• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Perawat mempunyai peranan penting dalam proses pelayanan kesehatan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Perawat mempunyai peranan penting dalam proses pelayanan kesehatan."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Perawat mempunyai peranan penting dalam proses pelayanan kesehatan. Perawat membantu klien dalam membangun pengertian yang benar dan jelas tentang pelayanan kesehatan yang sedang dijalaninya. Memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarganya setiap pelayanan yang diberikan dan turut serta bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan tentang pelayanan yang diberikan bersama dengan dokter dan tenaga kesehatan yang lain (Mulyana, 2013). Kepatuhan perawat seperti seseorang harus mematuhi suatu kebijakan atau aturan yang sudah di tetapkan (Smet, 2004).

Kepatuhan (adherence) Perawat adalah suatu bentuk perilaku yang timbul akibat adanya interaksi antara perawat dan pasien sehingga pasien mengerti rencana dengan segala konsekwensinya dan menyetujui rencana tersebut serta melaksanakannya (Kemenkes RI, 2011). Menurut Smet (2004), kepatuhan adalah tingkat seseorang melaksanakan suatu cara atau berperilaku sesuai dengan apa yang disarankan atau dibebankan kepadanya. Kepatuhan perawat dalam pelaksanaan Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah motivasi dan persepsi petugas terhadap pekerjaannya. Persepsi perawat terhadap pekerjaannya lebih mempengaruhi kepatuhan petugas terhadap pelaksanaan SOP terhadap keselamatan pasien dibandingkan dengan motivasi perawat. Faktor-faktor yang tidak berpengaruh terhadap kepatuhan perawat dalam pelaksanaan SOP adalah usia, lama kerja, dan tingkat pendidikan. Rumah sakit harus lebih memperhatikan segala sesuatu yang berkaitan dengan motivasi karyawan, semakin tinggi

(2)

motivasi karyawan terhadap kinerja maka akan semakin patuh petugas kesehatan tersebut dalam pelaksanaan SOP. Hal tersebut juga diperlukan dalam serah terima pasien (Handover),( Natasia, Loekqijana, dkk, 2014).

Serah terimah paien (Handover) adalah salah satu bentuk komunikasi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien. Kesenjangan dalam komunikasi saat handover pasien, antara unit-unit pelayanan serta antar tim pelayanan dalam satu unit, bisa mengakibatkan terputusnya kesinambungan pelayanan, pengobatan yang tidak tepat, dan potensial risiko dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien (Kesrianti, dan Noor, 2014). Pengembangan dan peminatan terhadap handover di klinis telah berkembang selama beberapa tahun terakhir ini, baik secara nasional maupun internasional, terutama setelah World Health Organization meluncurkan The Nine Patient Safety Solutions pada Mei 2007 (WHO, 2007). Transfer informasi dan tanggung jawab penting untuk perawatan pasien dari satu ke penyedia layanan kesehatan lain dan merupakan komponen integral dari komunikasi dalam perawatan kesehatan. Titik kritis perpindahan ini dikenal sebagai handover atau handoff atau serah terima pasien. (Kamil, 2011)

Beberapa publikasi hasil penelitian menunjukkan bahwa serah terima pasien yang tidak efektif telah menyebabkan kerugian kepada pasien, keluarga, dan masyarakat. Wong dan Yee (2008) menyebutkan bahwa serah terima pasien di klinis adalah skenario risiko tinggi untuk keselamatan pasien. Bahaya meliputi diskontinuitas perawatan, efek samping dan klaim hukum akibat kemungkinan kelalaian dan malpraktek. Suatu analisis rinci tentang serah terima pasien dalam keperawatan mengungkapkan bahwa beberapa kasus serah terima pasien

(3)

menunjukkan kebingungan dan tidak membantu dalam perawatan pasien selanjutnya (Sexton et al, 2004).

Keselamatan pasien (patient safety) merupakan isu penting dan global dalam pelayanan kesehatan. Isu tersebut sudah menjadi perhatian sejak tahun 1990an dan semakin menjadi perhatian sejak adanya laporan dari Institute of Medicine (IOM) tahun 1999 menyatakan bahwa di Amerika Serikat diproyeksikan terjadi 44.000 sampai dengan 98.000 kematian setiap tahun akibat dari medical error yang sebenarnya dapat dicegah. Data Kejadian Tidak Diharapkan di Indonesia sendiri masih sulit diperoleh secara lengkap dan akurat, tetapi dapat diasumsikan tidaklah kecil Komite Keselamatan Pasien (KKP-RS, 2007). Keselamatan pasien (patient safety) merupakan sistem rumah sakit yang membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya dilakukan. European Society (2006), menyatakan budaya keselamatan pasien merupakan integrasi pola individu dan perilaku organisasi didasari oleh keyakinan dan nilai-nilai untuk meminimalkan kondisi yang membahayakan pasien secara terus menerus. Hal tersebut terjadi karena kurangnya pengawasan dan koordinasi antara perawat dan clinical instructur dengan mahasiswa. Kejadian nyaris cedera atau kejadian yang tidak diharapkan yang pernah terjadi berdasarkan hasil observasi peneliti dalah terjadinya sepsis pada beberapa pasien post operasi, pasien jatuh di kamar mandi, kelemahan motorik ekstremitas bawah pasca operasi dengan anestesi lumbal, kegagalan pasein dan keluarga dalam mengambil keputusan akibat kurangnya informasi dari tim pemberi pelayanan kesehatan.

(4)

Di Indonesia berdasarkan data Insiden Keselamatan Pasien yang diterbitkan KKPRS (Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit) terdapat 114 laporan insiden keselamatan pasien pada tahun 2009, 103 laporan pada tahun 2010, dan 34 laporan di tahun 2011 pada tri wulan I (KKPRS, 2012). Pada tahun 2007 KKP-RS melaporkan insiden keselamatan pasien sebanyak 145 insiden yang terdiri dari KTD 46%, berdasarkan provinsi ditemukan Jakarta menempati urutan tertinggi yaitu 37,9% diikuti Jawa Tengah 15,9% di Yogyakarta 13,8%, Jawa Timur 11,7%, Sumatra Selatan 6,9%, Jawa Barat 2,8%, Bali 1,4%, Sulawesi Selatan 0,69% dan Aceh 0,68%. Dalam upaya meminimalisir terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang terkait dengan aspek keselamatan pasien, maka manajemen rumah sakit perlu menciptakan budaya keselamatan pasien. Budaya keselamatan pasien merupakan pondasi utama dalam menuju keselamatan pasien. Budaya keselamatan pasien akan menurunkan KTD secara signifikan sehingga akuntabilitas rumah sakit di mata pasien dan masyarakat akan meningkat dan pada akhirnya kinerja rumah sakit pun meningkat menurut Sora & Nieva (2004). Hal tersebut dikarenakan banyak rumah sakit yang mengaplikasikan sistem keselamatan yang baik, tetapi pada kenyataannya KTD tetap terjadi. Meskipun pada umumnya jika sistem dapat dijalankan dengan sebagaimana mestinya maka KTD dapat ditekan sekecil-kecilnya, namun fakta menunjukkan bahwa sistem tidak dapat berjalan secara optimal jika kompetensi dan nilai-nilai atau budaya yang ada tidak mendukung (Budihardjo, 2008).

Dari data yang didapatkan di Ruang Rawat Inap RS Umum Bhakti Rahayu Kota Surabaya terdapat jumlah perawat ada 30 orang diantaranya ada perawat yang bekerja di ruang rawat inap RS Umum Bhakti Rahayu Surabaya.

(5)

Angood (2007) mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil kajian data penyebab utama KTD di rumah sakit adalah komunikasi. Alvarado (2006) mengungkapkan bahwa ketidakakuratan informasi dapat menimbulkan dampak yang serius pada pasien, hampir 70% kejadian sentinel (kejadian yang mengakibatkan kematian atau cedera serius di rumah sakit) disebabkan karena buruknya komunikasi. Komunikasi terhadap berbagai informasi mengenai perkembangan pasien antar profesi kesehatan di rumah sakit merupakan komponen yang fundamental dalam perawatan pasien (Riesenberg,2010). Transfer informasi pada saat pergantian shift yang disebut dengan handover bertujuan untuk menyampaikan informasi dari setiap pergantian shift serta memastikan efektifitas dan keamanan dalam perawatan pasien. Informasi terkait dengan keadaan klinis pasien, kebutuhan pasien, keadaan personal pasien, sampai pada faktor sosial pasien. Perawat harus datang minimal 15 menit lebih awal untuk mengikuti handover sehingga proses handover dapat berjalan lancar (McCLoughen et al., 2008). Hal ini menjadi penting karena Patient safety merupakan suatu langkah untuk memperbaiki mutu pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan (Cahyono, 2008). Inti dari patient safety yaitu penghindaran, pencegahan dan perbaikan dari kejadian yang tidak diharapkan atau mengatasi cedera-cedera dari proses pelayanan kesehatan (Ballard, 2003). Sehingga, program utama yaitu suatu usaha untuk menurunkan angka kejadian tidak diharapkan (KTD) yang sering terjadi pada pasien selama dirawat di rumah sakit yang sangat merugikan baik pasien maupun pihak rumah sakit. (Cecep Triwibowo, dkk, 2016)

(6)

Pemberian asuhan keperawatan merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh setiap pasien rawat inap. Salah satunya adalah prosedur serah terima (handover) yang merupakan kegiatan sehari-hari dan harus dilakukan oleh perawat. Pelaksanaan serah terima pasien merupakan tindakan keperawatan yang secara langsung akan berdampak pada perawatan pasien, selain itu juga serah terima pasien dibangun sebagai sarana untuk menyampaikan tanggung jawab serta penyerahan legalitas yang berkaitan dengan pelayanan keperawatan pada pasien (Safitri, 2012).

Kejadian insiden keselamatan pasien di suatu rumah sakit, akan memberikan dampak yang merugikan bagi pihak rumah sakit, staf, dan pasien pada khususnya karena sebagai penerima pelayanan. Adapun dampak yang di timbulkan lainnya adalah menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat adalah terhadap pelayanan kesehatan. Rendahnya kualitas atau mutu asuhan keperawatan yang diberikan, karena keselamatan pasien merupakan bagian dari mutu ( Flynn, 2002).

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk untuk melakukan penelitian tentang ‟‟Hubungan kepatuhan perawat dalam handover antar Shift terhadap keselamatan pasien di Ruang Rawat Inap RS Umum Bhakti Rahayu Kota Surabaya‟‟

1.2. Rumusan masalah

Apakah ada hubungan antara Kepatuhan Perawat dalam Handover antar Shift terhadap Keselamatan Pasien di Ruang Rawat Inap RS Umum Bhakti Rahayu Kota Surabaya?

(7)

1.3. Tujuan 1.3.1. Tujuan umum

Untuk mengetahui Hubungan kepatuhan perawat dalam handover antar Shift terhadap keselamatan pasien di Ruang Rawat Inap RS Umum Bhakti Kota Surabaya

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi kepatuhan perawat dalam handover antar Shift di Ruang Rawat Inap RS Umum Bhakti Kota Surabaya

2. Mengidentifikasi keselamatan pasien di Ruang Rawat Inap RS Umum Bhakti Surabaya

3. Menganalisis hubungan kepatuhan perawat dalam Handover antar Shift terhadap keselamatan pasien di Ruang Rawat Inap RS Umum Surabaya

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis

Kepatuhan perawat dalam handover antar shift terhadap keselamatan pasien merupakan bidang baru di dalam pelayanan di rumah sakit, sehingga melalui penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dalam bidang pelaksanaan keselamatan pasien di rimah sakit.

1.4.2. Manfaat Praktis

1. Bagi Institusi Rumah Sakit dan Unit Rawat Inap.

Inseden keselamatan pasien merupakan salah indikator mutu layanan di rumah sakit. Hasil penelitian ini bisa menjadi masukan bagi manajemen di

(8)

rumah sakit di Surabaya dalam rangka memberikan pelayanan yang aman, nyaman, dan bermutu tinggi. Dengan meningkatnya keselamatan pasien diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap rumah sakit akan meningkat. 2. Bagi Petugas kesehatan

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk bagian keperawatan dalam mengelolah perawat dilapangan sehingga dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien lebih aman dan tidak terjadi insiden keselamatan pasien, dan keselamatan menjadi lebih terjamin.

3. Bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian ini sebagai bahan masukan dalam rangka pengembangan pendidikan dan pengajaran tentang keselamatan pasien terutama dalam hal aplikasinya di lapangan. Mengingat keselamatan pasien merupakan issue penting di dalam rumah sakit, diharapkan dalam pemberian materi kuliah tentang keselamatan pasien dapat lebih mendalam dan aplikatif.

4. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat di jadikan referensi untuk penelitian selanjutnya guna peningkatan dan pengembngan riset keperawatan di Indonesia pada masa- masa mendatang.

Referensi

Dokumen terkait

Antara kontrol negatif dengan konsentrasi 5mg/mL memberikan hasil yang tidak berbeda signifikan, sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol herba pulutan pada

Melalui kegiatan diskusi dan kerjasama melalui aplikasi Google Meet, Google Classrom, dan WAG peserta didik dapat menentukan komponen pembentuk fungsi komposisi dan komponen

Variabel bebas sering disebut variabel perlakuan, variabel penyebab, variabel kuasa atau variabel tak tergantung. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah : 1)

Lampiran Tabel 48 Cakupan Kasus Balita Gizi Buruk yang Medapat Perawatan Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan dan Puskesmas di Kabupaten Bungo Tahun 2015.. Lampiran Tabel 49 Cakupan

Sampai kemudian, saran kami yang bahwa ini perlu ditindak lanjuti oleh Direksi kepada Dekom dan seterusnya, RUPS kalau misalnya itu yang ditempuh adalah Joint Venture, kebetulan

Elektron valensi unsur-unsur periode keempat menempati subkulit 3d dan 4s. Hal ini menyebabkan unsur-unsur transisi periode keempat mempunyai sifat periodik yang

beberapa perhitungan yang telah dilakukan baik untuk kapal dengan tipe lambung monohull maupun katamaran pada displasement yang sama yaitu sebesar 6 ton, didapatkan besaran

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh ukuran dewan komisaris, dewan komisaris independen, frekuensi pertemuan dewan komisaris dan kepemilikan manajerial