• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KE (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KE (1)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 1 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEMAMPUAN BIDAN DALAM MENDETEKSI DINI KASUS PREEKLAMSIA DI PUSKESMAS GAJAH MADA KABUPATEN INDRAGIRI HILIR TAHUN 2014

Dewi Anggriani Harahap

Dosen STIKes Tuanku Tambusai Riau, Indonesia

ABSTRACT

Preeclampsia during pregnancy can be identified by monitoring blood pressure, urine protein tests and physical examinations. Implementation of early detection and management of preeclampsia in pregnant women can prevent the development of preeclampsia becomes eclampsia, so as to reduce the incidence of maternal preeclampsia and eclampsia. The purpose of this study was to determine the factors associated with the ability of midwives in early detection of preeclampsia cases in PHC Gajah Mada Indragiri Hilir 2014. This study was conducted in May 2014. The design of this study is to use the analytic cross-sectional design. The population in this study were all midwives working in PHC Gajah Mada. Sampling in this study using the total population with a total sample of 47 respondents. Measuring instrument used was a questionnaire. The analysis used univariate and bivariate analysis with the hypothesis test is a chi-square test. Based on the results of chi-square test with 95% confidence level with x2 tables (3,814), obtained the relationship of knowledge (x2 count = 22.88), training (x2 count = 9.02) and tenure (x2 count = 11.12) the ability of midwives in early detection of cases of preeclampsia. There is a relationship between knowledge, training and years of service with the ability to detect early midwife in the case of preeclampsia. Midwives Organisation that is expected to organize training related to emergency obstetric and neonatal treatment.

Keywords : Midwife, Early Detection, Preeclampsia Bibliography : 30 (2004-2011)

PENDAHULUAN

Angka Kematian Ibu (AKI) dijadikan sebagai salah satu indikator keberhasilan sistem pelayanan kesehatan suatu Negara dan indikator dibidang kesehatan obstetri. Meningkatkan kesehatan ibu adalah salah satu dari delapan tujuan Millenium Development Goals (MDGs) yakni, negara berkomitmen untuk mengurangi AKI sebanyak ¾ antara tahun 1990 sampai tahun 2015, yang mana AKI di negara berkembang lebih besar yakni, 240/100.000 kelahiran hidup dibandingkan negara maju yakni

16/100.000 kelahiran hidup (WHO, 2012).

(2)

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 2 (8%), emboli obstetri(1%) dan penyebab

yang lain (11%) (WHO, 2012).

Preeklamsia merupakan penyebab kematian ibu tertinggi kedua setelah perdarahan. Menurut WHO (2008) angka kejadian preeklamsia diseluruh dunia berkisar antara 0,51%-38,4%. Preeklamsia merupakan sekumpulan gejala yang secara spesifik hanya muncul selama kehamilan dengan usia lebih dari 20 minggu dan dapat di diagnosis dengan kriteria adanya peningkatan tekanan darah selama kehamilan (sistolik ≥140 mmHg atau diastolik ≥90 mmHg), yang sebelumnya normal, disertai proteinuria (≥ 0,3 gram protein selama 24 jam atau ≥ 30 mg/dL dengan hasil reagen urine ≥ +1) (Varney, 2006).

Berdasarkan laporan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, jumlah AKI di Indonesia meningkat sebesar 359/100.000 kelahiran hidup, dibandingkan tahun 2007 jumlah AKI berkisar 228/100.000 kelahiran hidup, peningkatan jumlah AKI tersebut masih jauh dari target yang diharapkan oleh MDGs pada tahun 2015 yaitu jumlah AKI 102/100.000 kelahiran hidup. Penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan (42%), preeklamsia/eklamsia (13%), abortus (11%), infeksi maternal (10%), partus lama/persalinan macet (9%) serta penyebab lain (15%)

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 2010 salah satu program untuk menurunkan AKI dengan mencegah terjadinya komplikasi kehamilan dan persalinan adalah melalui deteksi dini. Deteksi dini kehamilan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menemukan ibu hamil yang mempunyai faktor resiko dan komplikasi kehamilan. Salah satu faktor resiko pada ibu hamil adalah riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya. Deteksi dini pada asuhan

Antenatal Care (ANC) merupakan cara penting untuk memonitor dan mendukung serta mendeteksi kesehatan ibu hamil agar tidak terjadi komplikasi pada kehamilan (Saifuddin, 2008).

Standar pelayanan kebidanan dalam mendeteksi dini komplikasi kehamilan atau persalinan khususnya penyakit preeklamsia/eklamsia adalah standar pemantauan dan pemeriksaan kehamilan dan standar pengelolaan hipertensi pada kehamilan serta standar dalam penanganan kegawatdaruratan obstetri neonatal dan eklamsia. Standar ini merupakan pedoman bagi tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan yang sesuai dengan kompetensi dan wewenang yang diberikan. Salah satu standar kompetensi bidan yakni memberikan asuhan antenatal yang bermutu tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan ibu selama kehamilan yang meliputi deteksi dini, pengobatan dan rujukan (Depkes RI, 2009.

(3)

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 3 meningkat pada tahun 2012 yakni

sebesar 19,62% (Profil Dinkes, 2012). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hilir, jumlah kematian ibu mengalami peningkatan dari tahun 2010 sampai tahun 2012. Pada tahun 2010 sebesar 25 orang, tahun 2011 sebesar 37 orang dan pada tahun 2012 sebesar 40 orang. Penyebab utama

kematian ibu pada tahun 2012 adalah perdarahan sebanyak 13 ibu (89,47%), meskipun perdarahan merupakan penyebab kematian ibu yang pertama di Kabupaten Indragiri Hilir, namun demikian jumlah kasus preeklamsia pada tahun 2008 sampai tahun 2012 mengalami peningkatan, dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1.1 Jumlah Kasus dan Kematian Ibu Terbanyak di Kabupaten Indragiri Hilir dari Tahun 2008-2012

Kasus

Jumlah Kasus dan Kematian Ibu

2008 2009 2010 2011 2012

K M K M K M K M K M

Perdarahan 210 12 265 19 311 17 390 11 423 13 Preeklamsia 163 4 170 6 172 2 438 7 613 7

Infeksi 0 1 1 3 13 0 98 1 39 1

Abortus 348 1 213 0 312 0 238 1 260 1

Partus lama 245 0 180 1 140 0 277 0 297 8

Sebab lain 25 19 36 11 6 0 47 17 70 10

Total 991 37 865 40 954 19 1488 37 1702 40

Sumber: Data Ruang Kesga Dinkes Kab.Inhil, 2012 Ket: K= Kasus M= Kematian

Pada tabel tersebut terlihat bahwa kasus preeklamsia meningkat dari tahun 2008 sebanyak 163 kasus, tahun 2009 sebanyak 170 kasus, tahun 2010 sebanyak 172 kasus, tahun 2011 sebanyak 438 kasus dan tahun 2012 sebanyak 613 kasus. Kasus preeklamsia yang tidak ditangani dengan segera akan berdampak menjadi penyebab kematian utama pada ibu, serta untuk menghindari hal tersebut perlu pengelolaan deteksi dini preeklamsia secara tepat pada saat kehamilan.

Studi pendahuluan dilakukan di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir karena merupakan salah satu dari tiga Puskesmas yang ada di Tembilahan Kota dan merupakan salah satu Puskesmas Rawat Inap yang menerima pasien, selain pasien umum dan juga pasien dengan kasus obstetri,

sehingga dapat melihat kasus-kasus obstetri yang ada di Puskesmas tersebut. Adapun beberapa kasus obstetri yang ada di Puskesmas Gajah Mada pada tahun 2012 adalah perdarahan sebanyak 5 orang, preeklamsia sebanyak 8 orang, partus lama sebanyak 12 orang dan sebab lain sebanyak 5 orang yang terdiri dari kasus letak sungsang dan ketuban pecah dini.

(4)

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 4 Tabel 1.2 Data Kasus Preeklamsia di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri

Hilir Tahun 2011-2013

Tahun Jumlah Ibu

Hamil

Kejadian Preeklamsia pada Ibu Hamil

Kejadian Preeklamsia pada Ibu Bersalin

2011 843 16 20

2012 938 11 19

2013 368 7 27

Total 1388 27 39

Sumber: Data Ruang KIAPuskesmas Gajah Mada

Dari data diatas dapat dilihat, pada tahun 2011 kejadian preeklamsia ibu hamil sebanyak 16 orang dan kejadian preeklamsia pada ibu bersalin sebanyak 20 orang dan ada 4 orang tidak terdeteksi kejadian preeklamsia pada ibu bersalin. Pada tahun 2012 kejadian preeklamsia pada ibu hamil 11 orang dan kejadian preeklamsia pada ibu bersalin sebanyak 19 orang dan ada 8 orang tidak terdeteksi preeklamsia pada ibu bersalin, sedangkan pada tahun 2013 sampai bulan November kejadian preeklamsia sebanyak 7 orang dan kejadian preeklamsia ibu bersalin sebanyak 27 orang. Hal tersebut disebabkan tidak terdeteksi pada saat ANC. Pasien yang bersalin di Puskesmas Gajah Mada dengan kasus preeklamsia dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Puri Husada Tembilahan, karena Puskesmas Gajah Mada bukan merupakan Puskesmas PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Dasar) sehingga tidak memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan terhadap pasien preeklamsia/eklamsia sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 828/MENKES/SK/IX/2008 tentang kewenangan Puskesmas PONED.

Rujukan dari Puskesmas Gajah Mada ke RSUD Puri Husada pada tahun 2011-2013 terdapat ketidaktepatan mendiagnosa oleh bidan dalam merujuk kasus preeklamsia, yakni pada tahun 2011 ada 2 orang pasien yang dirujuk dengan kasus preeklamsia ringan tiba di RSUD menjadi preeklamsia berat, pada

tahun 2012 terdapat 1 orang pasien yang dirujuk dengan kasus preeklamsia berat tiba di RSUD Puri Husada menjadi kasus eklamsia, sedangkan pada tahun 2013 terdapat 2 orang pasien yang dirujuk dengan ketidaktepatan mendiagnosa yakni hasil pemeriksaan protein urin +2 dengan diagnosa preeklamsia berat, sehingga dengan ketidaktepatan mendiagnosa maka perencanaan asuhan perencanaan asuhan kebidanan yang akan dilakukan juga tidak tepat. Perencanaan asuhan kebidanan dengan kesesuaian diagnosa akan menggambarkan kemampuan bidan dalam mendeteksi dini pada kasus preeklamsia.

(5)

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 5 bahwa pada kunjungan ANC keadaan

pasien dalam keadaan normal sedangkan pada saat bersalin menjadi keadaan tidak normal dengan adanya tanda-tanda preeklamsia baik ringan maupun berat.

Berdasarkan permasalahan diatas kemampuan mendeteksi dini preeklamsia dipengaruhi oleh faktor kemampuan intelektual dan kemampuan fisik dalam hal ini adalah keterampilan, keterampilan fisik diperoleh dari pelatihan. Bidan yang bekerja di Puskesmas Gajah Mada sebagian besar berpendidikan Diploma III Kebidanan serta keikutsertaan bidan dalam mengikuti pelatihan tentang kegawatdaruratan obstetri dan neonatal terhadap kemampuannya mendeteksi dini preeklamsia.

Beberapa faktor yang telah diuraikan diatas, ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku baik secara internal maupun secara eksternal, maka dengan keterbatasan peneliti menetapkan tiga faktor yang berhubungan dengan kemampuan bidan dalam mendeteksi dini yakni pengetahuan, pelatihan dan masa kerja karena perilaku yang baik tidak hanya dilihat dari segi pengetahuannya saja, keterampilan melalui pelatihan bidan sangat berperan dalam mendeteksi dini preeklamsia. Berdasarkan faktor-faktor tersebut menjadi gagasan yang perlu dipublikasikan dengan judul “Faktor -faktor yang Berhubungan dengan Kemampuan Bidan dalam Mendeteksi Dini Kasus Preeklamsia di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri

Hilir Tahun 2014”.

METODE

Penelitian ini merupakan suatu penelitian analitik dengan desain crosssectional. Rancangan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan, pelatihan dan masa kerja dengan kemampuan bidan dalam

mendeteksi dini kasus preeklamsia di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2014.

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel Independent (pengetahuan, pelatihan dan masa kerja bidan) dan variabel dependent (kemampuan bidan dalam mendeteksi dini kasus preeklamsia). Waktu Penelitian di laksanakan dari tanggal Mei 2014 di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir.

Populasi dalam penelitian ini adalah bidan yang bekerja di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir berjumlah 47 orang. Teknik pengambilan sampel yakni total populasi yaitu seluruh bidan yang bekerja di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir.

Analisis Data yang digunakan adalah analisis univariat digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari variabel bebas (variabel independent) yaitu pengetahuan, pelatihan, masa kerja bidan dan variabel terikat (variabel dependent) kemampuan bidan dalam mendeteksi dini kasus preeklamsia. Analisis bivariat diolah menggunakan Uji Chi-Square untuk menganalisa hubungan antara variabel independent (pengetahuan, pelatihan dan masa kerja bidan) dengan variabel dependent (kemampuan bidan dalam mendeteksi dini kasus preeklamsia).

HASIL

a. Analisis Univariat

(6)

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 6 mendeteksi dini kasus preeklamsia

sebanyak 26 bidan (55,3%).

b. Analisis Bivariat

Tabel 4.2 Hubungan Pengetahuan bidan dengan Kemampuan Bidan dalam Mendeteksi Dini Kasus Preeklamsia di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2014

No

Variabel Pengetahuan

Bidan

Kemampuan Bidan dalam Mendeteksi Dini Kasus

Preeklamsia Total x

2 hitung PR

Tidak Mampu Mampu

1 2

Rendah Tinggi

23 (85,2%) 3 (15%)

4 (14,8%) 17 (85%)

27 (57,4%) 20 (42,6%)

20,98 5,67 (6,43-165,1

Total 26 (55,3%) 21 (44,7%) 47 (100%)

Ket : Hasil penelitian dilakukan dengan uji statistik chi-square x2 tabel = 3,841

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui dari 47 bidan, bidan yang berpengetahuan rendah dan mampu mendeteksi dini kasus preeklamsia sebanyak 4 bidan (14,8%), sedangkan 3 bidan (15%) bidan dengan pengetahuan tinggi tidak mampu melakukan deteksi dini pada kasus preeklamsia.

Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan chi-square didapatkan

x2

hitung = 20,98 (X tabel = 3,841), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

pengetahuan bidan dengan kemampuan bidan dalam mendeteksi dini kasus preeklamsia di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2014. Hasil analisis diperoleh nilai Prevalens Ratio (PR) = 5,67 artinya bidan yang berpengetahuan rendah mempunyai risiko 5,67 kali terhadap ketidakmampuan mendeteksi dini kasus preeklamsia dibandingkan bidan yang berpengetahuan tinggi.

Tabel 4.3 Hubungan Pelatihan Bidan dengan Kemampuan Bidan dalam Mendeteksi Dini Kasus Preeklamsia di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2014

No Variabel

Pelatihan Bidan

Kemampuan Bidan dalam Mendeteksi Dini Kasus

Preeklamsia Total x

2 hitung PR

95% CI

Tidak Mampu Mampu

1 2

Tidak pernah Pernah

22 (70,97%) 4 (25%)

9 (29,03%) 12 (75%)

31 (66%) 16 (34%)

9,02 2,85 1,86-28,91

Total 26 (55,3%) 21 (44,7%) 47 (100%)

Ket : Hasil penelitian dilakukan dengan uji statistik chi-square x2

tabel = 3,841

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui dari 47 bidan, bidan yang tidak pernah mengikuti pelatihan PPGDON dan mampu mendeteksi dini kasus preeklamsia sebanyak 9 bidan (29,03%),

(7)

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 7 Berdasarkan hasil uji statistik

menggunakan chi-square didapat x2 hitung = 9,02 (Xtabel =3,84), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan pelatihan bidan dengan kemampuan bidan dalam mendeteksi dini kasus preeklamsia di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2014.

Hasil analisis diperoleh nilai Prevalens Ratio (PR) = 2,84 artinya bidan yang tidak pernah mengikuti pelatihan PPGDON mempunyai risiko 2,84 kali terhadap ketidakmampuan mendeteksi dini kasus preeklamsia dibandingkan bidan yang pernah mengikuti pelatihan PPGDON.

Tabel 4.4 Hubungan Masa Kerja Bidan dengan Kemampuan Bidan dalam Mendeteksi Dini Kasus Preeklamsia

No Variabel Masa Kerja Bidan

Kemampuan Bidan dalam Mendeteksi Dini Kasus

Preeklamsia Total x

2 hitung PR

95% CI

Tidak Mampu Mampu

1 2

Kurang Optimal Optimal

23 (71,9%) 3 (20%)

9 (28,1%) 12 (80%)

32 (68,1%) 15 (31,9%)

11,12 3,6 2,32-44,97

Total 26 (55,3%) 21 (44,7) 47 (100%)

Ket : Hasil penelitian dilakukan dengan uji statistik chi-square x2 tabel = 3,841

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui dari 47 bidan, bidan yang masa kerja kurang optimal mampu mendeteksi dini kasus preeklamsia sebanyak 9 bidan (28,1%), sedangkan bidan yang masa kerja optimal TIDAK mampu mendeteksi dini kasus preeklamsia sebanyak 3 bidan (20%).

Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan chi-square didapat x2 hitung = 11,12 (x tabel =3,841), maka

dapat disimpulkan bahwa ada hubungan masa kerja bidan dengan kemampuan bidan dalam mendeteksi dini kasus preeklamsia di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2014. Hasil analisis diperoleh nilai Prevalens Ratio (PR) = 3,6 artinya bidan yang masa kerja kurang optimal mempunyai risiko 3,6 kali terhadap ketidakmampuan mendeteksi dini kasus preeklamsia dibandingkan bidan yang masa kerja optimal.

PEMBAHASAN a. Analisis Univariat

Menurut Notoadmodjo (2007) pengetahuan merupakan hasil dan akibat proses penginderaan yang sebagian besar berasal dari penglihatan dan pendengaran. Adapun pendapat menurut Wibowo (2009) peranan pengetahun dapat menggambarkan kecakapan seseorang dalam segi pemikiran kognitif seperti pemikiran konseptual dan pemikiran analitis. Pengetahuan juga dapat diperoleh dari berbagai pengalaman.

Menurut Simanjuntak (2005) pelatihan merupakan bagian dari investasi sumber daya manusia (human investment) untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja, dengan demikian dapat meningkatkan kinerja pegawai. Menurut Siagian (2006) masa kerja adalah lamanya seseorang bekerja pada suatu organisasi.

(8)

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 8 dilakukan seseorang. Apabila dikaitkan

dengan hasil penelitian bidan yang tidak mampu mendeteksi dini adalah tidak memiliki kemampuan secara intelektual dan kemampuan secara fisik dalam hal keterampilan khususnya mendeteksi dini kasus preeklamsia. Hal tersebut harus dimiliki oleh bidan yang termasuk standar pelayanan kebidanan yakni mengenali dan menemukan secara dini hipertensi pada kehamilan dan melakukan tindakan yang diperlukan.

Menurut asumsi peneliti dikaitkan dengan teori yang ada pengetahuan yang tinggi diperoleh dari pendidikan baik formal maupun informal dan pengalaman yang dimiliki oleh bidan selama mengemban tugas. Hal tersebut dapat tergambarkan bahwa mayoritas bidan berpendidikan DIII Kebidanan, bahkan masih ada yang berpendidikan DI Kebidanan, akan tetapi lulusan DIII kebidanan yang belum memiliki pengalaman dalam bekerja terutama bekerja dilahan praktik belum mampu mengambil keputusan untuk mendeteksi dini kasus preeklamsia.

b. Analisis Bivariat

1. Hubungan Pengetahuan Bidan

Tentang Deteksi Dini Kasus Preekalmsia dengan Kemampuan Bidan dalam Mendeteksi Dini Kasus Preeklamsia

Berdasarkan hasil uji statistik chi-square dengan tingkat kepercayaan 95% diperoleh x2 hitung = 20,98 ≥ x2 tabel = 3,841, artinya ada hubungan pengetahuan bidan dengan kemampuan bidan dalam mendeteksi dini kasus preeklamsia di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2014. Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan seseorang memiliki intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Perbedaan tingkat pengetahuan

menggambarkan kemampuan berfikir baik secara konseptual maupun analitis.

Menurut Robin (2007) kemampuan seseorang terdiri dari kemampuan intelektual yakni kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktifitas mental berfikir, menalar dan memecahkan masalah serta kemampuan fisik yang dibutuhkan untuk melakukan tugas yang menuntut keterampilan.

Menurut asumsi peneliti dikaitkan dengan teori yang ada bahwa pengetahuan mempengaruhi pola fikir dan kemampuan fisik dalam segi keterampilan terutama kemampuan mendeteksi dini kasus preeklamsia. Semakin tinggi tingkat pengetahuannya maka bidan sudah mampu melakukan justifikasi terhadap sesuatu permasalahan pada kasus preeklamsia dan dapat mengambil suatu tindakan untuk penanganan segera. Berdasarkan hasil penelitian ini mayoritas pengetahuan bidan rendah, maka kemampuan dalam hal mendeteksi dini pada kasus preeklamsia juga masih rendah. Hal tersebut didasarkan atas kebiasaan mengambil tindakan tanpa menganalisis sebab akibat, hanya fokus pada penanganan terhadap kasus tersebut, selain faktor pengetahuan tersebut, media massa sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi, radio, mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya perilaku, faktor sikap juga mempengaruhi respon pribadi terhadap obyek dalam hal ini berkaitan dengan perilaku. Sikap seseorang dapat membentuk sikap sosial yakni ada keseragaman sikap terhadap suatu obyek.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Elvi (2011), pengetahuan sangat berhubungan terhadap kinerja bidan

(9)

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 9 preeklamsia.Perubahan perilaku yang

terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan yakni dengan bertambahnya pengetahuan semakin bertambah keterampilannya. Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki merupakan kelanjutan dari pengetahuan sebelumnya, sebaliknya pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh akan menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan dan keterampilan berikutnya.

2. Hubungan Pelatihan Bidan dengan

Kemampuan Bidan dalam

Mendeteksi Dini Kasus

Preeklamsia

Berdasarkan hasil uji statistik chi-square diperoleh x2 hitung = 9,02 ≥ x2 tabel = 3,841, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan pelatihan bidan dengan kemampuan bidan dalam mendeteksi dini kasus preeklamsia di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2014.

Pelatihan merupakan bagian dari investasi sumber daya manusia untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja serta kompetensi bidan. Menurut Ivencevich (2008) pelatihan merupakan sebuah proses sistematis untuk mengubah perilaku kerja seseorang/sekelompok pegawai dalam usaha meningkatkan kinerja organisasi, pelatihan terkait dengan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk pekerjaannya.

Prestasi kerja akan meningkat apabila ada kesesuaian antara kemampuan dan jenis pekerjaan, oleh karena itu kebutuhan akan kemampuan bidan dibutuhkan kemampuan secara intelektual dengan mengetahui tanda dan gejala preeklamsia dan mampu menalar untuk memecahkan permasalahan

terhadap kasus tersebut, serta kemampuan yang menuntut keterampilan melalui pelatihan dalam hal penanganan awal jika terdeteksi preeklamsia dan merencanakan asuhan kebidanan yang tepat. Kemampuan keterampilan dapat juga diperoleh dari pengalaman bekerja disebuah unit pelayanan kesehatan yakni pengalaman dalam mendeteksi dini kasus preeklamsia.

Menurut asumsi peneliti yang dikaitkan dengan teori bahwa, ada keterkaitan pelatihan dengan ranah pembelajaran, dimana ranah pembelajaran meliputi kognitif, psikomotor dan afektif. Bidan yang pernah mengikuti pelatihan akan mampu meningkatkan keterampilan atau kompetensi kerja terutama pelatihan tentang penanganan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal sehingga mampu mendeteksi dini kasus preeklamsia. Pernyataan tersebut tergambarkan dengan bidan yang tidak pernah mengikuti pelatihan terdiri dari bidan TKS sebanyak 25 orang, PTT sebanyak 3 orang dan PNS sebanyak 3 orang. Pelatihan diadakan dengan materi khusus dan jadwal waktu pelaksanaan yang pendek dan lebih diutamakan kepada bidan pelaksana yang PNS, maka dari itu banyak bidan yang tidak pernah mengikuti pelatihan dikarenakan mayoritas TKS dan PTT, sedangkan PNS yang tidak pernah mengikuti pelatihan tersebut adalah bidan yang masa kerja kurang optimal. Pelatihan PPGDON tidak diadakan dengan jadwal secara rutin setiap tahunnya, sehingga kesempatan untuk ikut pelatihan tersebut belum ada.

(10)

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 10 tingginya kasus preeklamsia maka

diperlukan pengembangan keterampilan atau keahlian sangat penting bagi bidan pelaksana, secara deskripsi tertentu potensi bidan mungkin sudah memenuhi syarat administrasi pada pekerjaan, tetapi secara aktual bidan harus mengikuti atau mengimbangi perkembangan sesuai dengan tugas yang dijabatnya. Alasan tidak rutinnya pelaksanaan pelatihan yang diaadakan oleh dinas kesehatan yang bekerja sama dengan organisasi profesi adalah faktor alokasi dana yang tidak secara rutin dianggarkan untuk pelaksanaan tersebut, sehingga tidak memungkinkan untuk dapat mengikuti pelatihan oleh bidan secara keseluruhan, dan pelaksanaan pelatihan tersebut lebih diutamakan adalah bidan pelaksana yang sudah PNS, karena adanya keterikatan beban kerja dengan jabatannya.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Melandi Meha (2009) bahwa ada hubungan yang signifikan anatara pelatihan dengan pengetahuan sehingga dapat meningkatkan keterampilan bidan. Pelatihan sangat mempengaruhi perubahan perilaku sehingga dapat meningkatkan keterampilan bidan yang lazimnya dirumuskan dalam kategori pengetahuan, kecerdasan, sikap serta keterampilan.

3. Hubungan Masa Kerja Bidan

dengan Kemampuan Bidan dalam

Mendeteksi Dini Kasus

Preeklamsia

Berdasarkan hasil uji statistik chi-square diperoleh x2 hitung = 11,12 ≥ x2 tabel = 3,841, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan masa kerja bidan dengan kemampuan bidan dalam mendeteksi dini kasus preeklamsia di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2014. Menurut Notoatmodjo (2005), pengalaman adalah

guru yang baik, oleh sebab itu pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dan peningkatan kualitas pelayanan.

Hal tersebut dikarenakan oleh bidan yang masa kerja kurang optimal dan tidak mampu mendeteksi dini pada kasus preeklamsia adalah bidan yang memiliki pendidikan DIII sebanyak 16 orang dan DIV sebanyak 4 orang. Menurut Depkes RI (2009), lama bekerja seseorang bidan dapat diidentikkan dengan banyaknya pengalaman yang sudah dimilikinya, dengan demikian semakin banyaknya pengalaman yang diperoleh seseorang selama bekerja maka pengetahuan bidan bertambah pula, dengan pengetahuannya tersebut bidan dapat menyesuaikan diri dengan pekerjaan yang diembannya.

Bidan yang baru lulus dari pendidikan DIII Kebidanan, sementara pengalaman dan keahlian dalam mendeteksi dini kasus obstetri khususnya preeklamsia masih belum memadai, karena teori yang diperoleh tidak seluruhnya ditemukan di lahan praktik sehingga dibutuhkan pengalaman yang baik.

(11)

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 11 Motivasi merupakan dorongan yang ada

dalam diri sehingga menyebabkan bidan mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian dan keterampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gunarta (2002), dimana terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan ketepatan diagnosis kasus obstetri. Lamanya masa kerja seseorang disebuah unit pelayanan kesehatan merupakan pengalaman yang sangat berharga sebagai landasan untuk memecahkan suatu permasalahan terutama ketepatan diagnosis terhadap kasus obstetri.

PENUTUP

Simpulan

1. Semakin tinggi pengetahuan bidan maka semakin mampu dalam mendeteksi dini kasus preeklamsia di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2014.

2. Terdapat hubungan pelatihan bidan dengan kemampuan bidan dalam mendeteksi dini kasus preeklamsia di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2014.

3. Terdapat hubungan masa kerja bidan dengan kemampuan dalam mendeteksi kasus preeklamsia di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2014.

DAFTAR PUSTAKA

Bahari (2009). Hubungan Usia dan Paritas terhadap Kejadian Preeklamsia pada Ibu Bersalin. Buletin Penelitian RSUD dr. Soetomo. Chapman, Vicky (2006). Asuhan

Kebidanan Persalinan & Kelahiran. Jakarta: EGC.

Depkes RI (2001). Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta: Depkes RI.

Dewi, dkk (2011). Asuhan Kehamilan untuk Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Elvi (2011). Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Kinerja Bidan Desa dalam Deteksi Dini Preeklamsia di Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu Tahun 2011. Endang, Rostiati (2011). Evaluasi

Kinerja Bidan Puskesmas dalam Pelayanan ANC di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta Tahun 2011.

Gunawan, Budi (2006). Membangun Kompetensi

Polri/SMU. Jakarta: Samitra Media Utama. Hastono, Sutanto Priyo (2007).Modu

Analisis Data. Jakarta: FKUI.

(12)

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 12 Indiarti, MT (2009).Panduan Lengkap

Kehamilan,

Persalinan, Perawatan Bayi, Bahagia Menyambut Si Buah Hati Cetakan X. Yogyakarta: Diglossia Media.

Irianti, dkk (2013). Asuhan Kehamilan Berbasis Bukti. Jakarta: Sagung Seto. Ivancevich, John M, dkk (2008).

Perilaku dan

Manajemen

Organisasi Edisi 1 (cetakan 7). Jakarta: Erlangga.

Kepmenkes RI (2007). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

369/MENKES/SK/III/2 007 tentang Standar Profesi Bidan. Jakarta. Kusmayati Y, dkk (2009). Perawatan

Ibu Hamil (Asuhan Ibu Hamil) Cetakan Kelima. Yogyakarta: Fitramaya.

Meilani, dkk (2009). Kebidanan Komunitas Cetakan I. Yogyakarta:

Fitramaya.

Meha, Melandi (2009). Hubungan Karakteristik,

Pengetahuan Dan Sikap Bidan Dengan Tindakan Bidan Dalam Mengatasi Komplikasi Selama Persalinan Di Wilayah Kerja Puskesmas Hessa Air Genting Kabupaten Asahan Tahun 2009. Notoatmodjo, Soekidjo (2007). Promosi

Kesehatan Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.

(2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam (2007). Manajemen

Keperawatan, Aplikasi Praktik Keperawatan Profesional, cetakan I. Jakarta: Salemba Medika.

(2008).Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Payaman, Simanjuntak (2005).

Manajemen dan Evaluasi Kinerja. Jakarta: FEVI.

Permenkes Nomor 1464 (2010). Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.

Riyanto, Agus (2011). Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan.

Yogyakarta: Nuha Medika.

Rukiyah (2010). Asuhan Kebidanan Patologi. Jakarta: EGC.

Riduwan (2008). Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian Cetakan 4. Bandung: Alfabeta. Robbbins & Judge (2007). Perilaku

Organisasi. Jakarta : Salemba Empat.

Setiawan, A. dan Saryono (2010). Metodologi Penelitian Kebidanan. Jakarta: NuhaMedika.

Siagian, Sondang P (2006). Manajemen

Sumber Daya

(13)

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 13 Sumantri, Arif (2011). Metodologi

Penelitian Kesehatan. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. Wheeler (2004). Buku Saku Asuhan

Gambar

Tabel 1.1 Jumlah Kasus dan Kematian Ibu Terbanyak di Kabupaten Indragiri   Hilir dari Tahun 2008-2012
Tabel 1.2 Data Kasus Preeklamsia di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten     Indragiri Hilir Tahun 2011-2013

Referensi

Dokumen terkait

52.840.500,- pada perencanaan pengadaan material bahan bangunan menggunakan metode lama (metode yang dipakai pada PT Dhaha Jaya Persada), sedangkan pada hasil

Dengan menggunakan panah hitam atau Selection Tool ( V) , lengkungkan garis hidung dan mulut menjadi seperti gambar di bawah ini... Student Exercise Series:

[r]

[r]

Cc Mengganti 1 baris kalimat yang telah ditulis di sebelah kanan posisi kursor dengan kalimat lain. ^ Pergi ke

Desa wisata merupakan suatu wilayah perdesaan yang dapat dimanfaatkan berdasarkan kemampuan unsur-unsur yang memiliki atribut produk wisata secara terpadu, dimana desa

It is an important political or 'philosophical' point to make to remind us that human labour was involved, but is it strictly a necessary one, essential to grasp- ing the

Selain dengan mengucap doa dalam perjalanan agar diberi keselamatan, rosululloh juga menganjurkan pada kita untuk selalu mengingat Alloh dan memohon apa yang menjadi keinginan