah (SEB) pada tekanan rendah di toraks. Masalah utama berkenaan dengan hernia sliding adalah terjadinya refluk. Pada hernia sliding, SEB tetap dibawah diafragma sehingga refluks tidak menjadi masalah.

6)

Hernia Hiatal

Hernia hiatal adalah esophagus masuk abdomen melalui lubang diafragma, dan mengosongkan diri pada ujung bawah keadaan bagian atas lambung. Normalnya, lubang dalam diafragma mengelilingi esofagus dengan kencang, dan lambung berada separuhnya dalam abdomen. Pada kondisi yang disebut hernia hiatal lubang diafragma yang melewati esofagus menjadi membesar dan bagian atas lambung cenderung untuk menggerakkan ke atas bagian bawah torak. Hernia hiatal lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Regurgitasi dan disfungsi motorik menyebabkan manifestasi mayor hernia hiatal. Komplikasi hernia hiatal meliputi obstruksi, strangulasi, dan terjadinya volvulus.

b. Klasifikasi hernia berdasarkan terjadinya : 1) Hernia kongenital (bawaan)

(8)

seluruh prosesus vaginalis peritonela terbuka, terjadilah hernia inguinalis lateral.

2) Hernia akuisitas (didapat)

Hernia yang terjadi setelah dewasa atau pada usia lanjut. Disebabkan karena adanya tekanan intra abdominal yang meningkat dan dalam waktu yang lama, misalnya batuk kronis, konstipasi kronis, gangguan proses kencing (hipertropi prostat, striktur uretra), asites, dan sebagainya.

c. Klasifikasi hernia menurut sifatnya : 1) Hernia reponibel

Bila isi hernia dapat keluar masuk, usus keluar jika berdiri atau mengejan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.

2) Hernia irreponibel

Bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan kedalam rongga karena perlengketan isi kantong pada peritoneum kantong hernia, tidak ada keluhan nyeri/tanda sumbatan usus, hernia ini disebut juga hernia akreta.

3) Hernia strangulan atau inkaserata

Bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia, isi kantong terperangkap, tidak dapat kembali kedalam rongga perut disertai akibat yang berupa gangguan pasase atau vaskularisasi.

d. Menurut Dermawan dan Rahayuningsih (2010), klasifikasi hernia berdasarkan isinya :

1) Hernia adipose, yaitu hernia yang isinya jaringan lemak.

2) Standing hernia, yaitu hernia yang isinya kembali sebagian dari dinding kantong hernia.

3) Hernia litter, hernia inkaserata/strangulasi yang sebagian dinding ususnya terjepit dalam cincin hernia

2. Etiologi

(9)

a. Kelemahan abdomen

Lemahnya dinding abdomen bisa disebabkan karena cacat bawaan atau keadaan yang didapat sesudah lahir dan usia dapat mempengaruhi kelemahan dinding abdomen (semakin bertambah usia dinding abdomen semakin melemah).

b. Peningkatan tekanan intra abdomen

Mengangkat benda berat, batuk kronis, kehamilan, kegemukan dan gerak badan yang berlebih.

c. Bawaan sejak lahir

Pada usia kehamilan 8 bulan terjadi penurunan testis melalui kanalis inguinal menarik peritoneus dan disebut plekus vaginalis, peritoneal hernia karena canalis inguinal akan tetap menutup pada usia 2 bulan.

d. Kebiasaan mengangkat benda yang berat (heavy lifting) e. Kegemukan

f. Batuk

g. Terlalu mengejan saat buang air kecil/besar h. Ada cairan di rongga perut (ascites)

i. Peritoneal dialysis

j. Ventriculo peritoneal shun

k. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) l. Riwayat keluarga ada yang menderita hernia Hiatal hernia sendiri dapat terjadi karena :

a. Peningkatan tekanan intraabdomen.

Banyak faktor yang dapat meningkatkan tekanan intraabdomen. Beberapa pasien mengalami hiatal hernia setelah mengalami injuri abdomen. Tekanan abdomen dengan intensitas tinggi seperti pada batuk atau muntah berat, kehamilan, obesitas, cairan intraabdomen, atau mengangkat benda berat meningkatkan dorongan dan berisiko terjadi hiatal hernia.

b. Kelemahan kongenital.

Defek kongenital pada sfinter kardia memberikan predisposisi melemahnya bagian ini, dengan adanya peningkatan tekanan intraabdomen, maka kondisi hiatal hernia menjadi meningakat.

(10)

Kelemahan otot dan kehilangan elastisitas pada usia lanjut meningkatkan risiko terjadinya hiatal hernia. Dengan melemahnya elastisitas, sfingter kardia yang terbuka tidak kembali keposisi normal. Selain itu, kelemahan otot diafragma juga membuka jalan masukknya bagian lambung ke rongga toraks.

d. Kelainan struktural

e. Refluks gastroesofagus terutama disebabkan oleh faktor gaya hidup, obesitas meningkatkan tekanan intraabdomen. Merokok, stres, dan faktor makanan (misalnya makanan berlemak, kue kering, alkohol, cokelat) semuanya menurunkan tekanan pada sfingter bawah esofagus dan menimbulkan refluks (Davey, 2006).

3. Patofisiologi

Esofagus melewati hiatus diafragma di bagian crural diafragma untuk mencapai perut. The diafragma hiatus itu sendiri adalah sekitar 2 cm dan terutama terdiri dari slip musculotendinous dari kanan dan kiri krura diafragma yang timbul dari kedua sisi tulang belakang dan melewati sekitar kerongkongan sebelum memasukkan ke dalam tendon sentral diafragma. Ukuran hiatus tidak tetap, tapi menyempit setiap kali tekanan intra-abdominal meningkat, seperti saat mengangkat beban atau batuk.

Sfingter esofagus bagian bawah (LES) adalah daerah otot polos sekitar 2,5-4,5 cm yang secara normal selalu berada di intraabdomen atau dibawah hiatus diafragma. Pada kondisi ini peritoneum viseral dan ligamen frenoesofageal menutupi esofagus. Ligamen frenoesofagus merupakan jaringan penghubung dari krura diafragma untuk memelihara LES didalam rongga abdomen.

Kondisi peningkatan tekanan intraabdomen secara mendadak akan memberikan aksi pada LES yang berada dibawah diafragma untuk meningkatkan tekanan sfingter dengan tujuan untuk mencegah refluks dari isi lambung ke esofagus.

(11)

esofagus sehingga mukosa esofagus menjadi lebih sering mengalami kontak dengan cairan lambung dan meningkatkan risiko terjadinya peradangan mukosa lambung dengan berbagai manifgus sehingga mukosa esofagus menjadi lebih sering mengalami kontak dengan cairan lambung dan meningkatkan risiko terjadinya peradangan mukosa lambung dengan berbagai manifestasi klinik yang akan terjadi (Peter J dkk, 2008).

4. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis hernia menurut Dermawan dan Rahayuningsih (2010) :

a. Tanpa keluhan (asimtomatis)

b. Daerah hernia agak menonjol, bertambah besar terutama saat berdiri c. Adanya nyeri dan demam

d. Nyeri mendadak pada hernia e. Nyeri abdomen generalisata f. Mual dan muntah

g. Hernia tegang, nyeri tekan

Menurut Davey (2006), manifestasi klinis hernia hiatal yang dapat muncul adalah sebagai berikut :

a. Nyeri dada seperti terbakar (heartburn), bisa menjadi keluhan utama dan menyebabkan spasme esofagus. Keluhan ini sangat mirip dengan angina. b. Disfagia transien, bisa dialami pada esofagitis berat. Disfagia yang lebih

persisten disertai regurgitasi atau muntah menunjukkan berkembangnya komplikasi sekunder seperti striktur esofagus peptikum atau bahkan karsinoma.

5. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Kluwer, Williams & Wilkins (2012) pemeriksaan diagnostik untuk klien dengan hiatal hernia adalah sebagai berikut :

a. Laboratorium

1) Kadar hemoglobin serum dan hematokrit menurun pada pasien hernia paraesofagus, jika terdapat perdarahan dari ulserasi esophagus

2) Uji darah samar dapat positif

(12)

1) Foto toraks menunjukkan adanya bayangan udara di belakang jantung pada hernia yang besar; lobus bawah mengalami infiltrasi pada saat aspirasi

2) Uji telan barium dengan fluoroskopi mendeteksi adanya hernia hiatus dan abnormalitas diafragma

c. Prosedur diagnostik

1) Hasil endoskopi dan biopsy

Mengidentifikasi taut mukosa dan tepi diafragma yang mencekung kea rah esophagus; membedakan hernia hiatal, varises, erosi, ulkus, esofagus barret, dan lesi gastroesofagus yang kecil lainnya; dan menghilangkan kemungkinan tumor maligna

2) Studi motilitas esophagus menunjukkan pergerakan esofagus atau abnormalitas tekanan esofagus bawah sebelum perbaikan bedah pada hernia

3) Analisis pH mengidentifikasi refluks isi lambung

4) Uji perfusi asam (Bernstein) menunjukkan refluks esofagus

Menurut Lusianah dan Suratun (2010), pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan hernia adalah:

a. Pemeriksaan darah lengkap: menunjukkan peningkatan sel darah putih, serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit), dan ketidak seimbangan elektrolit. Pemeriksaan koagulasi darah: mungkin memanjang, mempengaruhi homeostasis intra operasi atau post operasi.

b. Pemeriksaan urin: munculnya sel darah merah atau bakteri yang mengindikasikan infeksi.

c. Elektrokardiografi (EKG)

Penemuan akan sesuatu yang tidak normal memberikan prioritas perhatian untuk memberikan anestesi.

d. Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus atau obstruksi usus.

6. Komplikasi

(13)

a. Striktur esofagus

b. Inkarserata (pada hernia paraesofagus)

c. Yang terkait dengan penyakit refluks gastroesofagus: 1) Esofagitis

2) Ulserasi dan perforasi esofagus 3) Hemoragi

4) Peritonitis 5) Mediastinitis 6) Aspirasi

7) Strangulasi dan gangren pada bagian lambung yang mengalami hernia

d. Anemia defisiensi besi e. Batuk kronis

f. Disfagia 7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis menurut Price & Borley (2007) adalah : a. Pemakaian Sandat ( “truss” )

Alat ini baru digunakan bagi pasien – pasien yang usianya amat lanjut atau yang keadanya lemah. Salah satu tipe sandat terdiri atas pegas yang kuat dan bantalan yang diletakkan pada leher hernia sehingga leher tersebut selalu tertutup oleh tekanan setelah isi hernia dikembalikan ke tempatnya (direposisi).

b. Pembedahan

Leher hernia ditutup dengan penjahitan dan kantongnya dieksisi. Jaringan yang teregang diperbaiki dengan salah satu dari banyak bahan yang tersedia.

c. Nissen Fundoplication yang dapat dilakukan secara trans abdominal maupun trans torakal dimana tindakannya adalah melakukan fundoplikasi secara keliling 360 derajat antara distal esofagus dan fundus gaster. prognosis keberhasilannya 96%

(14)

e. Herniotomi

Eksisi kantung hernianya saja untuk pasien anak. f. Herniorafi

Membuang kantong hernia disertai tindakan bedah plastik untuk memperkuat dinding perut bawah di belakang kanalis inguinalis.

g. Memperbaiki defek- perbaikan dengan pemasangan jaring (mesh) yang biasa dilakukan untuk hernia inguinalis, yang dimasukan melalui bedah terbuka atau laparoskopik.

Penatalaksanaan keperawatan menurut Kluwer, Williams & Wilkins (2012) yakni dengan memberikan pendidikan kesehatan yang mencakup :

a. Upaya menghindari aktivitas mengangkat beban berat dan mengejan untuk defekasi

b. Perawatan luka post operasi

c. Setelah pembedahan, tidak melakukan aktivitas normal atau kembali bekerja tanpa ijin dokter bedah

B. Konsep Dasar Keperawatan

1. Pengkajian

a. Demografi

Hernia hiatal lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Regurgitasi dan disfungsi motorik menyebabkan manifestasi mayor hernia hiatal. (Lusianah & Suratun, 2010). Hernia sering terjadi pada pekerja yang banyak mengangkut benda-benda berat, mengejan terlalu kuat saat buang air kecil/besar, kehamilan, kegemukan, batuk kronis, serta bisa jugadisebabkan oleh kelainan kongenital (Dermawan dan Rahayuningsih, 2010).

Kelemahan otot dan kehilangan elastisitas pada usia lanjut meningkatkan risiko terjadinya hiatal hernia. Dengan melemahnya elastisitas, sfingter kardia yang terbuka tidak kembali keposisi normal. Selain itu, kelemahan otot diafragma juga membuka jalan masukknya bagian lambung ke rongga toraks.

(15)

a. Anamnesis

1) Keluhan utama

Pada anamnesis keluhan utama yang lazim didapatkan adalah keluhan yang berhubungan dengan kondisi refluks gastroesofageal dan kontak asam lambung pada mukosa esofagus yang memberikan keluhan nyeri dada (retrosternal).

2) Riwayat penyakit sekarang

Pada hiatal hernia biasanya keluhan yang ada berupa heartburn (rasa yang sangat tidak mengenakkan pada saat makanan mulai masuk setelah ditelan), regurgitasi (arus balik isi lambung ke kerongkongan), muntah keluhan rasa asam, atau pahit yang tidak mengenakkan pada rongga mulut, peningkatan frekuensi sendawa, sering tersedak, merasa dada seperti ditekan, ketidaknyamanan pada abdomen, nyeri tekan abdomen atas terutama setelah makan, tiba-tiba batuk dan kesulitan menelan.

3) Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit dahulu yang penting untuk dikaji adalah penyakit sistemik, seperti DM, hipertensi, tuberkulosis dipertimbangkan sebagai sarana pengkajian preoperatif.

4) Psikososial

Pada pengkajian psikososial akan didapatkan peningkatan kecemasan karena nyeri dada (retrosternal) dan rencana pembedahan, serta perlunya pemenuhan informasi prabedah.

b. Pemeriksaan fisik

Pada survei umum pasien hiatal hernia pasien terlihat lemah dan kesakitan, TTV mengalami perubahan sekunder dari nyeri, penurunan berat badan pada pasien dengan keluhan disfagia yang kronis.

(16)

2. Pathways:

Predisposisi peningkatan tekanan intraabdomen

Aksi peningkatan tekanan LES

Esofagitis

Mukosa esofagus menjadi lebih sering kontak dengan cairan lambung Barier antirefluks tidak terjadi, penurunan tekanan LES dan penurunan

(17)

3. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan pada klien pre dan post operasi hiatal hernia menurut NANDA (2012) dan Syamsuhidayat (2011):

a. Nyeri berhubungan dengan mukosa esofagus sebagai respon dari pembedahan b. Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit, dan rencana

pembedahan fundoplikasi

c. Kekurangan nutrisi berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan makanan yang adekuat

d. Risiko infeksi berhubungan dengan luka insisi bedah/operasi

4. Fokus Intervensi

Intervensi keperawatan menurut Nurarif dan Kusuma (2013), NANDA (2012), dan Syamsuhidayat (2011) :

a. Nyeri berhubungan dengan mukosa esofagus sebagai respon dari pembedahan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri dapat berkurang atau hilang.

Kriteria hasil:

1) Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi, skala nyeri 0-1 (0-4)

2) Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri

3) Pasien tidak gelisah Intervensi:

1) Kaji respon nyeri dengan pendekatan PQRST

Rasional : Pendekatan komprehensif untuk menentukan rencana intervensi

2) Lakukan manajemen nyeri keperawatan :

a) Istirahatkan pasien pada saat nyeri muncul

Rasional: Istirahat secara fisiologis akan menurunkan kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk memenuhi kebutuan metabolisme basal.

(18)

Rasional : Posisi ini mengurangi tegangan pada insisi dan organ abdomen, yang membantu mengurangi nyeri.

c) Dorong ambulasi dini

Rasional : Ambulasi pasca bedah sangat penting dilakukan. Dengan ambulasi dini, maka akan meningkatkan normalisasi fungsi organ (merangsang peristaltik dan flatus) sehingga menurunkan ketidaknyamanan abdomen. Ambulasi dilakukan secara bertahap, mulai pasien dibantu setengah duduk setelah 3 jam pasien sudah dirawat di ruang rawat bedah. Apabila toleransi baik, maka dianjurkan duduk sendiri dan mulai turun dari tempat tidur pada beberapa jam berikutnya. Ambulasi dini yang efektif akan menghasilkan keberhasilan bedah terutama pada program ODS (one day surgery)

d) Beri oksigen nasal

Rasional : Pada fase nyeri hebat skala nyeri 3 (0-4), pemberian oksigen nasal 3 l/menit dapat meningkatkan intake O2sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari iskemia pada intestinal. e) Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri

Rasional : Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus internal

f) Manajemen lingkungan tenang, batasi pengunjung dan istirahatkan pasien

Rasional : Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi oksigen ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan. Istirahat akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan perifer.

g) Lakukan manajemen sentuhan

Rasional : Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri.

(19)

Rasional : Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan pasien terhadap rencana terapeutik.

4) Kolaborasi dengan tim medis pemberian analgetik

Rasional : Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang.

b. Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit, dan rencana pembedahan fundoplikasi

Tujuan : Pasien secara subjektif melaporkan rasa cemas berkurang Kriteria hasil :

1) Pasien dapat tidur dan istirahat dengan baik.

2) Pasien mampu mengungkapkan perasaanya kepada perawat.

3) Pasien dapat mendemostrasikan ketarempilan pemecahan masalanya dan perubahan koping yang digunakan sesui situasi yang dihadapi. 4) Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan dibawah

standar. Intervensi :

1) Monitor respon fisik, seperti kelemahan ,perubahan tanda vital, gerakan yang berulang-ulang, serta catat kesesuaian respon verbal dan nonverbal selama komunikasi

Rasional: Digunakan dalam mengevaluasi derajat / tingkat kesadaran / konsentrasi, khususnya ketika melakukan komunikasi verbal.

2) Anjurkan pasien dankeluarga untuk mengungkapkan dan mengespresikan rasa takutnya.

Rasional: Memberikan kesempatan untuk berkonsentrasi , kejelasan dari rasa takut,dan mengurangi cemas yang berlebihan.

3) Catat reaksi dari pasien/keluarga. Berikan kesempatan untuk mendiskusikan perasaanya,konsentrasinya, dan harapan masa depan. Rasional: Anggota keluarga dengan responya pada apa yang terjadi dan kecemasannya dapat disampaikan kepada perawat.

c. Kekurangan nutrisi berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan makanan yang adekuat

(20)

1) Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat 2) Terjadi penurunan gejala refluks esofagus, meliputi: odinofagia

berkurang, pirosis berkurang, RR dalam batas normal 12-20 x/menit 3) Berat badan pada hari ke-7 pascaoperasi meningkat 0,5 kg.

Intervensi pre operasi:

1) Kaji toleransi fisik terhadap asupan nutrisi.

Rasional: Pasien dengan hiatal hernia mempunyai tingkat variasi terhadap toleransi intake nutrisi. Pada pasien dengan toleransi kurang intake nutrisi oral harus tidak diberikan dan diganti dengan jalan nasogastrik.

2) Evaluasi adanya alergi makanan dan kontraindikasi makanan.

Rasional: Beberapa pasien mun gkin mengalami alergi terhadap beberapa komponen makanan tertentu dan beberapa penyakit lain, seperti diabetes militus, hipertensi, gout, dan lainnya memberikan manifestasi tehadap persiapan komposisi makanan yang akan diberikan.

3) Pantau intake dan output, anjurkan untuk timbang berat badan secara periodik (sekali seminggu).

Rasional: Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.

Intervensi post operasi:

1) Batasi intake oral selama 48 jam setelah intervensi.

Rasional: Dalam waktu 24-48 jam, pasien dievaluasi atas keberhasilan pembedahan. Intake oral yang diberikan sebelum 48 jam akan mengganggu evaluasi adanya kebocoran pada insisi post operasi yang akan meningkatkan risiko sepsis yang berbahaya. Pasien mendapat nutrisi dengan cara intravena dan peran perawat mendokumentasikan jumlah dan jenis nutrisi yang masuk dan jumlah yang keluar. Pemasangan selang nasogastrik dilakukan sebelum pembedahan dan dipertahankan pada saat pascaoperasi. Apabila tidak ada gejala kebocoran pascaoperasi, pemberian diet cair melewati selang nasogastrik dilakukan sesuai tingkat toleransi.

(21)

Rasional: Sebagai evaluasi sebagai intervensi.

3) Beri makanan halus atau makanan cair secara bertahap dan dicampur dengan air.

Rasional: Makanan halus secara bertahap dicampur dengan cairan jernih sampai diet penuh tercapai. Makanan bubuk yang mudah dilarutkan tersedia dalam mkomersial. Makanan halus dapat memenuhi diet normal, yang dapat dimakan melalui selang. Pasien yang khusus menerima makanan yang diblender melalui selang, tidak dipaksa untuk mengikuti pola diet normal, yang secara psikologis lebih dapat diterima. Selain itu, fungsi defekasi normal ditingkatkan, melalui kandungan serat dan residu yang serupa pada diet normal. Masukan susu dihindari pada pasien dengan defisiensi laktosa.

4) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang jenis dan komposisi diet.

Rasional: Komposisi dan jenis diet diberikan sesuai tingkat toleransi individu.

5) Timbang berat badan tiap hari dan catat pertambahannya.

Rasional: Intervensi untuk evaluasi terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan.

d. Resiko infeksi berhubungan dengan luka insisi bedah/operasi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, tidak terjadi infeksi dan terjadi perbaikan pada integritas jaringan lunak

Kriteria hasil:

1) Jahitan dilepas pada hari ke-12 tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan peradangan pada area luka pembedahan

2) Leukosit dalam batas normal 3) TTV dalam batas normal Intervensi:

1) Kaji jenis pembedahan, hari pembedahan, dan apakah ada order khusus dari tim dokter bedah dalam melakukan perawatan luka. Rasional : Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari tujuan yang diharapkan.

2) Buat kondisi balutan dalam keadaan bersih dan kering

(22)

menyebabkan respons inflamasi lokal dan akan memperlama penyembuhan luka.

3) Lakukan perawatan luka

a) Lakukan perawatan luka steril pada hari kedua pascabedah dan diulang setiap dua hari

Rasional : Perawatan luka sebaiknya tidak setiap hari untuk menurunkan kontak tindakan dengan luka yang dalam kondisi steril sehingga mencegah kontaminasi kuman ke luka bedah. b) Bersihkan luka dan drainase dengan cairan antiseptik jenis iodine

providum dengan caraswabbingdari arah dalam ke luar.

Rasional : Pembersihan debris (sisa fagositosis, jaringan mati) dan kuman sekitar luka dengan mengoptimalkan kelebihan dari iodine providum sebagai antiseptik dengan arah dari dalam keluar karena dapat mencegah kontaminasi kuman ke jaringan luka. c) Bersihkan bekas sisa iodine providum dengan alkohol 70% atau

normal salin dengan caraswabbing dari arah dalam ke luar. Rasional : Antiseptik iodine providum mempunyai kelemahan dalam menurunkan proses epitelisasi jaringan sehingga memperlambat pertumbuhan luka, maka harus dibersihkan dengan alkohol atau normal salin.

d) Tutup luka dengan kasa steril dan tutup dengan plester adhesif yang menyeluruh menutupi kasa.

Rasional : Penutupan secara menyeluruh dapat menghindari kontaminasi dari benda atau udara yang bersentuhan dengan luka bedah.

4) Kolaborasi penggunaan antibiotik

(23)

BAB III

PENUTUP

A.

KESIMPULAN

Hiatal hernia adalah herniasi bagian proksimal lambung ke dada, yang disebabkan oleh defek diafragma kongenital atau didapat. Kelainan ini bisa merupakan predisposisi untuk refluks gastroesofagus kandungan lambung yang asam dan peradangan sepertiga distal esofagus (esofagitis refluks) atau metaplasia lambung (epitelium Barrett) (Davey, 2006).

Hiatal hernia dapat terjadi karena :

1. Peningkatan tekanan intraabdomen. 2. Kelemahan kongenital.

3. Peningkatan usia 4. Kelainan struktural 5. Refluks gastroesofagus

B.

SARAN

1. Institusi pendidikan

Sebagai tambahan referensi dalam bidang pendidikan sehingga dapat menyiapkan perawat yang berkompetensi dan berdedikasi tinggi dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif.

2. Lahan praktek

Hendaknya menyediakan tenaga kesehatan yang profesional dengan memberikan pelatihan terkait asuhan keperawatan pada pasien dengan hiatal hernia yang meliputi penatalaksanaan dan proses pembedahan guna membantu penyembuhan pasien.

(24)

DAFTAR PUSTAKA

Dermawan, D. & Rahayuningsih, T. 2010. Keperawatan Medikal Bedah (Sistem Pencernaan). Yogyakarta: Gosyen Publishing

Erickson, Kimberly Mc. Crudden. 2009. Abdominal Hernias. eMedicine Specialties. General Surgery Abdomen.

Grace,P & Borley, N.,R .2007. Surgery At Glance.Third Edition. Alih Bahasa: dr Vidhia Umami. Jakarta : Penerbit Erlangga

Herdman, T. Heather. 2012. NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Alih Bahasa: Made S, & Nike B.,S. Jakarta: EGC

Kluwer, Wolter., Williams, L. & Wilkins. 2012. Kapita Selekta Penyakit. Jakarta: EGC

Lusianah & Suratun. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal.Jakarta: Trans Info Media

Mansjoer, A, Kuspuji T, Rahmi S, Wahyu I. W, Wiwiek S. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius

Nurarif, A. & Kusuma, H. 2013. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA.Jakarta: Media Action Publishing

Patrick Davey. At a Glance Medicine. 2006. Jakarta: Erlangga

Peter J. Kahrilas, M.D., Hyon C. Kim, M.D., and John E Pandolfino, M.D. 2008. Approaches to the Diagnosis and Grading of Hiatal Hernia

http://emedicine.medscape.com/article/178393-overview#showall Diunduh 16 Mei 2016

Sjamsuhidajat R &de Jong, W. 2011.Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal.Jakarta: Trans Info Media

Stead, Dr P. 2009. Laparascopic Hernia Repair. Edisi 2. New York: Global Digital Services & Endosurgery Institute

Referensi

Dokumen terkait

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “ Pengaruh Motivasi Kinerja dan Kemampuan Pegawai Terhadap Kualitas

VCO merupakan minyak kelapa murni yang dapat dibuat secara enzimatis dengan penambahan enzim protease yaitu enzim papain dan enzim bromealin.. Kedua enzim tersebut mampu

Awal dari urutan peristiwa sebab kematian Underlying Cause of Death pada kematian umum tidak dapat digunakan, karena pada kematian perinatal 2 individu dapat

4) Semen, pasir dan air dicampur dan diaduk menjadi mortar dengan menggunakan Concrete Mixer dengan campuran sesuai dengan spesifikasi teknis. 5) Batu dibersihkan dari bahan

Dengan ini saya sebagai Mahasiswa Program Studi DIII Kebidanan Universitas Muhammadiyah Ponorogo yang bernama IKA KURNIA FITRI dengan NIM 11621174 bermaksud

Rotasi mesial atau distal dari alat pemegang reseptor harus dipastikan parallel antara sumbu panjang reseptor dengan titik tengah bidang bukal dari gigi molar

Menurut hasil penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka pada bab ini akan dibahas secara sistematis dari hasil analisis uji statistik tentang Pengaruh

Uji coba produk pengembangan dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap media pembelajaran biologi pada materi sistem saraf yang menggunakan adobe