1 ABSTRAKSI
*) Mika Adelina **) Dr. Sutiarnoto S.H, M.Hum
***) Arif S.H, M.Hum
Masalah pengungsi merupakan persoalan yang paling pelik yang dihadapi masyarakat dunia saat ini. Banyak diskusi tengah dilakukan di PBB yang terus berusaha mencari cara-cara lebih efektif untuk melindungi dan membantu kelompok yang sangat rentan ini. Sejumlah orang menyerukan ditingkatkannya kerjasama dan koordinasi antara lembaga pemberi bantuan, sebagian lain menunjuk padacelah-celah dalam peraturan internasional dan mengimbau disusunnya standar-standar dalam bidang ini lebih jauh lagi. Bagaimanapun, setiap orang setuju bahwa persoalan ini merupakan masalah multi-dimensional dan global. Oleh karenanya setiap pendekatan dan jalan keluar harus dilakukan secara komprehensif dan menjelaskan semua aspek permasalahan, dari penyebab eksodus missal sampai penjabaran respon yang perlu untuk menanggulangi rentang permasalahan pengungsi, dari keadaan darurat sampai pemulangan mereka (repatriasi).
Dari sudut pandang Negara penerima, pengungsian merupakan masalah kemanusiaan yang dapat berdampak pada bidang keamanan, ekonomi dan keseimbangan social politik. Terjadinya pengusiran terhadap pengungsi, baik oleh Negara pihak pada Konvensi 1951 mengenai status pengungsi maupun Negara bukan pihak, telah meningkatkan penderitaan pengungsi. Pengusiran tersebut tidak sejalan dengan prinsip non refoulement dalam Pasal 33 Konvensi 1951. Indonesia terikat dengan prinsip non refoulement, karena selain sebagai
peremptory normataujus cogens dan hokum kebiasaan internasional, prinsip non refoulement
telah menjadi norma ergaomnes. Demikian pula karena Indonesia telah meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan, Konvensi Jenewa IV, dan Konvenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik. Kesemuanya ini mengandung konsekuensi Indonesia menganut prinsip non refoulement, atau prinsip mengenai larangan pengusiran atau pengembalian bagi para pencari suaka atau pengungsi. Hal ini mengikat pula bagi negara-negara bukan pihak pada Konvensi 1951.
Prinsip ini ternyata tidak bersifat absolute berdasarkan Pasal 32 ayat 1 Konvensi 1951 karena perkecualiannya terjadi bila pengungsi tersebut menjadi ancaman bagi keamanan nasional dan mengganggu ketertiban umum di Negara tempat ia mengungsi. Namun, para pengungsi mempunyai hak yang harus dihormati sebelum, selama dan setelah proses pencarian suaka, penghormatan terhadap hak asasi manusia merupakan syarat yang penting untuk mencegah dan menyelesaikan masala harus pengungsi saat ini.
Kata kunci :Prinsip Non Refoulement, HukumInternasional, Pengungsi
*) MahasiswaFakultasHukumUniversitas Sumatera Utara
**) DosenPembimbing I FakultasHukumUniversitas Sumatera Utara ***) DosenPembimbing II FakultasHukumUniversitas Sumatera Utara