• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS MAHAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS MAHAS"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS MAHASISWA

Jl. Kalimantan 37 Kampus Bumi Tegal Boto Jember

Email : fadilahsafina@gmail.com 2016

Abstrak

Kemampuan berfikir kritis mahasiswa yang kurang sehingga perluya adanya suatu perubahan dalam proses belajar sehingga bisa meningkatkan kemampuan kritis mahasiswa yang merupakan bagian dari Higher Order Thinking Skill. Salah satu kegiatan dalam bidang matematika yang dapat menimbulkan kemampuan berfikir kritis mahsiswa adalah generalisasi rumus barisan aritmatika dengan pola + + −. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Subjek dari penelitian ini merupakan mahasiswa pendidikan matematika di Universitas Jember angkatan 2014. Barisan aritmatika yang dianalisis merupakan barisan aritmatika dengan tinhkat 3. Rumus yang digunakan untuk mencari rumus generalisasi barisan aritmatika tersebut adalah �� = + � − dan �� =

� + � + untuk mencari nilai suku awal yang merupakan aritmatika bertingkat tingkat 2. Kemampuan berfikir kritis dalam penelitian ini dibutuhkan dalam mengolah atu mengkonstruksi rumus generalisasi yang sudah ditemukan untuk menemukan rumus baru.

Kata kunci : Higher Order Thinking Skill, berfikir kritis, aritmatika, generalisai barisan

Pendahuluan

Salah satu tujuan pendidikan Nasional adalah untuk mengembangkan

kemampuan siswa berpikir kritis, kreatif, logis, dan sistematis, bersifat objektif,

jujur dan disiplin dalam memandang dan menyelesaikan masalah yang berguna

untuk kehidupan dalam masyarakat termasuk dunia kerja. Hal tersebut dapat dilatih

dengan mempelajari matematika yang memerlukan pemikiran kritis, logis, dan

(2)

Faktanya kebanyakan guru cenderung melakukan aktifitas pembelajaran

dengan cara konvensional. Cara mengajar konvensional pada dasarnya

pembelajaran berpusat kepada guru bukan siswa. Selain itu, metode yang

digunakan adalah metode ceramah. Hal ini mengakibatkan kurang keterlibatan

siswa dalam pembelajaran. Selain itu, dalam penyelesaian soal matematika hanya

terpatut kepada satu penyelesaian yang mengakibatkan hanya ada dua kemungkinan

yaitu salah atau benar. Hal ini mengakibatkan pembelajaran konvensional kurang

mengembangkan kemampuan berfikir siswa, salah satunya kemapuan berfikir kritis

siswa. Pembelajaran seperti ini akan berdampak pada tingkat berfikir siswa yang

cenderung diatur dan tidak berkembang atau Lower Order Thinking Skill. Oleh karena itu siswa perlu meningkatkan kemampuan berfikir matematis tingkat tinggi

atau Higher Order Thinking Skill karena pada dasarnya matematika merupakan ilmu yang sistematis dan terstruktur sehingga dapat mengembangkan sikap berpikir

kritis.

Enhancing thinking skills has been considered as a central goal of education already for decades (Resnick, 1987). Ahrari (2016 : 1) mengatakan

“Developing critical thinking skills among undergraduates has been set as an aim in thehigher education for years.” yang artinya mengembangkan keterampilan berpikir kritis di kalangan mahasiswa telah ditetapkan sebagai tujuan dalam

pendidikan tinggi selama bertahun-tahun. The importance of critical thinking in education is underpinned by decades of theoretical and practical work (Lai, 2011). The inclusion of critical thinking in school curriculums has been widely reported since at least the first half of the 20th Century, influenced by John Dewey (Bean, 2011). Critical thinking has been regarded as an essential requirement for responsible human activity (Marques, 2012). It is also considered fundamental if citizens are to perform their social, professional and ethical duties (Griffin, McGaw & Care, 2012). Critical thinking skills allow individuals to make autonomous decisions and to question beliefs when these are not based on solid evidence (Halpern, 2003). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berfikir kritis sangat

diperlukan di dalam dunia pendidikan. Selain itu, The importance being accorded

(3)

thinking has been listed as a key area to be cultivated and assessed in higher education (Association of American Colleges and Universities, 2005; Australian Council for Educational Research, 2002; Higher Education Quality Council, 1996) yang artinya pentingnya pemikiran kritis menjadi fenomena di seluruh dunia.

Dalam laporan pendidikan negara seperti Amerika Serikat, Inggris dan Australia,

berpikir kritis telah terdaftar sebagai hal penting untuk dibudidayakan dan dinilai

dalam pendidikan tinggi.

Pada Taksonomi Bloom Revisi, salah satu tahap yang termasuk ke dalam

kategori Higher Order Thinking Skills adalah Evaluate atau mengevaluasi dengan

salah satu kategorinya adalah berfikir kritis. Menurut Ennis (1989), berpikir kritis

adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pada pembuatan

keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Indikator berpikir

kritis yang diturunkan dari aktivitas kritis menurut Ennis (1996) ada lima yaitu (1)

mampu merumuskan pokok-pokok permasalahan; (2) mampu mengungkap fakta

yang dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu masalah; (3) mampu memilih

argumen logis, relevan, dan akurat; (4) mampu mendeteksi bias berdasarkan sudut

pandang yang berbeda; dan (5) mampu menentukan akibat dari suatu pernyataan

yang diambil sebagai suatu keputusan. Facione mengatakan “Critical thinking is described as a determined and self-regulatory skill which causes understanding, analysis, assessment,and implication, in addition to description of the evidential, theoretical, methodological, and relative thoughts (Facione, 1990 : 7)”, yang artinya berpikir kritis digambarkan sebagai keterampilan mententukan dan

self-regulatory yang menyebabkan pemahaman, analisis, penilaian dan implikasinya,

selain deskripsi bukti, teoritis, metodologis, dan pikiran relative.

Atkinson (1997 : 5) Despite some scholars believing that thinking critically

(4)

kritis adalah cara berpikir budaya Barat dan siswa Asia tidak bisa berpikir kriti.,

penelitian lain membantah klaim mereka bahwa orang Asia kekurangan berpikir

kritis (misalnya, Stapleton, 2001 ) . Saat ini, keterampilan berpikir kritis dan

pentingnya mereka telah menerima pertimbangan dari berbagai kelompok di

Malaysia, mulai dari instruktur untuk manajer dan industri ( Eldy & Sulaiman,

2013; Ismail, 2011; Shah, 2011 ). Oleh karena itu dalam penelitian ini, dapat

melatih mahasiswa untuk berfikir kritis.

Bissell and Lemons (2006 : 4) consider Bloom's taxonomy the best way to

categorize critical thinking in the classroom. This classification can be used to evaluate critical thinking using the six levels of cognitive thinking. Students can progress through the levels of the taxonomy from lowest to highest. Although critical thinking exists at every level, Paul (1992) found that the higher-order thinking skills are often experienced at the synthesis, evaluation, and design stages, yang artinya Bissell dan Lemon mempertimbangkan taksonomi Bloom cara terbaik

untuk mengkategorikan berpikir kritis di dalam kelas. Klasifikasi ini dapat

digunakan untuk mengevaluasi berpikir kritis menggunakan enam tingkat

pemikiran kognitif. Siswa dapat maju melalui tingkat dari taksonomi dari terendah

ke tertinggi. Meskipun berpikir kritis ada pada setiap tingkat, Paul menemukan

bahwa tingkat tinggi kemampuan berpikir yang sering dialami pada sintesis,

evaluasi, dan tahap desain. Salah satu kegiatan dalam bidang matematika yang

dapat menimbulkan kemampuan berfikir kritis siswa adalah generalisasi rumus

barisan aritmatika dengan pola + + −.

Generalisasi barisan aritmatika yang biasa dikerjakan oleh mahasiswa

adalah barisan aritmatika pada level satu atau dua. Pada level satu siswa cukup

subtitusi nilai awal a dan beda b pada rumus � = + � − dengan setiap suku memiliki beda yang sama dan hanya berlaku 1 operasi. Sedangkan pada level dua,

siswa cukup memisalkan setiap suku dengan persamaan kuadrat � = � + � + , dengan n suku ke-n dan berlaku 2 operasi. Tetapi pada aritmatika bertingkat

(5)

menambah pengetahuan baru dengan berfikir kritis terhadap persoalan yang timbul

selama mencari rumus generalisasi dengan operasi + + - .

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis bermaksud mengadakan

penelitian dengan judul “Analisis Kemampuan Berfikir Kritis Mahasiswa Dalam

Menyelesaikan Masalah Generalisasi Rumus Barisan Aritmatika Bertingkat

Dengan Operasi + + −.

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah Bagaimana cara berfikir kritis

mahasiswa dalam menyelesaikan masalah generalisasi rumus Barisan aritmatika

bertingkat dengan operasi + + −.

Adapun manfaat yang diharapkan adalah dapat melatih kemampuan berfikir

kritis mhasiswa sehingga mampu menemukan rumus generalisasi Barisan

aritmatika bertingkat dengan operasi + + −.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.

Creswell (dalam Herdiansyah, 2010: 8), menyebutkan bahwa Qualitaive research

is an inquiry process of understanding based on distinct methodological traditions of inquiry that explore a social or human problem. The researcher builds a complex, holistic picture, analizes words, report detailed views of information, and conducts the study in a natural setting.

Penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada kondisi yang

alamiah, sumber data primer, dan teknik penngumpulan data lebih banyak pada

observasi berperan serta dan wawancara mendalam. (Sugiono, 2008:319). Dalam

penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data yaitu studi dokumentasi.

Studi dokumentasi sendiri adalah dengan melihat catatan – catatan yang berupa dokumen penulis selama melakukan penelitian.

Sasaran penelitian ini merupakan penulis sendiri yang merupakan

mahasiswa pendidikan matematika di Universitas Jember angkatan 2014. Adapun

(6)

selaku dosen pengampu mata kuliah metode penelitian Prof. Drs. Dafik,

M.Sc.,Ph.D.

Teknik Penelitian

Skema 1. Teknik Penelitian

Teknik Analisis data pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Data reduction: data yang diperoleh di lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu perlu di catat secara teliti dan rinci

2. Mereduksi data: merangkum, memilih hal-hal yang perlu, memfokuskan

pada hal-hal yang penting dicari dari tema dan polanya dan membuang yang

tidak perlu

Membentuk dalam tabel

Menentukan beda pola

Membedakan pola berdasarkan pengamatan Terbentuk pola

Menentuka operasi urut

Menetukan rumus fungsi

(7)

3. Data display (penyajian data): setelah data di reduksi maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Data display data dalam penelitian

kualitatif bias dilakukan dalam bentuk table dan uraian singkat

4. Verification: langkah selanjutnya adalah kegiatan penarikan kesimpulan dan klarifikasi, kesimpulan awal yang dilakukan masih bersifat sementara

dan akan berupa bila tidak ditemukan bukti yang kuat yang mendukung,

pada pengumpulan tahap berikutnya namun kesimpulan memang telah

didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti melakukan

penelitian ke lapangan mengumpulkan data. Maka kesimpulan yang

dikemukakan merupakan kesimpulan yang dapat dipercaya.

Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini menggunakan barisa aritmatika tingkat tiga dengan operasi + + −. Adapun jumlah barisan yang digunakan adalah sembilan . Masing – masing kolom pada data tersebut dinamakan iterasi dan dapat disimbolkan dengan i. Pola

yang digunakan dalam memperoleh barisan tersebut diawali dengan menempatkan

angka satu pada bilangan iterasi genap terakhir . Selanjutnya pola barisan berjalan

mundur dan meloncat pada bilangan genap sebelumnya dengan selalu

menambahkannya dengan dua. Barisan ini akan berhenti pada bilangan bulat

terkahir, dimana hasil pada kolom tersebut akan menjadi beda untuk iterasi bilangan

ganjil, sehingga diperoleh barisan sebagai berikut :

Tabel 1. Barisan Aritmatika n = 9

i 1 2 3 4 5 6 7 8 9

� 42 7 35 5 28 3 21 1 14

Dalam hal ini, mahasiswa dapat berfikir kritis dengan mengamati pola yang

terbentuk sehingga dapat membuat barisan dengan pola yang sama sampai data ke

n dengan n adalah bilangan ganjil. Adapun pola yang terbentuk untuk data ke n

adalah 1.) Menempatkan angka 1 pada i = n – 1. 2.) Menambahkan angka 1 dengan 2 pada i = n – 3. 3.) Melanjutkan langkah kedua sampai i = 2. 4.) Membuat barisan baru pada i sama dengan n sampai i = 1 dengan nilai beda adalah angka terakhir

yang diperoleh pada i = 2. Barisan baru pada n = 7 dan n = 11 disajikan dalam Tabel

(8)

Tabel 2. Barisan Aritmatika n = 7

i 1 2 3 4 5 6 7

� 25 5 20 3 15 1 10

Tabel 3. Barisan Aritmatika n = 11

i 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

� 63 9 54 7 45 5 36 3 27 1 18

Adapun tingkatan yang diperoleh dari barisan aritmatika n = 9, n = 7, dan n = 11 disajikan dalam skema 2, skema 3, dan skema 4.

Skema 2. Operasi + + − Pada barisan aritmatika n = 9

42 7 35 5 28 3 21 1 14

(+) 49 42 40 33 31 24 22 15

(+) 91 82 73 64 55 46 37

(-) -9 -9 -9 -9 -9 -9

Ganbar 1. Operasi + + - pada barisan aritmatika n = 9

Skema 3. Operasi + + − Pada barisan aritmatika n = 7

25 5 20 3 15 1 10

(9)

(+) 55 48 41 34 27

(-) -7 -7 -7 -7

Skema 4. Operasi + + − Pada barisan aritmatika n = 11

63 9 54 7 45 5 36 3 27 1 18

(+) 72 63 61 52 50 41 39 30 28 19

(+) 135 124 113 102 91 80 69 58 47

(-) -11 -11 -11 -11 -11 -11 -11 -11

Pada skema 1, terlihat bahwa untuk n = 9 terbentuk pola aritmatik dengan

beda – 9 pada tingkatan ketiga dengan operasi + + −. Hal ini menunjukkan bahwa barisan aritmatik untuk n = 9 adalah barisan aritmatik bertingkat tiga. Begitu pula

untuk n = 7 dan n = 11 pada skema 2 dan skema 3 masing – masing merupakan aritmatik bertingkat tiga dengan beda masing- masing adalah – 7 dan – 11.

Mahasiswa biasanya hanya menghitung rumus Generalisasi barisan

aritmatika pada level satu atau dua. Pada level satu siswa cukup subtitusi nilai awal

a dan beda b pada rumus � = + � − dengan setiap suku memiliki beda yang sama dan hanya berlaku 1 operasi, sedangkan pada level dua, siswa cukup

memisalkan setiap suku dengan persamaan kuadrat � = � + � + , dengan n suku ke-n dan berlaku 2 operasi. Namun barisan aritmatika pada n = 7 , n = 9, dan

n = 11 merupakan barisan aritmatika bertingkat tiga dengan tiga operasi. Hal ini

dibutuhkan kemampuan kritis siswa untuk menemukan rumus generalisasi tersebut.

Penulis mengidentifikasi jika pada barisan tersebut dipengaruhi oleh i ganjil

dan i genap. Hal ini dikarenakan pada pembuatan pola barisan, dimulai dari i genap

terlebih dahulu dan dilanjutkan dengan barisan pada i ganjil. Sehingga dalam

mencari rumus barisan aritmatika tersebut penulis membedakan pola barisan

dengan I ganjil dan pola barisan dengan i genap dalam rumus generalisasi yang

berbeda.

(10)

Tabel 4. Iterasi i genap n = 9

i 2 4 6 8

� 7 5 3 1

Pada n = 9, nilai iterasi bilangan genap berturut – turut adalah 7, 5, 3, dan 1. Pada tabel tersebut, terlihat bahwa barisan tersebut memiliki beda yang sama yaitu

– 2, sedangkan untuk nilai suku awal atau nilai a pada baris tersebut penulis berfikir ada hubungan antara nilai n dan a dikarenakan nilai a berlaku untuk semua n ganjil.

Untuk itu penulis melakukan identifikasi yang sama pada n = 7 dan n = 9. Tabel

iterasi yang diperoleh disajikan dalam Tabel 5 dan Tabel 6 berikut :

Tabel 5. Iterasi i genap n = 7

i 2 4 6

� 5 3 1

Tabel 6. Iterasi i genap n = 11

i 2 4 6 8 10

� 9 7 5 3 1

Pada saat n = 7, nilai a adalah 5 dan saat n = 11, nilai a adalah 9. Hal ini

menunjukkan bahwa nilai a = n – 2. Hal ini merupakan salah satu kemampuan kritis mahasiswa dengan mencari hubungan antara nilai suku awal dan banyak data atau

n. Jadi menurut rumus barisan aritmatika dengan beda – 2 dan suku awal n – 2 adalah sebagai berikut :

= + � − ; = � − + − − ; = � − − + ; = � − .

Sehingga diperoleh rumus adalah n – 2i. Hal ini merupakan rumus yang salah, dikarenakan hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan entri disetiap

kolom iterasi, sehingga penulis perlu mencari hubungan kembali antara n, i dan

(11)

Pada tabel tersebut i yang disajikan adalah i bilangan genap . Untuk

memudahkan mencari hubungan antara i dan , penulis diberi saran oleh

mahasiswa lain bernama M.Ali Hasan untuk menambahkan k pada setiap kolom

iterasi, dengan k berjalan mulai dari 1 sampai banyaknya data. Oleh karena itu tabel

iterasi dengan I bilangan genap mengalami perubahan. Tabel iterasi baru disajikan

dalam Tabel : itu rumus Un yang baru adalah sebagai berikut :

� = + � − = � − + − − = � − + − − = � − − + = � −

Sehingga diperoleh nilai = � − , � ∈ � � , ∈ � � . Jika disubtitusikan i = 4 pada n = 11, maka nilai = − = . Dikarenakan hasil yang didapatkan sama maka rumus = � − , � ∈ � � , ∈ � � adalah benar.Rumus yang diperoleh merupakan kemampuan berfikir kritis siswa

dengan mengidentifikasi hubungan antara k, i , dan . Untuk lebih jelasnya

(12)

Gambar 2. Rumus Generalisai � ∈ � � , ∈ � �

Sama halnya dengan iterasi bilangan ganjil, pada iterasi bilangan genap

menggunakan tiga n yang berbeda. Tabel iterasi yang diperoleh disajikan dalam

Tabel 10, Tabel 11, dan Tabel 12 berikut :

Tabel 10. Iterasi i ganjil n = 7

k 1 2 3 4

i 1 3 5 7

� 25 20 15 10

Tabel 11. Iterasi i ganjil n = 9

k 1 2 3 4 5

i 1 3 5 7 9

� 42 35 28 21 14

Tabel 12. Iterasi i ganjil n = 11

k 1 2 3 4 5 6

i 1 3 5 7 9 11

� 63 54 45 36 27 18

Sama halnya pada iterasi genap, untuk memudahkan mencari rumus

generalisasi menambahkan baris k. Pada iterasi genap, nilai a dicari dengan

(13)

n = 9, nilai a = 42, pada saat n = 11, nilai a = 63. Karena barisan nilai a tersebut

merupakan aritmatika tingkat 2, dapat mencari nilai , denngan memisalkan = � + � + . Oleh karena itu penulis perlu mencari nilai p , q, dan r.

Langkah pertama adalah mensubtitusikan masing – masing nilai a dan n pada persamaan a, sehingga diperoleh 3 persamaan yaitu 1.) + + = ; 2.)

+ + = ; 3.) + + = .

Seperti yang mahasiswa ketahui, ini merupakan persamaan linier 3 variabel.

Untuk mencari niali p , q, r bisa menggunakan cara eliminasi atau matrik. Dengan

menggunakan cara eliminasi, Nilai p, q, dan r berturut adalah , , dan – 3, sehingga

persamaan a diperoleh = � + � − = � � + − . Untuk lebih jelasnya,

disajikan dalam Gambar 3.

Gambar 3. Nilai a pada n ganjil dan i ganjil

Hubungan antara k dan i adalah =�+ . Nilai beda atau b berbeda untuk n berbeda. Pada saat n = 7, niali b = - 5. Pada saat n = 9, nilai b = - 7. Pada saat n =

(14)

� � + − − − � − = � � + − − �+ − � − , � ∈

� � , ∈ � �

Uraian diatas membahas tentang bagaimana mencari rumus untuk n

bilangan ganjil. Sebagai mahasiswa yang kritis muncul pertanyaan bagaimana

mencari rumus untuk n bilangan genap dengan pola yang sama. Hal ini

menunjukkan bahwa mahasiswa perlu membuat barisan baru untuk n bilangan

genap dengan pola yang sama. Banyak data atau nilai n yang dipilih adalah n = 6,

n = 8, dan n = 10. Barisan aritmatik yang diperoleh untuk n = 6, n = 8, dan n = 10

disajikan dalam Tabel 13, Tabel 14, Tabel 15

Tabel 13. Barisan Aritmatika n = 6

i 1 2 3 4 5 6

� 5 20 3 15 1 10

Tabel 14. Barisan Aritmatika n = 8

i 1 2 3 4 5 6 7 8

� 7 35 5 28 3 21 1 14

Tabel 15. Barisan Aritmatika n = 10

i 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

� 9 54 7 45 5 36 3 27 1 18

Adapun tingkatan yang diperoleh dari barisan aritmatika n = 9, n = 7, dan n = 11

disajikan dalam skema 5, skema 6, dan skema 7.

Skema 5. Operasi + + − Pada barisan aritmatika n = 6

5 20 3 15 1 10

(+) 25 23 18 16 11

(-) 48 41 34 27

(-) -7 -7 -7

(15)

7 35 5 28 3 21 1 14

(+) 42 40 33 31 24 22 15

(+) 82 73 64 55 46 37

(-) -9 -9 -9 -9 -9

Skema 7. Operasi ++- Pada barisan aritmatika n = 10

9 54 7 45 5 36 3 27 1 18

(+) 63 61 52 50 41 39 30 28 19

(-) 124 113 102 91 80 69 58 47

(-) -11 -11 -11 -11 -11 -11 -11

Pada skema 4, skema 5, dan skema 6 terlihat bahwa pembeda terakhir sama dengan

pembeda ketika n bilangan ganjil yaitu – 7, – 9 , dan – 11. Dikarenakan terbentuk dari pola

yang sama, sehingga rumus generalisasi aritmatika bertingkat untuk n bilangan genap sama

dengan generalisasi aritmatika bertingkat untuk n bilangan ganjil.

Tabel iterasi i bilangan genap dengan n bilangan genap disajikan dalam Tabel 16, Tabel

17, dan tabel 18

Tabel 16. Iterasi i genap n = 6

k 1 2 3

i 2 4 6

� 20 15 10

Tabel 17. Iterasi i genap n = 8

k 1 2 3 4

i 2 4 6 8

� 35 28 21 14

Tabel 18. Iterasi i genap n = 10

k 1 2 3 4 5

i 2 4 6 8 10

(16)

Dalam hal ini nilai pada i bilangan genap memiliki ciri yang sama

dengan pada i bilangan pada saat n bilangan ganjil yaitu aritmatika tingkat 2.

Namun nilai berbeda pada setiap iterasi, sehingga tidak bias menggunakan

rumus generalisasi untuk bilangan ganjil pada n bilangan ganjil. Sama halnya

mencari nilai suku awal atau a pada i bilangan ganjil dan n bilangan genap, mencari

nilai suku awal pada i bilangan genap dan n bilangan genap menggunkan

permisalan = � + � + . Oleh karena itu penulis perlu mencari nilai u , v, dan n. Kemampuan berfikir kritis mahasiswa diperlukan kembali dalam hal ini,

yaitu dengan cara mensubtitusikan masing – masing nilai a dan n pada persamaan

a, sehingga diperoleh 3 persamaan yaitu 1.) + + = 2.) + +

= . 3.) + + =

Seperti yang mahasiswa ketahui, ini merupakan persamaan linier 3 variabel.

Untuk mencari niali u , v, w bisa menggunakan cara eliminasi atau matrik. Dengan

menggunakan cara eliminasi, Nilai u, v, dan rwberturut adalah , , dan – 1,

sehingga persamaan a diperoleh = � + � − = � � + − .

(17)

Hubungan antara k dan i adalah = �. Nilai beda atau b berbeda untuk n

Sama halnya dengan iterasi bilangan genap, pada iterasi bilangan ganjil

menggunakan tiga n yang berbeda. Tabel iterasi yang diperoleh disajikan dalam

Tabel 19, Tabel 20, dan Tabel 21 berikut :

Kebalikan dari iterasi bilangan genap, iterasi bilangan ganjil memiliki ciri

yang sama dengan iterasi bilangan genap untuk n bilangan ganjil. Dikarenakan entri

yang sama dan nilai i pada bilangan ganjil merupakan 1 kurangnya dari bilangan

genap, maka rumus generalisasi aritmatika bertingkat untuk i genap dan n ganjil,

penulis menambahkan i dan n dengan – 1, sehingga rumus yang diperoleh adalah = � − − − = � − − + = � − . Ternyata rumus

(18)

= � − benar. Oleh karena itu rumus generalisasi barisan tersebut adalah = � − , � ∈ � � ∈ � � .Hal ini menunjukkan adanya kemampuan berfikir kritis dengan mengidentifikasi rumus yang telah ditemukan dan pola yang

membentuknya. Jika tidak ada proses berfikir tersebut, maka mahasiswa perlu

menemukan rumus generalisasi aritmatik untuk n bilangan genap dan i bilangan

ganjil mulai dari awal seperti mencari rumusgeneralisasi aritmatik untuk n bilangan

ganjil dan i bilangan genap.

Berdasarkan uraian diatas maka terdapat 4 rumus generalisai aritmatika

bertingkat dengan operasi + + −, yaitu 1.) = � − , � ∈ � � , ∈

� � 2.) = � � + − − �+ − � − , � ∈ � � , ∈ � � 3.)

� = � � + − − �− � − , � ∈ � � ∈Genap. 4.) = � −

,� ∈ � � ∈ � � .

Rumus tersebut merupakan rumus barisan pada tingkat pertama. Untuk

mengetahui rumus barisan pada tingkat kedua dapat menggunakan bobot rumus

untuk J = 1 dan J = 2. Dikarenakan operasi pertama adalah penjumlahan, maka

masing – masing nilai iterasi pada masing – masing bobot yang sekolom dijumlahkan sehingga terbentuk barisan aritmatika baru. Tabel bobot rumus untuk

J = 1 dan J = 2 untuk n ganjil disajikan pada Tabel 22

Pada tabel tersebut barisan pada jumlah merupakan barisan aritmatika pada

tingkat kedua dengan operasi +. Sama halnya dengan mencari rumus pada tingkat

pertama, rumus pada tingkat kedua digunakan pembeda iterasi yaitu i untuk

bilangan ganjil dan I untuk bilangan genap.

(19)

Tabel 23. Iterasi ganjil n = 9

J i 1 3 5 7

1 42 35 28 21

2 7 5 3 1

jumlah 49 40 31 22

Pada J = 1, barisan 42 , 35, 28, dan 21 merupakan barisan pada i bilangan

ganjil dan n ganjil, sehingga rumus generalisasi pada J = 1 adalah = � � + − − �+ − � − . Pada J = 2 barisan 7, 5 , 3, dan 1 merupakan

barisan pada i bilangan dan n ganjil. Karena pada J = 2, nilai I adalah bilangan

ganjil, sehingga nilai i pada rumus generalisasi n bilangan ganjil dan i bilanagn

genap ditambah 1, sehingga rumus generalisasi pada J = 2 adaalah = + � − = � − + + − − = � − − − + = � − − .

Rumus jumlah yang merupakan barisan aritmatik pada tingkat dua adalah

penjumlah rumus pad J = 1 dengan J =2, sehingga nilai pada tingkat 2 untuk

i bilangan ganjil dan n bilangan ganjil adalah = � � + − − �+ � − + � − −

.

Pada i bilangan genap pada n = 9, tabel iterasi dapat disajikan pada tabel 24.

Tabel 24. Iterasi genap n = 9 barisan 42 , 35, 28, dan 21 merupakan barisan pada i bilangan ganjil dan n ganjil,

Karena pada J = 2, nilai i adalah bilangan genap, sehingga nilai i pada rumus

generalisasi n bilangan ganjil dan i bilanagn genap ditambah 1, sehingga rumus

(20)

� � + − − �+ − � − . Rumus jumlah yang merupakan barisan

aritmatik pada tingkat dua adalah penjumlah rumus pad J = 1 dengan J =2, sehingga

nilai pada tingkat 2 untuk i bilangan genap dan n bilangan ganjil adalah

adalah = � − + � � + − − �+ − � − .

Proses pekerjaan mahasiswa sendiri dapat dilihat di Gb. 2 sebagai berikut

Gambar 5. Rumus Bobot untuk n bilangan ganjil

Pada n genap Tabel bobot rumus untuk J = 1 dan J = 2 disajikan pada Tabel 25

Tabel 25. Bobot Rumus n = 8

J i 1 2 3 4 5 6 7

1 7 35 5 28 3 21 1

2 35 5 28 3 21 1 14

(21)

Sama halnya dengan mencari rumus bobot pada n bialangan ganjil, rumus

pada tingkat kedua pada n bilangan genapdigunakan pembeda iterasi yaitu i untuk

bilangan ganjil dan I untuk bilangan genap.

Pada i bilangan ganjil pada n = 8, tabel iterasi dapat disajikan pada tabel 26.

Tabel 26. Iterasi ganjil n = 8

J i 1 3 5 7

1 7 5 3 1

2 35 28 21 14

Jumlah 42 33 24 15

Jika mengidentifikasi barisan pada i bilangan ganjil dengan n bilangan

genap, maka barisan yang terbentuk sama dengan barisan dengan i bilangan genap

dan n bilangan ganjil. Pada J = 1 barisan yang terbentuk adalah 7, 5, 3, dan 1,

sehingga rumus generalisasinya adalah = � − , dikarenakan hal ini sesuai dengan iterasi bilangan ganjil dan n bilangan genap. Pada J = 2, barisan yang

diperoleh sama dengan iterasi bilangan genap dan n bilangan genap. Namun I

merupakan bilangan ganjil. Oleh karena itu, i pada rumus iterasi bilangan genap

dengan n genap ditambah 1, sehingga rumus generalisasi yang diperoleh adalah

� = � � + − − �+ − � − . Rumus jumlah yang merupakan

barisan aritmatik pada tingkat dua adalah penjumlah rumus pad J = 1 dengan J =2,

sehingga nilai pada tingkat 2 untuk i bilangan ganjil dan n bilangan genap

adalah adalah = � − += � � + − − + − � − .

Pada i bilangan genap pada n = 9, tabel iterasi dapat disajikan pada tabel 27.

Tabel 26. Iterasi genap n = 8

J i 2 4 6

1 35 28 21

2 5 3 1

(22)

Pada J = 1 barisan 35, 28, dan 21 merupakan barisan pada i bilangan genap

dan n genap, Hal ini sesuai dengan iterasi bilangan genap dengan n genap, sehingga

rumus generalisasi pada J = 1 adalah = � � + − − � − � − .

Pada J = 2, barisan 5 , 3, dan 1 merupakan barisan pada i bilangan ganjil dan n

ganjil, Karena pada J = 2, nilai i adalah bilangan genap, sehingga nilai i pada rumus

generalisasi n bilangan ganjil dan i bilanagn genap ditambah 1, sehingga rumus

generalisasi pada J = 2 adalah = � − . Rumus jumlah yang merupakan barisan aritmatik pada tingkat dua adalah penjumlah rumus pad J = 1 dengan J =2,

sehingga nilai pada tingkat 2 untuk i bilangan genap dan n bilangan genap

adalah adalah = � � + − − − � − + � −

Hasil pekerjaan mahasiswa dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 6. Rumus Bobot untuk n bilangan genap

Sehingga rumus bobot yang diperoleh sebagai berikut :

Untuk J = 1

� = � � + − − �+ − � − , i ∈ ganjil, n ∈ ganjil

� = � − , i ∈ genap, n ∈ ganjil

� = � − , i ∈ ganjil, n ∈ genap

(23)

Untuk J = 2

� = � − − , i ∈ ganjil, n ∈ ganjil

� = � � + − − �+ − � − , i ∈ genap, n ∈ ganjil

� = � � + − − �+ − � − , i ∈ ganjil n ∈ genap

� = � − , i ∈ genap, n ∈ genap

Dalam pembentukan barisan aritmatik maupun mencari rumus

generalisasinya tidak terlepas dari kemampuan berfikir kritis mahasiswa. Ketika

membuat barisan aritmatik, mahasiswa membuat pola secara bebas dan bisa

diekspan sampai ke n dan tidak diperbolehkan memiliki pola atau barisan sama

pada setiap mahasiswa. Hal ini akan membuat mahasiswa berfikir tingkat tinggi dan

lebih mengeksplore pengetahuan yang telah dimilikinya, sehingga terbentuklah

pola barisan yang disajikan dalam Tabel 1. Setelah menemukan pola barisan,

mahasiswa perlu membuktikan jika barisan tersebut merupakan barisan aritmatika

yang sebaiknya memiliki tingkat lebih dari 2. Pada tingkat kedua, penulis

menggunakan operasi + karena operasi ini akan membuat kemungkinan tingkatan

barisan lebih tinggi Karena akan dihasilkan nilai yang lebih besar dan lebih variatif.

Sama halnya memilih operasi + untuk memperoleh barisan baru pada tingkat ketiga,

penulis menggunakan operasi +. Namun pada operasi ini sudah terbentuk barisan

aritmatika dengan beda – 9.Oleh Karena itu pada tingkat keempat, penulis menggunakan operasi negative (-) sehingga diperoleh nilai barisan yang sama yaitu

– 9.

Salah satu cara berfikir kritis yang digunakan adalah mengidentifikasi

barisan baru dengan barisan yang sudah ada dan dapat menghubungkan antara

barisan baru dengan barisan yang sudah ada sehingga mahasiswa dapat mencari

rumus barisan baru dengan mengkontruksi rumus yang sudah ada. Misalnya saja

pada penentuan rumus bobot yang berdasarkan rumus yang diketahui. Jika

mahasiswa tidak berfikir kritis, maka mahasiswa tersebut perlu menghitung ulang.

(24)

menggunakan rumus aritmatika yang sudah ada. Hal ini dikarena terdapat

perbedaan dalam iterasi anatara bilangan genap dan bilangan ganjil.

Banyak sekali kesulitan selama menemukan rumus generalisasi aritmatika

bertingkat dengan operasi + + −. Selain bertingkat, pola aritmatik yang digunakan adalah pola baru, sehingga mahasiswa perlu mengeksplore pengetahuan dengan

berfikir sekritis mungkin sehingga dapat menemukan rumus tersebut. Misalnya

mahasiswa sulit menemukan nilai suku awal dikarenakan nilai awalnya akan

berbeda dengan nilai n yang berbeda. Berlaku juga untuk perubahan dalam n

bilangan genap menjadi n bilangan ganjil. Selain itu kesulitan yang dialami adalah

cara mengkontruksi rumus yang sudah ada sehingga akan cocok dengan nilai pada

setiap iterasi. Kesulitan lain yang dialami mahasiswa dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 7. Komentar 1 Gambar 8. Komentar 2

(25)

Gambar

11. Komentar 5 Gambar 12. Komentar 6

(26)

Kesimpulan

Simpulan

Kemampuan berfikir kritis dalam menyelesaikan rumus generalisai

aritmatika bertingkat yaitu dalam menentukan nilai awal yang merupakan

aritmatika bertingkat tingkat 2, mencari rumus barisan baru dengan

mengkontruksi rumus yang sudah ada, memilih operasi barisan sehingga

barisan berbrntuk barisan aritmatika bertingkat dengan tingkat lebih dari 2.

Hambtan yang dilamai adalah mahasiswa sulit menemukan nilai suku awal

dikarenakan nilai awalnya akan berbeda dengan nilai n yang berbeda. Berlaku

juga untuk perubahan dalam n bilangan genap menjadi n bilangan ganjil. Selain

itu kesulitan yang dialami adalah cara mengkontruksi rumus yang sudah ada

sehingga akan cocok dengan nilai pada setiap iterasi.

Saran

Lebih teliti dalam menentukan bilangan pada pola barisan pada setiap

tingkatan dan lebih cermat dalam mengkontruksi rumus generalisasi untuk

(27)

Daftar Pustaka

Ahrari, Seyedali. 2016 ,Deepening critical thinking skills through civic

engagementin Malaysian higher education. Thinking Skills and Creativity 22

(2016) 121–128

Atkinson, D. (1997). A critical approach to critical thinking in TESOL. TESOL

Quarterly, 31(1), 71–94.

Australian Council for Educational Research. (2002). Graduate skills assessment.

Australia: Commonwealth of Australia.

Bean, J. C. (2011). Engaging ideas: The professor's guide to integrating writing,

critical thinking, and active learning in the classroom. San Francisco: John

Wiley & Sons.

Bissell, A. N. and Lemons, P. P. (2006). A new method for assessing critical

thinking in the classroom. BioScience, 56(1). 66-72.

Eldy, E. F., & Sulaiman, F. (2013). Integrated PBL approach: Preliminary findings

towards physics students’ critical thinking and creative-critical thinking.International Journal of Humanities and Social Science Invention,

2(3), 18–25.

Ennis, R. H. (1989). Critical thinking and subject specificity: Clarification and

needed research. Educational researcher, 18(3), 4-10.

Facione, P. A. (1990). Critical thinking: A statement of expert consensus for

purposes of educational assessment and instruction. Millbrae CA:

California:Academic Press.

Griffin, P., McGaw, B., & Care, E. (2012). Assessment and Teaching of 21st

Century Skills. New York: Springer

Halpern, D. (2003). Thought and knowledge: An introduction to critical thinking

(28)

Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu Ilmu Sosial. Jakarta: salemba Humanika

Higher Education Quality Council, Quality Enhancement Group. (1996). What are

graduates? Clarifying the attributes of “graduateness”. London: HEQC.

Lai, E. R. (2011). Critical thinking: A literature review. Pearson's Research Reports,

6, 40-41

Marques, J.F., (2012), Moving from trance to think: why we need to polish our

critical thinking skills, International Journal of Leadership Studies, Vol. 7 Iss.

1, 2012, 87-95.

Paul, R. (1992). Critical thinking: What every person needs to survive in a rapidly

changing world. Center for Critical Thinking: Santa Rosa, CA.

Resnick, L. (1987). Education and learning to think . Washington, DC: National

Academy Press.

Shah, N. Z. (2011). Critical thinking and employability of computer-related

graduates: The Malaysian context. Dublin, Ireland: Dublin City

University(Unpublished Ph.D. Thesis).

Stapleton, P. (2001). Assessing critical thinking in the writing of Japanese

university students: Insights about assumptions and content familiarity.

WrittenCommunication, 18(4), 506–548.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.

Referensi

Dokumen terkait

Komponen strategi komunikasi yang dilakukan oleh umat Baha’i dalam membangun citra positif di masyarakat dalam hal perencanaan pesan yaitu dengan melakukan musyawarah terlebih

untuk pemenuhan kebutuhan energi listrik pada satu tiang baik di sisi kiri atau sisi kanan dibutuhkan 1 unit panel 250 Wp dengan lama penyinaran lampu jalan selama 12 jam..

Antiseptik adalah senyawa kimia yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme pada jaringan hidup, mempunyai efek membatasi dan men3egah infeksi

Dengan kondisi dan dengan berbagai pertimbangan yaitu: (i) impor pangan yang makin tinggi, (ii) laju peningkatan produksi pangan yang makin melambat (< 1%),

Berita acara yang telah ditandatangani oleh Kepala Bagian Umum Sekretariat Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri dengan tembusan disampaikan kepada Direktur

Kina drip bukan merupakan obat pilihan utama untuk malaria berat. Obat ini diberikan pada daerah yang tidak tersedia artesunat intramuskular/intravena. Obat ini dikemas dalam

dangkan salah satu contoh hybrid contrac t yang dijadikan hîlah ribawi adalah jual beli ‘înah. Jual beli ini diilustrasikan bah- wa seseorang menjual barangnya dengan

Hasil produksi tersebut biasanya dijual kepada pengrajin yang akan memberi muka atau bagian atas pada kelom geulis ; bisa juga dikirim langsung kepada pemesan selain