PACARAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Dalam kehidupan seorang anak manusia pastilah ada rasa suka terhadap lawan jenis. Apakah itu hanya sekedar suka, senang, simpati, kagum bahkan rasa ingin memiliki orang yang di cintai itu. Perasaan tersebut wajar dan memang merupakan fitrah/instink (gharizatun nau) bagi manusia. Dalam hal ini setiap manusia pasti mempunyai kecenderungan ingin melestarikan hidupnya sebagai khalifah di muka bumi. Namun di dalam perjalanannya, banyak manusia yang terjebak pada kesesatan dan kemaksiatan dalam menggapainya. Karena mereka banyak terperangkap dengan pergaulan bebas yang di namakan pacaran. Padahal pergaulan tanpa di dasarkan pada keimanan sangat berisiko tinggi terlebih lagi bagi para remaja. Menurut Nursanita Nasution SE ME, -Ketua Departemen Kewanitaan Partai Keadilan- “pacaran kalaupun ada, hanyalah
merupakan sarana untuk saling kenal, bertukar informasi, bertukar pikiran, dan hanya
pengenalan sebatas mental untuk di kenalkan dengan keluarga masing-masing. Kalau memang di rasa sudah tidak terbendung lagi perasaannya, lebih baik nikah” ujarnya. Hal senada
diungkapkan pula oleh seorang penyanyi dan artis film Muchsin Alatas “Pacaran sebenarnya adalah tradisi non Muslim yang berkembang di Indonesia. Pengaruh Barat itulah yang membuat pergaulan remaja kita sangat permisif”. Kemudian yang menjadi masalah sekarang adalah bagaimana cara menyalurkan perasaan tersebut jika hal itu telah bersemayam di hati kita ? Beberapa tanggapan tentang pacaran.
Menurut kaum ‘sekuler’ masalah pacaran boleh saja dan tidak perlu dihalang-halangi apalagi di larang asalkan suka sama suka. Jawaban ini didasarkan atas adanya ide kebebasan individu dan Hak Asasi Manusia (HAM). Menurut hukum ini manusia bebas melakukan apa saja sesuai dengan kehendak. Jadi menurut mereka yang berpendapat seperti ini pacaran dianggap boleh berdasarkan dalil ‘kebebasan individu’ asal tidak merugikan dan mengganggu hak-hak orang lain.
Ada juga pendapat yang membolehkan pacaran asal tidak melakukan ‘sesuatu’ yang berakibat kehamilan di luar nikah. Kelompok ini punya dalil bahwa hal-hal yang wajar dilakukan seperti jalan berdua, berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, nonton bareng, bahkan ikut ‘bobo’ di rumah pasangan tidak mengapa, asalkan tidak melakukan aktivitas ‘bersebadan’ dengan pacar. (Na’udzu billah).
Ada juga kelompok yang mengatakan bahwa pacaran, berperilaku serba bebas (Permisivisme), jalan berdua, atau bersepi-sepian merupakan sesuatu yang tidak boleh. Tetapi kalau untuk telepon, surat-menyurat hal itu boleh saja karena tidak terjadi interaksi langsung. Menurut pendapat ini hal tersebut telah sesuai dengan norma-norma syari’at Agama.
Secara fakta, kenapa ajaran Islam melarang terhadap aktifitas yang satu ini?
1. Untuk menjaga diri dari kemaksiatan; karena orang yang berpacaran seringkali lepas kendali dari norma-norma ajaran Islam yang menjadi batasan bagi dua insan bukan mahrom yang berlainan jenis tanpa tali pernikahan.
2. Karena akan mendapat kerugian, disadari atau tidak orang tersebut telah merugikan diri sendiri dengan cara mengorbankan waktu maupun dana, khususnya bagi generasi muda Islam, baik dari kalangan anak sekolah, mahasiswa, santri, remaja masjid, karyawan dan sebagainya yang ingin hidupnya terhindar dari sipat boros. Karena dana-dana yang dimiliki baik pemberian orang tua maupun hasil dari kerja sendiri tentunya tidak ingin kalau hartanya itu tidak
bermanfaat. Apalagi dipakai untuk sesuatu yang akan menimbulkan bencana dan dosa. Bagaimana menurut hukum Islam?
Islam menyandarkan sesuatu bukan berdasarkan akibat dilapangan. Melainkan Islam
memandang kepada kekuatan dalil-dalil syara’ yang merupakan hukum dari Allah SWT yang Maha Mengetahui hakekat kehidupan manusia, dalam hal ini Allah SWT berfirman:
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al-Israa : 32).
Selanjutnya Rasulullah SAW bersabda:
“Hai golongan pemuda ! Barangsiapa diantara kamu mampu menikah, hendaklah ia nikah, karena yang demikian itu amat menundukkan pemandangan dan amat memelihara kehormatan, tetapi barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah ia puasa, karena (puasa) itu menahan nafsu baginya”. (HR. Bukhori-Muslim).
Berdasarkan dalil diatas, maka dalam menyikapi pacaran, syari’at Islam telah memberikan jawaban bagi mereka yang mau terikat dengan hukum-hukum-Nya, yaitu:
Pertama; Melarang semua aktifitas yang mendekati kepada perbuatan zina, termasuk di dalamnya aktivitas pacaran.
Kedua; Islam menganjurkan kepada manusia untuk segera menikah bagi yang telah mampu (mental maupun finansial) dengan melalui proses ‘khitbah terlebih dahulu.
Ketiga; Melaksanakan ibadah puasa merupakan alternatif akhir jika dirasa belum mampu untuk melakukannya.
Dengan demikian, maka pacaran merupakan sesuatu yang ‘dilarang dalam Islam’. Tetapi, janganlah meninggalkan nikah karena rasa takut, sebab Rasulullah saw pernah bersabda “Barangsiapa meninggalkan nikah karena takut dapat tanggungan, maka bukanlah ia dari golongan kami”. (HR. Dailamie dan Baghawie).
Wallahu ‘Alamu bish showab.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang senantiasa memberikan nikmat dan karunia kepada umat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
yang berjudul, “Pacaran dalam Islam”
tepat waktu. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada orangtua dan teman-teman yang telah memberikan doa serta inspirasi dalam menyelesaikan makalah ini sebagai syarat untuk memenuhi nilai Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah Pendidikan Agama Islam di jurusan Pendidikan Guru
–
Pendidikan Anak Usia Dini (PG –
PAUD). Makalah ini berisi tentang ketentuan yang ditetapkan agama Islam dalam meluruskan kata
“Pacaran”
di dalam kehidupan sehari-hari, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memutuskan diri untuk berpacaran, serta ketetapan hukum agama Islam dalam berpacaran. Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis mengharapkan masukan dan kritik yang membangun. Penulis mengucapkan terima kasih atas perhatiannya, semoga makalah ini dapat berguna bagi mahasiswa dan pelaku pendidikan lainnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Cinta kepada lawan jenis merupakan hal yang fitrah bagi manusia. Karena cinta-lah, keberlangsungan hidup manusia bisa terjaga. Oleh sebab itu, Allah Ta’ala
menjadikan wanita sebagai perhiasan dunia dan kenikmatan bagi penghuni surga. Islam sebagai agama yang sempurna juga telah mengatur bagaimana menyalurkan fitrah cinta tersebut dalam syariatnya yang
rahmatan lil ‘alamin
karena tidak mempunyai pacar. Selain itu, akibat dari “pacaran” juga tidak jarang
yang menimbulkan konflik dan juga merugikan berbagai pihak, diantaranya adalah putus sekolah, hamil di luar nikah, pernikahan dini, aborsi bahkan ada juga yang sampai bunuh diri. Oleh karena itu, penulis menganggap topik pacaran ini memang sangat penting untuk dibahas agar kita dapat mengetahui dan memahaminya sesuai norma agama dan ketentuan-ketentuan di dalam agama Islam.
B.Rumusan Masalah
Topik yang dibahas di dalam makalah ini melahirkan rumusan masalah yang diantaranya adalah : a.Apakah yang dimaksud dengan Pacaran?
b.Apakah Islam membolehkan Pacaran?
c.Bagaimana perspektif hukum Islam tentang berpacaran?
d.Bagaimana konsep Islam mengatur hubungan sepasang remaja? C.Tujuan Penulisan
Tujuan dibuatnya makalah ini mengenai “Pacaran dalam Islam” yakni agar kita : a.Mengetahui hukum berpacaran dalam agama Islam
bMengetahui bagaimana Islam mengatur urusan hubungan antara laki-laki dan perempuan c.Mengetahui bagaimana pacaran yang benar sesuai kaidah norma agama yang berlaku di Islam d.Memahami etika pergaulan yang sesuai dengan ajaran Islam
D.Manfaat Penulisan
a.Mampu menginstropeksi dirinya sendiri setelah membaca makalah ini
b.Berusaha untuk tidak menyalahi aturan islam mengenai berpacaran karena tahu alasan dan sebab-akibat yang akan terjadi
c.Timbulnya rasa takut terhadap Allah SWT.
d.Mampu menjaga diri dan pandangannya kepada orang yang bukan muhrimnya e.Memperbaiki etika pergaulan dan mengetahui batasan-batasannya
8
karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang .”
(QS. Al Ahzab : 59) “
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.
”
(QS. An Nuur : 31). b.
Agama Islam melarang berduaan dengan lawan jenis Dari Ibnu Abbas, Nabi SAW bersabda,
“
” (HR. Bukhari, no. 5233) Rasulullah SAW bersabda, “
Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya karena sesungguhnya syaiton adalah orang ketiga di antara mereka berdua kecuali apabila bersama mahromnya.
”
(HR. Ahmad no. 15734. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan ha dits ini shohih ligoirihi)
c.
Jabat tangan dengan lawan jenis termasuk yang dilarang Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah SAW bersabda, “
Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu
kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian .” (HR. Muslim
no. 6925)
9 D.
Konsep Islam Mengatur Hubungan Sepasang Remaja a.
Etika Pergaulan Kemungkinan yang dapat terjadi saat remaja berbeda jenis kelamin bertemu adalah jatuh cinta. Islam memiliki batasan yang dapat membawa insannya jauh dari perbuatan yang menjurus pada maksiat atau zina. Melalui batasan-batasan yang telah dituliskan di Al-Quran ataupun hadist, muncul lah etika pergaulan yang seharusnya dilakukan para remaja saat ini, yang diantaranya adalah : 1.
Tidak melakukan perbuatan yang dapat mengarahkan kepada zina. Allah SWT berfirman, "Dan janganlah kamu mendekati zina sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk."
Tidak menyentuh perempuan yang bukan muhrimnya. Rasulullah SAW bersabda, "
Lebih baik memegang besi yang panas dari pada memegang atau meraba perempuan yang bukan istrinya (kalau ia tahu akan berat siksaannya).
” 3.
Tidak berduaan dengan lawan jenis yang bukan muhrimnya. Dilarang laki - laki dan perempuan yang bukan muhrimnya untuk berdua-duaan. Nabi SAW bersabda, "
Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali -kali dia bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak muhrimnya, karena ketiganya adalah setan
." (HR. Ahmad) 4.
Harus menjaga mata atau pandangan. Sebab mata kuncinya hati, dan pandangan itu pengutus fitnah yang sering membawa kepada perbuatan zina. Oleh karena itu Allah berfirman,
Katakanlah kepada laki-laki mukmin hendaklah mereka memalingkan pandangan (dari yang haram) dan menjaga kehormatan mereka, Dan katakanlah kepada kaum wanita hendaklah mereka meredupkan mata mereka dari yang haram dan menjaga kehormatan mereka
." (QS. An-Nur: 30-31). Yang dimaksudkan menundukkan pandangan yaitu menjaga pandangan tidak melepaskan pandangan begitu saja apalagi memandangi lawan jenis penuh dengan nafsu. 5. Menutup aurat. Diwajibkan kepada kaum wanita untuk menjaga aurat dan dilarang memakai pakaian yang mempertontonkan bentuk tubuhnya, kecuali untuk suaminya. Dalam hadis dikatakan bahwa wanita yang keluar rumah dengan berpakaian yang mempertontonkan lekuk tubuh, memakai minyak wangi yang baunya semerbak, memakai "make up" dan sebagainya setiap langkahnya dikutuk oleh para Malaikat, dan setiap laki-laki yang memandangnya sama dengan berzina dengannya. Di hari kiamat nanti perempuan seperti itu tidak akan mencium baunya surga (apa lagi masuk surga). Sebagaimana kita yakini sebagai seorang muslim bahwa segala sesuatu yang diharamkan oleh Allah, mesti mempunyai dampak yang negatif di
masyarakat. Kita lihat saja di Amerika Serikat, bagaimana akibat adanya free sex
, timbul berbagai penyakit. Banyak anak-anak yang terlantar, anak yang tida
k
mengenal
sebagainya. Oleh
karena itu, jalan
keluar bagi para
pemuda yang
tidak kuat
Menikah, supaya
bisa menjaga mata
dan kehormatan.
b.
Kalau belum siap
menikah,
berpuasa dan
berolahraga c.
Jauhkan mata dan
telinga dari segala
sesuatu yang akan
membangkitkan
Dekatkan diri
dengan Allah,
dengan banyak
membaca
Al-Qur’an dan
merenungkan
berzikir, membaca
shalawat, shalat
berjamaah di
Masjid,
menghadiri
pengajian-pengajian dan
shaleh yang akan
selalu
mengingatkan kita
kepada jalan yang
lurus. e.
menjanjikan
kepada para anak
muda yang sabar
menahan pacaran
dan zina yaitu
dengan bidadari,
yang kalau satu
diantaranya f.
f.
menampakkan
wajahnya ke alam
dunia ini, setiap
laki-laki yang
pingsan karena
kecantikannya.
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
Islam tidak pernah mengharamkan cinta. Islam mengarahkan cinta agar ia berjalan pada
koridornya. Bila bicara cinta di antara lawan jenis, satu-satunya jalan adalah dengan pernikahan, yang dengannya cinta menjadi halal dan penuh keberkahan. Sebaliknya, Islam melarang keras segala jenis interaksi cinta yang tidak halal alias menjurus kepada hal-hal berbau zinah atau maksiat. Bukan karena apa pun, tapi karena Islam adalah agama yang memuliakan manusia dan mencegah kerusakan-kerusakan yang akan terjadi pada diri manusia itu sendiri. "Tidak
ditemukan jalan lain bagi dua orang yang saling mencintai selain menikah" (HR. Ibnu Majah) Islam mempunyai
khitbah
dimana konsep hubungan ini sangat dianjurkan bagi seseorang yang telah menaruh hati kepada lawan jenis dan bermaksud untuk menikah. Akan tetapi hubungan ini harus tetap terbingkai dalam nilai-nilai kesalehan, sehingga kedekatan hubungan yang bisa menimbulkan potensi fitnah sudah di luar konsep ini. Karena sesungguhnya rasa cinta adalah fitrah yang diberikan Allah SWT kepada setiap insan manusia. Hal yang harus diperhatikan adalah etika dalam bergaul dengan lawan jenis, seperti tidak melakukan hal yang mengarah pada zina, tidak menyentuh dan berduaan dengan lawan jenis yang bukan muhirmnya, menjaga pandangan, serta menutup aurat. Maka dari itu, manusia perlu menahan hawa nafsunya jika belum merasa berkecukupan dan mapan baik materi ataupun iman bagi pasangannya kelak.
B. Saran
Berdasarkan isi makalah ini, sebaiknya pacaran tidak dilakukan karena lebih banyak membawa mudaratnya daripada manfaatnya. Jika memang ingin menyalurkan perasaan karena tertarik pada lawan jenis, disarankan untuk melakukan
khitbah
dengan tidak merugikan pihak laki-laki atau perempuan dan mempunyai tujuan yang jelas yakni pernikahan. Sesungguhnya pacaran yang baik adalah setelah menikah karena pasangan sudah berstatus halal bagi kedua belah pihak.
13
Siauw, Felix Y. 2013. Udah Putusin Aja! . Bandung. Mizania