FILM, SPIRITUALITAS, DAN POSMODERNITAS
(AnalisisSemiotikPoststrukturalPada Lima Film Pendek Denny Januar Ali)
SKRIPSI
DiajukankepadaFakultasIlmuSosialdanIlmuPolitik
UniversitasMuhammadiyah Malang
SebagaiPersyaratanuntukmendapatkanGelarSarjana
DisusunOleh:
ANGGIANI WISDA WARDANI 201010040311130
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan kasih-NYA, serta kejutan-kejutan menegangkan dari-NYA hingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul FILM, SPIRITUALITAS, DAN POSTMODERNITAS (Analisis Semiotik Poststruktural Pada Lima Film Pendek Denny Januar Ali).
Di dalam tulisan ini disajikan pokok-pokok bahasan yang meliputi seperti apa tanda-tanda di dalam film, terutama praktik-praktik postmodernisme yang digunakan Denny JA untuk menyampaikan pesan spiritualitas postmodern. Kemudian peneliti juga mengungkapkan seperti apa gambaran Islam di Indonesia yang ingin divisualisasikan Denny JA pada lima film pendek berjudul Cinta yang Dirahasiakan, Minah Tetap Dipancung, Romi dan Yuli dari Cikeusik, Bunga Kering Perpisahan, dan Sapu Tangan Fang Yin. Selain itu, peneliti juga mengutarakan bentuk propaganda yang dilakukan Denny JA dengan mengangkat isu, ide, dan wacana Indonesia Tanpa Diskriminasi sebagai tema untuk lima film pendek yang merupakan hasil transformasi dari lima puisi esai miliknya.
Pada akhirnya, peneliti mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tuaku, Bapak Drs. Edy Wiyono dan Ibu Eni Sunarni, Bsc. Atas dukungan moril dan materil. Terimakasih yang sebesar-besarnya karena dengan iklas memberikan tenggang waktu lebih dan memfasilitasi segala kebutuhan penelitian, serta doa-doa yang tak berujung.
3. Bapak Farid Rusman, Drs, M.Si dan Bapak Sugeng Winarno S.sos, MA. Atas segala ilmu yang rela dibagikan kepada peneliti, juga referensi-referensi epik yang sangat membantu peneliti dalam menjawab rasa penasaran kepada film ini. Terimakasih pula karena berbesar hati dan tidak menghalangi peneliti yang sejak awal ngotot ingin meneliti lima film ini. Dari Pak Sugeng peneliti belajar ilmu analogi yang dasyat, dan dari Babe Farid peneliti belajar bernalar yang baik dan berfikir ilmiah. Terimakasih banyak.
4. Bapak Zen Amirudin, M.Med.Kom selaku penguji I dan Ibu Winda Hardyanti, M. Si selaku penguji II, terimakasih banyak atas masukan dan diskusi menarik yang menambah pengetahuan peneliti terkait penelitian ini.
5. Bapak Asep Nurjaman sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, atas kemudahan-kemudahan yang diberikan.
6. Bapak Denny Januar Ali, Ph.D, terimakasih pak, karena keterbukaannya dengan media sehingga peneliti dapat dengan mudah mencari informasi dan data-data terkait penelitian, juga tantangannya kepada kami generasi muda untuk berani menulis kritikan secara baik dan benar melalui penelitian.
7. Mas Andy Fuller yang mau merespon email-email saya, mau memberi masukan dan meladeni ajakan berdiskusi saya tentang postmodernisme. Terimakasih banyak Mas Andy. Salam.
8. Teman-teman di Komunitas Bisa Menulis (KBM) Regional Malang, teman berdiskusi dan saling memotifasi terhadap segala hal kepenulisan. Sukses selalu untuk kalian.
10. Teman-teman Komunitas United Indonesia Chapter Malang, terimakasih untuk segala kesempatan yang kalian sediakan untuk peneliti belajar segala hal, bikin event bareng, adventure bareng, dan terus bermimpi. Kita seperti anak muda yang lupa suatu saat kita akan tua.
11. Teman-teman KProject, terimakasih untuk kekompakan, kenangan, dan segala pelajaran berharga yang saling kita bagi, bersama kalian aku belajar saling menerima.
12. Teman-teman Kalimatpro, terimakasih banyak untuk pengalaman tak terlupakan dan masa-masa belajar bersama yang menyenangkan.
13. Terakhir dan tak terlupakan teman-teman IKOM C 2010, terimakasih banyak telah membantu segala hal selama bertahun-tahun belajar bersama, kalian luar biasa. Sampai jumpa dikesuksesan.
Peneliti menyadari adanya kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki peneliti, oleh karena itu, karena kesadaran bahwa penelitian adalah sebuah ‘proyek bersama’, maka peneliti mengharapkan saran yang membangun agar tulisan ini bermanfaat bagi peneliti dan yang membutuhkan. Saran dan kritik dapat dikirimkan melalui Giegreav@gmail.com.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI
DAFTAR ISI i
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR TABEL v
KATA PENGANTAR vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang 1
1.2 RumusanMasalah 7
1.3 TujuanPenelitian 8
1.4 ManfaatPenelitian 8
1.4.1 ManfaatSosial (Audience Information) 8
1.4.2 ManfaatAkademis 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Film Sebagai Medium Komunikasi Massa 10
2.2 Film Sebagai Media Propaganda 14
2.3 Film SebagaiIndustriKultur 16
2.4 PerkembanganIndustri Film Di Indonesia 31
2.5 SifatPesanKomunikasiSebagaiUnsurPembentuk Film 41 2.5.1 Komunikasi Verbal Dan InteraksiBahasa 43
2.5.2 Komunikasi Nonverbal 56
3.5.3 KomunikasiParalinguistikdanWaktu 63
2.6 StrukturPesanKomunikasiDalam Medium Film 65
2.7 Tanda-TandaPadaBahasa Film 89
2.8.2 Film Pop Dan Cultural Studies 128
2.8.3 DiskriminasidanDiskriminasiPopuler 135
2.8.4 AlatKonsumsiBarudanSimulasi Jean Baudrillard 140 2.8.5 PostmodernismeModerat Fredric Jameson 144
2.9KerangkaKonseptual 146
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 PendekatandanJenisPenelitian 149
3.2 Unit Analisis 149
3.3 TeknikPengumpulan Data 150
3.4 TeknikAnalisis Data 150
BAB IV TINJAUAN KEPADA OBJEK PENELITIAN
4.1 Transformasi Puisi Esai Denny JA Ke Dalam Film 154
4.2 Siapakah Denny JA? 157
4.3 ProfilSutradara 161
4.4 Filmografi 165
BAB V FILM, SPIRITUALITAS, DAN POSTMODERNITAS
5.1 Konstruksi Entitas SpiritualitasPostmodern Pada Teks Film 179 5.2 Bentuk Praktik-Praktik Postmodernisme Dalam Lima Teks Film 253 5.3 Propaganda dan Komonitas Pada Film-Film Denny JA 257 5.4 Diskriminasi Populer Dalam Wacana Indonesia Tanpa Diskriminasi 259
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan 261
6.2 Saran 262
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar Peta Tanda Roland Barthes 94
Gambar 4.1 Denny Januar Ali 157
[image:11.595.111.480.206.568.2]Gambar 4.2 Hanung Bramantyo 161
Gambar 4.3 Emil Heradi 161
Gambar 4.4 Karin Binanto 162
Gambar 4.5 Rahabi Mandra 162
Gambar 4.6 Indra Kobutz 162
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Ciri-Ciri yang Menandai Masa Postmodernitas 107
[image:12.595.150.446.275.570.2]Tabel 3.1 Contoh Tabel Analisis 151
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ahmed, Akbar S. 1996. Posmodernisme Bahaya dan Harapan bagi Islam. Penerjemah: M. Sirozi. Bandung: Mizan.
Ardianto, Elvinaro dan Bambang Q-Anees. 2011. Filsafat Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Barthes, Roland. 2007. Petualangan Semiologi. Penyunting: Dr. Wening Udasmoro. Yogyakarta: PustakaPelajar.
______________. 2004. Mitologi. Penerjemah: Nurhadi, A. SihabulMillah. Bantul: KreasiWacana.
______________. 2010. Imaji, Musik, Teks. Penerjemah: Agustinus Hartono. Yogyakarta: Jalasutra.
Bordwell, David dan Kristin Thomson. 2008. Film Art: An Introduction. New York: McGraw-Hill Companies.
Devito, Joseph A. 2011. Komunikasi Antar Manusia. Alih Bahasa: Agus Maulana. Tangerang: Karisma Publishing Group.
Eco, Umberto. 2008. Tamasya Dalam Hipperealitas. Penerjemah: Iakandar Zulkarnaen. Yogyakarta: Jalasutra.
Effendy, Heru. 2008. Industri Perfilman Indonesia: Sebuah Kajian. Jakarta: Erlangga.
Fautanu, Idzam. 2013. Filsafat Politik. Jakarta: GP Press.
Fiske, John. 2011. Memahami Budaya Populer. Penerjemah: Asma Bey Mahyuddin. Yogyakarta: Jalasutra.
Fuller, Andy.2011. Sastra dan Politik: Membaca Karya-Karya Seno Gumira Ajidarma. Yogyakarta: INSIST Press
Gibbons, Michael T. 2002. Tafsir Politik: Interpretasi Hermeneutis Wacana Sosial-Poitik Kontemporer. Penerjemah: Ali Noer Zaman. Yogyakarta: Penerbit Qalam.
Hardiman, F. Budi. 2003. Melampaui Positivisme dan Modernitas. Yogyakarta: Kanisius.
Hudjolly. 2011. Imagologi Strategi Rekayasa Teks. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.
Soe, H. G. 1999. Di Bawah Lentera Merah. Yogyakarta: Bentang Pustaka.
Irawanto, Budi. 1999. Film, Ideologi, danMiliter. Yogyakarta: Media Pressindo.
Karimah, Kismiyati El. Uud Wahyudin. 2010. Filsafat dan Etika Komunikasi. Bandung: Widya Padjajaran.
Kellner, Douglas. 2010. Budaya Media: Cultural Studies, Identitas, danPolitik: Antara Modern danPosmodern. Penerjemah: Galih Bondan Rambatan. Yogyakarta: Jalasutra.
Kriyanto, Rachmat. 2012. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana.
Littlejhon, Stephen W. Karen A. Foss. 2009. TeoriKomunikasi, Theories Of Human Communication. Jakarta: SalembaHumanika.
McRobbie, Angela. 2011. Posmodernisme dan Budaya Pop. Bantul: Kreasi Wacana.
McQuail, Dennis. 2011. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Salemba Humanika.
Mulyana, Deddy. Solatun. 2008. Metode Penelitian Komunikasi: Contoh-contoh Penelitian Kualitatif dengan Pendekatan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.
______________. 2008. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: RemajaRosdakarya.
Molan, Benyamin. 2012. Logika: Ilmu dan Seni Berpikir Kritis. Jakarta: Indeks.
Nata, Abuddin. 2012. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo persada.
Piliang, Yasraf Amir. 2012. Semiotika dan Hipersemiotika. Bandung: Matahari.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2009. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ritzer, George & Douglas J Goodman. 2011. Teori Sosiologi Modern: edisi keenam. Jakarta: Prenada Media Group.
Said, Salim. 1991. Pantulan Layar Putih. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Samovar, Larry A. Richard E. Porter. Edwin R. Mc Daniel. 2010. Komunikasi Lintas Budaya. Penerjemah: Indri Margareta Sidabalok. Jakarta: Salemba Humanika.
Sarup, Madan. 2007. Posstrukturalisme dan Posmodernisme Sebuah Pengantar Kritis. Alihbahasa: Medhy Aginta Hidayat. Yogyakarta: Jendela.
Sarwono, Jonathan. Hary Lubis. 2007. Metode Riset Untuk Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Andi.
Sunardi, ST. 2002. Semiotika Negativa. Yogyakarta: Kanal.
Suyatno, Bagong. Anatomi dan Perkembangan Teori Sosial. Malang: Aditya Media Publishing.
Sobur, Alex. 2009. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
_________. 2006. Analisis Text Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika, Analisis Framming. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Storey, John. 2006. Cultural Studies dan Kajian Budaya Pop. Penerjemah: Laily Rahmawati. Yogyakarta: Jalasutra.
Taher, Tarmizi. 2004. Menjadi Muslim Moderat. Jakarta: Mizan.
Yatim, Badri. 2013. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Jurnal
Riksa Belasunda, AcepIwanSaidi, Iman Sudjudi, 2014. Hibriditas medium pada Film Opera Jawa karya Garin Nugroho sebagai sebuah dekonstruksi, ITB J. Vis. Art & Des, Vol. 6, No. 2: 108-129.
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam, bahkan tanggal 22
oktober lalu telah ditetapkan sebagai hari santri nasional meskipun pro dan kontra
masih terus bergulir. Islam sebagai paham agama di Indonesia identik dengan
organisasinya (ormas), diantaranya Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama (NU),
bahkan yang radikal seperti Front Pembela Islam (FPI). Belakangan ini Islam
sebagai paham agama yang telah mendunia mendapat kecaman hebat, terutama
perihal kegiatan yang digencarkan oleh Islamic State Of Iraq And Syiria (ISIS).
Di negara Barat, Islam dalam gerakan organisasinya mendapat sambutan
yang tidak baik, namun sebaliknya Islam sebagai ajarannya yang universal sedang
mendapat sambutan yang baik, seperti penerimaan mereka terhadap karya
Jallaludin Rumi yang berisi ajaran Islam secara universal. Karya Rumi yang telah
berumur puluhan tahun silam kini muncul kembali dan best seller. Ini
menunjukkan bahwa fenomena fanatisme yang dilakukan anggota ormas Islamlah
yang sebenarnya dipermasalahkan. Pertanyaannya menjadi, mengapa ajaran Islam
dapat diterima di Negara Barat namun ormasnya tidak?
Meminjam teori penggemar dalam budaya populer, fanatisme yang
muncul dari ormas Islam ini memunculkan pula diskriminasi populer, ormas
Islam memiliki sosok yang dikatakan Gramci sebagai elit sosial atau intelektual
yang menjadi sosok dipatuhi oleh pengikut/ anggota ormas. Gagasan elit sosial
2 fanatik atau penggemar ini dikatakan oleh John Fiske sebagai kalangan yang
sangat keras membedakan mana yang mereka sukai dan mana yang tidak mereka
sukai, terutama yang berkaitan dengan idolanya. Ini menyebabkan penggemar rela
melakukan apapun untuk membela idolanya, penggemar yang dibutakan oleh
hasrat mencintai idolanya seringkali melakukan apapun tanpa berfikir panjang
dampak apa yang akan terjadi atau manfaat dari apa yang dilakukannya, intinya
mereka: penggemar, hanya melakukan segala hal demi idolanya. Inilah yang
sedang terjadi pada Urban society pun pada ormas Islam terutama di Indonesia.
Al-Quran sebagai kitab pedoman umat islam adalah berbentuk teks, berisi
kode-kode bahasa yang sebenarnya akan memunculkan interpretasi berbeda dari
pembacanya, hal ini menimbulkan pemaknaan yang sangat subjektif. Pada
permasalahan aqidah perlu dilakukan ij’tihat dengan tidak menutup mata terhadap
ilmu lain─ilmu barat sekalipun, terutama pada perkembangan budaya
masyarakatnya. Setiap umat Islam seharusnya melakukan pembacaan dan
pemahaman terhadap kitabnya, bukan sebaliknya hanya berpegang teguh pada
tafsir ulama A atau elit sosial B misalnya, pun ormas Islam yang ada di Indonesia,
seharusnya terbuka pada bentuk penelaahan aqidah secara terus menerus. Seperti
munculnya fenomena Gusdurian atau Gusdurisme di Indonesia, berkali-kali dalam
berbagai diskusi dikatakan bahwa jangan gelap mata menjadi penggemar
Gusdurnya, namun coba pahami apa yang telah dipahami oleh Gusdur. Ini
menarik, bahwa fenomena penggemar di Indonesia sulit untuk dikendalikan
pertumbuhannya, dan jika disimak, dampaknya mulai meresahkan lingkungan.
Ini juga sejalan dengan penelitian ilmiah ilmuan barat yang menemukan
3 setiap diri membutuhkan Tuhan atau sesuatu yang dituhankan dalam hidupnya. Ini
fenomena yang menarik, Islam sebagai spiritual religius seharusnya dapat
mengambil alih perhatian masyarakat dengan membuktikan bahwa ajarannya
adalah benar dan menjadi penuntun jalan hidup yang baik, Rahmatan lil’alamin,
bukan sebaliknya memperdebatkan hal-hal yang sifatnya subjektif dan
menyampingkan ajaran kebaikan dalam Islam yang sifatnya universal.
Islam sebagai paham agama juga sedang marak di konstruksi dalam media
film. Sebab film sejak kemunculannya hingga kini bukan saja menjadi media
hiburan, namun sering kali menjadi alat propaganda untuk menyampaikan sebuah
gagasan tertentu pada penontonnya. Masyarakat konsumsi mengalami perubahan
dengan menilai identitas dirinya dari apa yang mereka konsumsi, bukan lagi dari
apa yang telah mereka hasilkan: karya. Fenomena hijabers yang muncul di
Indonesia juga memperlihatkan Islam bukan lagi dilihat sebagai pesannya, namun
media apa yang digunakan untuk menarik perhatian dalam menyampaikan pesan/
dakwahnya. Ini juga terjadi pada Film di era postmodern. Pesan bukan lagi
menjadi sentral dalam film, melainkan bergeser pada konstruksi
medium-mediumnya. Seperti siapa tokoh yang memainkan peran dalam film, kostum,
setting, teknik shot, dll.
Tahun 2012 lalu muncul lima film pendek yang dikerjakan bersama-sama
oleh beberapa sutradara antara lain Hanung bramantyo, Emil Heradi, Karin
Binanto, Indra Kobutz, dan Rahabi Mandra. Lima film ini dibuat berdasarkan
puisi esai Denny Januar Ali atau yang biasa dikenal dengan nama Denny JA.
Denny JA sendiri menjadi eksekutif Produser dalam pembuatan lima film pendek
4 dalam sebuah fenomena sosial dimana tokoh ormas Islam dihadapkan pada
permasalahan pribadi. Tidak berhenti di situ, elit sosial ini juga terbentur oleh
budaya dan citra yang ia pertahankan sebagai seorang ketokohan. Film-film
berjudul Bunga Kering Perpisahan, Cinta Yang Dirahasiakan, Minah Tetap
Dipancung, Romi dan Yuli Dari Cukeusik, dan Sapu Tangan Fang Yin ini
merupakan dramatisasi dari realitas yang merupakan fenomena sosial yang pernah
terjadi di Indonesia, lebih tepatnya bertukar-tukar antara teks historis dengan teks
roman, peneliti melihat film-film ini mendekonstruksi narasi besar. Praktik
dekonstruksi dalam pengertiannya di sini adalah bukan menghilangkan atau tidak
lagi menggunakan narasi besar, sebaliknya malah menggunakan narasi besar
sebagai landasan dasar yang dibongkar dan kemudian diteliti secara detail hingga
muncullah kemungkinan-kemungkinan sudut pandang baru di dalamnya.
Seperti pada film Sapu Tangan Fang Yin yang menyuguhkan tokoh Fang
Yin sebagai korban kerusuhan Mei 1998, kerusuhan Mei 1998 ini berkaitan
dengan teks historis, namun film ini lebih mengangkat kisah korban kerusuhan itu
secara personal melalui tokoh Fang Yin yang fiktif. Ini juga terjadi pada film
Romi dan Yuli Dari Cukeusik yang mengangkat fenomena kerusuhan di Cikeusik
yang terjadi 2011 silam, yakni penganiayaan terhadap jama’ah Ahmadiyah setelah
fatwa MUI yang menyatakan Ahmadiyah sebagai aliran sesat. Kisah TKI di Arab
Saudi yang dipancung sebagai teks historis juga diangkat dalam film Minah Tetap
Dipancung, kisah cinta beda agama dan cinta sesama jenis dituangkan dalam
Bunga Kering Perpisahan dan Cinta Yang Dirahasiakan. Fenomena sosial yang
awalnya dalam lingkup teks historis ini dilihat lebih dari sisi komunikasi
5 tidak lagi murni, melainkan telah bertukar-tukar dengan ruang dramatis yang
bentuknya surrealis.
Pada kelima film yang dipersembahkan oleh Yayasan Denny JA Untuk
Indonesia Tanpa Diskriminasi ini mengangkat tema besar Anti-diskriminasi,
tokoh utamanya mengambil karakter feminim sebagai yang didiskriminasi, namun
pada akhirnya berhasil lepas dari perlakuan diskriminasi. Terlepasnya figur dari
diskriminasi bukan keberhasilannya melakukan perlawanan terhadap yang
mendiskriminasi, sebaliknya, figur ini mencoba mencari jawaban mengapa
mereka mendapatkan tindakan diskriminasi ini, lalu mencoba untuk
membicarakannya dengan baik tanpa membalas tindak diskriminasi dengan
melakukan diskriminasi juga. Denny JA lebih memilih bermain-main dengan
menikmati kematian tokohnya sebagai bentuk kebebasan, tokoh feminim yang
pada kebanyakan film-film ditampilkan sebagai sosok yang seksi dan menjadi
objek mata maskulinitas, pada film ini dilihat sebagai sosok yang tidak melakukan
revolusi, hanya saja berusaha untuk mengemukakan pendapat dari sudut
pandangnya agar lepas dari diskriminasi, baik diskriminasi gender, ras, atau
agama.
Denny JA juga mengadakan lomba resensi lima film ini dengan hadiah
yang nominalnya besar, namun yang menjadi pemenang cenderung bentuk resensi
yang kurang tajam dalam melihat lima film ini. Akibatnya, pada banyak situs
pemberitaan, terutama situs pribadi, film-film pendek Denny JA ini justru
mendapat asumsi negatif dari beberapa umat muslim, mulai dari disebut membuat
film yang menjelekkan Islam, sampai tuduhan mengangkat gagasan penganut
6 bukanlah seorang tokoh Islam, dan juga bukanlah seorang film maker, sehingga
akan muncul juga pertanyaan, sebenarnya apa yang sedang direncanakan Denny
JA dengan mengusung lima film ini? Sebab sekali lagi, film adalah bentuk paling
cocok untuk menggulirkan propaganda. Fenomena ini memperlihatkan dengan
jelas bentuk kematian sang pengarang, dimana pengarang tidak lagi berhak atas
pemaknaan terhadap teks yang dilontarkan kepada masyarakat, dalam hal ini
berbentuk lima film pendek, melainkan makna sepenuhnya berada pada pembaca
atau penikmat. Namun meminjam kata Barthes, bahwa makna filmis tidak terletak
pada artifisial dan struktur film, terutama sinematografinya saja, melainkan
penonton atau penikmat perlu meneliti lebih detail dan teliti terhadap makna yang
diimplisitkan pada shot-shotnya.
Maka untuk melakukan penelitian terhadap lima film pendek ini, peneliti
menemukan pendekatan analisis poststruktural, yakni makna tingkat tiga Barthes
sebagai pisau yang pas, karena peneliti menemukan adanya praktik-praktik
postmodernisme yang dilakukan oleh Denny JA dalam mengkonstruksi pesan dan
menggunakan film sebagai media penyampai pesannya. Postmodernisme sebagai
entitas yang digunakan Denny JA ini kemudian tampak dengan ditemukannya
indikator–indikator postmodernisme dalam lima film Denny JA, di antaranya:
karaterisasi identitas tokoh menjadi yang labil dan tidak koheren, penggunaan
mikronarasi, penyajian permasalahan yang tidak mendalam dan hanya
permukaannya saja, penggunaan ‘tukang cerita’ untuk menuturkan permasalahan
masyarakat, hibriditas kode budaya dan simulasi sebagai pembentuk hiperrealitas,
7 mengusung konsep garda depan, dekonstruksi teks yang menyebabkan tidak
adanya makna tunggal, dan keterkaitan dengan budaya populer.
Inilah yang menarik minat peneliti untuk melakukan penelitian terhadap
kelima film pendek ini. Dua pertanyaan dasar dalam melakukan penafsiran ini
adalah pertama, bentuk diskriminasi seperti apa yang dilawan oleh Denny JA
dalam lima film ini, dan yang kedua bagaimana ia menggunakan
perangkat-perangkat gaya postmodernisme pada elemen-elemen film untuk menunjukkan
perlawanannya? Sehingga untuk memperoleh gambaran detail dari konstruksi
tanda pada lima film pendek inilah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Film, Spiritualitas, dan Postmodernitas (Analisis Semiotik Poststruktural Pada Lima Film Pendek Denny Januar Ali).”
1.2 Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang yang telah diuangkapkan oleh peneliti, maka
rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pesan dan makna tanda-tanda spiritualitas secara kontekstual
dalam lima film pendek Denny JA dilihat dari teori postmodern?
2. Bagaimana penggambaran Islam sebagai budaya pop dinarasikan dalam lima
film Denny JA?
3. Bagaimana makna gagasan Indonesia Tanpa Diskriminasi yang diwacanakan
8 1.3 Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah yang telah dipetakan di atas, maka tujuan
dari penelitian ini adalah:
1. Untuk memahami pesan dan makna tanda-tanda spiritualitas secara
kontekstual dalam lima film pendek Denny JA dilihat dari teori postmodern,
2. Untuk memahami seperti apa penggambaran Islam sebagai budaya pop
dinarasikan dalam lima film Denny JA, dan
3. Untuk memahami seperti apa makna gagasan Indonesia Tanpa Diskriminasi
yang diwacanakan Denny JA.
1.4 Manfaat Penelitian
Setelah menyusun rumusan masalah dan menemukan tujuan dari
penelitian ini, maka terdapat dua manfaat yang nantinya dapat diperoleh dari hasil
penelitian ini yakni:
1.4.1 Manfaat Sosial (Audience Information)
Manfaat dari penelitian ini yang pertama adalah sebagai audience
information, yakni peneliti melakukan kritik sosial terhadap lima film ini dengan
alasan kesadaran audience perlu digugah sehingga berdayaa menghadapi pesan
komunikasi massa dan tidak mudah dikelabuhi industri, terutama industri
9 1.4.2 Manfaat Akademis
Manfaat akademis dari penelitian ini adalah agar kedepannya penelitian ini
dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya, terutama penelitian yang
menggunakan analisis teks dalam hal ini khususnya semiotik poststruktural yang