• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Konsep Syura Menurut Hamka dan M. Quraish Shihab (Studi Komparatif Tafsir al-Azhar dan Tafsir al-Mishbah).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENDAHULUAN Konsep Syura Menurut Hamka dan M. Quraish Shihab (Studi Komparatif Tafsir al-Azhar dan Tafsir al-Mishbah)."

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an merupakan pokok asasi bagi syariat Islam dan sebagai sumber hukum yang paling utama dalam masalah pokok-pokok syariat dan cabang-cabangnya.1 Allah menerangkan kaidah-kaidah syaria’at dan hukum-hukumnya yang tidak berubah-ubah karena perubahan masa dan tempat, mencakup segenap manusia yang tidak terbatas untuk suatu golongan atau bangsa saja. Berbagai aspek kehidupan manusia diatur di dalamnya; baik mengenai urusan akhirat maupun urusan dunia. Di dalam penjelasannya terkadang bersifat mujmal dan terkadang berifat mufashshal.2 Di antara aspek

yang disinggung di dalamnya ialah syura (musyawarah).

Syura sudah dikenal oleh masyarakat Arab jahiliyah sejak sebelum bi’tsah Rasulullah saw. Pada saat itu, mereka mempunyai sebuah forum musyawarah yang diselenggarakan di rumah Qusay ibn Kilab yang disebut Dar al-Nadwah, yang dihadiri para pembesar dan orang-orang yang dianggap sebagai orang yang bijak dan berpengaruh. Dalam forum tersebut dibicarakan

1 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu

(2)

pelbagai persoalan yang ada di dalam masyarakat waktu itu, termasuk masalah pemilihan pemimpin.3

Setelah masa kenabian, syura juga menjadi suatu kebutuhan yang sangat urgen. Bahkan musyawarah merupakan perintah dari Allah kepada Rasulullah dan para sahabatnya. Allah berfirman, “…Wa syaawirhum fil amri….”4 Dalam ayat ini, Rasulullah saw. diperintahkan untuk bermusyawarah dengan para sahabatnya agar mereka senantiasa mengikuti jejak beliau untuk bermusyawarah dan agar musyawarah menjadi sunnah bagi umatnya.5

Pengertian syura dewasa ini seringkali dikaitkan dengan sistem demokrasi dan parlementer. Dawam Rahardjo, dalam ensiklopedi al-Qur’an memandang bahwa syura merupakan suatu forum, di mana setiap orang mempunyai kemungkinan untuk terlibat dalam urun rembug, tukar pikiran, membentuk pendapat dan memecahkan suatu persoalan bersama atau musyawarah, baik masalah-masalah yang menyangkut kepentingan maupun nasib anggota masyarakat yang bersangkutan. Menurutnya juga, penafsiran terhadap istilah syura atau musyawarah nampaknya mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Bahkan pengertian dan persepsi tentang kata yang syarat makna ini mengalami evolusi. Evolusi itu terjadi sesuai dengan perkembangan pemikiran, ruang, dan waktu. Pada saat ini, pengertian musyawarah dikaitkan dengan beberapa teori politik modern, seperti sistem

3 M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedia Al-Qur’an; Tafsir Al Qur’an Berdasarkan

Konsep-Konsep Kunci (Jakarta: Paramadina, 2002), hlm. 445-446. 4 QS. Ali Imran [3]: 159.

(3)

republik, demokrasi, parlemen, sistem perwakilan, senat, formatur, dan berbagai konsep yang berkaitan dengan sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.6

Maskuri bahkan menyimpulkan bahwa semua intelektual Muslim Indonesia menerima sistem demokrasi dan bahkan mendukungnya sebagai sistem yang harus dipraktikkan dalam masyarakat Islam. Menurutnya pula, dukungan mereka terhadap demokrasi ini didasarkan pada dua alasan. Pertama, nilai-nilai demokrasi ini sejalan dengan nilai-nilai Islam kehidupan sosial, terutama prinsip musyawarah (QS. Al Baqarah (3): 159 dan Asy-Syura (42): 38), kedua, sistem demokrasi ini merupakan cara yang tepat untuk mengartikulasikan aspirasi Islam, karena umat Islam adalah mayoritas di Indonesia, sedangkan pengertian demokrasi sendiri mengandung pengertian pemerintahan mayoritas (majority rule).7

Sementara di sisi lain, Zaim Saidi memandang bahwa demokrasi dianggap hanya sebagai alat pengorganisasian masyarakat tiranik (menindas) yang berlangsung melalui satu mesin kekuasaan modern yang dirancang dalam struktur negara fiskal.8 Bahkan ia lebih tegas lagi mengatakan bahwa bentuk demokrasi yang sebenarnya yang sesuai dengan makna demos dan kratos (kekuasaan oleh rakyat) hanya berlaku pada zaman Yunani Kuno dahulu kala, yang berada pada konteks tertentu—negara kota dengan jumlah

6 M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedia Ensiklopedia Al-Qur’an…., op. cit., hlm. 440. 7 Masykuri Abdillah, Demokrasi di Persimpangan Makna: Respons Intelektual

Muslim Indonesia Terhadap Konsep Demokrasi (1966-1993) (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1999), hlm. 307-308.

(4)

penduduk terbatas. Di sini tidak mengenal perwakilan rakyat karena semua penduduk terlibat langsung dalam mengambil keputusan. Adapun dalam demokrasi modern, para wakil rakyat bersikap accountable atas semua keputusan politiknya, dan selalunya mengatasnamakan rakyat dalam setiap keputusannya untuk menghindari tanggung jawab.9

Sebagaimana halnya, Abu Al A’la Al Maududi menolak pendapat bahwa demokrasi merupakan padanan kata dari syura dengan memandang beberapa sisi. Di antaranya ialah bahwa dalam demokrasi, semua rakyat dapat menyuarakan pendapat mereka sebebas-bebasnya, sementara di dalam Islam bahwa kebebasan manusia dibatasi oleh Allah SWT. Oleh karena itu, menyamakan demokrasi dengan syura merupakan bentuk kesyirikan oleh sebab menyekutukan kekuasaan Allah. Menurut pendapat itu pula, demokrasi Barat jelas tidak hanya tidak sesuai dengan Islam, bahkan bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam.10

Senada dengan Al-Maududi, Talbi berpendapat bahwa mustahil bagi kita untuk menyamakan syura dengan demokrasi dalam keadaan bagaimanapun. Di antara sebabnya ialah bahwa demokrasi ditegakkan berdasarkan suara terbanyak, sedangkan syura, apabila dianalisis akan berbeda karena syura lebih mengedepankan urun rembug.11

9Ibid., hlm. 7.

10 Abu al-A’la al Maududi, Hukum dan konstitusi; Sistem Politik Islam, terj. Asep Hikmah (Bandung, Mizan, 1993), hlm. 158-161.

11 John Cooper, Ronald Nettler, Mohammed Mahmoud, Islam and Modernity;

Muslim Intelectuals Respond. Terj. Islam dan Kemodenan; Pandangan Intelektual Islam

(5)

Sukron Kamil menyimpulkan di dalam bukunya, Islam dan Demokrasi; Telaah Konseptual dan Historis, bahwa dalam pemikiran tentang demokrasi, ada tiga kelompok pemikiran, yaitu kelompok yang menolak, yang menyetujui prinsip-prinsipnya tetapi mengakui adanya perbedaan, dan yang menerima sepenuhnya. Menurutnya, orang-orang yang menolak demokrasi beralasan bahwa prinsip persamaan demokrasi dalam kenyataannya tidak mungkin, Islam adalah jalan hidup yang telah sempurna dan tidak perlu adanya legislasi dari yang lain; Tuhan berdaulat penuh, baik sunnatullah maupun hukum-hukum wahyunya; syura tidak sama dengan demokrasi; demokrasi adalah berasal dari Barat dan hanya merupakan alat Barat semata. Di antara yang menolak ialah Syaikh Fadhallah Nuri, Sayyid Quthb, al Sya’rawi, Ali Benhadji, dan Thabathabai. Selanjutnya, pemikiran yang kedua melihat masih ada persamaan antara Islam dan Demokrasi dikarenakan adanya kemiripan-kemiripan, di antaranya ialah prinsip persamaan, keadilan, musyawarah, dan akuntabilitas. Hanya saja bedanya ialah terletak pada kedaulatan. Di dalam demokrasi, kedaulatan adalah mutlak di tangan rakyat, sementara di dalam Islam dibatasi dengan hukum-hukum Allah (syariah). Berbeda lagi dengan kelompok yang ketiga yang menyatakan bahwa ajaran Islam dengan paham demokrasi bisa dipadukan. Bahkan, menurut kelompok ini bahwa demokrasi sebenarnya dicanangkan pertama kali oleh Islam.12

(6)

Sementara jika kita melihat istilah syura sendiri, di dalam ayat-ayat Al-Qur’an terdapat term yang mempunyai akar kata syûrâ terdapat dalam tiga tempat, yaitu; QS. al-Baqarah (2): 233 yang di dalamnya terdapat term tasyâwur; QS. Ali Imrân (3): 159 yang di dalamnya terdapat term syâwir; dan QS. al-Syûra (42): 38 yang di dalamnya terdapat term syûra.13 Adapun kata di dalam Al-Qur’an yang artinya identik dengan syura di antaranya ialah QS. Al-Qaṣaṣ (28): 20 yang di dalamnya terdapat kata ya`tamirûna yang berarti mereka sedang berunding, dan QS. (65): al-Ṭalâq: 6 yang di dalamnya terdapat kata i`tamirû yang berarti bermusyawarahlah kalian. Oleh karena itu, untuk mengkaji lebih mendalam mengenai syura maka sangatlah penting meneliti term syûrâ yang terdapat di dalam al-Qur’an.

Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab dan bahkan susunan bahasanya pun tidak dapat ditandingi oleh orang-orang Arab sekali pun, namun dalam hal ini kita tetap perlu memahami uslub-uslub Arab dalam meng-istinbath-kan hukum dari Al-Qur’an.14 Perdebatan mengenai syura pun disebabkan karena tidak ada kesepakatan mengenai definisi syura15. Oleh sebab itu, penting untuk mengembalikan terminologi syura kepada uslub dalam bahasa Arab.

Oleh sebab itu, kajian ini akan lebih spesifik membahas tentang konsep syura menurut pandangan Hamka dan Quraish Shihab khususnya di

13 Azharuddin Sahil, Indeks Al-Qur’an: Panduan Mudah Mencari Ayat dan Kata

Dalam Al Qur’an, (Jakarta: Mizan Pustaka. Cet. I, 2007), hlm. 553. 14 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, op. cit., hlm. 148.

(7)

dalam Tafsir al-Azhar dan Tafsir al-Mishbah. Kajian ini menjadi menarik karena keduanya adalah penafsir kontemporer yang produktif dalam membicarakan diskursus Al-Qur’an melalui buku tafsir mereka dan gagasan mereka cukup banyak mewarnai aliran-aliran pemikiran di Indonesia.

Kajian ini akan menelaah mengenai pemikiran kedua tokoh tersebut, yang nantinya akan dikaji bagaimana pendapat mereka tentang konsep syura, apakah ada persamaan atau perbedaan persepsi antara keduanya, sekaligus relevansinya dengan sistem pemerintahan saat ini.

B. Rumusan Masalah

Untuk lebih fokus terhadap pembahasan pada penelitian ini yang telah diuraikan pada latar belakang, maka perlu adanya batasan masalah pada ayat-ayat syura dalam tafsir al-Azhar dan tafsir al-Mishbah. Term syûrâ terdapat dalam tiga tempat. Penelitian ini akan difokuskan pada tiga ayat tersebut, yaitu; QS. al-Baqarah (2): 233, QS. Ali Imrân (3): 159, dan QS. al-Syûra (42): 38.

Agar lebih terfokus, maka permasalahan yang akan dibahas diformulasikan dalam beberapa bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana penafsiran Hamka dan M. Quraish Shihab tentang ayat-ayat syura dalam tafsir al-Azhar dan al-Mishbah?

2. Apa persamaan dan perbedaan penafsiran tentang ayat-ayat syura versi Hamka dan versi Quraish Shihab dalam kedua tafsirnya?

(8)

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Sehubungan dengan rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini mempunyai tujuan untuk:

1. Menelaah penafsiran Hamka dalam tafsir al-Azhar dan penafsiran Quraish Shihab dalam tafsir al-Mishbah mengenai ayat-ayat syura.

2. Mengetahui persamaan dan perbedaan dengan mengomparasikan kedua penafsiran tersebut.

3. Mengetahui relevansi penafsiran keduanya dalam penerapan syura di Indonesia.

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat akademik, untuk memperkaya khazanah keilmuan tentang pemahaman syura, khususnya pemikiran Hamka dan M. Quraish Shihab dalam tafsir al-Azhar dan tafsir al-Mishbah. Serta bisa dijadikan bahan perbandingan penelitian yang berkenaan dengan pemikiran tokoh dalam hal syura.

2. Manfaat Praktis, untuk memberikan konstribusi pemikiran serta bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya dan masyarakat sosial untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang berkenaan dengan syura.

D. Telaah Pustaka

(9)

buku, dan artikel. Di antaranya ialah hasil penelitian M. Syafi’i Anwar yang diterbitkan dalam buku berjudul Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia; Sebuah Kajian Politik Tentang Cendikiawan Muslim Orde Baru. Buku ini merupakan tesis MA pada Program Studi Ilmu Politik Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Buku ini menyinggung kajian tentang syura menurut Syafi’i Ma’arif, bahwa pada dasarnya, syura merupakan gagasan politik utama dalam Islam. Menurutnya, jika konsep syura ditransformasikan dalam kehidupan modern sekarang maka sistem politik demokrasi adalah lebih dekat dengan cita-cita politik Qur’ani, sekalipun ia tidak selalu identik dengan praktik demokrasi Barat. Dengan berpijak pada pendapat Muhammad Iqbal dan Fazlur Rahman, Syafi’i merasa yakin dan menerima sistem politik demokrasi. Dia juga tidak mempersoalkan bentuk demokrasi yang bagaimanakah yang diterapkan, asalkan betul-betul bisa menjalankan prinsip syura. Buku ini juga mengupas pemikiran Dawam Raharjo mengenai demokrasi. Dawam tidak terlalu mempersoalkan aspek-aspek normatif dari hubungan Islam dan demokrasi. Ia melihat bahwa demokrasi merupakan sistem yang terbuka dan bersifat universal sehingga tidak perlu mengaitkannya dengan klaim-klaim ideologis.16 Buku ini tidak menyinggung pemikiran Hamka ataupun M. Quraish Shihab. Adapun penelitian yang akan dilaksanakan nanti akan mengungkap pemikiran Hamka ataupun M. Quraish Shihab.

Tesis hasil penelitian Muhammad Damami berjudul Tasawuf Positif dalam Pemikiran Hamka. Tesis ini mengetengahkan beberapa pengalaman

16 M. Syafi’i Anwar, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia; Sebuah Kajian Politik

(10)

politik Hamka dalam dalam beberapa organisasi politik yang tentunya memberikan pengaruh terhadap pemikiran politiknya.17 Adapun penelitian yang akan dilaksanakan nanti justru akan membahas bagaimana konsep syura menurut Hamka dan tentunya juga menurut M. Quraish Shihab.

Tesis karya Mukhlis berjudul Corak Pemikiran Hamka Tentang Pluralitas Agama (Rekonstruksi dari Tafsir Al-Azhar) menyimpulkan bahwa mainstream pemikiran Hamka yang tertuang dalam tafsir Al-Azhar inklusif dengan kecenderungan ke arah pluralis. Tesis ini tidak menyentuh sama sekali mengenai penafsiran syura.18 Berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan yang akan mengupas mengenai syura.

Buku yang membahas tentang syura ialah buku karya Munawir Sjadzali berjudul Islam dan Tata negara; Ajaran Sejarah dan Pemikiran. Dalam buku ini, ia mengupas kesejarahan konsep syura dalam Islam yang pada akhirnya menemukan beberapa unsur yang bisa dijadikan landasan pemerintahan, di antaranya ialah kedudukan manusia, musyawarah (syura), ketaatan kepada pemimpin, keadilan, persamaan, dan hubungan antar umat.19

Buku Politik Bermoral Agama: Tafsir Politik Hamka, karya Ahmad Hakim dan M. Thalhah, dikupas mengenai pokok-pokok pemikiran Hamka tentang politik yang dibagi menjadi lima pemikiran yang dikaitkan dengan sistem ketatanegaraan yang ada di Indonesia, yaitu: 1) Syura, 2) Negara dan

17 Muhammad Damami, Tasawuf Positif, dalam Pemikiran Hamka (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2000).

18 Mukhlis, Corak Pemikiran Hamka Tentang Pluralitas Agama, Rekonstruksi dari

Tafsir Al-Azhar (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga)

(11)

kepala negara, 3) Agama dan Negara, 4) Hubungan Internasional, 5) Politik Bermoral.20

Buku berjudul Syura Bukan Demokrasi karya Taufiq asy-Syawi cukup menarik untuk dikaji. Pandangannya sangat berbeda dengan para pemikir yang menerima demokrasi sebagai padanan kata bagi syura. Di dalam buku tersebut dikaji secara mendalam mengenai syura, mulai dari sisi bahasa sampai dengan penerapan syura sebagai sebuah konsep pemerintahan di dalam Islam. Pada akhir pembahasan, disimpulkan bahwa syura tidak bisa disamakan dengan demokrasi.21

Penelitian lain selain judul-judul di atas ialah penelitian dalam bentuk skripsi22, tetapi sejauh ini tidak ditemukan pembahasan mengenai studi komparatif pemikiran Hamka dan M. Quraish Shihab tentang syura.

20 Ahmad Hakim, M. Thalhah, Politik Bermoral Agama: Tafsir Politik Hamka (Yogyakarta UII Press, 2005).

21 Taufiq Asy-Syawi, Syura Bukan Demokrasi, (Jakarta: Gema Insani Press, cet. 1, 1997).

22 Hasil Penelitian dalam bentuk skripsi di antaranya ialah hasil penelitian Achmad Syahrul, Penafsiran Hamka Tentang Syura Dalam Tafsir Al-Azhar (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2009), menyimpulkan bahwa syura merupakan dasar pemerintahan dalam pembangunan masyarakat dan Negara Islam, walaupun dalam pemikirannya –menurut Syahrul– Hamka tidak menginginkan negara Islam. Syura juga merupakan sifat sekaligus dasar sebuah masyarakat muslim. Hamka memandang bahwa aplikasi syura harus memperhitungkan konteks, yaitu keadaan tempat dan keadaan zaman. Disimpulkan juga bahwa pelaksanaan syura di dalam Islam mempunyai kesinkronan dengan sistem permusyawaratan yang berlaku di Indonesia.

Anang Masduki, Konsep Musyawarah Dalam Surat Ali Imran Ayat 19 Menurut Tafsir Al Mishbah (Yogyakarta: Skripsi, Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga), menyimpulkan bahwa konsep musyawarah sebagaimana terdapat dalam surah Ali Imran: 159 merupkan konsep musyawarah dalam bentuk ideal yang perlu diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat dan berorganisasi. Konsep musyawarah yang ditawarkan oleh Quraish Shihab adalah kekonsistenannya untuk selalu mengaitkan dengan kondisi sosial kemasyarakatan di mana masyarakat tersebut tinggal sehingga teks Al-Qur’an selalu sesuai dengan tuntutan zaman dan menjadi solusi bagi masyarakat.

(12)

Oleh karena itu, dirasa perlu meneliti penafsiran tentang syura oleh kedua tokoh mufassir kontemporer tersebut antara persamaan dan perbedaannya di dalam karya mereka yang terkenal, tafsir Al-Azhar dan tafsir Al-Mishbah, termasuk di dalamnya ialah penerapan syura dalam kehidupan bernegara.

E. Kerangka Teoretik

Untuk mengkaji permasalahan yang ada, teori yang digunakan merupakan teori yang berada dalam ranah normatif agama. Teori tersebut diambil dari tafsir-tafsir yang sudah diakui oleh kaum Muslim secara luas, yaitu Tafsir al-Qurṭubi, Tafsir Ibn Kaṡir, Tafsir Jalâlain, Tafsir al-Marâghî, dan Tafsir Fî Ẓilâli Al-Qur’ân.

Sukron Kamil menyimpulkan di dalam bukunya, Islam dan Demokrasi; Telaah Konseptual dan Historis, bahwa dalam pemikiran tentang demokrasi, ada tiga kelompok pemikiran, yaitu kelompok yang menolak, yang menyetujui prinsip-prinsipnya tetapi mengakui adanya perbedaan, dan yang menerima sepenuhnya. Menurutnya, orang-orang yang menolak demokrasi beralasan bahwa prinsip persamaan demokrasi dalam

dengan al-Jabiri, Syahrur juga menerima konsep demokrasi, akan tetapi penerimaannya itu cenderung kepada kebutuhan kebebasan manusia dan HAM dan ia juga berpendapat bahwa demokrasi merupakan teknis pelaksanaan syura dalam konteks hari ini.

Endrizal, Syura dan Demokrasi dalam Pemikiran Politik Muhammad ‘Abid Al Jabiri

(13)

kenyataannya tidak mungkin, Islam adalah jalan hidup yang telah sempurna dan tidak perlu adanya legislasi dari yang lain; Tuhan berdaulat penuh, baik sunnatullah maupun hukum-hukum wahyunya; syura tidak sama dengan demokrasi; demokrasi adalah berasal dari Barat dan hanya merupakan alat Barat semata. Di antara yang menolak ialah Syaikh Faḍallah Nuri, Sayyid Quṭb, asy-Sya’rawi, Ali Benhadji, dan Ṭabaṭaba’i.

Pemikiran yang kedua melihat masih ada persamaan antara Islam dan Demokrasi dikarenakan adanya kemiripan-kemiripan, di antaranya ialah prinsip persamaan, keadilan, musyawarah, dan akuntabilitas. Hanya saja bedanya ialah terletak pada kedaulatan. Di dalam demokrasi, kedaulatan adalah mutlak di tangan rakyat, sementara di dalam Islam dibatasi dengan hukum-hukum Allah (syariah).

Kelompok yang ketiga menyatakan bahwa ajaran Islam dengan paham demokrasi bisa dipadukan. Bahkan, menurut kelompok ini bahwa demokrasi sebenarnya dicanangkan pertama kali oleh Islam.23 Penelitian ini akan melihat klasifikasi pandangan Hamka dan Quraish Shihab terhadap syura sebagaimana klasifikasi di atas.

Adapun agar kerangka teori yang akan memberikan frame alur pemikiran di dalam penelitian ini dapat dipahami dengan mudah, akan kami tuangkan melalui diagram sebagai berikut:

(14)

Ii

F. Metode Penelitian

Metode penelitian ini di dalam operasionalisasinya berpedoman pada beberapa hal berikut:

Prinsip Syura Dalam Islam

Pandangan Hamka Pandangan Quraish Shihab

Tafsir al-Azhar Tafsir al-Mishbah

Penerapan Syura dalam

Sejarah Peradaban Islam

Prinsip Demokrasi

Sistem Politik

Di Indonesia

 Persamaan dan Perbedaan Pandangan

 Relevansi Penerapan Syura dalam Sistem

Politik di Indonesia

Kontribusi

(15)

1. Paradigma Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menitikberatkan pada proses dengan metode analisis interpretatif dan analisis komparatif.

2. Jenis Penelitian. Jenis penelitian ini jika dilihat berdasarkan ruang lingkupnya maka penelitian ini merupakan penelitian agama, jika dilihat berdasarkan tempatnya maka penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research), dan jika ditinjau dari tipe penelitian maka penelitian ini termasuk penelitian deskriptif, yaitu mendeskripsikan secara detail atas fenomena yang ada dengan memberikan penilaian terhadap fenomena tersebut sesuai dengan sudut pandang yang digunakan.24 Yaitu dengan cara menghimpun sejumlah ayat dari berbagai surat yang sama-sama membicarakan satu masalah tertentu.25 Penelitian ini akan mendalami pemikiran Hamka dan M. Quraish Shihab terhadap ayat-ayat syura di dalam buku tafsir karya mereka, al-Azhar dan al-Mishbah.

3. Pendekatan. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang akan melibatkan dua pendekatan. Yaitu pendekatan filosofi yang meneliti pemikiran Hamka dan M. Quraish Shihab khususnya pandangan mereka terhadap syura dalam Islam. Pendekatan politik untuk melihat bagaimana aplikasi syura dalam sistem pemerintahan Islam.

24 Sudarno Shobron, dkk. Pedoman Penulisan Tesis (Surakarta: Sekolah Pascasarjana UMS, 2014), hlm. 11-12.

25Abd. Al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Mawdhu’iy: Suatu Pengantar, terj. Suryan

(16)

4. Sumber Data dan Subyek Penelitian. Semua bahan yang digunakan mengacu kepada literatur kepustakaan. Sumber data primer (primary sources) dari penelitian ini ialah Tafsir al-Azhar karya Hamka dan Tafsir al-Mishbah karya M. Quraish Shihab, sedangkan sumber data sekunder (secondary sources) ialah semua data kepustakaan yang bisa digunakan untuk mendukung dalam pembahasan.

5. Pengumpulan Data. Teknik pengumpulan data yang digunakan di dalam penelitian ini ialah teknik dokumentasi. Menurut Pohan, telaah dokumen adalah cara pengumpulan informasi yang didapatkan dari dokumen, yakni peninggalan tertulis, arsip-arsip, akta ijazah, rapor, peraturan perundang-undangan, buku harian, surat-surat pribadi, catatan biografi, dan lain-lain yang memiliki keterkaitan dengan masalah yang diteliti.26 Adapun dokumen yang digunakan di dalam penelitian ini ialah buku-buku karya Hamka dan M. Quraish Shihab dan buku-buku-buku-buku atau penelitian-penelitian yang membahas mengenai kedua tokoh tersebut. Menurut Guba dan Lincoln, dokumen merupakan sumber data yang stabil, kaya, dan mendorong. Selain itu, sumber data dapat digunakan sebagai bukti untuk suatu pengujian, bersifat alamiah, sesuai dengan konteks, dan mudah diperoleh.27

6. Validitas Data. Data-data yang diperoleh berupa buku-buku referensi merupakan data yang bersifat informatif /narasi. Oleh karena itu, uji validitas yang digunakan ialah Derajat Kepercayaan (Credibility) dengan

26 Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif Dalam Perspektif Rancangan Penelitian (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), cet. 2, hlm. 226.

(17)

menggunakan teknik triangulasi, sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.28

Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lain dengan cara dibanding-bandingkan.29 Teknik

triangulasi digunakan untuk menjaga keajegan pengamat dan agar pengamat dapat membandingkan data hasil dokumentasi untuk mencapai derajat kepercayaan.30

7. Analisis Data. Metode analisis dalam penelitian ini ialah analisis interpretatif, yang akan menguraikan objek penelitian secara teratur sehingga bisa memberikan pemahaman terhadap sebuah pemikiran.31

Selanjutnya juga digunakan analisis komparatif untuk membandingkan kedua penafsiran tersebut.

G. Sistematika Penulisan

Untuk lebih mudah dalam memahami alur penalitian dan teraturnya penalaran dalam penulisan, maka pembahasan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu pendahuluan, isi, dan penutup yang kemudian dibagi menjadi beberapa bab dan sub bab.

28 Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 178.

29 Patton dalam Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1999), Cet. Ke 11, hlm. 179.

30 Sudarno Shobron, dkk. Op. Cit., hlm. 20.

(18)

Bab pertama ialah pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, lalu dilanjutkan dengan rumusan masalah yang menjadi inti pembahasan dalam penelitian ini. Berikutnya dijelaskan mengenai tujuan dan kegunaan penelitian, baik secara akademis maupun praktis. Terakhir dijelaskan mengenai kerangka teoritis, pendekatan, dan metode penelitian yang digunakan berikut sistematika pembahasan.

Bab kedua berisi tentang gambaran umum syura yang mencakup definisi syura, penafsiran syura di dalam Al-Qur’an, serta mendeskripsikan praktiknya dalam sejarah Islam.

Bab ketiga berisi biografi Hamka dan M. Quraish Shihab yang memuat riwayat hidup, pemikiran, dan karya-karya mereka.

Bab keempat membahas karakteristik Tafsir Azhar dan Al-Mishbah serta konsep Syura menurut Hamka dan Quraish Shihab yang akan diuraikan secara deskriptif.

Bab kelima berisi analisis penafsiran Hamka dan M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Al-Mishbah, perbandingan beserta interpretasinya, dan relevansi kedua penafsiran tersebut terhadap sistem ketatanegaraan di Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penggunaan perangkap dari bahan keong yang dibusukkan tersebut adalah untuk mengalihkan perhatian dari walang sangit tersebut karena dengan perangkap

Kajian kes ini adalah untuk mengenalpasti kesediaan pelajar Saijana Pendidikan (Teknikal) ke arah pembentukan seseorang pendidik yang cemerlang.. Antara ciri-ciri pembentukan

Terhadap variabel hasil padi gogo terlihat bahwa perlakuan N2 yaitu dosis pupuk N 90 kg/ha mampu meningkatkan jumlah malai, jumlah gabah, bobot gabah, bobot

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan Kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia, dalam menjalankan fungsi pengawasan siaran kampanye pemilihan umum Presiden dan

Kesekretariatan, serta manajemen kinerja Satuan Kerja secara akuntabel serta transparan. Struktur Organisasi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sumatera Utara.. Kantor

Kepatuhan perawat dalam handover antar shift terhadap keselamatan pasien merupakan bidang baru di dalam pelayanan di rumah sakit, sehingga melalui penelitian ini

(3) Lembaga independen penyelenggara Akreditasi yang mendapatkan rekomendasi penyesuaian penetapan status Akreditasi atau pelaksanaan kembali survei Akreditasi sebagaimana dimaksud

Sebanyak 40% kepala sekolah juga yang selalu memastikan guru-guru untuk mencari materi dengan memanfaatkan internet untuk melakukan tugas mata pelajarannya (pada butir 8), namun