• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Hubungan Antara Asuhan Kefarmasian Terhadap Hasil Terapi dan Kualitas Hidup Pasien Hipertensi Primer Rawat Jalan di RSUD dr. R. M. Djoelham Binjai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Hubungan Antara Asuhan Kefarmasian Terhadap Hasil Terapi dan Kualitas Hidup Pasien Hipertensi Primer Rawat Jalan di RSUD dr. R. M. Djoelham Binjai"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

8

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi

Hipertensi adalah kondisi ketika tekanan darah sistolik (TDS) 140 mmHg atau lebih tinggi dan tekanan darah diastolik (TDD) 90 mmHg atau lebih tinggi.Ada hubungan positif antara TDS, TDD, dan risiko kejadiankardiovaskular, serebrovaskular, dan penyakit ginjal. Oleh karena itu tujuan utama mengidentifikasi dan menatalaksana hipertensi adalah untuk mengurangi risiko tersebut (Chobanian, et al., 2003).

2.2 Klasifikasi Hipertensi

Menurut Chobanian, et al., (2003) pada laporannya yaituThe Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure, mengklasifikasikan tekanan darah pada orang dewasa seperti ditunjukkan pada Tabel 2.1. Prehipertensi dikatagorikan tidak sebagai penyakit hipertensi. Tetapi hanya sebagai penanda untuk identifikasi bahwa seseorangberpotensi risiko tinggi untuk berkembang menjadi hipertensi. Tabel 2.1Klasifikasi tekanan darah menurutThe Joint National Committee 7 (JNC

7)

Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah SistolikTekanan

DarahDiastolikDarah(mmHg) (mmHg) Normal < 120 dan < 80

Prehipertensi 120-139 atau 80-89 Hipertensi derajat 1 140-159 atau 90-99 Hipertensi derajat 2 160 atau 100

2.3 Etiologi Hipertensi

(2)

9

dikontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase yang rendah mempunyaipenyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebabhipertensi sekunder baik endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunderdapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara potensial (Dosh, 2001).Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder atau hipertensi renal.

a. Hipertensi primer(esensial)

Lebih dari 90% pasien yang mengidap hipertensi merupakan hipertensi esensial. Literatur lain mengatakan, hipertensi esensial merupakan95% dari seluruh kasus hipertensi.Beberapa mekanisme yang mungkin berkontribusi penyebab hipertensi initelah diidentifikasi, namun belum satupun teori yang tegas menyatakanpatogenesis hipertensi primer tersebut. Hipertensi sering turun temurun dalamsuatu keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada patogenesis hipertensi primer. Menurut

data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah yang monogenik

dan poligenik mempunyai kecenderungan timbulnya hipertensi primer. Banyak

karakteristik genetik dari gen-gen ini yang mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga telah didokumentasikan adanya mutasi genetik sehinggaekskresisistem kalikrein-kininurin, pelepasan nitrat oksida, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, danangiotensinogen (Oparil, et al., 2003)

(3)

10

Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan hipertensi sekunder yang disebabkan penyakitkomorbid, seperti disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis ataupenyakit renovaskularatau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka denganmenghentikan obat yang bersangkutan atau mengobati kondisikomorbid yang menyertainya merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder (Depkes, 2006).

2.4Patofisiologi Hipertensi

Mekanisme patofisiologi yang berhubungan dengan peningkatan hipertensi primer antara lain:

a. Curah jantung dan tahanan perifer

Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh terhadap kenormalan tekanan darah. Pada sebagian besar kasus hipertensi esensial curah jantung biasanya normal tetapi tahanan perifernya meningkat. Tekanan darah ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol. Peningkatan konsentrasi sel otot halus akan berpengaruh pada peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin lama akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal meningkatnya tahanan perifer yang irreversible (Gray, et al.,2005; Oparil,et al., 2003).

b. Sistem Renin-Angiotensin

(4)

11

juxtaglomerulus apparatus ginjal sebagai respon terhadap glomerulus underperfusion atau penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf simpatetik (Gray, et al.,2005; Oparil,et al., 2003). Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah (Sumber: Kaplan, 1998)

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I yang dikatalisis olehangiotensin-Iconverting enzyme (ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati, dan oleh hormon renin yang dirilis dari juxtaglomerulus akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif). Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II berpotensibesar meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai vasokonstriktormelalui beberapa jalur:

(5)

12

sehingga urin menjadi pekat dan osmolalitasnya tinggi. Untuk mengencerkannya, maka volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga meningkatkan tekanan darah.

ii. menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Gray, et al., 2005; Oparil,et al., 2003).

c.Sistem Saraf Otonom

Sistem saraf simpatetik dapat menyebabkan vasokonstriksi dan dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang penting dalam mempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi karena interaksi antara sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama – sama dengan faktorlain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon (Gray, et al., 2005).

d. Disfungsi Endotelium

Sel endotel pembuluh darah mempunyai peran yang penting dalam pengontrolan pembuluh darah dengan memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium (Gray, et al., 2005; Oparil, et al.,2003).

(6)

13

Sistem vasoaktif mempengaruhi transpor natrium untuk mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal. Bradikinin merupakan vasodilator yang potensial dan begitu juga endothelin. Endothelin akanmeningkatkan kepekaan garam terhadap tekanan darah serta mengaktifkan sistem renin-angiotensin lokal. Arterial natriuretic peptide(ANP) merupakan hormon yang diproduksi pada atrium jantung untuk merespon peningkatan volum darah. Hal ini akan meningkatkan sekresi garam dan air dari ginjal yang pada akhirnya meningkatkan retensi cairan dan hipertensi (Gray, et al., 2005).

f. Hiperkoagulasi

Pasien hipertensi akan memiliki dinding pembuluh darah yang abnormal (disfungsi endotelium atau kerusakan sel endotelium), ketidaknormalan faktor homeostasis, platelet, dan fibrinolisis. Diduga hipertensi dapat menyebabkan protombotik dan hiperkoagulasi yang semakin lama akansemakin parah dan merusak organ target (Gray, et al., 2005).

g. Disfungsi diastolik

Hipertropi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat ketika terjadi tekanan diastolik. Karena untuk memenuhi peningkatan kebutuhan input ventrikel, terutama pada saat olahraga akan terjadi peningkatan tekanan atrium kiri melebihi normal, dan penurunan tekanan ventrikel (Gray, et al., 2005). 2.5Diagnosis

(7)

14

ditentukan dengan melihat nilai rerata tekanan darah dalam dua kali pemeriksaan.(Saseen dan Carter, 2005).

2.6 Penatalaksanaan Hipertensi

Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan terapi nonfarmakologi dan farmakologi. Algoritma penatalaksanaan hipertensi menurut The Joint National Committee 7 (JNC 7) ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Algoritma penatalaksanaan hipertensi(Sumber: Chobanian, et al., 2004)

Keterangan: ACEI=angiotensin-converting-enzym-inhibitor, ARB=Angiotensin Receptor Blocker, BB=β-Blocker, CCB=Calcium Channel Blocker.

2.6.1 Terapi nonfarmakologi

Terapi nonfarmakologi dilakukan dengan cara menerapkan gaya hidup sehat. Hal ini merupakan bagian yang penting dalam penanganan hipertensi untuk

Modifikasi gaya hidup

Tekanan darah tidak mencapai target (<140/90 mmHg)

Terapi obat lini pertama

Tidak dengan indikasi khusus

Hipertensi derajat 1(TDS 140–159 atau TDD 90–99 mmHg) Diuretik tiazid sbg pilihan utama; ACEI, BB, CCB atau kombinasi perlu di pertimbangkan

Derajat 2 (TDS ≥160 atau TDD ≥100 mmHg) Kombinasi 2 obat (umumnya tiazid

dan ACEI, atau ARB, atau BB, atau CCB

Indikasi khusus

• Obat untuk indikasi khusus

• Obat-obat antihipertensi (Diuretik, ACEI, ARB,

Target tekanan darah tidak tercapai

(8)

15

mencegahtekanan darah tinggi. Terapi nonfarmakologi dapat dilakukan dengan beberaca cara, diantaranya:

i. menjaga berat badan normal, dengan indeks masa tubuh (IMT) antara 18,5-24,9 akan menurunkan tekanan darah pasien hipertensi primer 5-20 mmHg.

ii. menerapkan pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yang kaya akan buah, sayuran dan mengkonsumsi produk susu rendah lemak akan menurunkan tekanan darah 8-14 mmHg.

iii. mengkonsumsi makanan yang kaya kalium dan kalsium, diet rendah natrium. Natrium yang direkomendasikan < 2.4 g atau 6 g natrium klorida (100 mEq)/hari akan menurunkan tekanan darah 2-8 mmHg.

iv. melakukan aktivitas fisik yang teratur, seperti berjalan cepat, bersepeda sekitar 30 menit/hari dalam seminggu ideal untuk kebanyakan pasien dan dapat menurunkan tekanan darah 4-9 mmHg.

v. merokok merupakan faktor risiko utama untuk penyakit kardiovaskuler. Berhenti merokok akan mengurangi risiko kardiovaskuler secara keseluruhan.

Kombinasi dua atau lebih modifikasi gaya hidup akan lebih baik dalam mengurangi kejadian kardiovaskuler dan gagal ginjal (Chobanian, et al., 2003; Depkes, 2006).

2.6.2 Terapi farmakologi

(9)

16

blocker(ARB), dan calcium channel blocker (CCB) dianggap sebagai obat antihipertensi utama.

2.6.2.1 Diuretik

Diuretik berperan dalam menurunkan sistolik dan diastolik tekanan darah pada sebagian besar pasien hipertensi. Diuretik dapat diberikan tunggal atau kombinasi dengan obat antihipertensi lain dalam terapi awal untuk sebagian besar pasien (Shah, et al., 2004). Kelas obat diuretik ditunjukkan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2Kelas diuretik yang digunakan dalam perawatan hipertensi

Kelas Nama Obat Dosis

Lazim (mg/hari)

Frek. Keterangan

Tiazid •Klortalidon

•Hidroklortiazid

Pemberian pagi hari untuk menghindari diuresis, golongan tiazid lebih efektif dari diuretik loop kecuali pada pasien dengan GFR rendah (± ClCr<30 ml/min);monitoring tambahan untuk pasien dengan sejarah pirai atau hiponatremia

Loop •Bumetanide

•Furosemide

Pemberian pagi dan sore untuk

mencegah diuresis malam hari; dosis lebih tinggi mungkin diperlukan untuk pasien dengan GFR yang sangat rendah

Penahan

Pemberian pagi dan sore untuk mencegah diuresis malam hari; hindari pada pasien dengan penyakit ginjal kronis (±ClCr<30 ml/min); dapat meyebabkan hiperkalemia,terutama kombinasi dengan ACEI, ARB, atau supplemen kalium.

Antagonis

aldosteron •Spironolakton/HCT

•Spironolakton

Pemberian pagi dan sore, hindari pada pasien dengan penyakit ginjal kronis (± ClCr < 30ml/min).

(10)

17

diresepkan kepada pasien karena memiliki keutamaan, efikasinya yang tinggi, harga terjangkau, efek sampingnya kecil, serta memberi efek sinergi jika dikombinasi dengan obat antihipertensi lain. Fakta menunjukkan bahwa diuretik dapat mengatasi retensi garam dan cairan (Shah, et al., 2004; Depkes, 2006). 2.6.2.2Angiotensinconverting enzym inhibitor(ACEI)

ACEI dianggap terapi kedua setelah diuretik pada kebanyakan pasien hipertensi. ACEI menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II, yang bersifat vasokonstriktor poten selain merangsang sekresi aldosteron. Berikut kelas ACEI yang digunakan dalam perawatan hipertensi (Tabel 2.3).

Tabel 2.3Kelas ACEI yang digunakan dalam perawatan hipertensi

Kelas Nama Obat Dosis

Lazim (mg/hari)

Frek. Keterangan

ACEI • Benazepril

Dosis awal harus dikurangi 50% pada pasien yang telah mendapat diuretik, kekurangan cairan, atau manula karena

risiko hipotensi; dapat menyebabkanhiperkalemia pada pasien

dengan penyakit ginjal kronis atau pasien yang juga mendapat diuretik penahan kalium, antagonis aldosteron, atau ARB; dapat menyebabkan gagal ginjal pada pasien dengan stenosis renal arteri; jangan digunakan pada perempuan hamil atau pada pasien dengan sejarah angioedema

(11)

18

kreatinin dalam waktu 4 minggu dari awal pemberian atau setelah menaikan dosis ACEI dapat mengidentifikasi kelainan ini sebelum terjadi komplikasi yang serius. (Depkes, 2006; Ministry of Health Malaysia, 2008).

2.6.2.3 Angiotensin Receptor Blocker(ARB)

ARB menghambat secara langsung reseptor angiotensinogen II tipe 1 (AT1) yang memediasikan efek angiotensinogen II pada manusia yaitu vasokonstriksi, pelepasan aldosteron, aktivasi simpatetik, pelepasan hormonantidiuretik dan konstriksi arteriol efferen dari glomerulus. Sistem renin angiotensin aldosteron kalikrein-kinin ini dapat dilihat pada Gambar 2.3.

(12)

19

Tabel 2.4Kelas ARB yang digunakan dalam perawatan hipertensi

Kelas Nama Obat Dosis

Lazim (mg/hari)

Frek. Keterangan

Penyekat

Dosis awal dikurangi50% pada pasien

yang sudahmenerima diuretik,

kekurangan cairan, atau manula karena

resiko hipotensi;

menyebabkanhiperkalemia pada pasiendengan penyakit ginjal kronisatau

pasien yang

mendapat diuretik penahankalium, antagonis aldosteron, ACEI; dapatmenyebabkan gagal ginjalpada pasien dengan stenosis renal arteri; tidak

menyebabkan batuk kering seperti

ACEI,;jangan digunakan padaperempuan hamil

Keterangan: Frek. = frekuensi pemberian (Sumber: Saseen dan Carter, 2005). 2.6.2.4 Penyekat beta(β-blocker)

Ada perbedaan farmakodinamik dan farmakokinetik diantara penyekat beta yangada, tetapi efek menurunkan tekanan darah hampir sama. Ada tiga karakteristik farmakodinamik penyekat beta yang membedakannyxa yaitu efek kardioselektif (cardioselektivity), ISA (intrinsic sympathomimetic activity), mestabilkan membran (membran-stabilizing) (Saseen dan Carter, 2005; Hunt, et al., 2005).

Penyekat beta yang mempunyai afinitas lebih besar terhadap reseptor β-1 dari pada reseptor β-2 adalah kardioselektif. Adrenoreseptor β-1 dan β-2 terdistribusi di seluruh tubuh, tetapiterkosentrasi pada organ-organ dan jaringan

tertentu. Reseptor β-1 lebih banyak terdapat pada jantung dan ginjal. Reseptor β-2

lebih banyak ditemukan pada paru-paru,liver, pankreas, dan otot halus arteri.

Perangsangan reseptor β-1 akan menaikkan denyut jantung, kontraktilitas, dan

(13)

20

mencetuskan spasme bronkus dan vasokonstriksi. Reseptor β-2 juga memediasi sekresi insulin dan glikogenolisis. Penghambatan reseptor β-2 dapat menurunkanproses ini dan menyebabkan hiperglikemi atau menimbulkan perbaikanhipoglikemi (Hunt, et al., 2005; Saseen dan Carter, 2005).Penyekat β yang digunakan dalam perawatan hipertensi, ditunjukkan pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Kelas penyekat beta (β-blocker) yang digunakan dalam perawatan hipertensi.

Kelas Nama Obat Dosis

Lazim (mg/hari)

Frek. Keterangan

Penyek

Pemberhentian tiba-tiba dapat menyebabkan rebound hypertension; dosis rendah sampai sedang menghambat

reseptor β1, pada dosis tinggi

menstimulasi reseptor β2; dapat

menyebabkan eksaserbasi asma bila selektifitas hilang; keuntungan tambahan pada pasien dengan atrial takiaritmia atau preoperatif hipertensi

Pemberhentian tiba-tiba dapat menyebabkan rebound hypertension, menghambatreseptor β1 dan β2 pada semua dosis; dapat memperparahasma; ada keuntungan tambahan pada pasien

denganessensial tremor, migraine,tirotoksikosis

Keterangan: Frek. = frekuensi pemberian (Sumber: Saseen dan Carter, 2005) 2.6.2.5Calcium Channel Blocker(CCB)

(14)

21

efekfarmakodinamiknya (Saseen dan Carter, 2005). Kelas obat CCB ditunjukkan pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6Kelas obat calcium channel blocker (CCB)

Kelas Nama Obat Dosis Lazim

mg/hari

Frek. Keterangan

Antagonis

•Nifedipin long-acting

Dihidropiridin bekerja cepat harusdihindari, terutama

nifedipin dan nicardipin;menyebabkan

refleks simpatetik

(takikardia), sakit kepala, flushing, dan edemaperifer; produk lepas lambat lebih disukai untuk hipertensi;

obatini menyekat

slowchannels di jantung

danmenurunkan denyut jantung;meningkatkan risiko heart block

Keterangan: Frek. = frekuensi pemberian (Sumber: Saseen dan Carter, 2005) 2.6.2.6Direct Renin Inhibitor (DRI)

(15)

22

Endpoints (ALTITUDE) berupa peningkatan risiko efek samping gangguan kardiovaskular dan ginjal (Badan POM, 2012).

2.6.2.7Obat-obat antihipertensi alternatif a. Penyekat α-1

Prazosin, terazosin, dan doxazosin adalah penyekat reseptor α-1 selektif. Obat-obat ini bekerja pada pembuluh darah perifer dan menghambat pengambilan katekolamin pada selotot halus, menyebabkan vasodilatasi dan menurunkan tekanan darah.Efek samping yang tidak disukai dari penyekat α adalah fenomena dosis pertama yang ditandai dengan pusing sementara atau pingsan, palpitasi, dan bahkan sinkop 1-3 jam setelah dosis pertama. Efek samping dapat juga terjadi pada kenaikan dosis(Saseen dan Carter, 2005).Kelas obat-obat antihipertensi alternatif ditunjukkan pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Kelas obat-obat antihipertensi alternatif

Kelas Nama Obat Dosis

Lazim (mg/hari)

Frek. Keterangan

Penyekat α-1

Dosis pertama harus diberikan malam sebelum tidur; beritahu pasien untuk berdiri perlahan-lahan dari posisi duduk atau berbaring untuk meminimalkan risiko hipotensi ortostatik;

Pemberhentian tiba-tiba menyebabkan rebound hypertension;paling efektifbila diberikan bersama diuretik untuk mengurangiretensi cairan.

Gunakan dengan diuretik untuk mengurangi retensi cairan

Gunakan dengan diuretik dan penyekat beta untuk mengurangi retensi cairan dan refleks takhikardi

(16)

23 b. Agonis α-2 sentral

Klonidin dan metildopa menurunkan tekanan darah terutama dengan merangsang reseptor α2 adrenergik di otak. Perangsangan ini menurunkan aliran simpatetikdari pusat vasomotor di otak dan meningkatkan tonus vagal. Penurunan aktivitassimpatetik, bersamaan dengan meningkatnya aktivitas parasimpatetik, akan menurunkan denyut jantung, cardiac output, total peripheral resistance, aktivitas plasma renin, dan refleks baroreseptor(Saseen dan Carter, 2005).

c. Antagonis adrenergik perifer (Reserpin)

Reserpin menurunkan tekanan darah dengan mengosongkan norepinefrin dariujung saraf simpatetik dan memblok perjalanan norepinefrin ke granulpenyimpanannya. Reserpin juga mengosongkan katekolamin dari otak danmiokardium, mengakibatkan sedasi, depresi, dan menurunkan curah jantung(Saseen dan Carter, 2005).

d. Vasodilator arteri langsung (direct arterial vasodilators)

Obat-obat yang termasuk vasodilator langsung adalah hidralazin dan minoxidil. Efek antihipertensi hidralazin dan minoksidil disebabkan kemampuannyamerelaksasilangsung otot polos arteriol tetapi tidak menyebabkan vasodilasi pembuluh darah vena. Kedua obat juga menyebabkan penurunan tekanan perfusi yang kuat yang dan mengaktifkan refleks baroreseptor (Saseen dan Carter, 2005).

(17)

24

Gambar 2.4Kombinasi dari kelas yang berbeda untuk obat-obatantihipertensi(Sumber: European Society of Hypertension, 2007).

Evidence-based medicine adalah penggunaan obat berdasarkan bukti terbaik dalam membuat keputusan saat memilih obat secara sadar, jelas, dan bijak terhadap masing-masing pasien dan/atau penyakit. Praktik berbasis bukti dalam hipertensitermasuk memilih obat tertentu berdasarkan data menunjukkan penurunan mortalitas dan morbiditas kardiovaskular atau kerusakan organ target akibat hipertensi. Bukti ilmiah menunjukkan kalau hanya menurunkan tekanan darah, tolerabilitas atau biaya saja tidak dapat digunakan dalam memilih obat hipertensi (Saseen dan Carter, 2005).Ada beberapa alasan mengapa pengobatan kombinasi pada hipertensi dianjurkan (Depkes, 2006), karena:

a. mempunyai efek aditif b. mempunyai efek sinergisme

c. penurunan efek samping masing-masing obat

d. adanya fixed dose combination akan meningkatkan kepatuhan pasien. 2.7 Asuhan Kefarmasian

Asuhan kefarmasian adalah praktik yang bertumpukepada pasien di mana praktisi bertanggung jawab terhadap kebutuhan pasien terkait obat dan

Angiotensin receptor blocker(ARB) Diuretik

Calcium channel blocker (CCB)

β-Blocker

α-Blocker

(18)

25

bertanggung jawab atas komitmen ini untuk mencapai hasil yang lebih baik dan untuk meningkatkan kualitas hidup setiap pasien. Hal ini bisa dicapai apabila terjalin kerjasama dengan pasien dan koordinasi dengan praktisi kesehatan lainnya (Cipolle, et al., 2004).

Menurut Cipolle, et al., (2004) ada tiga tahapan proses pelayanan pasien dalam asuhan kefarmasian, yaitu:

a. penilaian terhadap masalah medis pasien dan terapi obat yang terkait dan identifikasi masalah terapi obat

b. pengembangan rencana pelayanan c. evaluasi tindak lanjut.

Rencana kefarmasian dalam penanganan pasien hipertensi dapat berupa: a. menentukan tujuan terapi hipertensi

i. mencegah atau memperlambat komplikasi hipertensi dengancara membantu pasien mematuhi regimen obatnya dengan tekanan darah terkontrol <140/90 mmHg atau <130/80 mmHg bagi pasienhipertensi disertai diabetes dan gangguan ginjal.

ii. pasien mengerti pentingnya kepatuhan terapi obat. b. mengidentifikasi kondisi medis yang memerlukan terapi obat c. memecahkan masalah terapi obat, tujuan, alternatif,dan intervensi d. mencegah masalah terapi obat

(19)

26 2.7.1 Konseling pasien

Konseling pasien adalah komunikasi yang dilakukan oleh farmasis terhadap pasien berkaitan dengan obat yang dimaksudkan untuk mengedukasipasienterkait masalah penggunaan obat dan membantu mereka mendapatkan manfaat maksimum dari pengobatan yang dijalankan. Tujuan konseling oleh farmasis (Rantucci, 2007) adalah:

a. memberikan informasi yang sesuai untuk pasien tertentu dan masalah tertentu

b. memberikan keterampilan dan metode yang dapat difahami pasien untuk mengoptimalkan efek terapi obat

c. memberikan informasi dan instruksi menggunakan metode edukasi yang sesuai dengan kondisi pasien dan situasi tertentu.

Penggunaan teknik konseling yang benar dan teratur akan memastikan penyampaian informasi kepada pasien secara lebih tepat dan efisien. Teknik konseling dapat dilakukan dengan 2 cara, yaituteknik konseling pasien secara individu dan teknik konseling pasien secara berkelompok.

(20)

27

Strategikonselinguntuk meningkatkan kepatuhan terapi obat antihipertensi menurut Depkes, (2006) adalah sebagai berikut:

a. menilai kepatuhan pada setiap kunjungan

b. mendiskusikan dengan pasien motivasi dan pendapatnya c. pasien dilibatkan dalam penanganan masalah kesehatannya d. membicarakan keluhan pasien tentang terapi

e. membantu pasien dengan cara tertentu untuk tidak lupa meminum obatnyasederhanakan regimen obat (seperti mengurangi frekuensi minum obat,produk kombinasi)

f. memberikan informasi tentang keuntungan pengontrolan tekanan darah g. memberitahukan perkiraan efek samping obat yang mungkin

terjadiberitahukan informasi tertulis mengenai hipertensi dan obatnya bilamemungkinkan

h. mempertimbangkan penggunaan alat pengukur tekanan darah di rumah agar pasien dapat terlibat dalam penanganan hipertensinya

i. memberikan pendidikan kepada keluarga pasien tentang penyakit danregimen obatnya

j. melibatkan keluarga dan kerabatnya tentang kepatuhan minum obat danterhadap gaya hidup sehat

k. meyakinkan regimen obat dapat dijangkau biayanya oleh pasien

l. bila memungkinkan telepon pasien untuk meyakinkan pasienmengikuti rencana pengobatannya.

(21)

28

perlu ditekankan bahwa pelayanan kefarmasian yang dilakukan seorang farmasis bukan untuk menggantikan profesi dokter atau profesi lain, namun lebih pada pemenuhan kebutuhan dalam sistem pelayanan kesehatan yang muncul (Depkes, 2005). Studi di Amerika telah menunjukkan farmasis yang bekerja di klinik hipertensi atau dengan kolaborasi dengan dokter mampu memperbaikikeadaan pasien hipertensi (Piepho, 2000).

2.8 Kualitas Hidup

Kualitas hidup merupakan persepsi individu ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana individu itu tinggal, dan terkait dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Penilaian kualitas hidup secara kompleks mencakup kesehatan fisik seseorang, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial, dan hubungan mereka terhadap karakteristik lingkungan mereka (WHO, 1994).

Menurut Peterman,et al.,(2011), kualitas hidup merepresentasikan apresiasi subjektif pasien terhadap pengaruh penyakit yang dideritanya ataupun pengaruh dari pengobatan penyakitnya terhadap dirinya yang penilaiannya dilakukan secara multidimensional. Kelompok pasien yang memiliki penyakit yang sama dan tujuan terapi yang sama dapat memiliki nilai kualitas hidup yang berbeda dikarenakan oleh perbedaan harapan dan kemampuan beradaptasi dari masing-masing pasien terhadap penyakit yang dideritanya.

2.8.1 Kuesioner short form-36 (SF-36)

(22)

29

a. Fungsi fisik (Physical functioning); terdiri dari 10 pertanyaan yang menilai kemampuan aktivitas, seperti berjalan, menaiki tangga, membungkuk, mengangkat dan gerak badan. Nilai yang rendah menunjukkan keterbatasan semua aktivitas tersebut, sedangkan nilai yang tinggi menunjukkan kemampuan melakukan semua aktivitas fisik termasuk latihan berat.

b. Keterbatasan akibat masalah fisik (Role of Physical); terdiri dari 4 pertanyaan yang mengevaluasi seberapa besar kesehatan fisik mengganggu pekerjaan dan aktivitas sehari-hari lainnya. Nilai yang rendah menunjukkan bahwa kesehatan fisik menimbulkan masalah terhadap aktivitas sehari-hari, antara lain tidak dapat melakukannya dengan sempurna, terbatas dalam melakukan aktivitas tertentu atau kesulitan didalam melakukan aktivitas. Nilai yang tinggi menunjukkan kesehatan fisik tidak menimbulkan masalah terhadap pekerjaan ataupun aktivitas sehari-hari.

c. Perasaan sakit/nyeri (Bodily Pain); terdiri dari 2 pertanyaan yang mengevaluasi intensitas rasa nyeri dan pengaruh nyeri terhadap pekerjaan normal baik didalam maupun diluar rumah. Nilai yang rendah menunjukkan rasa sakit yang sangat berat dan sangat membatasi aktivitas. Nilai yang tinggi menunjukkan tidak adanya keterbatasan yang disebabkan oleh rasa nyeri/sakit.

(23)

30

menunjukkan perasaan kesehatan diri sendiri buruk atau memburuk. Nilai yang tinggi menunjukkan perasaan terhadap kesehatan diri sendiri sangat baik.

e. Energi/ Fatique(Vitality); terdiri dari 4 pertanyaan yang mengevaluasi tingkat kelelahan, capek dan lesu. Nilai yang rendah menunjukkan perasaan lelah, capek, dan lesu sepanjang waktu. Nilai yang tinggi menunjukkan perasaan penuh semangat dan energi selama 4 minggu yang lalu.

f. Fungsi sosial (Social Functioning); terdiri dari 2 pertanyaan yang mengevaluasi tingkat kesehatan fisik atau masalah emosional yang mengganggu aktivitas sosial yang normal. Nilai yang rendah menunjukkan gangguan yang sering dan sangat terganggu. Nilai yang tinggi menunjukkan tidak ada gangguan selama 4 minggu yang lalu. g. Keterbatasan akibat masalah emosional (Role Emotional); terdiri dari 3

pertanyaan yang mengevaluasi tingkat emosional mengganggu pekerjaan atau aktivitas sehari-hari lainnya. Nilai yang rendah menunjukkan masalah emosional mengganggu aktivitas termasuk menurunnya waktu yang dihabiskan untuk aktivitas, pekerjaan menjadi kurang sempurna dan bahkan tidak dapat bekerja seperti biasanya. Nilai yang tinggi menunjukkan tidak ada gangguan aktivitas karena masalah emosional. h. Kesejahteraan/ kesehatan mental (Mental Health); terdiri dari 5

(24)

31

tinggi menunjukkan perasaan penuh kedamaian, bahagia dan tenang sepanjang 4 minggu yang lalu.

2.8.2 Metode skoring SF-36

Metode skoring dari tiap-tiap nomor pertanyaan di dalamkuesioner SF-36ditentukan berdasarkantahapan (Ware, 2000):

a. Menentukan skor jawaban tiap pertanyaan sesuai nomor (Tabel 2.8). Tabel 2.8Penentuan skor jawaban tiap pertanyaan berdasarkan nomor

Nomor kuesioner Katagori perubahan respon

Skor yang diperoleh

3a, 3b, 3c, 3d, 3e, 3f, 3g, 3h, (Sumber: Ware, 2000)

Pengukuran ini menghasilkan nilai skala untuk masing-masing delapan kriteria kesehatan dan dua ukuran ringkasan kesehatan fisik dan mental. b. Menentukan skor rata-rata dari jawaban tiap-tiap pertanyaan berdasarkan

(25)

32

adalah 60, dibawah skor tersebut kualitas hidup dinilai kurang baik dan nilai skor 100 merupakan tingkat kualitas hidup yang sangat baik.

Tabel 2.9 Penentuan skor rata-rata tiap pertanyaan berdasarkan skala Skala Jumlah pertanyaan

berdasarkan skala

Penilaian rata-rata kelompok pertanyaan

Fungsi fisik 10 3a, 3b, 3c, 3d, 3e, 3f,

3g, 3h, 3i, 3j Keterbatasan akibat masalah

fisik

4 4a, 4b, 4c, 4d Keterbatasan akibat masalah

emosional

3 5a, 5b, 5c

Energi/ Fatique 4 9a, 9e, 9g, 9i

Kesejahteraan/ kesehatan mental 5 9b, 9c, 9d, 9f, 9h

Fungsi sosial 2 6, 10

Perasaan sakit/ nyeri 2 7, 8

Persepsi kesehatan umum 5 1, 11a, 11b, 11c, 11d

Peralihan kesehatan 1 2

Gambar

Gambar 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah (Sumber: Kaplan, 1998)
Tabel 2.2Kelas diuretik yang digunakan dalam perawatan hipertensi
Tabel 2.3Kelas ACEI yang digunakan dalam perawatan hipertensi
Gambar 2.3Sistem renin angiotensin aldosteron (Sumber:www.wikidoc.org)
+7

Referensi

Dokumen terkait

shabu-shabu tersebut ke dalam bungkusan nasi goreng lalu sekitar pukul 20.00 WIB Beni datang membawa shabu tersebut kemudian Terdakwa membeli nasi goreng dan

Pemilihan cara pengolahan yang tepat pada bahan makanan yang mengandung zat goitrogenik bisa menjadi solusi untuk mengatasi masalah gizi GAKY. Para penganut raw food

Dengan adanya kajian seperti ini, diharapkan satu Video Dokumentari Pendidikan (CD ROM) Pembelajaran Pengorganisasian yang baik dapat dihasilkan bagi meningkatkan lagi

Menanggapi masalah tersebut, penulis akan membuat sebuah program penjualan tiket dengan Visul Basic 6.0 yang akan dijabarkan dalam rancangan database, rancangan input serta

[r]

Pemesanan barang ini merupakan aktifitas perdagangan yang dilakukan secara interaktif melalui internet yang memungkinkan pihak-pihak bertransaksi tanpa harus saling bertemu dan

Pemrosesan data yang digunakan pada Klinik Bintara Medika masih dilakukan secara manual sehingga sering kali mengalami kendala seperti proses pandaftaran pasien memerlukan waktu

[r]