• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KERAJINAN TENUN IKAT SARUNG GOYOR SUDARTO DI DESA KENTENG KELURAHAN POJOK KECAMATAN TAWANGSARI SUKOHARJO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "STUDI KERAJINAN TENUN IKAT SARUNG GOYOR SUDARTO DI DESA KENTENG KELURAHAN POJOK KECAMATAN TAWANGSARI SUKOHARJO"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

SUDARTO DI DESA KENTENG KELURAHAN POJOK

KECAMATAN TAWANGSARI SUKOHARJO

SKRIPSI

Disusun oleh:

Maylinda Ambarwati

K 32068041

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Maylinda Ambarwati

NIM : K3208041

Jurusan/ Program Studi : PBS/ Pendidikan Seni Rupa

Menyatakan bahwa skripsi saya berjudul “STUDI KERAJINAN TENUN IKAT

SARUNG GOYOR BAPAK SUDARTO DI DESA KENTENG

KELURAHAN POJOK KECAMATAN TAWANGSARI SUKOHARJO” ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.

Surakarta, 02 Januari 2013 Yang membuat pernyataan

(3)

commit to user

iii

BAPAK SUDARTO DI DESA KENTENG KELURAHAN

POJOK KECAMATAN TAWANGSARI SUKOHARJO

Oleh:

Maylinda Ambarwati

K3208041

Skripsi

diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar

Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Seni Rupa, jurusan Pendidikan

Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(4)

commit to user

iv

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Surakarta, 28 November 2012

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I, Pembibing II,

Drs. Margana M.Sn Dr. Slamet Supriyadi, M.Si

(5)

commit to user

v

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Hari : Rabu

Tanggal : 09 Januari 2013

Tim Penguji Skripsi

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Dr. H. Edy Tri Sulistyo, M.Pd

Sekretaris : Nanang Yulianto, S.Pd., M.Ds

Anggota I : Drs. Margana, M.Sn

Anggota II : Dr. Slamet Supriyadi, M.Pd

Disahkan oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Dekan,

(6)

commit to user

vi

MAYLINDA AMBARWATI. STUDI KERAJINAN TENUN IKAT

SARUNG GOYOR BAPAK SUDARTO DI DESA KENTENG

KELURAHAN POJOK KECAMATAN TAWANGSARI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2011/2012. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Oktober 2012.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Sejarah berdirinya usaha kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor. (2) Proses pembuatan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor. (3) Mengetahui bentuk motif atau ragam hias yang terdapat pada sarung goyor bapak Sudarto di Desa Kenteng, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo.

Penelitian ini dilaksanakan di Perusahaan Maju yaitu kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) pada bulan Juli sampai November 2012. Bentuk penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Strategi penelitian yang digunakan adalah studi kasus tunggal terpancang. Sumber data yang digunakan dalam penelitian adalah informan yang dipilih yaitu Sudarto pemilik usaha kerajinan tenun ikat sarung goyor ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin), Joko pewaris tunggal usaha kerajinan, Tempat, Arsip atau dokumen. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi secara langsung, wawancara dan dokumentasi. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Untuk teknik validitas data menggunakan triangulasi data dan review informan. Teknik analisis data yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1) Latar belakang berdirinya usaha kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor milik bapak Sudarto yaitu merupakan kerajinan tenun ikat warisan nenek moyang yang perlu dilestarikan. (2) Proses pembuatan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor meliputi tahap : memutihkan benang, pengekelosan, penyekiran, pembuatan desain benang pada plangkan, proses mengikat benang, pencelupan warna, membatil (membuka ikatan), proses bongkaran, pengekelosan kembali dan menenun benang. (3) Bentuk motif tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor bapak Sudarto yaitu: motif buketan (rangkaian yang terdiri dari berbagai macam bunga), motif kepiting (ceplok yuyu), motif tirto (air), dan motif ceplok tirto (perpaduan antara motif buketan, ceplokan (bunga) dan tirto (air).

(7)

commit to user

vii

MAYLINDA AMBARWATI. STUDY OF GOYOR SHEATH

BINDING WOVEN CRAFTS OF MR. SUDARTO KENTENG VILAGE POJOK TAWANGSARI DISTRICT OF SUKOHARJO REGENCY. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. Sebelas Maret University of Surakarta, January 2013.

The purposes of this study are to determine about: (1) History of Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) goyor sheath business establishment. (2) Process of making Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) goyor sheath. (3) Knowing the form of decorative motifs contained in the goyor sheath in Mr. Sudarto, Kenteng Village, Tawangsari District, Sukoharjo Regency.

This research has conducted at the Perusahaan Maju that is binding weaving craft of Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) from July to November 2012. Desing of this research is qualitative with descriptive approach. Reasearch strategy is stuck single case study. Data sources used in the study are selected informants, Mr. Sudarto, Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) goyor sheath craft business owner, Joko, sole heir craft business. Site, archive or document. Techniques of data collection using direct observation, interview and documentation. The sampling technique used is purposive sampling. For data validation techniques using triangulation of data and review of informants. Data analysis techniques, namely data reduction, data presentation and conclusion or verification.

From this study it can be concluded that: (1) Background of binding woven craft business establishment ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) goyor sheats of Mr. Sudarto is a heritage weaving craft from the ancestor that needs to be preserved. (2) Process of making binding woven goyor sheath ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) includes the steps: yarn bleaching, clossing and scouring process, making yarn designs on frame, tie the yarn, color dyeing, untied, demolition process, closing back and yarn weaving. (3) Motifs design of binding woven ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) goyor sheaths of Mr. Sudarto namely: buketan motif (series consisting of various kinds of flowers), crab motif (celok yuyu), Tirto motif (water), and ceplok Tirto (combination of buketan, ceplokan (flowers) and Tirto (water) motifs.

(8)

commit to user

viii

Jangan pernah merasa kalah apabila kita belum mencobanya. Kegagalan adalah salah satu proses menuju kesuksesan. Selalu belajar dari kesalahan dan jangan pernah merasa puas dengan apa yang telah kita dapatkan. Selalu jadilah manusia

(9)

commit to user

ix

Karya ini dipersembahkan kepada :

 Allah SWT, atas segala karuni-Nya

 Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan doa yang tiada terputus,

kerja keras tiada henti, dan pengorbanan yang tiada batas. Tiada kasih sayang yang seindah dan seabadi sayangmu.

 Adikku Dimas Kurniawan dan Denis Pandu Pamungkas tersayang

 Mas Rhajid terimakasih karena senantiasa mendorong langkahku dengan

perhatian, semangat, dan kasih sayang yang tak pernah putus dan senantiasa selalu menemaniku selama empat tahun ini baik suka maupun duka.

 Sahabat baikku Khopsah, Devi, Nigi aku akan selalu merindukan kalian

 Teman-teman angkatan 2008 yang paling kocak

 Keluarga besar Bapak Sudarto (Kerajinan Tenun Ikat ATBM)

(10)

commit to user

x

Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang memberi ilmu, inspirasi, dan kemuliaan. Atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Studi Kerajinan Tenun Ikat Sarung

Goyor Sudarto Di Desa Kenteng Kelurahan Pojok Kecamatan Tawangari

Sukoharjo”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Seni Rupa, Jurusan

Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni.

3. Dr. Slamet Supriyadi, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Seni Rupa, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Drs. Margana, M.Sn., selaku pembimbing I, dan Dr. Slamet Supriyadi, M.Pd selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan pengarahan dalam menempuh dan menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Seni Rupa yang tulus dan tidak henti-hentinya memberikan ilmunya kepada penulis.

6. Bapak Sudarto selaku pemilik usaha kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

(11)

commit to user

xi

goyor yang bersedia untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan penelitian ini. 9. Teman-teman Pagardipan angkatan 2008 dan keluarga besar Pendidikan Seni

Rupa.

10.Sahabat sahabatku Irma, Hanggita, Wahyu, Mas Rhajid, Mbak Een, Mas Heri, Mas Wijang dan teman-teman seperjuangan Encus, Amel, Dese, Mbak Tia,

Eyah, Yani, Aslam, Sandi, Beni, Intan, dan Riko.

11.Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak

mungkin disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis. Meskipun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.

Surakarta, 02 Januari 2013

(12)
(13)
(14)

commit to user

xiv

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 37

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 37

B. Bentuk dan Strategi Penelitian ... 37

C. Sumber Data ... 38

3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi ... 44

H. Prosedur Penelitian ... 45

(15)

commit to user

xv

1. Bahan-bahan yang Digunakan untuk Membuat Tenun

Ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) Sarung Goyor ... 55

2. Alat-alat yang Digunakan untuk Membuat Tenun Ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) Sarung Goyor ... 55

3. Proses-proses Dalam Pembuatan Tenun Ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) ... 66

a. Proses Pembuatan Benang Lungsi ... 74

b. Proses Pembuatan Benang Pakan ... 74

c. Proses Finishing ... 98

(16)

commit to user

xvi

Halaman

Gambar 2.1. Teknik Mengikat Benang 12

Gambar 2.2. Proses atau Teknik mengikat benang sebelum proses pemberian

warna baik pada benang lungsi ataupun benang pakan 13

Gambar 2.3. Alat Tenun Ikat Tradisional 16

Gambar 2.4. Kain Tenun Ikat Motif Pohon Hayat 18

Gambar 2.5. Kain Tenun Ikat Motif Kuda 19

Gambar 2.6. Kain Tenun Ikat Motif Naga 19

Gambar 2.7. Kain Tenun Ikat Motif Rusa 19

Gambar 2.8. Kain Tenun Ikat Motif Singa 20

Gambar 2.9. Kain Tenun Ikat Motif Udang 20

Gambar 2.10. Kain Tenun Ikat Motif Ular 20

Gambar 2.11. Kain Tenun Ikat Motif Bebek 21

Gambar 2.12. Kain Tenun Ikat Motif Flora 22

Gambar 2.13. Kain Tenun Ikat Motif Perahu 22

Gambar 2.14. Kain Tenun Ikat Motif Perahu 22

Gambar 2.15. Kain Tenun Ikat Hias Belah Ketupan 23

Gambar 2.16. Kain Tenun Ikat Motif Manusia 23

Gambar 2.17. Kain Tenun Ikat Motif Pohon Tengkorak 24 Gambar 2.18. Kain Tenun Ikat Motif Pilin atau Spiral 24 Gambar 2.19. Kain Tenun Ikat Motif Meander atau Swastika 24

Gambar 2.20. Kain Tenun Ikat Motif Kait 25

Gambar 2.21. Kain Tenun Ikat Motif Geometris 25

(17)

commit to user

xvii

Gambar 2.29. Teropong (Tropong) 31

Gambar 2.30. Timbangan 32

Gambar 2.31. Sekir Bom 32

Gambar 2.32. Sekir Plangkan 33

Gambar 2.33. Mesin Tenun 34

Gambar Bagan 2 Kerangka Berfikir 35

Gambar Bagan 3 Model Analisis Interaktif 45

Gambar 4.1. Tugu Masuk Dukuh Kenteng 47

Gambar 4.2. Peta Desa Pojok 48

Gambar 4.3. Tempat Produksi Tenun Ikat Perusahaan Maju 54

Gambar 4.4. Benang dalam Hitungan Cones 55

Gambar 4.5. Benang dalam Hitungan Streng 56

Gambar 4.6. Bahan AS 57

Gambar 4.15. Bahan Hijau Green 61

Gambar 4.16. Bahan SN 62

Gambar 4.17. BAhan Sliper 62

Gambar 4.18. Bahan Hacol 63

Gambar 4.19. Bahan Ramasit 63

Gambar 4.20. Bahan Tinta 64

Gambar 4.21. Bahan Tawas 65

Gambar 4.22. Minyak Goreng 65

(18)

commit to user Gambar 4.30. Sekir Plangkan 70 Gambar 4.31. Sekir Bom 70

Gambar 4.37. Gunting untuk Merapihkan Benang ... 73

Gambar 4.38. Mesin Tenun ... 74

Gambar 4.39. Proses Pemintalan Benang ... 75

Gambar 4.40. Proses Pemutihkan Benang ... 75

Gambar 4.41. Proses Penjemur Benang ... 76

Gambar 4.42. Proses Penimbangan Benang ... 76

Gambar 4.43. Proses Pencelupan Warna Pada Benang Lungsi ... 77

Gambar 4.44. Proses Penyekiran Mesin Bom ... 79

Gambar 4.45. Pemintalan dengan Mesin Hang ... 80

Gambar 4.46. Proses Penyekiran dengan Skir Plangkan ... 81

Gambar 4.47. Proses Pengekresan ... 82

(19)

commit to user

xix

Gambar 4.56. Penimbangan Zat Pewarna ... 88

Gambar 4.57. Proses Pencampuran Warna ... 89

Gambar 4.58. Proses Pencelupan Warna ... 90

Gambar 4.59. Hasil Pencelupan Warna ... 90

Gambar 4.60. Proses Proses Pemberian Zat Pengunci Warna ... 91

Gambar 4.61. Proses Pencelupan Zat Pembangkit Warna ... 92

Gambar 4.62. Proses Memilah-milah Benang Pakan ... 92

Gambar 4.63. Proses Pencelupan Naptol yang Berwarna Merah ... 93

Gambar 4.64. Proses Pembilasan Benang ... 94

Gambar 4.65. Proses Pengeringan dengan Menggunakan Mesin Cuci ... 95

Gambar 4.66. Proses Pengeringan Benang dengan Sinar Matahari ... 95

Gambar 4.67. Pengoncean atau Oncean ... 96

Gambar 4.68. Proses Pembongkaran ... 97

Gambar 4.75. Proses Pembilasan atau Pencucian Sarung Goyor ... 101

Gambar 4.76. Proses Pemerasan Sarung Goyor ... 101

Gambar 4.77. Pengeringan Dibawah Sinar Matahari ... 102

Gambar 4.78. Pelipatan Sarung Goyor ... 102

Gambar 4.79. Pelipatan Sarung Goyor dengan Penggaris ... 103

(20)

commit to user

xx

Halaman

 Tabel 4.1 Data Kependudukan Kelurahan Pojok Tahun 2011... 49

 Tabel 4.2 Data Kependudukan Kelurahan Pojok Menurut

(21)

commit to user

xxi

Halaman

 Foto Wawancara Bersama Bapak Sudarto dan Bapak Tukiman... 116

 Foto Wawancara Bersama Bapak Sunarno dan Mas Suranto... 117

 Foto Wawancara Bersama Mas Joko dan Ibu Prapti... 118

 Hasil Wawancara dengan Bapak Sudarto ... 119

 Hasil Wawancara dengan Mas Joko... 123

 Hasil Wawancara dengan Mas Suranto... 126

 Hasil Wawancara dengan Ibu Prapti... 127

 Surat Bukti Penelitian dari Kelurahan Desa Pojok... 129

 Surat Bukti Penelitian dari Bapak Sudarto... 130

 Surat Ijin Penelitian Kepada Bapak Sudarto... 131

 Surat Ijin Penelitian Kepada Kepala Desa Pojok... 132

 Surat Permohonan Perijinan Penelitian Kepada Rektor... 133

 Surat Permohonan Perijinan Menyusun Skripsi Kepada PD I FKIP UNS... 134

 Surat Keputusan Ijin Penyusunan Skripsi ... 135

(22)

commit to user

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai warga Negara Indonesia kita harus bangga akan warisan budaya masa lampau karena banyak sekali nilai-nilai tinggi yang terkandung didalamnya. Salah

satu warisan budaya itu sendiri adalah dengan adanya keberagaman kain tradisional khususnya yaitu kain tenun ikat Indonesia. Sebagaimana kita ketahui bahwa tenun ikat sebagai salah satu karya bangsa Indonesia yang tersebar luas di seluruh kepulauan Indonesia.

Melalui kain tenun ikat tradisional kita dapat melihat keberagaman budaya Nusantara. Kain tidak saja hanya dilihat dari ragam motifnya namun kita juga dapat melihat jenis benang yang dipakai, teknik pembuatannya yang tradisional tetapi kita juga dapat mengenal berbagai fungsi kegunaan dan arti kain tenun ikat dalam kehidupan masyarakat sehari-hari yang dimana semua itu mencerminkan adat istiadat dan kebudayaan masing-masing daerah. Hal ini seperti dinyatakan oleh Suwati Kartiwa (2007) sebagai berikut:

“Kreativitas bangsa Indonesia dalam membuat kain terjelma, melalui suatu perjalanan panjang. Selama kurun waktu kurang lebih 1500 tahun, melalui berbagai kegiatan tradisi budaya, suku-suku bangsa di Nusantara menciptakan berbagai teknik pembuatan kain dan ragam hiasnya. Keunggulan didalam cita rasa didalam membuat kain yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dikawasan Nusantara ini, berkembang dalam berbagai wujud, sifat, bentuk, kegunaan, ragam hias, serta mutu kain tradisional”

(h. 9)

Dari pernyataan diatas dapat kita ketahui bahwa seni kerajinan kain tenun

merupakan salah satu hasil karya nenek moyang yang sudah ada sejak lampau, dimana kebudayaan tumbuh didalam masyarakat sesuai dengan daerah masing-masing.

(23)

commit to user

Kegiatan menenun dikerjakan secara turun menurun dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan berkembang dari kebiasaan masyarakat.

Masa lampau telah banyak memberikan gambaran yang jelas tentang apa dan dimana karya-karya kain tenun tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk visual yang proses penciptaannya tidak lepas dari pengaruh lingkungan seperti perbedaan geografis yang mempengaruhi hasil akhir sehelai kain tenun. Keragaman kain-kain

tradisional dihasilkan oleh perbedaan geografis yang mempengaruhi corak hidup setiap suku bangsa di Nusantara (Suwati Kartiwa, 2007: 9).

Banyak sebagian warga Negara Indonesia yang mengetahui bahwa kerajinan kain tenun ikat tradisional ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) hanya terdapat di daerah seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Bali. Kerajinan tenun ikat tradisional juga dapat kita jumpai dipulau Jawa khususnya daerah Jawa Tengah. Seperti kerajinan tenun troso di Jepara namun selain kain tenun troso tenun ikat tradisional juga dapat kita jumpai di Sukoharjo.

Salah satu daerah di Indonesia yang memiliki karya tenun ikat tradisional khas daerah adalah Sukoharjo, tepatnya di Kecamatan Tawangsari. Kecamatan Tawangsari Kabupaten Sukoharjo ini sangat terkenal sekali akan kerajinan tenun ikatnya, yang dimana kerajinan tenun ikat ini divisualisasikan tidak hanya berupa kain tetapi dibuat dalam bentuk sarung yang disebut dengan sarung goyor.

Kerajinan tenun ikat tradisional desa Kenteng kecamatan Tawangsari kabupaten Sukoharjo ini telah berkembang secara turun temurun. Hampir seluruh penduduk desa bekerja sebagai pengrajin kain tenun ikat tradisional sarung goyor.

Hingga sekarang kerajinan tenun ikat tradisional atau ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) tetap dipertahankan dan dicari banyak pembeli baik dari dalam Negeri

(24)

commit to user

bukan mesin (ATBM), sarung ini sangat nyaman digunakan, hangat dikala cuaca dingin dan dingin disaat cuaca sedang panas.

Salah satu tempat usaha yang mengenalkan kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor kepada masyarakat luas adalah milik Bapak Sudarto yaitu yang terletak di Desa Kenteng. Dari sekian banyak pengrajin di Desa Kenteng, bapak Sudarto merupakan salah satu pemilik usaha kerajinan tenun ikat

tradisional yang masih tetap bertahan hingga sekarang. Beliau merupakan seorang pengrajin yang memiliki kelebihan di bidang produksi dan desain tenun ikat sarung goyor. Usaha kerajinan tenun ini merupakan usaha industri rumahan.

Perkembangan kerajinan tenun ikat sarung goyor ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) bapak Sudarto di desa Kenteng Kecamatan Tawangsari ini sangat berpengaruh besar terhadap masyarakat desa itu sendiri dan daerah sekitar Sukoharjo. Karena hampir semua masyarakat desa berpenghasilan dari usaha kerajinan tenun ikat sarung goyor tersebut. Dengan keadaan seperti itu industri kecil kerajinan tenun ikat desa Kenteng Kecamatan Tawangsari membantu pemerintah dalam mengurangi pengangguran dan menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat desa khususnya. Hasil kerajinan tenun ikat tradisional yang dihasilkan diamati maka akan terlihat memiliki ciri khas yang dapat kita lihat dari jenis motif yang terdapat pada sarung goyor.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti dan terdorong untuk mengangkat permasalahan tersebut dalam sebuah penulisan ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul “Studi Tentang Kerajinan Tenun Ikat Sarung Goyor Bapak Sudarto Di Desa Kenteng, Kecamatan Tawangsari, Kabupatenn Sukoharjo”. Dimana peneliti dapat mengetahui sejarah berdirinya kerajinan tenun ikat ATBM

(25)

commit to user

Namun dapat juga kita jumpai di Desa Kenteng, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah penelitian yang akan dikaji dapat dirumuskan ke dalam berbagai pertanyaan penelitian seperti berikut ini:

1. Bagaimana latar belakang awal berdirinya usaha kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor bapak Sudarto di Desa Kenteng, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo?

2. Bagaimana proses pembuatan tenun ikat ATBM

3. (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor bapak Sudarto di Desa Kenteng, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo?

4. Apa saja bentuk motif atau ragam hias yang terdapat pada tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor bapak Sudarto di Desa Kenteng, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo?

C. Tujuan Penelitian

(26)

commit to user

D. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritik :

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan keterangan atau informasi yang jelas mengenai proses pembuatan kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun

Bukan Mesin) sarung goyor kepada masyarakat luas.

b. Dapat dijadikan informasi atau bahan studi perbandingan bagi penelitian yang mengkaji tentang kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor.

2. Manfaat Praktis :

a. Menambah referensi akan studi tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin). b. Menjadi bahan evaluasi terhadap karya kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun

(27)

commit to user

6 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Seni Kriya

Pada tahun sekitar 1930-an, ketika masa malaise melanda dunia kata kerajinan memiliki makna yang berbeda yaitu, pada masa kolonial beranggapan apabila ada kerajinan pasti ada kemalasan. Begitulah makna kerajinan pada masa penjanjahan

karena pada masa itu kata kerajinan diberikan agar “rajin kerja” karena pemerintahan

kolonial belanda tidak dapat lagi membiayai pemerintahan jajahannya. Kini kata kerajinan itu sudah tidak digunakan lagi karena Indonesia telah terbebas dari masa

penjajahan. Kini kata kerajinan sudah diganti dan menjadi kata “kriya”, yang berakar

dari kata karya, kerja, yang dimana memiliki makna lebih luas.

Di seni rupa Barat, kriya lebih banyak dicirikan oleh ekspresi individu

senimannya. Sedangkan seni rupa di Timur banyak dicirikan oleh kelompok seniman atau pekriya. Dari pernyataan tersebut dapat digambarkan pada keadaan dilapangan dari hasil suatu pengamatan bahwa, kriya sekarang lebih berkembang kearah industri. Menurut Tallcot Parsons, Kriya sebagai artefak adalah produk budaya, karena kriya adalah terjemahan dalam bentuk fisikal dari ide-ide budaya dan aktifitas budaya (Widagdo, 1999: 1). Pada dasarnya kria dan seni merupakan dua hal yang berbeda karena kriya sendiri selalu diartikan dengan tujuan yang pragmatis, yaitu membuat benda yang mempunyai manfaat praktis. Sedangkan seni sendiri diciptakan karena keinginan mengekspresikan ide dengan tujuan yang non praktis.

(28)

commit to user

made by hand or with tools by a workman who has direct control over the product

during all stager of production”. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

‘kriya’ atau ‘crafts’ atau ‘handicrafts’ adalah:

(1.) Sesuatu yang dibuat dengan tangan, dengan kekriyaan yang tinggi, (2.) Dibuat dengan sangat dekoratif atau secara visual sangat indah, (3.) Dijadikan barang guna.

Sedangkan menurut pendapat Susan K. Langer kriya adalah “The arts

objectify subjective reality”. Karya kriya dapat menjadi karya seni, namun tidak

untuk sebaliknya, karya seni tidak dapat menjadi karya kriya apabila ini terjadi maka ini merupakan devaluasi karya seni (Widagdo, 1999: 1).

Maka dapat dikatakan pemahaman tentang kriya secara konvensional adalah kriya merupakan produk hasil kreativitas yang ditunjang kemampuan tangan manusia tumbuh dari lingkungan budaya tertentu dan biasanya bertumpu pada sebuah tradisi, yang mempunyai sifat etnis. Sehingga dalam kriya selalu melibatkan unsur mulai dari tempat asal, keterampilan tangan yang tinggi. lingkungan, tradisi dan kreatifitas sehingga karya satu dengan karya yang lainnya memiliki perbedaan sehingga karya-karya tidak mungkin sama dan akan selalu berbeda dalam bentuk garis, tekstur, dan keunikannya.

Sebuah karya kriya memiliki daya tarik tersendiri, seperti pendapat Upjohn dan Wengert (1969) (dalam J. Pamudji Suptandar, 1999: 6 ):

“Seni kerajinan memiliki daya tarik yang kuat kaerena berhasil memancarkan kekaguman dari gambaran yang bersifat tradisional dengan sifat-sifat yang fungsional sampai pada simbolosasi bentuk-bentuk yang abstrak. Proses pembentukaannya ditentukan oleh daya imajinasinya yang kuat, diwujudkan melalui keterampilan tangan dengan penggunaan alat yang terkendali dan sifat bahan sebagai sesuatu yang tidak mungkin ditranformasikan dalam bentuk mekanis” (h.6)

(29)

commit to user

yang panjang. Seorang pengrajin atau pencipta sebuah karya kriya akan merasa terpuaskan pikiran dan perasaannya karena fungsi yang dicapai mampu melahirkan bentuk-bentuk karya yang sensasional dan impresif.

B. Pengertian Tenun

Tenun merupakan salah satu jenis seni kriya Nusantara yaitu kriya tekstil.

Tenun merupakan salah satu kerajinan seni yang patut dilestarikan. Seperti yang dikatakan Joseph Fisher (dalam Suwati Kartiwa, 1986: 1) Indonesia adalah salah satu Negara yang menghasilkan seni tenun yang terbesar terutama dalam hal keanekaragaman hiasannya. Tenun sendiri dapat diartikan sebgai suatu hasil karya berupa kain yang dibuat dengan benang dan dimasukan kedalam alat menenun. Teknik menenun pada dasarnya hampir sama dengan teknik menganyam, perbedaannya hanya pada alat yang digunakan. Untuk anyaman kita cukup melakukannya dengan tangan (manual) dan hampir tanpa menggunakan alat bantu, sedangkan pada kerajinan menenun kita menggunakan alat yang disebut lungsi dan pakan.

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia tenun adalah kerajinan yang berupa bahan (kain) yang dibuat dari benang (kapas dan sutera) dengan cara memasuk-masukan pakan secara melintang pada lungsi.

Dalam Bahasa Prancis sendiri tenun adalah Textere, dalam bahasa Inggris Textile, sedangkan dalam bahasa latin tekstil berasal dari kata Texele yang berarti menenun atau kain tenun. Hal ini seperti dinyatakan Djumaeri (1974 ; 7) dijelaskan

bahwa :

(30)

commit to user

menggabungkan benang secara memanjang dan melintang. Dengan kata lain bersilangnya antara benang lungsi dan pakan secara bergantian. Proses tenun yang demikian merupakan struktur dari dua benang yang saling menyilang.

Tenun merupakan karya tekstil. Karya tekstil adalah barang-barang yang dihasilkan dari proses menenun. Seni kerajinan yang dibuat dengan bahan dasar kain. Barang-barang tekstil meliputi segala hal yang dibuat dengan cara ditenun dan dirajut

seperti kain, pakaian, perlengkapan rumah tangga dan lain-lain. 1. Fungsi Kain Tenun Di Dalam Aspek Kehidupan

Kain tenun merupakan salah satu kain yang menjadi perlengkapan hidup manusia sehari-hari yang sudah dikenal sejak jaman prasejarah. Kain tenun ini digunakan sebagai pakaian penutup badan setelah pakaian yang terbuat dari rumput-rumputan dan kulit kayu.

Sebagai salah satu perlengkapan hidup manusia kain tenun juga mempunyai fungsi di setiap aspek kehidupan. Baik dari segi sosial, ekonomi, religi, estetika dan lain sebagainya. Maka dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Aspek Sosial

Dalam aspek sosial kain tenun banyak digunakan untuk upacara-upacara adat seperti kelahiran, perkawinan, ataupun kematian. Bahkan lambang dan warnanya pun telah disesuaikan. Seperti untuk upacara kematian warna kainnya hitam atau biru tua, sedangkan untuk upacara perkawinan atau upacara yang menunjukan suatu kemeriahan dipakai warna-warna yang cerah antara lain warna merah, cokelat merah, dan lain sebagainya.

b. Aspek Ekonomi

(31)

commit to user

dimana nantinya salah satu kain gringsing akan menjadi pemilik si penenun sebagai upahnya.

c. Aspek Religi

Pada aspek religi terlihat bahwa ragam hias yang diterapkan mengandung unsur perlambangan yang berhubungan dengan kepercayaan atau

agama tertentu. Dalam upacara keagamaan kain tenun khusus digunakan oleh pemuka agama atau dukun.

d. Aspek Estetika

Aspek estetika terlihat pada keterampilan, ketekunan didalam menciptakan suatu karya. Untuk membuat sebuah kain tenun dibutuhkan kesabaran yang tinggi karena melihat proses pembuatannya yang lama dan rumit. Proses pengerjaannya sendiri memakan waktu hingga berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, sehingga menghasilkan kain tenun yang indah dan mempesona. Baik dari segi garis, motif dan warnanya dan menghasilkan suatu nilai estetika.

C. Pengertian Tenun Ikat

Tenun ikat atau kain tenun merupakan kriya tenun berupa kain yang ditenun dari helaian benang pakan dan lungsi yang sebelumnya diikat dan dicelupkan ke dalam pewarna . Yang dimaksud dengan pewarnaan ikat sendiri yaitu mewarnai

benang lungsi yang arahnya vertikal dan benang pakan yang arahnya horizontal dan dalam proses ini bagian dari benang-benang yang diikat tersebut tidak akan terkena

oleh warna, sedangkan bagian benang yang tidak diikat akan terkena oleh celupan warna.

(32)

commit to user

bahasa Belanda yang disebut ikatten dan dalam bahasa Inggris kata ikat berarti hasil selesai dari kain dengan tehnik ikat dan to ikat untuk arti proses dari tehniknya .

Menurut Warming dan Gaworski (1978: 114) tenunan dengan desain ikat pakan dari kain dasar tenunannya sutera diterapkan di Indonesia khususnya oleh mereka yang mendapat pengaruh Islam. Terutama daerah-daerah pantai yang ramai disinggahi pendatang dan sering mengadakan kontak atau hubungan ke luar (dalam

Suwati Kartiwa, 1989: 5).

Banyak para ahli yang mengatakan bahwa tehnik menenun yang relatip baru, dimana telah berpengaruh besar terhadap Kepuluan di Indonesia adalah tehnik ikat pakan. Masuknya kain tenun dengan tehnik ikat pakan ini bersamaan dengan dikenalkannya benang sutera dalam perdagangan pada abad sekitar empat belas dan lima belas. Kemudian barang-barang import tersebut dibawa oleh para pedagang Islam India dan Arab ke pulau Sumatera dan Jawa.

Tehnik tenun ikat ini terdapat diberbagai daerah di Kepulauan Indonesia. Daerah-daerah di Indonesia yang terkenal dengan kain ikat diantaranya; Toraja, Sintang, Jepara, Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba, Flores dan Timor. Salah satu kain yang menggunakan tehnik ikat yaitu kain gringsing dari Tenganan, Karangasem, Bali. Sedangkan pendapat Gittinger (1980: 114) dapat disimpulkan bahwa daerah yang menghasilkan tenunan dengan desain benang emas ataupun benang perak terdapat didaerah yang sama dengan daerah pembuat desain atau motif ikat pakan. Daerah itu adalah Sumatera, termasuk Kepulauan Riau, Jawa dan Bali yang berada di wilayah Indonesia bagian Barat. Dalam sejarah pertenunan di Indonesia telah dicatat bahwa

tenunan Negara kita diproduksi dengan menggunakan benang sutera (dalam Suwati Kartiwa, 1989: 6).

(33)

commit to user

benang yang dimana nantinya bagian benang yang dikat nantinya tidak akan terkena pewarna dalam proses pencelupan warna. Dan kemahiran ini telah diturunkan dan diwariskan sejak jaman nenek moyang kita.

Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa tenun ikat merupakan suatu tehnik pengikatan bagian benang yang dimana tahap ini dilakukan sebelum sampai pada tahap pencelupan warna secara tradisional. Dan tehnik ini dilakukan dengan

mengikat bagian benang dengan menggunakan tali atau rafia. Proses ini dilakukan sebelum sampai pada tahap penenunan benang dan yang pada akhirnya akan menjadi sebuah kain tenun .

Di bawah ini merupakan proses mengikat benang pada bagian yang diikat benang lungsinya atau pakannya dalam bentuk ragam hias tertentu:

Gambar 2.1 Teknik Mengikat Benang (Sumber: Suwati Kartiwa, 1989; 10)

(34)

commit to user

Gambar 2.2 Proses atau teknik mengikat benang sebelum proses pemberian warna baik pada benang lungsi ataupun benang pakan.

(Sumber: Suwati Kartiwa, 1989; 10)

1. Macam-macam Tenun Ikat

Ada tiga jenis tenun ikat di Indonesia yaitu dapat dibagi menjadi beberapa

bagian, diantaranya:

a. Tenun Ikat Lungsi

Tenun ikat lungsi merupakan dimana bentuk ragam hias ikat pada kain tenunnya terdapat pada bagian benang lungsinya. Tenun ikat lungsi ini termasuk tenunan yang paling umum maka disebut teknik ikat lungsi. Sesusai dengan namanya, teknik ini menciptakan ragam hias dengan menggunakan teknik ikat dan pencelupan hanya pada benang lungsi atau benang vertikal.

(35)

commit to user

Sedangkan Suwati Kartiwa (2007: 15) menyatakan bahwa, sejarah panjang tenun ikat lungsi sudah ada sejak jaman perunggu sekitar abad 8 sampai abad 2 sebelum Masehi. Tenun ikat lungsi sudah dikenal di daerah pedalaman Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Timur. Derah-daerah tersebut tercatat sebagai Derah-daerah yang paling awal mengembangkan tenun ikat lungsi.

b. Tenun Ikat Pakan

Tenun ikat pakan adalah tenun ikat yang ragam hias ikatnya dibuat pada benang pakan atau benang horizontal. Menurut para ahli tenun ikat pakan relatif baru apabila dibandingkan dengan tenun ikat lungsi. Beberapa ciri tenun ikat pakan ini dikenal sesudah periode jaman prasejarah, diantaranya dalam hal penggunaan benang. Pada awalnya tenun ikat menggunakan bahan benang yang pertama kali dikenal yaitu benang yang terbuat dari kapas. Sebab kapas sudah lama ada di Indonesia, selain kapas juga menggunakan sutera alam.

Menurut Langewis (dalam Suwati Kartiwa, 1989: 10) kain tenun ikat lungsi terdapat didaerah-daerah yang kurang atau sedikit mendapat pengaruh Hindu, Budha dan Islam. Sedangkan daerah tenun ikat pakan terdapat didaerah-daerah yang mendapat pengaruh Hindu, Budha dan Islam. Daerah persebaran tenun ikat pakan antara lain Palembang, Pasemah, Bangka, Kepulauan Riau, Sumatera, Pulau Jawa dan Bali.

Ciri yang didapati pada tenun ikat pakan ialah dilihat dari

warna-warnanya yang terang, mencolok dan meriah. Sedangkan didalam teknik terdapat kombinasi dengan benang emas atau perak yang merupakan benang

(36)

commit to user

c. Tenun Dobel Ikat

Tenun dobel ikat atau tenun ikat berganda untuk pola ragam hiasnya dibuat pada kedua jenis benangnya yaitu benang lungsi dan benang pakan. Keduanya membentuk sebuah pola ragam hias yang simetris. Kain tenun dobel ikat yang berasal dari India disebut kain patola , kain impor ini dibawa oleh pedagang-pedagang Gujarat. Yang menjadi ciri khas dari sebuah kain tenun

dobel ikat ini sendiri yaitu kombinasi dari beberapa bentuk garis geometris belah ketupat, segitiga dan bunga bersudut delapan.

Menurut G.P Rouffaer dalam bukunya “Over Ikat’s. Tjinde’s Patola’s

en Chinde’s” menyatakan bahwa pengaruh patola dari Gujarat mudah diterima

karena di Indonesia sendiri telah mempunyai bentuk yang hampir sama dengan garis-garis geometris dan warna yang ditiru dari bentuk serta warna kulit ular

keberaadaanya. Seperti kain Kasang. Kain khusus ini biasanya dipakai sebagai hiasan dinding yang panjangnya mencapai 20 meter. Di Jawa Tengah kain

kasang ini dibentangkan sebagai hiasan dinding dalam upacara-upacara di Keraton. Selain itu juga ada kain Bentenan, disebut kain Bentenan karena kain ini terdapat dipulau Bentenan, yaitu Minahasa.

(37)

commit to user

Bentenan ini sudah tidak dibuat lagi. (dalam Suwati Kartiwa, 1989: 13). Sedangkan untuk motifnya didapati motif geometris yang menggambarkan bentuk manusia dengan kedua tangan diangkat ke atas.

Dibawah ini merupakan alat tenun tradisional yang digunakan di wilayah kalimantan sejak jaman nenek moyang hingga sekarang. Namun tidak semua daerah penghasil tenun ikat sekarang menggunakan alat ini, banyak sebagian pengrajin yang

sudah menggunakan alat tenun yang dilengkapi dengan injakan kaki dan mereka tidak perlu duduk dibawah lagi tanpa menggunakan kursi. Alat tenun ikat ini memang sudah jarang sekali ditemukan.

Gambar 2.3 Alat Tenun Ikat Tradisional (Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 2007; 45)

D. Motif Kain Tenun Ikat Indonesia

1. Pengertian Motif

Menurut W.J.S Poerwadarminta (1983: 655) dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia mengartikan motif adalah “suatu yang menjadi pokok”. Sedangkan

(38)

commit to user

sedikit komplek, antara lain dalam hubungannya dengan pengertian simetris. Dalam hal ini desain tidak hanya diulang menurut garis pararel, melainkan dibalik sehingga berhadap-hadapan.

Motif adalah desain yang dibuat dari bagian-bagian bentuk, berbagai macam garis atau elemen-elemen, yang terkadang begitu kuat dipengaruhi oleh bentuk-bentuk stilasi alam benda, dengan gaya dan ciri khas tersendiri (Hery Suhersono,

2005: 13).

Yang dimaksud dengan desain tekstil sendiri ialah suatu kegiatan dari perencanaan pembuatan kain-kain tekstil, oleh karenanya desain tekstil merupakan faktor yang sangat penting didalam industri kecil (Gunadi, 1985: 8). Desain dalam tekstil tidak hanya berarti gambar atau pola saja, tetapi dibidang tekstil memiliki arti yang luas yaitu desain merupakan suatu petunjuk proses pembuatan kain-kain tekstil dari mulai benang sam[pai terakhir menjadi pakaian atau barang jadi tekstil.

Di Indonesia khususnya Jawa, Madura dan Bali, pada bagian-bagian bentuk dasar motif tersebut, masing-masing diberi nama ataupun ciri yang di ambil dai istilah bahasa daerah (terutama dari Jawa) seperti istilah ikal (ulir, ukel,dan relung), trubusan, angkup, cawen, benangan dan lain sebagainya.

Ada pula yang menggunakan motif yang biasa disebut dengan motif tumpal. Pemakaian tumpal yang paling terkenal adalah terdapat pada tenun dan batik, maupun pada sarong tenunan ataupun pada sarong batikan terdapat ladjur yang melintang kain itu.

Menurut sejarah sendiri ragam hias atau motif tenunan jaman Neolitikum dan

Dongson mengandung unsur-unsur alam yang mempunyai kekuatan magis yaitu konsepsi dari agama atau kepercayaan tradisional masyarakatnya. Unsur alam yang

mempunyai kekuatan magis itu antara lain beberapa jenis fauna dan flora tertentu, gunung sungai matahari, bintang dan lain-lain. Dalam ragam hias unsur-unsur tadi diwujudkan dalam bentuk-bentuk garis geometris yang berbentuk bintang-bintang.

(39)

commit to user

Maka motif dapat dikatakan sebuah disain atau rancangan yang dibuat dari bagian-bagian bentuk, berbagai macam garis yang dipengaruhi dalam bentuk stilasi atau penggayaan dan memiliki ciri tersendiri.

Di bawah ini merupakan beberapa jenis motif kain tenun ikat Nusantara di antaranya:

1.) Motif Pohon Hayat

Gambar 2.4 Kain Tenun Ikat Motif Pohon Hayat (Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 73)

2.) Motif Fauna a. Motif Kuda

(40)

commit to user b. Motif Naga

Gambar 2.6 Kain Tenun Ikat Motif Naga (Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 7)

c. Motif Rusa

(41)

commit to user

d. Motif Singa

Gambar 2.8 Kain Tenun Ikat Motif Singa (Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 73)

e. Motif Udang

(42)

commit to user f. Motif Ular

Gambar 2.10 Kain Tenun Ikat Motif Ular (Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 71)

g. Motif Bebek

(43)

commit to user 3.) Motif Flora

Gambar 2.12 Kain Tenun Ikat Motif Flora Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 65)

4.) Motif Perahu

(44)

commit to user

Gambar 2.14 Kain Tenun Ikat Motif Perahu (Dokumentasi: Suwati Kartiwa, 1989: 21)

5.) Motif Hias Belah Ketupat

Gambar 2.15 Kain Tenun Ikat Motif Belah Ketupat (Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 71)

6.) Motif Manusia

(45)

commit to user 7.) Motif Pohon Tengkorak

Gambar 2.17 Kain Tenun Ikat Motif Pohon Tengkorak (Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 69)

8.) Motif Pilin atau Spiral

(46)

commit to user 9.) Motif Meander atau Swastika

Gambar 2.19 Kain Tenun Ikat Motif Meander atau Swastika (Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 43)

10.) Motif Kait

(47)

commit to user 11.) Motif Geometris

Gambar 2.21 Kain Tenun Ikat Motif Geometris (Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 69)

E. Pengertian Ragam Hias

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ragam adalah “macam” (1989: 719), sedangkan pengertian Hias adalah “berhias dengan, diperindah dengan”.Ragam

Hias adalah bermacam-macam hiasan, seperti yang dijelaskan oleh W.J.S Poerwadarminta (1983: 1052) ragam hias adalah menurut arti katanya “ragam” dapat berarti bermacam-macam. Maka dapat diartikan bahwa ragam hias adalah berbagai macam kumpulan motif-motif dimana memiliki fungsi sebagai penghias sebuah kain sebagai corak tertentu.

F. Pengertian Sarung Goyor

(48)

commit to user

internasional, sarung (sarong) berarti sepotong kain lebar yang pemakaiannya dibebatkan pada pinggang untuk menutup bagian bawah tubuh (pinggang ke bawah)

(id.wikipedia.org/wiki/Sarung).

Kain sarung dibuat dari bermacam-macam bahan mulai dari katun, poliester, atau sutera. Penggunaan sarung sangat luas, untuk santai di rumah hingga pada

penggunaan resmi seperti ibadah atau upacara perkawinan. Pada umumnya penggunaan kain sarung pada acara resmi terkait sebagai pelengkap baju daerah tertentu. Sedangkan motif kain sarung sendiri pada umum adalah garis-garis yang saling melintang. Namun demikian, sarung untuk pakaian daerah dapat pula dibuat dari bahan tenun ikat, songket, serta tapis.

Jenis kain ini tentu sudah lekat dengan masyarakat di Indonesia. Kain panjang yang dijahit sisi-sisinya sehingga membentuk tabung ini digunakan sebagai penutup bagian perut sampai mata kaki, dengancara dililitkan. Sarung bisa digunakan baik laki-laki maupun perempuan untuk kepentingan adat maupun keseharian. Pembuatan kain sarung biasanya menggunakan mesin maupun alat tenun bukan mesin (ATBM). Sarung Goyor adalah salah satu kain sarung yang dibuat menggunakan alat tenun bukan mesin.

Sarung goyor sendiri dapat diartikan sebagai sarung yang lembek. Goyor dalam bahasa Jawa artinya lembek karena jika digunakan kainnya jatuh, lembek tidak kaku maka disebut Sarung Goyor. Adapula yang menyebut kain byur artinya pun sama. Jenis kain yang adem ini tentu cocok untuk masyarakat Indonesia yang berada

di kawasan tropis yang bersuhu panas (http://sarung.net/tag/sarung-goyor/).

Pada setiap proses menenun perlu mempersiapkan alat dan bahan atau perlengkapan untuk menenun khususnya tenun ikat tradisional. Pada umumnya setiap daerah di Indonesia memiliki perlengkapan tenun yang sama. Diantaranya yaitu:

1. Bahan

a. Pewarna Naptol

(49)

commit to user

merupakan zat pewarna sintetis atau buatan. Naftol tergolong kedalam zat pewarna reaktif yang banyak kita jumpai di pasaran. Penggunaan pewarnaan naptol ini di pakai bapak Sudarto karena penggunaannya yang mudah dan praktis tidak memakan banyak waktu. Selain itu juga daya tahan zat pewarna ini cukup kuat.

Gambar 2.22 Naptol (Dokumentasi: Maylinda A., 2012)

b. Kostik

Kostik merupakan kristal campuran pewarna naptol

Gambar 2.23 Kostik

(50)

commit to user c. Benang

Benang merupakan bahan dasar dalam membuat kain tenun ikat. Seperti yang dikatakan oleh Dahlan, 1982:

“Bahan baku dalam pembuatan kain adalah benang. Sesuai dengan maksud

proses dan tujuan akhirnya benang tersebut dapat dibedakan dalam benang lungsi, pakan dan benang rajut. Sedangkan sesuai penggunaannya benang itu masih dibedakan pula dalam jenis seratnya seperti kapas, sutera, dan benang serap campuran, disamping macamnya yaitu benang-benang tunggal, rangkap dan gintir”(h.9).

Gambar 2.24 Benang (Dokumentasi: Maylinda A., 2012)

2. Alat

a. Mesin Hang

(51)

commit to user

Gambar 2.25 Mesin Hang (Dokumentasi: Maylinda A., 2012)

b. Mesin Kelos (Klos)

Masyarakat Sukoharjo menyebut mesin ini dengan sebutan mesin klos-klosan. Mesin ini digunakan untuk memintal benang ke sebuah benda yang disebut kletek.

(52)

commit to user c. Kletek

Alat yang terbuat dari bahan dasar kayu ini merupakan alat yang digunakan untuk meletekan benang pakan maupun benang lungsi sehingga menjadi sebuah gulungan-gulungan kecil.

Gambar 2.27 Kletek

(Dokumentasi: Maylinda A., 2012)

d. Malet

Alat yang disebut malet ini digunakan untuk meletakan benang pakan yang dimana nantinya akan diletakan didalam (tropong) atau Tereopong.

Gambar 2.28 Malet

(53)

commit to user e. Teropong (Tropong)

Masyarakat desa biasanya menyebut alat ini dengan sebutan tropong. Alat yang digunakan untuk meletakan benang pakan.

Gambar 2.29 Teropong (Dokumentasi: Maylinda A., 2012)

f. Timbangan

Digunakan untuk menimbang bahan pewarna dengan bahan campuran seperti naptol dan kostik.

Gambar 2.30 Timbangan (Dokumentasi: Maylinda A., 2012)

g. Mesin Sekir

Mesin ini dibagi menjadi dua macam yaitu mesin sekir Bom (untuk

(54)

commit to user

Gambar 2.31 Skir Bom (Dokumentasi: Maylinda A., 2012)

Gambar 2.32 Skir Plangkan (Dokumentasi: Maylinda A., 2012)

h. Mesin Tenun

(55)

commit to user

didalam laci sehingga teropong dapat meluncur dari laci kiri ke laci kanan), lade (untuk tempat penyimpanan dan meluncurnya teropong dan merapatkan benang pakan setiap proses pertenunan), gun dengan bagian-bagian pembentuk mulut lungsi (untuk mengatur benang-benang lungsi helai per helai sesuai dengan jumlah lungsi dan rencana tenunnya), rol penggulung lungsi dan penggulung kain(berfungsi untuk menggulung lungsi dibuat dari kayu atau

logam (pipa) (Liek Soeparli,dkk., 1973: 5-9). Di bawah ini merupakan bagian-bagian mesin tenun tradisional:

1. Bom lungsi 2. Bom Kain 3. Poros Utama 4. Rangka Gun 5. Rol Kerekan 6. Rol Injakan 7. Lade 8. Poros Lade 9. Benang Lungsi 10.Kain Tenunan

(56)

commit to user Seni Kerajinan H. Kerangka Berfikir

Dalam penelitian ini kerangka pemikiran ditulis untuk mempermudah dalam penalaran dan masalah yang didasarkan pada tema, yang digambarkan sebagai berikut :

Gambar Bagan 2 Kerangka Berfikir

Keterangan :

Kerajinan terdiri dari beberapa macam, salah satunya adalah kerajinan kain tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) atau yang biasa di sebut dengan kain tenun ikat tradisional. Kerajinan tenun ikat ini termasuk ke dalam seni kriya tekstil. Seni kerajinan tenun ikat ini sangatlah penting karena disamping sebagai salah satu warisan budaya bangsa, tenun ikat juga mempunyai peran yang sangat penting dalam

Seni Kerajinan Tenun Ikat ATBM ( Alat Tenun Bukan Mesin ) Bapak

(57)

commit to user

perekonomian bangsa. Untuk itu kita sebagai masyarakat bangsa perlu melestarikan dan mengembangkan kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin).

Kerajinan tenun ikat bapak Sudarto merupakan salah satu tempat yang ikut serta dalam melestarikan dan mengembangkan kerajinan tenun ikat ATBM Alat Tenun Bukan Mesin) yang dapat dilihat dari sejarah yang melatarbelakangi berdirinya usaha kerajinan tenun ikat sarung goyor, ide penciptaan sampai dengan

(58)

commit to user

37 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian kerajinan tenun ikat ini dilaksanakan di Kelurahan Pojok, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo, tepatnya di Desa Kenteng Rt.01/ Rw 05. Adapun alasan pengambilan lokasi penelitian didaerah tersebut adalah (1) Kerajinan tenun ikat Bapak Darto merupakan salah satu indusrti yang ikut serta dalam usaha mengembangkan dan melestarikan seni kerajinan tenun ikat di Indonesia. (2) Selain sebagai tempat pembuatan tenun ikat, ditempat tersebut juga sebagai tempat pengumpulan terakhir produk kerajinan tenun ikat dari setiap cabangnya yang tersebar luas disekitar daerah Sukoharjo sebelum sampai pada proses pengiriman (ekspor). Sehingga dari lokasi tersebut dapat dikumpulkan data secara lengkap. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2012. Akan tetapi apabila data-data dalam penelitian belum mencukupi, tidak menutup kemungkinan pelaksanaan penelitian ini di perpanjang waktu penelitiannya hingga kekurangan data-datanya menjadi lengkap.

B. Bentuk dan Strategi Penelitian

Dengan melihat permasalahan yang ada maka bentuk dan strategi penelitian

ini menggunakan deskriptif kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Lexy J Moleong, 1989: 3) mendefinisikan “Metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh).

(59)

commit to user

untuk mengetahui latar belakang sejarah pembuatan tenun ikat, mengetahui alat dan bahan pembuatan kain tenun ikat, dan proses pembuatan kain tenun ikat khususnya dalam pembuatan kain tenun ikat sarung goyor yang menjadi ciri khas masyarakat Sukoharjo khususnya. Sehingga studi kasus tunggal ini dimaksudkan bahwa penelitian hanya mengadakan penelitian pada satu lokasi saja.

C. Sumber Data

Menurut Lofland dan Lofland, sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lainnya (Lexy J Moleong, 1989: 122). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Informan, Tempat Peristiwa, dan Arsip atau Dokumen. Ketiga sumber data tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Informan

Informan merupakan orang yang memberikan informasi tentang situasi yang diteliti, yaitu memberikan informasi tentang latar belakang berdirinya kerajinan tenun ikat dan proses pembuatan kerajinan tenun ikat sarung goyor.

Dalam penelitian ini digunakan dua kategori informan, yaitu informan pokok dan informan pelengkap. Informan pokok yang dimintai informasi mengenai masalah yang terkait dengan penelitian ini adalah: Bapak Sudarto sebagai pemilik usaha kerajinan tenun ikat. Sedangkan informan pelengkap yang digunakan untuk menggali informasi adalah; Joko sebagai pewaris tunggal kerajinan tenun ikat, dan para karyawan usaha kerajinan tenun ikat.

2. Tempat dan Peristiwa

(60)

commit to user

yang dijadikan sebagai sumber data yang bersifat khusus diarahkan pada berbagai tempat yang digunakan untuk mengerjkan kerajinan tenun ikat di Desa Kenteng.

Peristiwa-peristiwa yang dikaji pada umumnya meliputi perilaku sehari-hari pengrajin setempat yang berkaitan dengan kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin).

3. Arsip atau Dokumen

Menurut Nasution (1996: 85) data dalam penelitian naturalistik kebanyakan diperoleh dari sumber manusia atau human resources, melalui observasi dan wawancara. Arsip atau dokumen merupakan sumber data bukan manusia atau non human resources, melainkan berupa benda di antaranya gambar atau foto dan rekaman peristiwa.. Dalam penelitian ini dokumen yang diambil adalah kain tenun ikat berupa sarung goyor dan buku-buku yang berhubungan dengan kain tenun ikat tradisional.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan salah satu teknik yang digunakan dalam penelitian guna mendapatkan data-data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan yang ada. Menurut Goetz dan LeCompete (dalam H.B Sutopo, 2002: 58) adapun strategi pengumpulan data dalam penelitian kualitatif secara umum dapat dikelompokan kedalam dua cara, yaitu metode atau teknik pengumpulan data yang bersifat interaktif dan non interaktif .

Maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Observasi Langsung

(61)

commit to user

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi langsung yaitu penulis secara langsung terjun ke lokasi penelitian untuk mengamati kegiatan dengan menggunakan situasi yang sebenarnya. Pada observasi langsung dapat dilakukan dengan mengambil peran atau tak berperan. Menurut Spradley menjelaskan bahwa pelaksanaan teknik dalam observasi dapat dibagi menjadi (1) Tak berperan sama sekali. (2) Observasi berperan yaitu terdiri dari (1) Berperan pasif, (2) Berperan aktif

dan (3) Berperan penuh, dalam arti peneliti benar-benar menjadi warga (bagian) atau anggota kelompok yang sedanh diamati (H.B Sutopo: 2002, 64-65).

2. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interview) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Lexy J Moleong, 1989: 148).

Wawancara didalam penelitian kualitatif pada umumnya tidak dilakukan secara terstruktur ketat dan dengan pertanyaan tertutup seperti didalam penelitian kuantitatif, tetapi dilakukan secara tidak terstruktur atau sering disebut “wawancara mendalam” (H.B Sutopo, 2002: 59).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara tidak terstruktur tujuannya ialah memperoleh keterangan yang terinci dan mendalam mengenai latar belakang sejarah berdirinya dan proses pembuatan tenun ikat tradisional sarung goyor. Wawancara ini akan ditujukan kepada para informan yaitu pemilik usaha

kerajinan tenun ikat tradisional yaitu bapak Darto, putra ketiga dari bapak Darto sebagai pewaris dan penerus usaha kerajinan tenun ikat tradisional dan para pengrajin

(62)

commit to user

3. Analisis Dokumen atau Arsip

Dokumen ialah setiap bahan tertulis ataupun film, lain dari record, yang tidak di persiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik (Guba dan Lincoln dalam Lexy J Moleong, 1989: 176).

Dokumen tertulis dan arsip merupakan sumber data yang sering memiliki posisi penting dalam penelitian kualitatif. Terutama bila sasaran kajian mengarah

pada latar belakang atau berbagai peristiwa yang terjadi dimasa lampau yang berkaitan dengan kondisi atau peristiwa masa kini yang sedang diteliti (H.B Sutopo, 2002: 69). Dalam penelitian ini dokumen yang dijadikan sumber informasi adalah berbagai macam alat tenun, karya-karya kerajinan berupa kain tenun ikat sarung goyor dan buku-buku yang memuat teori mengenai tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin).

E. Teknik Sampling

Teknik Sampling atau dapat disebut juga dengan teknik cuplikan merupakan suatu bentuk kasus atau proses bagi pemusatan atau pemilihan dalam penelitian yang mengarah pada seleksi (H.B Sutopo, 2002: 55)

Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan purposive sampling yaitu suatu teknik yang pengambilan sampel yang dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu. H.B Sutopo (2002: 56) menyatakan bahwa, dalam penelitian purposive sampling cenderung peneliti memilih informan yang di anggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data

yang mantap.

Menurut Patton (dalam H.B Sutopo, 2002; 56) didalam pelaksanaan

(63)

commit to user

F. Validitas Data

Validitas membuktikan bahwa apa yang diamati oleh peneliti sesuai dengan apa yang sesungguhnya ada dalam dunia kenyataan, dan apakah penjelasan yang diberikan tentang dunia memang sesuai dengan yang sebenarnya ada atau terjadi. Menurut H.B Sutopo (2002: 77) menyatakan valiliditas merupakan data yang telah berhasil digali, dikumpulkan dan dicatat dalam kegiatan penelitian, harus diusahakan

kemantapan dan kebenarannya. Untuk memperoleh keabsahan data informasi secara lengkap dan terpercaya maka digunakan dua cara meliputi:

1. Trianggulasi

Trianggulasi merupakan cara yang paling umum digunakan bagi peningkatan validitas dalam penelitian kualitatif. Trianggulasi merupakan teknik yang dicari pola pikir fenomologi yang bersifat multiperspektif. Artinya untuk menarik simpulan yang mantap, diperlukan tidak hanya satu cara pandang (H.B Sutopo, 2002: 78). Trianggulasi juga dapat diartikan sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data dimana memanfaatkan sesuatu yang lain diluar itu keperluan pengecekan atau sebagai pembanding.

Sedangkan menurut patton (dalam H.B Sutopo, 2002: 78) menyatakan bahwa ada empat macam teknik trianggulasi, yaitu (1) trianggulasi data (data triangulation), (2) trianggulasi peneliti (investigator triangulation), (3) trianggulasi metodologis (methodological triangulation), (4) triangulation teoritis (theoretical triangulation).

Teknik triangulation untuk mengecek keabsahan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik trianggulasi data atau yang biasa disebut dengan

trianggulasi sumber. Menurut patton trianggulasi data yaitu mengarah peneliti agar dalam mengumpulkan data, ia wajib menggunakan beragam sumber data yang

(64)

commit to user

2. Review Informan

Teknik ini juga merupakan salah satu usaha pengembangan validitas peneliti yang sering digunakan oleh peneliti kualitatif. Review Informan yaitu pada waktu peneliti sudah mendapatkan data yang cukup lengkap dan berusaha menyusun sajian data walaupun masih belum utuh dan menyeluruh, maka unit-unit laporan yang disusun perlu dikomunikasikan dengan informannya, khususnya yang dipandang

sebagai informan pokok (key informan) (H.B Sutopo, 2002: 83 ). Maka data yang telah disusun sementara, ditunjukkan kepada para informan untuk diperiksa apakah ada kesalahan yang perlu direvisi sesuai dengan yang sebenarnya sehingga akan didapat keabsahan data yang lengkap dan terpercaya.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses analisis akhir yang perlu dilakukan yaitu perlunya pengaturan data yang telah disesuaikan (H.B Sutopo, 2002: 87). Data yang berupa deskripsi kalimat yang dikumpulkan lewat observasi dan wawancara, mencatat dokumen, dan lain-lain.

Penelitian ini menggunakan model analisis jalinan atau mengalir (flow model analysis). Proses analisis dengan tiga komponen analisisnya tersebut saling menjalin dan dilakukan secara terus menerus didalam proses pelaksanaan pengumpulan data. Didalam model analisis jalinan ini terdapat tiga komponen alur yang saling berkaitan serta menentukan hasil akhir analisis yaitu:

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan komponen pertama dalam analisis yang merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan absraksi data (H.B Sutopo, 2002 :

(65)

commit to user

2. Penyajian Data

Sebagai analisis kedua, sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan. Menrut H.B Sutopo (2002: 92) ; menyatakan sajian data ini merupakan rakitan kalimat yang disusun secara logis dan sistematis, sehingga bila dibaca, akan bisa mudah dipahami berbagai hal yang terjadi dan memungkinkan

peneliti berbuat sesuatu pada analisis ataupun tindakan lain berdasarkan pemahannya tersebut.

3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Langkah ini merupakan langkah terakhir dalam proses analisis data yaitu simpulan akhir pada proses pengumpulan data. Simpulan perlu diverivikasi agar cukup mantap dan benar-benar bisa dipertanggung jawabkan. Ketiga unsur tersebut saling berkaitan dan berhubungan terus menerus selama penelitian berlangsung. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis model mengalir atau flow model analysis dimana pada saat peneliti reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan merupakan jalinan yang saling terkait sebelum, selama dan sesudah pengumpulan data. Selain itu tiga komponen analisis tersebut aktivitasnya dapat dilakukan dengan cara interaksi, baik antar komponennya, maupun dengan proses pengumpulan data, dalam proses yang berbentuk siklus (H.B. Sutopo, 2002: 95). Dalam bentuk ini seorang peneliti tetap bergerak diantara ketiga komponen tersebut dengan proses pengumpulan data selama kegiatan pengumpulan data berlangsung.

Apabila proses pengumpulan data sudah berakhir, peneliti tetap bergerak diantara tiga komponen dengan menggunakan waktu yang masih tersisa. Untuk lebih jelasnya,

(66)

commit to user

Pada tahap prosedur penelitian ini merupakan tahap yang harus dilakukan oleh seorang peneliti, dimana dalam tahap ini penelitian akan memberikan suatu gambaran tentang keseluruhan perencanaan, pelaksanaan pengumpulan data, analisis data serta penafsiran terhadap data yang dikumpulkan sampai dengan penulisan

laporan penelitian. Tahap penelitian yang menggambarkan kegiatan sejak persiapan awal sampai pembuatan laporan hasil penelitian, sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

a. Menyusun rancangan berupa usulan penelitian atau proposal.

b. Memilih lapangan penelitian yaitu Desa Kenteng, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo.

(67)

commit to user

d. Menjajaki keadaan lapangan yaitu peneliti mengenal segala unsur lingkungan sosial dan fisik.

e. Memilih informan yaitu orang yang dipandang mengetahui permasalahan dalam penelitian dan bersedia memberikan informasi kepada peneliti.

f. Menyiapkan persiapan penelitian.

2. Tahap Kerja Lapangan

a. Memahami latar belakang penelitian dan persiapan diri.

b. Mengumpulkan data melalui serangkaian observasi atau pengamatan secara langsung mengenai tenun ikat tradisional.

c. Melanjutkan pengumpulan data yang lebih terfokus dan terinci.

3. Tahap Analisis Data

Setelah semua data yang diperlukan sudah terkumpul kemudian dilakukan proses analis data. Pada tahap ini data yang terkumpul dari observasi berupa catatan lapangan, data hasil wawancara, gambar, foto, dokumen dan sebagainya.

4. Tahap Penyusunan Laporan

Bagian terakhir dari prosedur penelitian yaitu penyusunan hasil laporan dari mulai pelaksanaan proses awal sampai dengan proses akhir penelitian, sampai pada penyusunan skripsi secara lengkap diantaranya:

a. Menyusun kelengkapan data yang talah terkumpul.

b. Menyusun laporan awal secara lengkap.

c. Menyusun laporan perbaikan atau memeriksa laporan.

(68)

commit to user

47 BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

Dukuh Kenteng merupakan salah satu daerah yang terdapat di Desa Pojok, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah. Daerah ini

merupakan salah satu daerah yang menghasilkan kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) yaitu sarung goyor.

Jarak tempuh desa ini dari ibu kota Provinsi Jawa Tengah (Semarang) sekitar 120 km. Sedangkan bila dari pusat kota Sukoharjo desa ini berjarak sekitar 7 km dan apabila di tempuh dari pusat pemerintahan Kecamatan Tawangsari, desa ini berjarak sekitar 3 km atau sekitar 10 menit perjalanan.

Gambar 4.1 Tugu Masuk Dukuh Kenteng (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)

(69)

commit to user

berbatasan dengan sebelah Utara ialah Bengawan Solo, sebelah Selatan Desa Kateguhan, Sebelah Barat Desa Tangkisan dan sebelah Timur berbatasan dengan Desa Delangan. Desa ini memiliki suhu udara rata-rata sekitar 32ºC.

Gambar 4.2 Peta Desa Pojok

(Sumber: Arsip Kepala Desa Kenteng, 2006)

Berdasarkan data monografi terakhir Desa Pojok pada tahun 2011 penduduk desa berjumlah 4.994 orang dengan jumlah Kepala Keluarga 1322 orang. Penduduk yang berjenis kelamin laki-laki 2510 orang dan yang berjenis kelamin perempuan 2484 orang.

Gambar

Gambar 2.1 Teknik Mengikat Benang (Sumber: Suwati Kartiwa, 1989; 10)
Gambar 2.2 Proses atau teknik mengikat benang sebelum proses pemberian warna
Gambar 2.24 Benang
Gambar 4.6 Bahan AS
+7

Referensi

Dokumen terkait

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM KAIN TENUN ALAT TENUN BUKAN MESIN (ATBM) MOTIF MEKEPUNG DI KABUPATEN JEMBRANA.. I GEDE BAGUS YUDHANEGARA

// Desa wisata ini menarik untuk dikunjungi wisatawan / karena terdapat industri kerajinan tenun tradisional dengan menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM) dan juga kerajinan

Kajian yang dipilih adalah pola grup kristalografi pada kain tenun ikat Dayak Desa Kalimantan Barat yang ditinjau dari simetri yang terdapat pada motif kain nya... Kain tenun

Proses pembuatan tenun ikat gringsing menggunakan bahan-bahan alami dan alat-alat tradisional, proses pembuatannya yang membutuhkan waktu hingga puluhan tahun, dan

Bahan sarung tenun ikat Donggala dari tahun 2009–2013 tidak terdapat perubahan yaitu menggunakan bahan dari benang sintetis campuran katun dan kapas yang biasa disebut

Selain dari faktor geografis, faktor lain yang menghambat perkembangan tenun ikat ini ialah kurangnya informasi bahwasanya di Desa Jajar terdapat pengerajin tenun

mengenai nama ragam hias motif dan macam-macam ragam hias motif ukiran, bahan dan alat yang dipergunakan dan dalam proses pembuatan motif ragam hias ukiran khususnya

Diagram Pembentukan GKM Standarisasi proses pembuatan kain tenun ikat, adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:  Langkah pertama, yang dilakukan penenun memisahkan kapas dan biji