• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Metode Stratifikasi Suhu Rendah, Krioprotektan dan Kriopreservasi Terhadap Viabilitas Benih Rosela (Hibiscus sabdarifa L)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Metode Stratifikasi Suhu Rendah, Krioprotektan dan Kriopreservasi Terhadap Viabilitas Benih Rosela (Hibiscus sabdarifa L)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Tanaman rosela diklasifikasikan dengan kingdom Plantae, divisio

Spermatophyta, subdivisio Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Malvales,

famili Malvaceae, genus Hibiscus, species Hibiscus sabdariffa L.

(Mardiah, dkk., 2009).

Batang merupakan herba tahunan yang biasanya mencapai ketinggian 0,5-3

meter. Bentuk batang bulat, tegak, berkayu, banyak percabangan dan berwarna

merah (Widyanto dan Nelistya, 2008).

Daunnya tunggal, berbentuk bulat telur, pertulangan menjari dan letaknya

berseling dan pinggiran daun bergerigi dan daun berwarna hijau berbentuk hijau

(bulat telur) dengan ujung daun yang meruncing atau bercangap. Daun memiliki

tulang-tulang menjari warna merah dan tepi beringgit dengan banyak kelenjar

pada permukaan bawahnya daun letaknya berseling-seling (spiral) mengelilingi

batang tanaman yang terdiri dari tangkai daun, helai daun dan tidak mempunyai

upih (vagina) dan ukuran daun panjang dapat mencapai 6-15 cm dan lebar 5-8 cm

(Wijayanti, 2010).

Bunga rosela yang keluar dari ketiak daun merupakan bunga tunggal,

artinya pada setiap tangkai hanya terdapat satu bunga. Bunga ini mempunyai 8-11

helai kelopak yang berbulu, panjangnya 1 cm, pangkalnya saling berlekatan dan

berwarna merah dan ukuran bunga cukup besar, diameter ketika sedang mekar

lebih dari 12,5 cm dan memiliki dasar bunga pendek. Kelopak bunga ini sering

dianggap sebagai bunga oleh masyarakat. Bagian inilah yang sering dimanfaatkan

(2)

dari 5 helaian, panjangnya 3-5 cm. Tangkai sari merupakan tempat melekatnya

kumpulan benang sari berukuran pendek dan tebal, panjangnya sekitar 5 mm dan

lebar sekitar 5 mm. Putiknya berbentuk tabung, berwarna kuning atau merah,

bunga rosela bersifat hermaprodit (mempunyai bunga jantan dan bunga betina)

sehingga mampu menyerbuk sendiri (Mardiah, dkk., 2009).

Buah berbentuk kerucut, berambut, terbagi menjadi 5 ruang, berwarna

merah. Bentuk biji menyerupai ginjal, berbulu dengan panjang 5 mm dan lebar

4 mm. Saat masih muda, biji berwarna putih dan setelah tua berubah menjadi

abu-abu (Maryani dan Kristina, 2005).

Benih Ortodoks dan Benih Rekalsitran

Benih adalah awal kehidupan dari suatu budidaya tanaman dan

keberhasilan peningkatan produksi dalam usaha tani sangat dipengaruhi oleh

benih yang digunakan. Untuk mencapai produk yang maksimum, benih yang akan

ditanam harus memiliki mutu tinggi. Benih itu tidak cukup hanya memiliki

kemampuan reproduksi normal pada kondisi yang optimum, tetapi juga pada

kondisi yang sub optimum. Benih yang memiliki vigor kekuatan tumbuh

demikian akan mampu mencapai produksi maksimum pada kondisi optimum.

(Sadjad, 1994).

Benih ortodoks adalah benih yang dapat dikeringkan dan disimpan pada

suhu rendah dalam jangka waktu yang lama sehingga dapat bertahan hidup lebih

lama. Viabilitas benih ortodoks dapat dijaga dengan mengeringkan benih dan

menyimpannya pada suhu rendah. Kadar air yang rendah pada benih ini

(3)

Mengklasifikasikan benih menurut sifatnya benih ortodoks adalah benih

yang tahan dikeringkan hingga kadar air yang rendah lebih kurang 5% dan toleran

terhadap suhu rendah. Benih ortodoks berasal dari spesies tanaman setahun yang

tumbuh di daerah terbuka, dan mempunyai periode simpan yang lama tergantung

pada temperature dan kadar air selama masa simpan (Mulsanti, 2002).

Benih rekalsitran adalah benih yang memiliki kadar air kritis yang tinggi,

sehingga bila benih dikeringkan di bawah kadar air tersebut, viabilitas benih

menurun dengan cepat. Keadaan ini menyebabkan benih golongan ini hanya dapat

disimpan selama beberapa minggu atau bulan, bahkan ada benih yang hanya

bertahan beberapa hari sebelum viabilitasnya menurun dengan cepat. Benih

rekalsitran peka terhadap pengeringan dan umumnya mati bila dikeringkan di

bawah kadar air kritis (12-35%). Pada rentan kadar air ini dapat terjadi

pertumbuhan jamur dan peningkatan suhu di dalam benih atau perkecambahan,

karena itu benih rekalsitran lebih pendek umurnya walaupun kondisi kelembaban

tinggi sehingga membutuhkan teknik penyimpanan yang lebih baik

(Fitriyatmi, 1996).

Nitrogen Cair

Nitrogen cair dapat diperoleh pada temperatur -1960C, temperatur yang

cukup rendah, dimana diketahui efek temperatur rendah dan tinggi sama saja, bisa

menghancurkan benda-benda yang dilewatinya, sesuai dengan ketahanan dan

kekuatan benda yang dilewatinya. Nitrogen adalah senyawa kimia yang bersifat

inert, mempunyai rumus molekul N. Biasanya ditemukan sebagai gas tanpa

warna, tanpa bau, tanpa rasa dan merupakan gas diatomik bukan logam yang

(4)

zat lemas karena zat ini bersifat malas, tidak aktif bereaksi dengan unsur lain

(Amri, 2011).

Nitrogen cair adalah salah satu kriogen yang paling banyak digunakan

mudah dan banyak tersedia, ramah lingkungan, tidak mudah terbakar, murah, dan

memiliki temperatur paling rendah diantara kriogen lainnya yaitu -1960

Nitrogen cair diproduksi menggunakan bahan baku udara, dimana udara

ditekan dalam kompresor, kemudian dicairkan dan dilakukan pemisahan antara

nitrogen, oksigen dan argon. Dikenal beberapa teknologi pemisahan nitrogen dari

udara, diantaranya adalah : 1. Pressure Swing Adsorption (PSA) yang digunakan

dalam generator oksigen dan nitrogen 2. Vacuum-Pressure Swing Adsorption

(VPSA) yang digunakan dalam generator oksigen dan 3. Membran pemisahan

yang digunakan untuk menghasilkan gas nitrogen (Amri, 2011).

C sehingga

menyebabkan jaringan lebih cepat beku. Kerugiannya yaitu penggunaan nitrogen

cair yang terlalu agresif akan meninggalkan hipopigmentasi permanen

(Daulay, 2010).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Kriopreservasi

Kriopreservasi adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk

mengonservasi sumber daya genetik terutama terhadap tanaman yang mempunyai

karakteristik benih. Melalui metode ini material tanaman dapat diawetkan tanpa

mengubah morfologi maupun kandungan biokimianya, sehingga dapat juga

digunakan untuk kelestarian jenis-jenis tanaman langka dan hampir punah.

Metode ini sudah berkembang dengan baik dan menjadi metode rutin untuk

beberapa jenis tanaman. Ketahanan terhadap kondisi dingin beku (freezing) di

(5)

yang berasal dari daerah beriklim sedang maupun tropik pada berbagai kultur

jaringan tanaman (Syamsuwida dan Aminah, 2008).

Teknik kriopreservasi merupakan teknik penyimpanan pada suhu yang

sangat rendah (-196oC) dalam nitrogen cair. Teknik ini potensial dikembangkan

untuk penyimpanan plasma nutfah tumbuhan dalam jangka panjang. Dengan

teknik kriopreservasi, pembelahan sel dan proses metabolisme dalam sel, jaringan,

atau organ bahan tanaman yang disimpan dapat dihentikan sehingga tidak terjadi

modifikasi atau perubahan dalam waktu yang tidak terbatas. Kondisi suhu

penyimpanan bahan tanaman dengan teknik kriopreservasi sangat rendah, yaitu

-160 hingga -1800C (nitrogen fase uap) bahkan sampai -1960

Teknik kriopreservasi juga tidak menyebabkan perubahan genetik,

sehingga stabilitas genetik bahan yang disimpan lebih terjamin karena tidak

menggunakan zat penghambat tumbuh dalam jangka waktu yang lama

(Roostika, dkk., 2004).

C (nitrogen fase cair)

(Roostika dan Mariska, 2003).

Setiap teknik penyimpanan mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pada

penyimpanan in vitro jangka pendek dan jangka menengah diperlukan tindakan

subkultur yang berulang-ulang sehingga kurang efisien dalam hal waktu, tenaga,

ruangan, dan biaya. Tindakan tersebut juga dapat menyebabkan kultur mengalami

kontaminasi dan kehilangan vigoritas karena kehabisan unsur hara yang terdapat

dalam media dan berpeluang terjadinya perubahan genetik akibat penggunaaan zat

penghambat tumbuhan dalam jangka waktu yang relatif lama. Teknik

kriopreservasi dapat dibedakan atas teknik lama dan teknik baru. Teknik lama

(6)

dengan pembekuan pada suhu dibawah titik beku air hingga -400C, sedangkan

teknik baru didasarkan pada vitrification, yaitu dehidrasi yang di induksi pada

suhu diatas titik beku air. Teknik lama juga disebut teknik pembekuan lambat atau

teknik pembekuan 2 tahap. Teknik pembekuan 2 tahap meliputi inkubasi sel pada

krioprotektan dengan total konsentrasi 1-2 M yang menyebabkan dehidrasi

moderat dan diikuti oleh pembekuan lambat, misalnya dengan 10C per menit

hingga suhu -350

Namun demikian, belum ada metode dengan tujuan yang sama untuk

struktur tanaman yang lebih kompleks seperti apeks dan embrio, sehingga masih

perlu dilakukan penelitian mendalam untuk mendapatkan metode yang baku dan

dapat diaplikasikan secara lebih luas. Dalam prosedur vitrivikasi, bahan tanaman

harus cukup terdehidrasi secara osmotik pada suhu tidak dingin dengan memberi

konsentrasi larutan vitrivikasi yang tinggi untuk menghindari kristalisasi saat

dimasukkan ke dalam larutan nitrogen. Ketidakmampuan benih untuk menoleransi

pengeringan hingga kadar air optimum yang dapat disimpan pada suhu di bawah

-5

C, lalu pembekuan dalam nitrogen cair dan selanjutnya thawing

(pelelehan) (Roostika dan Mariska, 2003).

0

Sejumlah faktor yang mempengaruhi keberhasilan kriopreservasi dengan

teknik pembekuan lambat adalah 1. Kecepatan pembekuan, 2. Jenis dan

konsentrasi krioprotektan, 3. Suhu akhir pembekuan dan 4. Tipe dan keadaan

fisiologis bahan yang akan disimpan. Jika pembekuan terlalu lambat maka sel

terlalu terdehidrasi sehingga konsentrasi zat elektrolit dalam sel menjadi tinggi.

Jika pembekuan terlalu cepat maka sel kurang mengalami dehidrasi sehingga

C memerlukan percobaan lebih intensif

(7)

terjadi formasi es intraselular yang bersifat letal. Penambahan kriprotektan dalam

memelihara keutuhan membran dan meningkatkan potensial osmotik media

sehingga cairan di dalam sel mengalir ke luar dan terjadi dehidrasi

(Roostika dan Mariska, 2003).

Kriopreservasi didefenisikan sebagai teknik penyimpanan untuk spesimen

biologi pada suhu yang sangat rendah (-1960

Teknik kriopreservasi yang baru dapat diterapkan pada penyimpanan

berbagai jenis eksplan seperti suspensi sel, kalus embriogenik, meristem, tunas

apical, tunas aksilar, biji dan polen. Penyimpanan eksplan dalam teknik suspensi

sel, kalus embriogenik, biji dan polen dimaksudkan untuk mempertahankan dan

melestarikan keragaman genetik. Suspensi sel embriogenik sering digunakan

terutama untuk tanaman monokotil sebagai bahan untuk transformasi dan

khususnya bagi tanaman steril yang tidak dapat menghasilkan embriozigotik

(biji). Biji dan polen biasanya disimpan dengan teknik desikasi karena kandungan

air dalam kedua bahan tersebut relatif lebih sedikit (Roostika dan Mariska, 2003). C) pada media cryogenic seperti

nitrogen cair. Penyimpanan dengan pembekuan pada nitrogen cair merupakan

metode yang potensial untuk penyimpanan dalam jangka panjang untuk

konservasi plasma nutfah tumbuhan. Pada suhu yang sangat rendah seluruh proses

pembelahan sel dan metabolisme berhenti, dan mengalami konservasi yang secara

teoritis tidak terbatas oleh waktu (Pancaningtyas, 2013).

Penyimpanan material tanaman dengan teknik kriopreservasi, proses

pembelahan sel dan proses metabolisme dalam sel, jaringan atau organ yang

disimpan dapat dihentikan, sehingga bahan tanaman dapat disimpan tanpa terjadi

(8)

didasarkan pada salah satu metabolisme reduksi (kehilangan media kultur,

dehidrasi sebagian) atau penahanan metabolisme melalui kriopresevasi dalam

nitrogen cair pada suhu -1960

Teknik kriopreservasi merupakan teknik yang potensial untuk

penyimpanan jangka panjang, yaitu menyimpan tanaman kedalam nitrogen cair

yang bersuhu -196

C. Metode ini sudah dilakukan pada embrio somatik.

Berbagai macam keberhasilan telah dicapai seperti penumbuhan kembali embrio

melalui embrio sekunder atau perubahan perkembangan tanaman melalui

perkecambahan langsung embrio setelah proses media cair. Pada nitrogen cair

dapat meminimalisir terjadinya kerusakan, sehingga teknik kriopreservasi banyak

dimanfaatkan untuk konservasi plasma nutfah dalam bentuk biji, karena selain

lebih mudah dan lebih sederhana untuk disimpan, tidak terjadi penurunan

viabilitas (Pancaningtyas, 2013).

0

Benih yang disimpan di dalam nitrogen cair harus mencapai kadar air yang

optimal sehingga selama dalam penyimpanan tidak mengalami kerusakan akibat

suhu ultra dingin (chilling injury) (Djam’an, dkk., 2006). Pada benih ortodoks

yang telah dikeringkan dengan mendapat kadar air tertentu kemudian dimasukkan

ke dalam tabung krio dan disimpan di dalam tanki nitrogen cair selama 24 jam

sebelum dikecambahkan, benih tersebut dicairkan (thawing) pada suhu ruangan C. Penyimpanan dengan cara tersebut tidak memerlukan

tindakan subkultur yang berulang-ulang sehingga lebih efisien dari segi biaya,

waktu, ruang penyimpanan, dan tenaga. Keberhasilan teknik kriopreservasi tidak

hanya ditunjukan dengan kemampuan hidup regenerasi bahan tanaman pasca

kriopreservasi, namun juga ditentukan oleh tingkat stabilitas genetik

(9)

280

Laju Pendinginan

C (Priadi, 2006). Berdasarkan penelitian pendahuluan pada perlakuan

perendaman dengan nitrogen cair selama 24 jam dengan kadar air 8,6 % di dapat

persentase kecambah normal sebesar 59 %.

Pembekuan dengan cara cepat (langsung dimasukkan ke nitrogen cair)

umumnya lebih merusak sel dibandingkan pembekuan lambat. Untuk itu

diperlukan laju pendinginan yang optimum untuk setiap jenis tanaman. Laju

pendinginan yang optimal bervariasi untuk setiap jaringan yang disimpan, dimana

kerusakan yang akan dihasilkan minimum dan menghasilkan daya tahan yang

tinggi. Sel atau jaringan yang didinginkan di bawah laju optimum dapat rusak

karena perubahan sifat dari ekstraseluler yang disebabkan karena terbentuknya es

dan konsentrasi larutan tinggi, sedangkan sel yang didinginkan di atas laju

optimum akan rusak akibat terbentuknya es pada intraseluler. Umumnya laju

pendinginan yang dipakai adalah 0,30 – 0,50C/menit misalnya untuk embrio

somatik tanaman ubi kayu. Namum bagian tanaman tertentu ada yang

memerlukan laju 10 – 30C/menit, seperti pada tanaman Atropa, Nicotiana dan

Petunia. Sedangkan pada Secle sereale laju pendinginan di atas 30

Pengembangan metode kriopreservasi pada dasarnya memiliki tujuan

mekanisme yang sama yaitu terjadinya dehidrasi osmotik dari sel sebelum

penyimpanan dalam nitrogen cair dan melindungi sel terhadap pengaruh-pengaruh

merugikan dari toksisitas kimia dan pembekuan intraseluler. Berdasarkan

prosedur pendinginan dan konsentrasi krioprotektan yang digunakan, dikenal C merupakan

(10)

metode konvensional dengan pembekuan lambat dan pembekuan cepat

(Khoirinaya, 2011).

Suhu penyimpanan benih terdiri dari dua bagian yaitu suhu di atas titik

beku dan suhu di bawah titik beku. Semakin rendah suhu penyimpanan, semakin

lambat penurunan daya hidup benih. Suhu optimum untuk penyimpanan benih

tertentu jangka panjang terletak antara -180 – 00C, walaupun banyak yang

berpendapat bahwa penyimpanan pada suhu tersebut adalah jangka menengah,

sedangkan untuk jangka panjang adalah pada suhu -1960

Metode konvensional membutuhkan biaya yang relatif mahal karena

menggunakan mesin pendingin. Laju pendinginan yang lambat menyebabkan

tingginya peluang terbentuknya kristal es yang bersifat letal bagi sel.

Terbentuknya kristal es intraselular dapat menyebabkan kerusakan membran,

organel sel dan hilangnya kemampuan embrio untuk tumbuh setelah proses

pembekuan. Kunci keberhasilan tidak terlepas dari pengoptimalan masing-masing

tahap prosedur yang digunakan dalam hubungannya dengan ukuran,

permeabilitas, dan sifat fisiologi awal sel tersebut. Dengan demikian keseluruhan

prosedur tersebut dapat mempertahankan sel (Khoirinaya, 2011).

C (Fitriyatmi, 1996).

Lingkungan penyimpanan yang mempengaruhi benih yaitu suhu,

kelembaban udara, cahaya dan komposisi gas di dalam ruang simpan. Salah satu

kaidah yang dikemukakannya untuk penyimpanan benih adalah setiap penurunan

suhu ruang simpan sebesar 50C maka umur benih dapat diperpanjang menjadi dua

kalinya. Kaidah ini hanya berlaku pada kisaran 0 – 500C. Kondisi tempat

penyimpanan sumber daya genetik tergantung kepada spesies yang akan disimpan

(11)

publikasikan menunjukkan penggunaan suhu di bawah titik beku merupakan yang

terbaik untuk menyimpan benih (Fitriyatmi, 1996).

Krioprotektan

Selama pembekuan dan pelelehan, sel dapat mengalami kerusakan sebagai

akibat dari eksponsur bahan tanaman pada suhu rendah, formasi kristal es, sel

terdehidrasi, dan formasi radikal bebas. Eksponsur pada suhu rendah dapat

menyebabkan inaktivasi protein yang sensitif terhadap suhu dingin. Sebagian

besar formasi es ekstraselular. Namun demikian, formasi es ekstraselular juga

dapat merusak sel karena daya mekanis dari kristal es yang tumbuh, gaya adesi

kristal es terhadap membran, interaksi elektris yang disebabkan oleh perbedaan

solubilitas ion pada fase es dan cair, formasi gelembung udara intraselular, luka

khemis yang berhubungan dengan peroksidase lipid dan perubahan pH pada

lokasi tertentu (Roostika dan Mariska, 2003).

Penambahan krioprotektan dapat memelihara keutuhan membran dan

meningkatkan potensial osmotik media sehingga cairan di dalam sel mengalir

keluar dan terjadi dehidrasi. Krioprotektan yang umum digunakan adalah DMSO,

gliserol, PEG, sorbitol, dan manitol. Senyawa dalam krioprotektan dapat dipisah

menjadi dua yaitu senyawa yang dapat masuk ke dalam sel (permeating agent)

seperti DMSO, gliserol (pada suhu tertentu) dan yang tidak masuk ke dalam sel

(non permeating agent) seperti sukrosa dan gula alkohol (manitol, sorbitol)

(Windiastika, 2013). Pada penelitian Fitriyatmi (1996) di lakukan perendaman

krioprotektan selama 2 jam, karena pada waktu perendaman tersebut larutan

(12)

Krioprotektan yang dapat menembus dinding sel (intraseluler) berfungsi

memberikan perlindungan yang lebih baik pada laju pendinginan yang lambat,

misalnya DMSO, etilen glikol (EG), dan gliserol. Penggunaan DMSO dan gliserol

merupakan yang terbaik. Gliserol akan berdifusi menembus dan memasuki sel dan

dapat dipakai sebagai aktivitas metabolisme oksidatif. Gliserol yang memasuki sel

akan menggantikan sebagian air yang bebas dan mendesak ke luar

elektrolit-elektrolit, menurunkan konsentrasi intraselular elektrolit-elektrolit tersebut dan

mengurangi daya rusak terhadap sel tersebut (Handayani, 2004).

Penggunaan krioprotektan pada penyimpanan dengan suhu rendah

ditunjukan untuk mengurangi kerusakan akibat terbentuknya kristal-kristal es.

Krioprotektan yang digunakan harus memiliki sifat-sifat mencegah air, menjadi

pelarut bagi elektrolit, memiliki sifat dapat masuk ke dalam sel dengan cepat dan

tidak beracun. Beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai krioprotektan

adalah gliserol, dimethyl sulfoxide (DMSO), dan lain-lain. Fungsi utama

krioprotektan pada suhu rendah adalah memasuki sel sehingga terjadi

keseimbangan dengan es ekstraseluler pada suhu dibawah titik beku

(Fitriyatmi,1996).

Untuk melindungi tanaman dari pengaruh negatif pada saat pembekuan

diperlukan kondisi sel yang mengalami dehidrasi. Kondisi dehidrasi yang optimal

dapat dicapai dengan menggunakan larutan krioprotektan pada jenis, konsentrasi,

dan lama perendaman yang sesuai. Krioprotektan yang baik digunakan adalah

yang dapat melindungi jaringan selama pembekuan tanpa bersifat toksik terhadap

(13)

Penggunaan krioprotektan diharapkan dapat melindungi benih dari suhu

rendah. Konsentrasi krioprotektan pada masing-masing benih berbeda-beda.

Penggunaan konsentrasi krioprotektan yang tepat dapat melindungi benih dan

menghasilkan daya berkecambah benih yang lebih baik. Penggunaan

krioprotektan saat ini makin disukai karena penggunaannya pada material atau

bahan penyimpanan telah menunjukkan hasil yang memuaskan. Konsentrasi

optimal tergantung spesies, tetapi umumnya menggunakan 10 – 15 % seperti pada

embrio somatik ketela pohon dengan perendaman krioprotektan dan di rendam

dalam nitrogen cair (Fitriyatmi, 1996).

Teknik kriopreservasi pada berbagai sel, jaringan, dan organ telah banyak

dilakukan, demikian juga dengan kriopreservasi embrio. Salah satu cara

penyediaan embrio yang telah banyak dilakukan adalah pengawetan dengan

metode freezing atau pembekuan melalui slow freezing, rapid freezing, dan ultra

rapid freezing. Secara teknis, metode vitrifikasi dapat memperkecil kerusakan sel

embrio akibat kristal es ekstraseluler, yang dilakukan bahwa setelah dilakukan

pengamatan terhadap embrio dari beberapa spesies, metode vitrivikasi dapat

mengurangi kerusakan akibat pembekuan karena suhu kritis dapat dilampaui

sangat cepat (Pancaningtyas, 2013).

Sel yang terdehidrasi terlalu kuat dapat mengalami plasmolisis yang kuat

pula sehingga berakibat terhadap perubahan pH, interaksi mikromolekuler, dan

peningkatan konsentrasi zat elektrolit. Pada saat pelelehan, kontraksi osmotik

dapat menyebabkan endositotik vesikulasi irreversibel yang mengakibatkan sel

lisis karena bahan membran yang baru tidak mampu memfasilitasi deplasmolisis.

(14)

dapat terbentuk misalnya radikal hidroksil (OH), superoksida (O2), dan hidrogen

peroksida (H2O2). Radikal bebas dapat merusak fraksi lipid pada membran dan

menghasilkan lipid peroksida dan selanjutnya terurai menjadi senyawa produk

oksidasi sekunder yang toksik (Windiastika, 2013).

Untuk melindungi tanaman dari pengaruh negatif pada saat pembekuan

diperlukan kondisi sel yang mengalami dehidrasi. Kondisi dehidrasi yang optimal

dapat dicapai dengan menggunakan larutan krioprotektan pada jenis, konsentrasi,

dan lama perendaman yang sesuai. Krioprotektan yang baik digunakan adalah

yang dapat melindungi jaringan selama pembekuan tanpa bersifat toksik terhadap

jaringan itu sendiri. Krioprotektan yang dapat digunakan untuk kriopreservasi

adalah (1) PVS1 (gliserol 22% + propilen glikol 13% + etilen glikol 13% +

DMSO 6% dalam media dasar dengan sukrosa 3%), (2) PVS2 (gliserol 30% +

etilen glikol 15% + DMSO 15% dalam media dasar dengan sukrosa 0,4 M), (3)

PVS3 (gliserol 50% dalam media dasar dengan sukrosa 50%), dan (4) PVS4

(gliserol 35% + etilen glikol 20% dalam media dasar dengan sukrosa 0,6 M)

(Roostika dan Mariska, 2003).

Viabilitas Benih

Mutu benih yang baik merupakan dasar produktivitas pertanian yang lebih

baik. Kondisi sebelum, selama dan sesudah panen menentukan mutu benih

walaupun mutu benih yang dihasilkan baik, penanganan yang kurang baik akan

menyebabkan mutu langsung menurun (Hasanah, 2002).

Viabilitas potensial adalah viabilitas benih pada kondisi optimum yang

(15)

ditetapkan dengan menggunakan tolak ukur daya berkecambah benih

(Sadjad, 1994).

Berdasarkan pada kondisi lingkungan pengujian viabilitas benih dapat

dikelompokkan ke dalam viabilitas benih dalam kondisi lingkungan sesuai

(favourable) dan viabilitas benih dalam kondisi lingkungan tidak sesuai

(unfavourable). Pengujian viabilitas benih dalam kondisi lingkungan tidak sesuai

termasuk kedalam pengujian vigor benih. Perlakuan dengan kondisi lingkungan

sesuai sebelum benih dikecambahkan tergolong untuk menduga parameter vigor

daya simpan benih sedangkan jika kondisi lingkungan tidak sesuai diberikan

selama pengecambahan benih maka tergolong dalam pengujian untuk menduga

parameter vigor kekuatan tumbuh benih (Mugnisjah dkk., 1994).

Viabilitas benih atau daya hidup benih dicerminkan oleh dua informasi

masing – masing daya kecambah dan kekuatan tumbuh dapat ditunjukkan melalui

gejala metabolisme benih dan atau gejala pertumbuhan. Uji viabilitas benih dapat

dilakukan secara tidak langsung, misalnya dengan mengukur gejala – gejala

metabolisme ataupun secara langsung dengan mengamati dan membandingkan

unsur – unsur tumbuh penting dari benih dalam suatu periode tertentu. Struktur

pertumbuhan yang dinilai terdiri dari akar, batang, daun dan daun lembaga. Harga

tengah antara kedua nilai pengujian di laboratorium tersebut akan menjadi nilai

tumbuh di lapangan (Sutopo, 1998).

Mutu fisiologi adalah mutu benih yang ditentukan oleh daya hidup

(viabilitas) benih sehingga mampu menghasilkan tanaman yang normal.

Klasifikasi mutu benih didasarkan pada kinerja fisik seperti kebersihan, kesegaran

(16)

Kondisi lingkungan baik sebelum maupun sesudah masak fisiologi dapat

mempengaruhi mutu benih. Pada saat masak fisiologi, benih memiliki berat kering

maksimum serta viabilitas dan vigor yang paling tinggi. Pada benih jambu mete

menunjukkan bahwa benih yang dipanen pada saat masak fisiologis (42 hari

setelah antesis) mempunyai daya berkecambah 100% namun apabila benih

dipanen 3 hari setelah masak fisiologis, daya berkecambah menurun dengan cepat

sampai 46,60% (Hasanah, 2002).

Pertumbuhan kecambah setelah periode tertentu merupakan hasil waktu

yang diperlukan untuk kecambah yakni pertumbuhan awal dan laju pertumbuhan

berikutnya. Kecambah tersebut dengan waktu dan tidak dapat diekspresikan

dengan mudah untuk jumlah kecambah yang banyak. Uji pertumbuhan kecambah

sesuai dilakukan untuk spesies tanaman yang menghasilkan plumula yang lurus

atau akar yang lurus (Mugnisjah, dkk., 1994).

Daya kecambah benih memberikan informasi kepada pemakai benih akan

kemampuan benih tumbuh normal menjadi tanaman yang wajar dalam keadaan

biofisik lapangan yang serba optimum. Parameter yang digunakan dapat berupa

persentase kecambah normal berdasarkan penilaian terhadap struktur embrio yang

diamati secara langsung atau tidak langsung dengan hanya melihat gejala

metabolisme benih yang berkaitan dengan kehidupan benih (Sutopo, 1998).

Biasanya benih diuji daya kecambah dan viabilitasnya di laboratorium

yang dilengkapi dengan alat dan para pekerja untuk menentukan mutu benihnya.

Pada uji daya kecambah, benih dikatakan berkecambah bila dapat menghasilkan

kecambah dengan bagian-bagian yang normal atau mendekati normal. Ada suatu

(17)

yang hidup, baik dorman maupun tidak dorman yaitu dengan pengirisan bagian

embrio benih dan uji tetrazolium (Justice dan Bass, 1994).

Daya berkecambah benih erat hubungannya dengan tingkat kematangan

benih. Daya berkecambah benih akan meningkat dengan bertambah matangnya

benih dan mencapai perkecambahan maksimum jauh sebelum masak fisiologis

atau bobot kering maksimum tercapai sampai masak fisiologis tercapai,

perkecambahan maksimum (100 %) ini konstan, tetapi sesudah itu akan menurun

dengan kecepatan yang sesuai dengan keadaan yang tidak menguntungkan di

lapangan dan semakin keadaan di lapangan tidak menguntungkan maka semakin

Referensi

Dokumen terkait

Pada dasarnya penelitian pada tahun kedua ini adalah suatu upaya yang bersifat peningkatan kualitas program yang telah dirintis pada tahun pertama dengan titik fokus pada

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik, Penyelenggaran Ujian Nasional, dan Penyelenggaran Ujian

Tes ini digunakan untuk melihat tingkat kognitifitas siswa setelah kegiatan pembelajaran dilakukan, disamping itu tes ini penting untuk melihat korelasi antara kinerja

Dengan tahapan semacam itu maka kegiatan penelitian ini telah mengarah pada realisasi dari tujuannya yaitu adanya suatu upaya yang bersifat metodologis praktis dalam

2) Menanya : Peserta didik bertanya jawab tentang dongeng yang didengarkan. 3) Mengumpulkan infromasi : Peserta didik berdiskusi dengan bantuan guru untuk menemukan tokoh-tokoh

Hasil menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan, kebiasaan merokok, jumlah penghuni rumah dan status gizi dengan kejadian ISPA pada pasien di Rumah Sakit Umum

Menambah kajian penelitian dalam bidang Desain Interior, khususnya tentang akulturasi budaya pada Masjid Indrapuri di Aceh Besar. Bagi

[r]