BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ginjal merupakan salah satu organ tubuh yang sangat penting bagi manusia karena organ ini bekerja sebagai alat ekskresi utama untuk zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh lagi. Dalam melaksanakan fungsi ekskresi, ginjal mendapat tugas yang berat mengingat hampir 25% dari seluruh aliran darah mengalir ke ginjal. Besarnya aliran darah yang menuju ginjal menyebabkan keterpaparan ginjal terhadap bahan/zat-zat yang beredar dalam sirkulasi cukup tinggi. Akibatnya, bahan-bahan yang bersifat toksik akan mudah menyebabkan kerusakan jaringan ginjal dalam bentuk perubahan struktur dan fungsi ginjal. Keadaan inilah yang disebut sebagai nefropati toksik dan dapat mengenai glomerulus, tubulus, jaringan veskuler, maupun jaringan interstial ginjal (Alatas et al., 2002). Dari data Indonesia Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008
didapat urutan etiologi pasien penderita penyakit ginjal terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabtes militus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%) (Roesli, 2008).
Plumbum (Pb) adalah logam toksis yang paling popular di antara logam toksik lainnya, karena logam ini banyak digunakan dalam proses industri dan campuran logam dalam peralatan rumah tangga (Darmono, 2009). Senyawa yang berbentuk PbCrO digunakan dalam industri cat, senyawa Pb-silikat digunakan secara luas sebagai bahan pengkilap keramik. Senyawa Pb oksida (PbO4)
digunakan dalam industri baterai. Dalam perkembangan industri kimia, dikenal pula aditif yang ditambah kedalam bahan bakar kendaraan bermotor untuk anti knocking yang berfungsi menaikkan angka oktan yaitu tetraetyllead (TEL)
Absorpsi Pb yang dihirup berbeda-beda tergantung dari bentuk, dapat berupa bentuk uap atau partikel dan kadar Pb kira-kira 90% partikel di udara diabsorpsi melalui saluran napas (Syarif, 2007). Di dalam tubuh manusia, Pb
dapat menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin (Hb), sebagian kecil Pb akan diekskresikan lewat urin maupun feses dan sebagian kecil lagi Pb diikat oleh protein, sisanya yang lainnya terakumulasi dalam ginjal, hati, kuku, jaringan lemak dan rambut.
Dalam eritrosit waktu paruh Pb adalah selama 35 hari, dalam jaringan ginjal dan hati selama 40 hari, sedangkan waktu paruh dalam tulang adalah selama 25 tahun. Pb akan diekskresikan melalui sistem urinaria adalah sebesar 76 %, gastrointernal 16% dan pada rambut, kuku serta keringat 8% (Klassaen et al., 1986). Pada umumnya ekskresi Pb dari dalam tubuh berjalan sangat lambat. Ekskresi yang lambat ini menyebabkan Pb mudah terakumuasi dalam tubuh, baik pajanan yang okupasional maupun non-okupasional (Nordberg, 1998).
Pb akan diekskresikan ginjal melalui glomerulus atau diekskresikan langsung oleh kapiler tubulus melalui sel tubulus. Dalam prosesnya logam berat yang difiltrasi melalui glomerulus dapat direabsopsi kembali oleh sel tubulus sehingga sel tubuluslah yang paling sering mengalami kerusakan (Alatas et al., 2002).
Kitosan pertama kali ditemukan oleh ilmuwan Prancis Ojier, pada tahun 1823. Ojier meneliti kitosan hasil ekstrak kerak binatang berkulit keras, seperti udang, kepiting dan serangga. Kitosan yaitu poly-D-glucosamine (tersusun lebih dari 5000 unit glukosamin dan asetilglukosamine) dangan berat molekul lebih dari 1 juta Dalton, merupakan dietary fiber (serat yang bisah dimakan) kedua setelah selulosa, (Dwiyatmoko, 2008).
maka perlu pengkajian dan pengembangan dari limbah ini sebagai bahan penyerap terhadap logam-logam berat di perairan (Hargono et al., 2008).
Kitosan memiliki kemampuan untuk membentuk sebuah membran yang
berfungsi sebagai adsorben/penjerap yang dapat menyerap logam-logam berat, seperti Zn, Cd, Pb, Mg dan Fe (Knorr, 1984). Kitosan yang memiliki senyawa kimia NH2 ataupun dalam keadaan terprotonasi NH3+ mampu mengadsorbsi logam-logam berat melalui mekanisme pembentukan khelat dan penukaran ion. Keuntungan adsorben kitosan adalah dapat digunakan untuk penanganan limbah secara berulang-ulang (Muzzarelli et al., 1997). Kitosan juga diusulkan untuk digunakan sebagai bahan pembuat membran ginjal buatan (Shahidi et al., 1999). Lebih lanjut lagi Hardjito & Linawati (2006) menjelaskan, pada manusia kitosan belum memiliki dampak negatif dan toleransi tubuh manusia terhadap kitosan adalah 1,333 g/kg berat badan.
1.2.Perumusan Masalah
Telah banyak penelitian tentang pengaruh pemberian Pb terhadap fungsi organ tubuh terutama bagaimana pengaruh Pb terhadap kinerja organ ginjal sebagai organ ekskresi (Pringgoutomo et al., 2002; Hariono, 2006; Anggraini, 2008; Sinaga, 2009). Kemampuan kitosan sebagai khelator bagi logam berat seperti Pb juga telah banyak diteliti (Knorr, 1984; Kawamura et al., 1993; Shahidi et al., 1999; Hargono et al., 2008; Daniel, 2009) Meskipun demikian, informasi mengenai bagaimana pengaruh kitosan dapat mengurangi kerusakan ginjal terutama pada bagian struktur jaringan ginjal dan bagaimana kemampuan perlindungan kitosan terhadap Pb yang masuk ke dalam tubuh terutama pada bagian organ ginjal masih terbatas.
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui gambaran makrostruktur dan mikrostruktur perubahan
struktur histologi ginjal akibat pemberian Pb.
2. Untuk mengetahui gambaran makrostruktur dan mikrostruktur perubahan struktur histologi ginjal setelah pemberian kitosan pada ginjal yang terpapar Pb
3. Untuk mengetahui penurunan residu Pb pada ginjal setelah pemberian kitosan.
1.4. Hipotesis
Yang menjadi hipotesis pada penelitian ini adalah;
1. Pemberian Pb pada tikus dapat menyebabkan terjadinya kerusakan makrostruktur dan mikrostruktur ginjal.
2. Pemberian kitosan pada ginjal dapat mengurangi efek kerusakan makrostruktur dan mikrostruktur dari histologi ginjal tikus putih yang terpapar Pb
3. Pemberian kitosan dapat mengurangi residu Pb pada organ ginjal tikus putih.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Sumber acuan bagi masyarakat pada umumnya, kalangan akademisi dan bagi penelitian selanjutnya tentang pengaruh negatif Pb terhadap kesehatan organ tubuh manusia terutama organ ginjal.
2. Sumber informasi kepada masyarakat pada umumnya, kalangan akademisi
dan bagi peneliti bahwa kulit udang mengandung kitin yang dapat di destilisasi menjadi kitosan dimana kitosan ini sangat berguna untuk mengurangi efek toksik Pb guna mencegah kerusakan ginjal.