BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Kebijakan Dividen
Dividen adalah pembayaran dari perusahaan kepada pemegang saham atas
keuntungan yang diperolehnya. Menurut Ross et al. (2003:606) dividen adalah
suatu bentuk pembayaran yang dilakukan oleh perusahaan kepada para
pemiliknya baik dalam bentuk kas maupun saham. Dividen dikatakan juga
komponen pendapatan dari return investasi dari saham. Besar kecilnya dividen
akan sangat bergantung pada besar kecilnya laba yang diperoleh serta proporsi
laba yang akan dibagikan kepada pemegang saham.
Kebijakan dividen merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh
perusahaan pada akhir tahun akan dibagi pada pemegang saham dalam bentuk
dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi
dimasa yang akan datang (Martono dan Harjito, 2001:253). Apabila perusahaan
memilih untuk membagikan laba sebagai dividen, maka akan mengurangi laba
yang ditahan dan selanjutnya mengurangi total sumber dana internal, sebaliknya
jika perusahaan memilih untuk menahan laba yang diperoleh, maka kemampuan
pembentukan dana internal akan semakin besar (Rosdini, 2009).
Kebijakan dividen optimal menurut Brigham dan Houston (2005:66) yaitu
kebijakan dividen yang dapat menciptakan keseimbangan antara saat ini dengan
perusahaan. Keputusan mengenai jumlah laba yang ditahan dan dividen yang
dibagikan diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Besar kecilnya dividen sangat tergantung pada besar kecilnya laba yang
diperoleh dan proporsi laba yang dibagikan dalam bentuk dividen atau dividend
payout ratio (Sartono, 2010:292). Menurut Riyanto (2001:266), dividend payout
ratio adalah persentase dari pendapatan yang akan dibayarkan kepada para
pemegang saham sebagai cash dividend. Rumus untuk menghitung kebijakan
dividen (Dividend Payout Ratio) adalah (Martono dan Harjito, 2001:253).
Dividend Payout Ratio = � � ℎ
� ℎ
Menurut Warsono (2003:272), terdapat beberapa jenis dividen yang dapat
dibayarkan kepada pemegang saham yaitu :
1. Dividen Tunai (Cash Dividend)
Dividen tunai merupakan jenis dividen yang umum digunakan oleh
banyak perusahaan. Dividen tunai diterima oleh pemegang saham biasa
melalui cek atau terkadang para pemegang saham menginvestasikan
kembali dividen yang diperoleh ke dalam saham biasa perusahaan.
2. Dividen Saham (Stock Dividend)
Dividen saham merupakan dividen yang dibagikan oleh perusahaan dalam
3. Dividen Kekayaan (Property Dividend)
Property dividend adalah dividen yang diberikan kepada para pemegang
saham dalam bentuk aset fisik, aset tersebut berupa produk yang
dihasilkan perusahaan.
Dari berbagai jenis dividen di atas cash dividend merupakan jenis dividen
yang paling umum dan banyak digunakan oleh perusahaan. Terdapat beberapa
teori kebijakan dividen menurut Brigham dan Houston (2005:66) diantaranya
adalah :
1. Teori Ketidakrelevanan Dividen
Teori ini menyatakan bahwa kebijakan dividen perusahaan tidak
mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya.
Dijelaskan bahwa pendukung utama teori ketidakrelevanan ini adalah
Miller dan Modiglani, mereka berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan
tergantung pada pendapatan ynag dihasilkan oleh aktivanya, bukan pada
bagaimana pendapatan tersebut dibagi diantara dividen dan laba yang
ditahan.
2. Teori Bird in The Hand
Teori ini menyatakan bahwa nilai perusahaan akan dimaksimumkan oleh
rasio pembayaran dividen yang tinggi karena investor menganggap bahwa
dividen lebih kecil resikonya dibandingkan keuntungan modal (capital
3. Teori Preferensi Pajak
Ada tiga alasan yang berkaitan dengan pajak untuk beranggapan bahwa
investor mungkin lebih menyukai pembagian dividen yang rendah
daripada yang tinggi sehingga investor lebih suka perusahaan menahan
laba daripada memberi dividen yaitu :
a. Keuntungan Modal (Capital Gain) dikenakan tarif pajak lebih rendah
daripada pendapatan dividen. Untuk itu, investor yang memiliki
sebagian besar saham mungkin lebih suka perusahaan menahan dan
menanam kembali laba kedalam perusahaan. Pertumbuhan laba
mungkin dianggap menghasilkan kenaikkan harga saham dan
keuntungan modal yang pajaknya rendah akan menggantikan dividen
yang pajaknya tinggi.
b. Pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai sahamnya terjual,
sehingga ada efek nilai waktu.
c. Jika selembar saham dimiliki oleh seseorang sampai ia meninggal
sama sekali tidak ada pajak keuntungan modal yang terutang.
Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi besar kecilnya dividen
menurut Syahyunan (2013:267) yaitu :
1. Posisi Solvabilitas Perusahaan
Apabila perusahaan dalam kondisi solvabilitasnya kurang menguntungkan,
biasanya perusahaan tidak membagikan laba. Hal ini disebabkan laba yang
diperoleh lebih banyak digunakan untuk memperbaiki posisi struktur
2. Posisi Likuiditas Perusahaan
Perusahaan membayarkan dividen berarti harus bias menyediakan uang
kas yang cukup banyak dan ini akan menurunkan tingkat likuiditas
perusahaan. Bagi perusahaan yang kondisi likuiditasnya kurang baik,
biasanya dividend payout rationya kecil, sebab sebagian laba digunakan
untuk menambah likuiditas.
3. Kebutuhan Untuk Melunasi Hutang
Hutang-hutang harus segera dibayar pada saat jatuh tempo, dan untuk
membayar hutang-hutang tersebut harus disediakan dana. Semakin
banyak hutang yang harus dibayar, semakin besar dana yang harus
disediakan sehingga akan mengurangi jumlah dividen yang akan
dibayarkan kepada pemegang saham.
4. Rencana Perluasan
Perusahaan yang berkembang ditandai dengan semakin pesatnya
pertumbuhan perusahaan, dan hal ini bisa dilihat dari perluasan yang
digunakan oleh perusahaan. Semakin pesat pertumbuhan perusahaan,
semakin pesat perluasan yang dilakukan. Konsekuensinya semakin besar
kebutuhan dana untuk membiayai perluasan tersebut.
5. Kesempatan Investasi
Semakin terbuka kesempatan investasi, semakin kecil dividen yang
dibayarkan sebab dananya digunakan untuk memperoleh kesempatan
investasi. Namun bila kesempatan investasi kurang baik, maka dananya
6. Stabilitas Dividen
Perusahaan yang pendapatannya stabil tidak perlu menyedikan kas yang
banyak untuk berjaga-jaga, sedangkan perusahaan yang pendapatannya
tidak stabil harus menyediakan uang kas yang cukup besar untuk
berjaga-jaga.
7. Pengawasan Terhadap Perusahaan
Perusahaan mencari sumber dana dari modal sendiri, kemungkinan akan
masuk investor baru dan ini tentunya akan mengurangi kekuasaan pemilik
lama dalam mengendalikan perusahaan. Jika dibelanjai dari hutang
resikonya cukup besar. Oleh karena itu perusahaan cenderung tidak
membagi dividennya agar pengendalian tetap berada ditangannya.
Menurut Syahyunan (2013:268) ada beberapa macam bentuk kebijakan
dividen yang dilakukan perusahaan yaitu :
1. Kebijakan dividen yang stabil
Yaitu dividen akan diberikan secara tetap per lembarnya untuk jangka
waktu tertentu walaupun laba yang diperoleh perusahaan berfluktuasi.
2. Kebijakan dividen meningkat
Yaitu perusahaan akan membayarkan dividen kepada pemegang saham
dengan jumlah yang selalu meningkat dengan pertumbuhan yang stabil.
3. Kebijakan dividen dengan rasio konstan
Pemberian dividen dengan kebijakan ini mengikuti besarnya laba yang
diperoleh perusahaan dasar yang digunakan sering disebut dividend payout
4. Kebijakan pemberian dividen reguler yang ditambah ekstra
Pemberian dividen dilakukan dengan menentukan pembayaran dividen per
lembar saham yang dibagikan kecil. Kemudian ditambahkan dengan ekstra
dividen bila keuntungan perusahaan mencapai jumlah tertentu.
2.1.2 Corporate Life Cycle
Semua kehidupan, apapun itu mengikuti hukum alam yang berupa life
cycle atau daur hidup. Siklus kehidupan perusahaan (corporate life cycle) adalah
perkembangan perusahaan melalui tahapan-tahapan yang diperkirakan.
Damodaran (2001:511) membagi lima tahap siklus hidup perusahaan. Lima tahap
tersebut adalah:
1. Tahap Awal (Start-Up)
Ini menggambarkan tahap awal setelah bisnis terbentuk. Secara umum,
bisnis ini akan menjadi bisnis swasta yang didanai oleh ekuitas pemilik
dan barangkali hutang bank. Ini juga akan dibatasi dalam kebutuhan
pendanaan sebagai usaha untuk mendapatkan pelanggan dan kemudian
telah ditetapkan.
2. Tahap Ekspansi (Expansion)
Setelah perusahaan berhasil dalam menarik konsumen dan membangaun
keberadaannya di pasar, maka kebutuhan pembiayaannya meningkat
ketika terlihat akan berkembang. Karena perusahaan ini tidak mungkin
menghasilkan arus kas yang tinggi secara internal pada tahapan ini dan
kebutuhan investasi akan sangat tinggi, pemiliknya akan melihat pada
tersebut. Sebagian perusahaan dalam posisi ini akan membuat transisi
terhadap perusahaan publik dan juga peningkatan dana perusahaan yang
dibutuhkan untuk saham biasa.
3. Tahap Pertumbuhan (High growth)
Dengan transisi menjadi perusahaan perdagangan publik, pilihan
pembiayaaannya juga meningkat. Meskipun pendapatan perusahaan
tumbuh dengan pesat, namun penerimaannya kemungkinan tertinggal di
belakang pendapatan dan arus kas internal akan tertinggal di belakang
kebutuhan reinvestasi. Secara umum, perusahaan perdagangan umum pada
tahapan ini akan dapat melihat pada masalah ekuitas dalam bentuk saham
biasa, jaminan dan juga opsi ekuitas lainnya. Bila mereka menggunakan
hutang, hutang yang dapat dikonversi adalah dimungkinkan untuk
digunakan untuk memperoleh modal.
4. Tahap Kedewasaan (Mature Growth)
Ketika pertumbuhan mulai mendatar, maka perusahaan secara umum akan
menemukan dua fenomena yang terjadi. Laba dan arus kas akan berlanjut
untuk meningkat dengan cepat yang merefleksikan investasi masa lalu dan
kebutuhan berinvestasi dalam proyek baru yang telah ada. Efek total juga
akan meningkat dalam proporsi pembiayaan yang dibutuhkan untuk
pembiayaan internal dan perubahan jenis pembiayaan yang digunakan.
Perusahaan akan menggunakan hutang dalam hutang bank dari obligasi
5. Tahap Penurunan (Decline)
Tahapan terakhir dalam daur hidup adalah penurunan. Perusahaan dalam
tahapan ini akan menemukan penerimaan dan laba mulai mengalami
penurunan ketika bisnis ini mulai dewasa dan pesaing baru mulai
mengambil alih. Investasi yang telah ada kemungkinan terus menghasilkan
arus kas, pada tempat yang menurun dan perusahaan memliki sedikit
kebutuhan untuk investasi baru. Sehingga, pembiayaan internal akan
melebihi kebutuhan reinvestasi. Perusahaan tidak mungkin membuat
saham baru atau mengeluarkan obligasi tetapi kemungkinan akan
membatasi hutang yang ada dan pembelian saham kembali. Dalam
pengertian ini, perusahaan akan melakukan likuidasi sendiri.
Murhadi (2008) perusahaan akan menghadapi siklus daur hidup, dimana
kebijakan dan strategi yang dilakukan perusahaan akan disesuaikan dengan
tahapan daur hidup dimana perusahaan tersebut berada. Karakteristik perusahaan
yang sedang mengalami pertumbuhan tinggi, akan membutuhkan sumber dana
yang besar dalam rangka membiayai aktivitasnya. Hal ini berdampak pada
perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi, cenderung untuk tidak menahan
labanya untuk membiayai pengembangan aktivitas perusahaan. Sedangkan
karakteristik perusahaan yang telah mencapai tahapan matang, dengan
kesempatan pertumbuhan yang rendah, cenderung untuk membagikan laba dalam
bentuk deviden.
Murhadi (2008) menggunakan pendekatan earned contibuted capital mix
earning/total equity (RETE) dan retained earning/total asset (RETA). Dimana
perusahaan dengan RETE atau RETA tinggi cenderung untuk membayar deviden.
Pendekatan earned contibuted capital mix merupakan proksi logis untuk tahapan
daur hidup perusahaan karena perusahaan pada tahapan growth, memiliki peluang
bisnis yang tinggi sehingga cenderung untuk mempertahankan labanya (retained
earning). laba ditahan ini akan terakumulasi. Pada tahapan mature, ketika
kesempatan bisnis tidak lagi banyak dan laba ditahan sudsh tinggi, maka
perusahaan akan melakukan pembayaran deviden. Perusahaan dengan RETE atau
RETA yang rendah cenderung berada pada tahapan capital infusion atau tahapan
growth, sedangkan pada perusahaan dengan RETE atau RETA tinggi cenderung
pada tahapan mature.
Perusahaan dengan retained earnings negatif (atau cenderung rendah)
adalah kandidat yang buruk dalam membayar dividen, sedangkan perusahaan
dengan retained earnings relatif besar terhadap contributed equity capital
memiliki jumlah pembiayaan internal yang lebih besar, memberi mereka dasar
yang kuat untuk membayar dividen (De Angelo et al., 2009:69). Corporate life
cycle (siklus hidup perusahaan) dalam penelitian ini diproksikan dengan RETE
(RE/TE).
Pengukuran corporate life cycle (siklus hidup perusahaan) dilakukan
dengan proksi RETE (proporsi laba ditahan terhadap total ekuitas) menggunakan
rumus sebagai berikut (De Angelo et al., 2006):
���� = � � � �
2.1.3 F ree Cash F low
Free cash flow (aliran kas bebas) merupakan kas yang tersedia untuk pihak
yang berkepentingan terhadap perusahaan, yaitu kreditor dan investor
(Syahyunan, 2013:35). Menurut Kieso et al. (2007:212), free cash flow
merupakan jumlah dari discretionary cash flow yang dimiliki perusahaan untuk
membeli tambahan investasi, melunasi hutang, membeli treasury stock atau
penambahan sederhana atas likuiditas perusahaan.
Free cash flow terbagi menjadi dua, yaitu Free Cash Flow to Firm (FCFF) dan
Free Cash Flow to Equity (FCFE).
2.1.3.1 F ree Cash F low to Firm (FCFF)
Free Cash Flow to Firm (FCFF) adalah istilah lain dari Free Cash Flow
(FCF). Menurut Manurung (2012:164) free cash flow to firm (aliran kas bebas ke
perusahaan) merupakan semua arus kas yang siap diberikan kepada semua
penuntut klaim perusahaan yaitu ekuitas dan hutang. Adapun perhitungan free
cash flow to firm (FCFF)sebagai berikut (Manurung, 2012:165):
FCFF = EBIT * (1- tax rate ) – (Capital Expenditure - Depreciation) – Change
in Noncash Working Capital
2.1.3.2 F ree Cash F low to Equity (F CF E)
Menurut Manurung (2012:164) free cash flow to equity (aliran kas bebas
ke ekuitas) merupakan semua arus kas yang siap untuk diberikan dan dimiliki oleh
ekuitas. Adapun perhitungan free cash flow to equity (FCFE) sebagai berikut
FCFE = Net Income – Investasi Modal + Penyusutan – Perubahan pada modal
kerja non-tunai + (Hutang baru – pembayaran hutang)
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian terdahulu yang digunakan sebagai bahan
perbandingandan referensi dalam penelitian ini adalah:
Waruwu dan Amin (2014) meneliti tentang Pengaruh Agency Cost dan
Siklus Kehidupan Perusahaan terhadap Kebijakan Dividen pada Perusahaan
terdaftar di BEI tahun 2009-2011, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
variabel insider ownership, dispersion of ownwership dan siklus kehidupan
perusahaan tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Sedangkan variabel
institutional ownership berpengaruh terhadap kebijakan dividen.
Penelitian Rosdini (2009) mengenai pengaruh free cash flow terhadap
dividend payout ratio menunjukkan bahwa free cash flow memiliki pengaruh
positif terhadap dividend payout ratio. Dimana semakin tinggi tingkat free cash
flow suatu perusahaan, maka semakin tinggi pula tingkat pembayaran dividen
yang dibagikan kepada investor.
Hasil penelitian Djumahir (2009) dengan judul “Pengaruh biaya agensi,
tahap daur hidup perusahaan, dan regulasi terhadap kebijakan dividen pada
perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia, menunjukkan secara simultan
semua variabel independen yaitu biaya agensi yang diproksikan dengan
dispersion of ownership, institutional ownership, free cash flow, tahap daur hidup
perusahaan, dan regulasi berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Sementara
perusahaan, dan regulasi berpengaruh terhadap kebijakan dividen, hanya
institutional ownership secara parsial tidak berpengaruh terhadap kebijakan
dividen.
Arilaha (2009) meneliti tentang pengaruh free cash flow, profitabilitas,
likuiditas, dan leverage terhadap kebijakan dividen. Hasil penelitiannya
menunjukkan semua variabel independen secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen. Tetapi secara individu atau
masing-masing variabel free cash flow tidak memiliki pengaruh signifikan terhdap
kebijakan dividen, variabel profitabilitas yang diukur dengan return on investment
(ROI) menunjukkan pengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen, variabel
likuiditas yang ddiukur dengan current ratio tidak berpengaruh signifikan
terhadap kebijakan dividen, dan variabel leverage yang diukur dengan debt to
equity ratio (DER) tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen.
Hasil penelitian De Angelo et al. (2006) dengan judul ”Dividend Policy
and the Earned/ Contributed Capital Mix: A Test of the lifecycle Theory”,
menunjukkan menunjukkan bahwa Dengan menggunakan pendekatan the
Earned/ Contributed Capital Mix dalam menjelaskan Lifecycle Theory, Lifecycle
berpengaruh positif terhadap Dividend Policy.
Kangarlouei et al. (2013) meneliti tentang pengaruh Life-cycle theory, free
cash flow and dividend policy in firms listed in Tehran stock exchange. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa variabel free cash flow tidak berpengaruh terhadap
dividend policy, sementara variabel profitability (return on assets), leverage, dan firm size
Tabel 2.1
Nama variabel free cash flow
tidak berpengaruh
2.3 Kerangka Konseptual
Corporate life cycle (siklus hidup perusahaan) terdiri menjadi lima tahap,
yaitu tahap awal (start-up), tahap ekspansi (expansion), tahap pertumbuhan (high
growth), tahap dewasa (mature growth), dan tahap penurunan (decline)
(Damodaran, (2001:511)). Murhadi (2009) perusahaan akan menghadapi siklus
daur hidup, dimana kebijakan dan strategi yang dilakukan perusahaan akan
disesuaikan dengan tahapan daur hidup dimana perusahaan tersebut berada.
Karakteristik perusahaan yang sedang mengalami pertumbuhan tinggi, akan
membutuhkan sumber dana yang besar dalam rangka membiayai aktivitasnya. Hal
ini berdampak pada perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi, cenderung
untuk tidak menahan labanya untuk membiayai pengembangan aktivitas
perusahaan. Sedangkan karakteristik perusahaan yang telah mencapai tahapan
matang, dengan kesempatan pertumbuhan yang rendah, cenderung untuk
membagikan laba dalam bentuk deviden.
Murhadi (2008) menggunakan pendekatan earned contibuted capital mix
dalam menjelaskan tahapan daur hidup, dengan variabel pengukuran retained
earning/total equity (RETE) dan retained earning/total asset (RETA). Dimana
perusahaan dengan RETE atau RETA tinggi cenderung untuk membayar deviden.
Pendekatan earned contibuted capital mix merupakan proksi logis untuk tahapan
daur hidup perusahaan karena perusahaan pada tahapan growth, memiliki peluang
bisnis yang tinggi sehingga cenderung untuk mempertahankan labanya (retained
earning). laba ditahan ini akan terakumulasi. Pada tahapan mature, ketika
perusahaan akan melakukan pembayaran deviden. Perusahaan dengan RETE atau
RETA yang rendah cenderung berada pada tahapan capital infusion atau tahapan
growth, sedangkan pada perusahaan dengan RETE atau RETA tinggi cenderung
pada tahapan mature.
Perusahaan dengan retained earnings negatif (atau cenderung rendah)
adalah kandidat yang buruk dalam membayar dividen, sedangkan perusahaan
dengan retained earnings relatif besar terhadap contributed equity capital
memiliki jumlah pembiayaan internal yang lebih besar, memberi mereka dasar
yang kuat untuk membayar dividen (De Angelo et al., 2009:69).
Perusahaan yang memiliki free cash flow (aliran kas bebas) berlebih dapat
menggunakan kas yang berlebih tersebut untuk membayar hutang, pembelian
kembali saham, pembayaran dividen atau disimpan untuk memanfaatkan
kesempatan investasi perusahaan di masa mendatang. Menurut Keown et al.
(2008:214), perusahaan yang memiliki Free cash flow dalam jumlah yang tinggi
akan lebih baik dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen, agar
Free cash flow yang ada tidak digunakan untuk sesuatu atau proyek-proyek yang
tidak menguntungkan (wisted on unprofitable) dengan demikian ketersediaan
dana dapat dipakai untuk kemakmuran pemegang saham. Free cash flow to equity
(aliran kas bebas ke ekuitas) merupakan semua arus kas yang siap untuk diberikan
dan dimiliki oleh ekuitas.Oleh karena itu, semakin tinggi free cash flow to equity
Berdasarkan latar belakang masalah, tinjauan teoritis dan penelitian
terdahulu, maka kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2.4 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru
didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris
yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2012:64). Berdasarkan
kerangka konseptual di atas maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Hipotesis 1 : Corporate Life Cycle berpengaruh signifikan terhadap kebijakan
dividen.
Hipotesis 2 : Free Cash Flow to Equity berpengaruh signifikan terhadap kebijakan
dividen.
Hipotesis 3 : CorporateLife Cycle dan Free Cash Flow to Equity secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Corporate Life Cycle
(RETE) (X1)
Free Cash Flow to Equity (FCFE)
(X2)
Kebijakan Dividen (DPR)