Tugas Reading Report 6 Politik Internasional Nama : Fachri Pramuja/1506685233
Kelas : Politik Internasional A
Sumber Utama : Prakash Chandra, “Propaganda and Political Warfare as Instrument of National Policy,” dalam International Politics 3rd revised edition (New Delhi: PVT Ltd., Publishing House, 1995), hlm.109—115.
Propaganda dan Political Warfare: Sebuah Instrumen dalam National Policy
Propaganda merupakan sebuah terma yang saat ini telah kehilangan maknanya karena
terutupi oleh stigma negatif yang melingkupi penafsirannya. Suatu hal yang umum ketika
makna propaganda tidak bisa terlepas dari stigma negatif yang berkaitan dengan paksaan atau
pengaruh karena propaganda menjadi hal yang berkaitan erat dengan peristiwa-peristiwa
politik yang diikuti dengan berubahnya kondisi sosial seperti; perang dunia, pemerintah
otoritarian, konspirasi politik, hingga pengaruh penanaman ideologi-ideologi politik suatu
negara. Pada dasarnya propaganda merupakan tujuan komunikasi dalam masyarakat yang
berdemokrasi sehingga propaganda dapat menjadi salah satu instrumen dalam menjalankan
kebijakan-kebijakan suatu negara baik dalam lingkup domestik maupun hubungannya dengan
negara lain. Berkaitan dengan hal tersebut political warfare berada di dalam satu ruang yang
sama seperti propaganda namun berperan seperti hal yang membalut sistem kerja propaganda
di dalam memberi pengaruh terhadap kondisi konfigurasi politik.
Berangkat dari pemaparan di atas, penulis akan menyampaikan laporan hasil bacaan
dari tulisan Prakash Chandra yang bertajuk Propaganda and Political Warfare as Instrument
of National Policy dalam bukunya “International Politics 3rd revised edition”. Penulis akan
membagi tulisan ke dalam tiga bagian yakni, bagian pertama akan memaparkan ringkasan
mengenai awal kemunculan propaganda sebagai instrumen national policy; kemudian bagian
kedua akan menyampaikan mengenai sistem kerja propaganda dalam memengaruhi tindakan
masyarakat serta kaitannya dengan political warfare; lalu bagian terakhir akan ditutup dengan
kesimpulan beserta pertanyaan pemicu terkait topik pada tulisan ini.
Ulasan Singkat Sejarah Propaganda dan Pengunaannya
Dalam dunia politik, propaganda merupakan sebuah alat atau senjata yang penting
dalam menjalankan sebuah diplomasi. Propaganda telah digunakan sebagai cara untuk
menentukan agenda setting dari sejak zaman Roman Catholic Church yang saat itu bertujuan
setengah abad kemudia dari zaman tersebut propaganda telah bergeser fungsinya sebagai usaha
negara dalam menggunakan propaganda sebagai instrumen dari kebijakan nasional. Hal ini
terjadi didasari oleh berkembangnya dan revolusi di dalam dimensi komunikasi serta
penggunaan teknik yang lebih modern dalam menyampaikan komunikasi tersebut.
Berkembangnya dimensi komunikasi memberi pengaruh signifikan negara dalam penggunaan
propaganda sebagai instrumen dalam berperan di panggung politik internasional. Propaganda
juga berperan sebagai komunikasi politik negara dalam memberikan pengaruh terhadap aktor
lain tanpa harus menggunakan tindakan-tindakan yang bersifat koersif.
Sekitar abad 20, propaganda berkembang di dalam perpolitikan dunia, seperti yang
terjadi di dalam negara totalitarian yang menjadikan propaganda sebagai sebuah hal yang
memiliki konotasi negatif di dalam penyampaiannya. Terlebih lagi Marxist menggunakan
propaganda dalam skala yang luas untuk menanamkan paham bahwa sistem kelas harus
dihapuskan karena hanya menguntungkan kapitalis di dalam sebuah negara. Propaganda dapat
didefinisikan sebagai sebuah cara sistematis dalam memengaruhi pikiran, emosi, dan aksi yang
disampaika oleh kelompok tertentu untuk sebuah tujuan tertentu yang targetnya adalah publik.
Merujuk pada definisi Charles Bird, propaganda berarti sugesti yang diberikan oleh
sekelompok orang kepada pihak di luar kelompok tersebut dalam jumlah yang lebih besar
dengan menggunakan cara sistematis yang sudah terencana sebagai upaya mengontrol prilaku
dari target propaganda dan menjaga sebuah predetermined mode of conduct. Di sisi lain, studi
propaganda memberi definisi terhadap propaganda sebagai sebuah cara manipulasi dengan
menggunakan simbol-simbol tertentu untuk mengontrol aksi-aksi yang atau prilaku
kontroversial sehingga dapat diterima di dalam masyarakat.
Metode dan Teknik Penyampaian Propaganda
Di dalam penyampaian propaganda, terdapat beberapa teknik yang dilakukan yaitu, [1]
Methods of presentation, propagandis sering menyampaikan atau memberikan pembahasan
terkait isu propaganda melalui dua sisi yakni, pro dan kontra; [2] Technique for gaining
attention, saat tujuan propagandis ialah memformulasikan isu yang ingin dia tanamkan kepada
publik, propagandis perlu melakukan cara agar menarik perhatian masyarakat dan hal ini bisa
dilakukan dengan menggunakan kekuatan saat penyampaian. Metode lain yang digunakan
dalam gaining attention ialah mengujungi langsung para pemegang kekuasaan pemerintahan
dengan tujuan isu propaganda bisa terinternalisasi terhadap statesman; [3] Devices for gaining
response, dalam upaya mendapatkan responsi publik terhadap apa yang disampaikan,
maupun menuliskan pernyataan yang berkaitan dengan isu propaganda; [4] Methods of gaining
acceptance, pembangunan pemahaman antara propagandis dengan propagandee merupakan
cara untuk propaganda mendapat tempat di ruang publik dan biasanya upaya ini dilakukan oleh
propagandis dengan menyatakan bahwa mereka adalah termasuk dari bagian kelompok yang
menjadi target penanaman propaganda. Empat metode ini merupakan yang paling umum
dilakukan propagandis sebagai usaha penanaman isu propaganda terhadap publik agar tujuan
dari propagandis dan kepentingannya bisa tercapai. Namun, di dalam penerapan metode ini
terdapat negara-negara yang kepemimpinannya bersifat diktator menggunakan langkah lain
dalam usahanya menanamkan isu propaganda.
Penggunaan Propaganda di Negara Diktator dan Perkembangannya di Perang Dunia II Uni Soviet merupakan salah satu negara yang bisa menyukseskan propaganda agar
tertanam di dalam masyarakatnya. Dalam melakukan propaganda untuk penanaman niai-nilai
komunis, propagandis memiliki kata tersendiri atau alat tersendiri agar bisa menarik perhatian orang lain dengan kata-kata seperti “decadent bourgeoisie” dan “counter-revolutionary” , dalam menjangkau masyarakat kalangan buruh mereka menggunakan slogan Marxian dan
simbol-simbol seperti red star dan the hammel and sickle. Di sisi lain, Hitler dalam
mengembangkan Nazi di Jerman, Ia bertindak dengan membangun propaganda di dalam
internal pemerintahan dan saat propaganda sudah masuk ke dalam ruang pemerintah kemudian
Hitler membangun propaganda di dalam masyarakat untuk bisa membentuk satu opini publik.
Dalam perkembangan fasisme di Italy, propaganda yang dilakukan oleh Mussolini jauh lebih
tua dari perkembangan propaganda yang dilakukan oleh Hitler yaitu dengan menggunakan slogan “plain folk.” Slogan ini digunakan untuk menginspirasi masyarakan beserta simbol-simbol yang terdapat di dalamnya untuk memberikan makna kepada masyarakat bahwa mereka
bagian yang penting dan memiliki status di dalam terhadap negara.
Berbeda dengan perkembangan propaganda di negara-negara demokrasi saat
berlangsungnya Perang Dunia II, propaganda di negara demokrasi seperti Jepang, Britania
Raya, dan Amerika Serikat dinilai negara lebih menutup peran propaganda di dalamnya karena
demokrasi berlawanan dengan nilai-nilai propaganda. Namun sejak terjalinnya kerja sama
dengan negara-negara komunis, negara demokrasi seperi Jepang, Britania Raya, dan Amerika
Serikat bisa menghasilkan propaganda dengan hasil yang lebih baik karena salah satu caranya
Amerika Serikat menjaga ide perang dengan membangun kantor war information set up pada
tahun 1942 sebagai usaha untuk memperkenalkan psychological warfare.
Perkembangan Political Warfare
Sejak 1890 Eropa dan hampir negara di seluruh dunia berada di dalam lingkungan
perang dan persiapan-persiapan perang sebagai usaha antisipasi negara. Konsekuensi dari hal
ini ialah perdamaian dunia menjadi hal yang tidak mudah dicapai oleh negara karena perang
yang terjadi pada masa ini merupakan usaha kompetisi dalam memperjuangkan ideologi negara
dengan negara lain agar bisa tersebar di seluruh dunia. Pada kasus ini juga, diplomasi menjadi
tidak efektif dan cara lain untuk melakuan antara diplomasi dan perang adalah political
walfare. Political warfare berkaitan dengan diplomasi dan propaganda sebagai hasil usaha dari
penggabungan dua hal tersebut. Political warfare dapat didefinisikan sebagai refleksi dari
gagasan-gagasan politik dan kebijakan militer dalam upaya untuk mendapat dukungan dari
pihak lain. Political warfare tidak selalu diakhiri dengan konflik, membedakan makna warfare
yakni sebagai sebuah aksi koersif yang dilakukan oleh pihak tertentu dengan serangan fisik
yang tidak terkontrol namun, political warfare memiliki makna berbeda yakni, sebuah cara
untuk kekerasan atau tindakan yang diberikan baik fisik maupun secara sisi psikologi.
Kesimpulan
Dari pemaparan penulis di atas, dapat disimpulkan bahwa propaganda merupakan
sebuah aksi dalam upaya menanamkan nilai-nilai suatu kelompok terhadap publik agar dapat
diterima dan kemudian menjadi pedoman bagi berlangsungnya kondisi sosial, politik, budaya
dan dsb. di suatu wilayah dengan menggunakan permainan kata, simbol, maupun aksi-aksi
heroik yang dapat memengaruhi opini publik untuk dapat berlaku/bertindak sesuai dengan yang
telah ditentukan oleh kelompok tertentu (propagandis). Political warfare di sisi lain merupakan
sebuah hal yang lahir saat propaganda sudah tertanam dengan baik di dalam masyarakat
sebagai bentukan dari kondisi dimana saat diplomasi dan perang berada di level yang rendah
dan beralih menggunakan cara lain dalam mencapai kepentingan. Berdasarkan hal ini, penulis
mengajukan pertanyaan pemicu, apakah propaganda masih bisa berkembang di negara
demokorasi seperti Indonesia saat ini dimana perkembangan teknologi dan tingkat pendidikan
mulai meningkat ? Jika masih, propaganda yang seperti apa yang bisa berkembang di Indonesia