• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA ANTARA SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN TPS DI SMP NEGERI 5 KOTA LANGSA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA ANTARA SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN TPS DI SMP NEGERI 5 KOTA LANGSA."

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA ANTARA SISWA YANG

DIBERI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN TPS DI SMP NEGERI 5 KOTA LANGSA

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi

Pendidikan Matematika

Oleh

:

FENNY ANGGRENI

NIM: 8126172013

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i ABSTRAK

FENNY ANGGRENI.PerbedaanKemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Kecerdasan Emosional Siswa antaraSiswa yang diberi Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan TPS di SMP Negeri 5 Kota Langsa.Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan 2014.

Kata Kunci:kooperatif tipe STAD dan TPS, pemecahan masalah, kecerdasan emosional.

(7)

ABSTRACT

FENNY ANGGRENI. Differences Mathematical Problem Solving Ability and Emotional Intelligence of Students that given Cooperative Learning of the type STAD with TPS in SMPN 5 Langsa.Thesis.Medan: Mathematics Education Study Program Postgraduate, School of University of Medan, 2014.

Keywords :Cooperative Learning of the type STAD with TPS, Mathematical Problem Solving Ability and Emotional Intelligence of Students.

(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis,

sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul “Perbedaan

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Kecerdasan Emosional Siswa

antara Siswa yang diberi Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan TPS di

SMP Negeri 5 Kota Langsa”. Shalawat dan salam penulis sanjungkan kepada

Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah ummat.

Tesis ini ditulis dan diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) Program Studi Pendidikan

Matematika, Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan (UNIMED).

Penelitiaan ini merupakan studi eksperimen yang melibatkan pelajaran

matematika dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan TPS. Sejak mulai

persiapan sampai selesainya penulisan tesis ini, penulis mendapatkan semangat,

dorongan, dan bantuan dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada semua pihak yang telah membantu penulis dengan keikhlasan dan

ketulusan baik langsung maupun tidak langsung sampai terselesainya tesis ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas kebaikan tersebut.

Terima kasih dan penghargaan khususnya peneliti sampaikan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd

(9)

Pascasarjana UNIMED serta Bapak Dapot Tua Manullang, M.Si selaku Staf

Program Studi Pendidikan Matematika.

2. Bapak Dr. Edy Surya, M.Si selaku Pembimbing I dan Bapak Prof. Dr.

Hasratuddin, M.Pd selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan

bimbingan serta motivasi yang kuat dalam penyusunan tesis ini.

3. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd , Dr. Elvis Napitupulu, M.Pd

dan Prof. Sahat Saragih, M. Pd selaku Narasumber yang telah banyak

memberikan saran dan masukan-masukan dalam penyempurnaan tesis ini.

4. Direktur, Asisten I, II dan III beserta Staf Program Pascasarjana UNIMED

yang telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis

menyelesaikan tesis ini.

5. Kepala Sekolah SMP Negeri 5 Kota Langsa yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian lapangan.

6. Ayahanda Alm. M.A.Rasyid, Ibunda Mariani, S.Pd, Kakakku Fenti Irawati,

SE, abangku Fery agus dan Adikku Wali Ramadhani yang telah memberikan

rasa kasih sayang, perhatian dan dukungan moril maupun materil sejak

sebelum kuliah, dalam perkuliahaan hingga menyelesaikan pendidikan ini.

7. Cahaya hatiku: Suamiku Apriali Ramadan dan anakku Qisya Aqila Syahirah

yang telah memberikan rasa kasih sayang, perhatian dan dukungan moril

maupun materil sejak sebelum kuliah, dalam perkuliahaan hingga

menyelesaikan pendidikan ini serta memberikan semangat dan doa dan yang

selalu setia menemani mama dalam penyusunan tesisi ini.

8. Ketua Prodi Pendidikan matematika STAIN Zawiyah Cot Kala Langsa ibu

(10)

kasih sayang, perhatian dan dukungan moril sejak sebelum kuliah, dalam

perkuliahaan hingga menyelesaikan pendidikan ini.

9. Kakak-kakakku sekalian Kak Amel, Kak Sri, Anggi, Fitri dan teman-teman

kuliah semua serta semua pihak serta rekan-rekan satu angkatan dari Program

Studi Pendidikan Matematika yang telah banyak memberikan bantuan dan

dorongan dalam penyelesaian tesis ini.

Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, penulis berharap semoga

tesis ini dapat memberikan sumbangan dan manfaat bagi para pembaca, sehingga

dapat memperkaya khasanan penelitian-penelitian sebelumnya, dan dapat

memberi inspirasi untuk penelitian lebih lanjut.

Medan, Juli 2014

Penulis

(11)

DAFTAR ISI

1.2 Identifikasi Masalah ...14

1.3 Batasan Masalah ...15

2.2 Hakikat Matematika ... 21

2.3 Tujuan Mata Pelajaran Matematika di Sekolah ... 28

2.4 Karakteristik Matematika ... 29

2.5 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 31

2.6 Kecerdasan Emosional ... 38

2.7 Model Pembelajaran ... 42

2.8 Model Pembelajaran Kooperatif ... 43

2.9 Pembelajaran Tipe STAD ... 47

2.10 Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share ... 50

2.11 Teori Belajar Pendukung ... 52

2.12 Penelitian yang Relevan ... 55

2.13 Kerangka Konseptual ... 57

2.14 Tinjauan Materi Luas Permukaan dan Volume Kubus dan Balok di Kelas VIII SMP ... 62

2.15 Hipotesis Penelitian ... 65

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian ... 66

3.2 Populasi dan Sampel ... 66

3.3 Desain Penelitian ... 68

3.4 Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 79

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 80

3.6 Prosedur Penelitian ... 84

(12)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian ... 91

4.1.1 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 91

4.1.2 Kecerdasan Emosional Siswa ... 113

4.1.3 Ketuntasan Belajar Siswa ... 117

4.2 Pembahasan ... 118

4.2.1 Faktor Pembelajaran ... 118

4.2.2 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 126

4.2.3 Kecerdasan Emosional Siswa ... 127

4.2.4 Ketuntasan Belajar Siswa ... 129

4.3 Keterbatasan Penelitian ... 130

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 131

5.2 Saran ... 131

DAFTAR PUSTAKA ... 133

(13)

DAFTAR TABEL Tabel

2.1 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif ...46

2.2 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ...49

2.3 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS ...52

3.1 Populasi Penelitian ...67

3.2 Daftar Peringkat Akreditasi SMP Negeri di Kota Langsa ...67

3.3 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ...70

3.4 Hasil Validasi Tes Pemecahan Masalah Matematis Siswa ...70

3.5 Rancangan uji Coba ...71

3.6 Hasil Uji Coba Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian ...72

3.7 Validitas Butir Soal Kemampuan Pemecahan Matematis Siswa ...73

3.8 Validasi Butir Soal Angket Kecerdasan Emosional Siswa ...74

3.9 Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran ...76

3.10 Hasil Perhitungan Daya Pembeda ...77

3.11 Rancangan Penelitian ...78

3.12 Tabel Weiner tentang Keterkaitan antar Variabel dalam Penelitian ...79

3.13 Kisi-Kisi Pemecahan Masalah Matematika ...81

3.14 Rubrik Penilaian Kemampuan Pemecahan Masalah ... 81

3.15 Jabaran Variabel, Indikator, dan Nomor Butir Angket ...83

3.16 Keterkaitan Antara Rumusan Masalah, Hipotesis, Data, Alat Uji dan Uji Statistika ...90

4.1 Rekapitulasi Nilai Rata-Rata Siswa pada Kemampuan Pemecahan Masalah ...92

4.2 Hasil Uji Normalitas Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ...93

4.3 Hasil Uji Homogenitas Peredaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ...94

4.4 Hasil Uji-t Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ...95

4.5 Rekapitulasi Nilai Rata-Rata Siswa pada Kemampuan Memahami Masalah ...92

4.6 Hasil Uji Normalitas Perbedaan Kemampuan Memahami Masalah Matematis ...93

4.7 Hasil Uji Homogenitas Peredaan Kemampuan Memahami Masalah Matematis ... 98

4.8 Hasil Uji Mann-Whitney Kemampuan Memahami Masalah Matematis Siswa ...100

4.9 Rekapitulasi Nilai Rata-Rata Siswa pada Kemampuan Menyusun Rencana ...100

4.10 Hasil Uji Normalitas Perbedaan Kemampuan Menyusun Rencana ...102

4.11 Hasil Uji Homogenitas Peredaan Kemampuan Menyusun Rencana 102 4.12 Hasil Uji Mann-Whitney Kemampuan Menyusun Rencana ...104

4.13 Rekapitulasi Nilai Rata-Rata Siswa pada Kemampuan Penyelesaian Masalah ... ...105

(14)

4.15 Hasil Uji Homogenitas Peredaan Kemampuan Penyelesaian Masalah

...107

4.16 Hasil Uji Mann-Whitney Penyelesaian Masalah ...108

4.17 Rekapitulasi Nilai Rata-Rata Siswa pada Kemampuan Memeriksa Kembali ...109

4.18 Hasil Uji Normalitas Perbedaan Kemampuan Memeriksa Kembali ...110

4.19 Hasil Uji Homogenitas Peredaan Kemampuan Memeriksa Kembali ...111

4.20 Hasil Uji Mann-Whitney Kemampuan Memeriksa Kembali ...112

4.21 Rekapitulasi Nilai Rata-Rata Angket Kecerdasan Emosional Siswa ...113

4.22 Hasil Uji Normalitas Perbedaan Kecerdasan Emosional Siswa ...114

4.23 Hasil Uji Homogenitas Perbedaan Kecerdasan Emosional Siswa ...115

4.24 Hasil Uji-t Kecerdasan Emosional Siswa ... 116

(15)

DAFTAR GAMBAR Gambar

1.1 Jawaban Siswa ... 5

2.1 Gambar Kubus ... 62

2.2 Gambar Balok ... 63

2.3 Gambar Kubus dan Balok ... 64

4.1 Diagram Batang Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 92

4.2 Diagram Batang Kemampuan Memahami Masalah ... 97

4.3 Diagram Batang KemampuanMenyusun Rencana ... 101

4.4 Diagram Batang Kemampuan Penyelesaian Masalah ... 105

4.5 Diagram Batang Kemampuan Memeriksa Kembali ... 109

4.6 Diagram Batang Angket Kecerdasan Emosional Siswa ... 113

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A

A1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP (Kelas Eksperimen I) ... 137

A2. Rencana PelaksanaanPembelajaran(RPP) (Kelas Eksperimen II ) ... 164

A3. Lembar Aktivitas Siwa (LAS) Kelas Eksperimen ... 191

A4. Lembar Aktivitas Siwa (LAS) Kelas Eksperimen II ... 210

LAMPIRAN B B1. Kisi-kisi Pemecahan Masalah Matematis ...255

B2. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ...256

B3. Alternatif Jawaban Tes Pemecahan Masalah Matematika ...260

B4. Kisi-kisi Instrumen Angket ...265

B5. Angket Kecerdasan Emosional ...266

LAMPIRAN C C1. Hasil Validasi Ahli Terhadap Perangkat Pembelajaran ...270

C2. Hasil Ujicoba Instrumen Perangkat Pembelajaran ...281

LAMPIRAN D D1. Deskripsi Hasil Pretes dan Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen I... 313

D2. Deskripsi Hasil Pretes dan Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen II... 314

D3. Nilai Postes Per Soal Kelas Eksperimen I... 315

D4. Nilai Postes Per Soal Kelas Eksperimen II... 316

D5. Nilai Postes Per Indikator Pemecahan Masalah Kelas Eksperiemen I... 317

D6. Nilai Postes Per Indikator Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen II... 318

D7. Uji Normalitas, Uji Homogenitas, Uji Perbedaan Rata-Rata Postes Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II... 320

D8. Nilai Angket Kelas Eksperimen I... 326

D9. Nilai Angket Kelas Eksperimen II... 327

D10. Uji Normalitas, Uji Homogenitas, Uji Perbedaan Rata-Rata Angket Kelas Eksperimen I dan II... ... 329

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan faktor yang penting peranannya di dalam proses

kehidupan dan perkembangan suatu bangsa. Di negara yang sedang berkembang

seperti Indonesia, peningkatan kualitas pendidikan harus terus ditingkatkan agar

menghasilkan manusia yang berpotensi yang nantinya akan berguna bagi nusa dan

bangsa. Sebagaimana ditetapkannya tujuan pendidikan nasional, yang rumusannya

ada pada Undang-Undang Sisdiknas Bab I pasal 3 tertulis sebagai berikut

“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

watak serta peradaban bangsa,bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik

agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara

yang demokratis serta bertanggung jawab” (Dakir, 2004: 24).

Salah satu indikator pendidikan yang berkualitas dapat dilihat dari perolehan

nilai belajar siswa. Nilai belajar siswa dapat ditingkatkan apabila pembelajaran

berlangsung secara efektif dan efisien dengan ditunjang oleh tersedianya sarana dan

prasarana pendukung serta kecakapan guru dalam pengelolaan kelas dan dalam

menggunakan strategi yang tepat. Hal ini senada dengan pendapat Slameto (2010:

92) “Guru harus menggunakan banyak metode pada waktu mengajar, variasi metode

mengakibatkan penyajian bahan ajaran lebih menarik perhatian siswa, mudah

diterima siswa, dan kelas menjadi hidup”. Oleh karena itu, Guru lebih

(18)

perhatian dan minat siswa di dalam belajar sehingga siswa tidak bosandi dalam

belajar.

Perkembangan dalam pendidikan matematika beserta tuntutannya tidak dapat

dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dipahami, karena tujuan

pendidikan antara lain adalah untuk mempersiapkan manusia yang mampu hidup

layak ditengah masyarakat. Tujuan pendidikan matematika bagi pendidikan dasar

dan menengah adalah mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan

keadaan dalam kehidupan sehari-hari dan dunia yang selalu berkembang, melalui

latihan bertindak atas dasar pemikiran logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan

efisien.

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang sangat penting.

Pengetahuan matematika harus dikuasai sedini mungkin oleh para siswa. Pelajaran

matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan dalam hal sebagai

berikut: (1) memahami konsep matematika; (2) menggunakan penalaran pada pola

dan sifat; (3) memecahkan masalah; (4) mengkomunikasikan gagasan dengan

simbol; (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika (Wardhani, 2010: 1).

Berdasarkan salah satu tujuan dari pelajaran matematika di atas, maka siswa

diharapkan mampu memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari menggunakan

pembelajaran matematika.

Pemecahan masalah menurut Suherman,dkk (2001: 83) merupakan bagian dari

kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran

maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan pengalaman menggunakan

pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada

(19)

didorong dan diberi kesempatan seluas-luasnya untuk berinisiatif dan berfikir

sistematis dalam menghadapi suatu masalah dengan menerapkan pengetahuan yang

didapat sebelumnya.

Matematika adalah cara berpikir yang dibentuk berdasarkan kemampuan

untuk memahami situasi dan masalah, menjelaskan konsep mendasari masalah ini,

mengatur dan mengelompokkan informasi dan menjelaskan bagaimana masalah ini

dipecahkan. Tujuan akhir pendidikan, tidak hanya di matematika tetapi juga dalam

ilmu-ilmu lain adalah untuk membantu peserta didik untuk memecahkan masalah

yang dapat dibahas dalam bidang studi khusus. Ganieh dalam (Sharei, 2012: 844)

menyatakan bahwa pemecahan masalah sebagai bentuk tertinggi dari belajar dan

mendefinisikan "pemecahan masalah adalah proses belajar untuk menemukan

kombinasi baru dari apa yang telah ia pelajari sebelumnya dalam rangka untuk

menemukan cara untuk memecahkan masalah yang baru".

Beberapa berpendapat bahwa esensi matematika adalah pemecahan masalah,

sementara yang lain menganggap matematika sebagai alat untuk berpikir yang

tersedia untuk pembelajar dalam proses pemecahan masalah. COCK Craft (Sharei,

2012: 845) menyatakan bahwa pemecahan sebagai kemampuan untuk menggunakan

masalah matematika dalam situasi yang berbeda.

Masalah dalam matematika meliputi dua hal, masalah internal dan masalah

eksternal. Masalah internal berkenaan dengan pengembangan teori-teori yang ada

dalam matematika, artinya bagaimana menggunakan teori-teori yang ada untuk

menghasilkan atau membuktikan teori baru dalam matematika. Masalah eksternal

berkenaan dengan bagaimana konsep-konsep yang ada dalam matematika dapat

(20)

karenanya, pemecahan masalah dalam hal ini dimaksudkan sebagai penggunaan

matematika untuk memecahkan masalah baik dalam matematika itu sendiri, dalam

ilmu pengetahuan lain, maupun dalam kehidupan sehari-hari (Prihandoko, 2006:

201).

Dalam belajar matematika pada dasarnya seseorang siswa tidak terlepas dari

masalah. Kemampuan yang terkandung dalam matematika seluruhnya bermuara pada

penguasaan konsep dan memampukan siswa memecahkan masalah dengan

kemampuan berpikir kritis, logis, sistematis dan terstruktur. Belajar pemecahan

masalah sangat penting dalam pembelajaran matematika. Dengan memecahkan

masalah, siswa dapat membangun pengetahuannya sendiri disamping belajar

mengaitkan antara konsep atau prinsip yang sudah dipunyainya dan bersesuaian

dengan masalah yang dihadapi. Melalui pemecahan masalah anak dituntut untuk

dapat memilih dan menemukan strategi yang sesuai lalu menerapkannya untuk

memecahkan masalah itu.

Namun fakta dilapangan memperlihatkan keadaan yang masih jauh dari

harapan itu. Berdasarkan hasil analisis awal yang peneliti lakukan pada 20 siswa

SMP kelas VIII di Langsa berupa pemberian tes terhadap kemampuan pemecahan

masalah menunjukkan bahwa 70% dari jumlah siswa kesulitan mengerjakan soal

yang berbentuk pemecahan masalah.

Contohnya soal yang penulis berikan kepada siswa di SMP pada materi

(21)

Dibawah ini merupakan salah satu proses jawaban siswa dalam

menyelesaikan soal tersebut

Gambar 1.1 Jawaban Siswa

Dari jawaban siswa diatas dapat diketahui bahwa siswa tidak mengetahui apa

yang harus mereka lakukan untuk menjawab soal tersebut. Mereka tidak bisa

membuat model matematika dari soal di atas, mereka hanya menjawab dengan

menebaknya. Siswa tidak memahami masalah yaitu mengetahui apa yang diketahui

dan ditanya atau mengubah soal ke model matematika dan siswa juga tidak

mengetahui bagaimana perencanaan penyelesaiaan masalahnya sehingga mereka

tidak dapat menyelesaikan soal tersebut. Seharusnya jawaban siswa yang diharapkan

adalah :

(1) Siswa mampu memahami masalah yaitu membuat apa yang diketahui dan

ditanya. Pada soal diketahui bak mandi berukuran kubus. dengan ukurannya “Budi diminta ayah untuk mengisi bak mandi

¾ bagian. Ukuran bak mandi Budi adalah 100

cm x 100 cm x 100 cm, berapa literkah volume

bak mandi Budi jika Budi mengisinya ¾

(22)

adalah 100 cm x 100 cm x 100 cm. Ditanya adalah berapa literkah volume bak

mandi Budi jika Budi mengisinya ¾ bagian.

(2) Siswa mampu merencanakan penyelesaian masalah yaitu dengan mengingat

rumus mencari volume kubus yaitu V (kubus) = s x s x s

(3)Selanjutnya siswa melaksanakan penyelesaian dengan menghitungnya

menggunakan rumus volume kubus yaitu V (bak mandi) = s x s x s = 100 cm x 100

cm x 100 cm = 1000000 cm3, karena pada soal diminta pada satuan liter, maka

jawabnnya dirubah dalam bentuk satuan liter menjadi 1000 liter. Kemudian yang

diminta pada soal volume bak mandi Budi jika Budi mengisinya ¾ bagian yaitu

dengan mengalikan ¾ dengan volume dari pada bak mandi, sehingga V (¾ bagian) =

¾ V (bak mandi) = ¾ x 1000 liter= 750 liter. Jadi volume bak mandi jika diisi ¾

adalah 750 liter.

(4) Siswa mampu melakukan pengecekan kembali yang telah dibuat apakah sudah

benar yaitu dengan mengingat bahwa yang didapat dari jawaban adalah volume

bak mandi keseluruhan dan ¾ bagian. Berarti jika volume keseluruhan dikurang

dengan volume ¾ bagian maka hasilnya yaitu ¼ bagian. Kemudian siswa

mencari volume ¼ bagian yaitu V (¼ bagian) = V (seluruhnya) – V (¾ bagian) = 1000 liter

– 750 liter = 250 liter, setelah di dapat kemudian siswa mampu membuktikan

bahwa V (¼ bagian) + V (¾ bagian) maka hasilnya harus sama dengan V (seluruhnya) yaitu

V (¼ bagian) + V (¾ bagian) = 250 liter + 750 liter= 1000 liter, karena hasilnya sama

dengan volume bak mandi seluruhnya, maka jawaban siswa sudah benar.

Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan jumlah siswa yang memahami

masalah adalah 5 orang dari 20 siswa atau 25% dari jumlah siswa, merencanakan

(23)

0rang atau 30% serta tidak ada siswa yang melakukan pengecekan kembali. Dari

permasalahan diatas dapat disimpulkan bahwa siswa tidak mampu menyelesaikan

pemecahan masalah matematika. Sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan siswa

dalam memecahkan masalah masih sangat rendah.

Berdasarkan hasil wawancara yang penulis tanyakan dengan beberapa guru

matematika yang mengajar di kelas VIII SMP di Langsa menyatakan bahwa

kebanyakan siswa lemah dalam memecahkan soal-soal yang berkaitan dengan

masalah sehari-hari. Lemahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

berdasarkan wawancara dengan siswa karena siswa kurang diberikan kesempatan

dan tidak dibiasakan oleh gurunya dalam pembelajaran matematika, yaitu

menyelesaikan soal berdasarkan kemampuan pemecahan masalah. Kemudian siswa

juga memberi argumen bahwa kebiasaan gurunya memberikan permasalahan rutin

pada saat belajar matematika. Sehingga dalam menyelesaikan masalah siswa tidak

terbiasa dalam menentukan apa yang diketahui dan apa yang ditanya pada soal dan

cara apa yang harus dipakai. Salah satu kegagalan yang dialami siswa dalam belajar

matematika adalah kegagalan dalam menyelesaikan soal-soal yang berbentuk

pemecahan masalah seperti soal pada materi kubus di atas. Siswa dapat

menyelesaikan soal yang rutin dengan cepat sedangkan jika soal berbentuk cerita

kebanyakan siswa tidak bisa menjawabnya. Banyak siswa SMP Kelas VIII

mengalami kesulitan untuk menjawab pertanyaan tersebut karena siswa tidak

diarahkan oleh gurunya bagaimana memecahkan permasalan sehari-hari. Siswa

sangat kesulitan dalam membuat model matematika dari masalah yang diberikan,

(24)

siswa tidak mampu mengganti kata-kata sehingga berbentuk simbol-simbol dalam

matematika.

Siswa sebagai input dalam proses pembelajaran sangat berperan dalam

keberhasilan pendidikan, karena pendidikan merupakan salah satu hal penting untuk

menentukan maju mundurnya suatu bangsa. Keberhasilan proses pembelajaran dapat

diukur dari keberhasilan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Keberhasilan

itu dapat dilihat dari pemahaman siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah

matematis, penguasaan materi serta prestasi belajar siswa setelah proses

pembelajaran. Proses pembelajaran matematika akan lebih baik apabila siswa

berperan aktif dan siswa ditempatkan sebagai subyek pembelajaran dan guru sebagai

fasilitator dalam proses pembelajaran.

Para ahli matematika telah mengupayakan agar kemampuan pemecahan

masalah matematis dapat dikuasai siswa dengan baik. Namun, hasilnya masih

banyak siswa yang belum memahami soal-soal yang berbentuk pemecahan masalah

matematis dari setiap kelasnya. Berbagai usaha keras telah dilakukan oleh

Pemerintah seperti melaksanakan perubahan kurikulum dan memberikan penataran

kepada guru matematika.

Pemecahan masalah merupakan masalah pribadi yang mengubah keadaan

yang sulit agar menjadi jelas. Menurut Sharei (2012: 845) kemampuan untuk

memecahkan masalah tidak tergantung hanya pada kemampuan kognitif saja tetapi

juga berpengaruh pada kecerdasan emosional sebagai relatif baru membangun

psikologi siswa pada prestasi akademik, keterampilan sosial , karir, dan kehidupan

(25)

Kecerdasan emosional menurut (Meshkat, 2011: 201) didefinisikan sebagai

konstruksi yang melibatkan kemampuan individu untuk memantau emosi mereka

sendiri dan emosi orang lain, untuk membedakan antara efek positif dan negatif dari

emosi dan menggunakan informasi emosi untuk memandu pikiran dan tindakan

mereka.

Goleman (Sunar, 2010: 50) menyatakan bahwa kontribusi IQ bagi

keberhasilan seseorang hanya sekitar 20% dan sisanya yang 80% ditentukan oleh

serumpun faktor-faktor yang disebut kecerdasan emosional. Kecerdasan intelektual

cenderung bawaan sehingga kita tidak dapat berbuat banyak untuk meningkatkannya.

Sementara itu kecerdasan emosional dapat dilatih, dipelajari dan dikembangkan pada

masa kanak-kanak, sehingga masih ada peluang untuk menumbuhkembangkan dan

meningkatkannya untuk memberikan sumbangan bagi sukses hidup seseorang.

Tujuan dari pendidikan matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah

adalah menekankan pada penataan nalar dan pembentukan kepribadian (sikap) siswa

agar dapat menerapkan atau menggunakan matematika dalam kehidupannya,dengan

demikian matematika menjadi mata pelajaran yang sangat penting dalam pendidikan

dan wajib dipelajari pada setiap jenjang pendidikan. Setiap individu mempunyai

pandangan yang berbeda tentang pelajaran matematika. Ada yang memandang

matematika sebagai mata pelajaran yang menyenangkan dan ada juga yang

memandang matematika sebagai pelajaran yang sulit. Bagi yang menganggap

matematika menyenangkan maka akan tumbuh motivasi dalam diri individu tersebut

untuk mempelajari matematika dan optimis dalam menyelesaikan masalah-masalah

yang bersifat menantang dalam pelajaran matematika. Sebaliknya, bagi yang

(26)

bersikap pesimis dalam menyelesaikan masalah matematika dan kurang termotivasi

untuk mempelajarinya. Kecerdasan emosional yang dimiliki siswa sangat

berpengaruh terhadap hasil belajar, karena emosi memancing tindakan seorang

terhadap apa yang dihadapinya.

Studi yang dilakukan oleh Somerville 450 Massachusetts (Sunar, 2010: 142)

menyatakan bahwa IQ terbukti memiliki dampak kecil pada kesuksesan anak

dikemudian hari, anak yang dapat menangani frustasi, emosinya terkontrol, dan dapat

bergaul dengan orang lain berpengaruh untuk sukses dikemudian hari. Kemudian

menurut Bharwaney (Erasmus, 2013: 98) kecerdasan emosional memainkan peran

penting dalam kesiapan sekolah anak dan keberhasilan akademis dan keberhasilan di

tempat kerja.

Namun fakta dilapangan berdasarkan hasil observasi awal yang penulis

lakukan memperlihatkan bahwa kebanyakan siswa di kelas masih mementingkan

sifat emosionalnya dalam menyelesaikan soal dalam matematika, siswa juga sering

menyerah ketika menghadapi soal-soal yang rumit padahal soal yang rumit dapat

membuat siswa lebih pintar dalam menyelesaikan soal, siswa juga tidak mau bekerja

sama dengan siswa yang lain terutama siswa yang pintar, sedangkan siswa yang

kurang akan semakin minder dan merasa kecil hati karena kurang mampu dalam

menyelesaikan soal dalam matematika. Seharusnya siswa harus cerdas dalam

mengatur emosinya dan dapat bekerja sama dengan siswa yang lain sehingga siswa

tidak akan pantang menyerah dalam menyelesaikan soal matematika.

Fakta disekolah saat ini bahwa stigma anak cerdas diberikan kepada mereka

yang memiliki nilai rapor tinggi, ranking 10 besar di kelas ataupun nilai UAN yang

(27)

sendiri, tidak dapat bergaul dengan teman ataupun suka menyediri. Tidak ada label

cerdas bagi anak yang suka bergaul, perhatian dengan teman dan suka menolong

tetapi memiliki angka rapor yang rendah. Padahal untuk mencapai keberhasilan

hidup tidak cukup hanya dengan bekal cerdas secara intelektual tetapi rendah dalam

kecerdasan emosional.

Perhatian pendidikan terhadap persoalan pengembangan kecerdasan

emosional memang dirasa masih kurang, sehingga pendidikan perlu berbenah guna

meningkatkanya. Demikian halnya dengan mainstream masyarakat perlu diubah

bahwa cerdas tak cukup hanya cerdas secara intelektual tetapi juga cerdas secara

emosional. Pendidikan kecerdasan emosional hendaknya dilakukan pada semua jalur

pendidikan baik pendidikan formal, non formal maupun informal, masing-masing

dengan strategi dam implementasi yang sesuai.

Melihat fenomena tersebut, maka perlu diterapkan suatu sistem pembelajaran

yang melibatkan peran siswa secara aktif dalam kegiatan belajar-mengajar, guna

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kecerdasan emosional siswa

disetiap jenjang pendidikan. Salah satu model pembelajaran yang melibatkan peran

siswa secara aktif adalah model pembelajaran kooperatif.

Menurut Anita Lie (Wena, 2011: 189) “model pembelajaran kooperatif adalah

model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama

dengan siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur dan dalam sistem ini guru bertindak

sebagai fasilitator. Pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori konstruktivis.

Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan

dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya.

(28)

masalah-masalah yang kompleks. Hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat

menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif (Trianto, 2011: 56).

Berdasarkan hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa pembelajaran oleh

teman sebaya melalui pembelajaran kooperatif ternyata lebih efektif dari pada

pembelajaran oleh pengajar (Wena, 2011: 189). Beberapa penelitian membuktikan

bahwa hasil belajar pada pembelajaran kooperatif memiliki upaya yang lebih besar

dalam mencapai hasil belajar yang lebih baik, hubungan yang lebih positif, dan

spikologis siswa akan lebih baik (Johnson,Johnson & Holubec dalam Carlan, dkk,

2012: 2). Kemudian berdasarkan hasil penelitian Wahyuni (2012) menyimpulkan

bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang

memperoleh pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe think pair share

(TPS) lebih baik dari pada kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang

memperoleh pembelajaran biasa. Selanjutnya Suherman, dkk (2001: 218) yang

menyatakan bahwa “model pembelajaran cooperative learning dapat meningkatkan

taraf berfikir kritis siswa serta meningkatkan kemampuan prestasi belajar siswa

dalam pemecahan masalah”.

Melalui model pembelajaran kooperatif ini siswa dapat mengemukakan

pemikirannya, saling bertukar pendapat, saling bekerja sama jika ada teman dalam

kelompoknya yang mengalami kesulitan dan kecerdasan emosional siswa juga lebih

bisa terarahkan jika mereka bekerja secara kelompok. Lie (Wena, 2011: 189)

mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif dikembangkan dengan dasar asumsi

bahwa proses belajar akan lebih bermakna jika peserta didik dapat saling mengajari.

(29)

kooperatif dapat membantu siswa membentuk persahabatan baru dan belajar

menghargai dalam perbedaan kemampuan karakteristik pribadi dan pendapat.

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa

sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda (Isjoni, 2009:

14). Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus

saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.

Dalam pembelajaran kooperatif, guru lebih berperan sebagai fasilitator yang

berfungsi sebagai jembatan penghubung kearah pemahaman yang lebih tinggi,

dengan catatan siswa sendiri. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru untuk

meningkatkan pemecahan masalah matematis siswa dan kecerdasan emosional siswa

adalah model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division

(STAD) dan Think Pair Share (TPS). Dalam model pembelajaran kooperatif tipe

STAD siswa dibagi menjadi kelompok beranggotakan empat orang yang beragam

kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya. Guru memberikan suatu pelajaran dan

siswa–siswa di dalam kelompok memastikan bahwa semua anggota kelompok itu

bisa menguasai pelajaran tersebut (Rusman, 2010: 213). Sedangkan pada model

pembelajaran kooperatif tipe TPS siswa dilatih untuk bekerja sendiri dahulu dalam

menyelesaikan masalah, kemudian berpasangan dengan siswa yang lain

mendiskusikan jawaban masing-masing dan kemudian berbagi dengan pasangan

kelompok yang lain (Trianto, 2011).

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan TPS membawa konsep

pemahaman inovatif dalam pemecahan masalah matematis dan menekankan pada

kecerdasan emosional yang lebih baik. Siswa bekerja secara kelompok untuk

(30)

menyelesaikan tugas dan meningkatkan keterampilan dalam memecahkan masalah

dan kecerdasan emosional.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti tertarik untuk meneliti

dengan judul “Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan

Kecerdasan Emosional Siswa antara Siswa yang diberi Pembelajaran Kooperatif

Tipe STAD dengan TPS di SMP Negeri 5 Kota Langsa”.

1.2.Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, identifikasi

masalah-masalah sebagai berikut:

a. Siswa lemah dalam memecahkan soal-soal yang berkaitan dengan masalah

sehari-hari.

b. Siswa kurang diberi kesempatan dan tidak dibiasakan oleh gurunya dalam

pembelajaran matematika, yaitu menyelesaikan soal berdasarkan kemampuan

pemecahan masalah

c. Kebiasaan guru dikelas selalu memberikan permasalahan rutin pada saat

belajar matematika

d. Siswa sulit dalam membuat model matematika dari suatu masalah, siswa

belum bisa menulis apa yang diketahui dan ditanyakan dari soal sehingga

siswa tidak mampu mengganti kata-kata sehingga berbentuk simbol-simbol

dalam matematika

e. Kebanyakan siswa dikelas masih mementingkan sifat emosionalnya dalam

menyelesaikan soal matematika

(31)

g. Siswa tidak mau bekerjasama dengan siswa yang lain terutama siswa yang

pintar

1.3.Batasan Masalah

Masalah yang dikaji dalam penelitian ini dibatasi pada masalah yang

berkenaan dengan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dan kecerdasan

emosional siswa. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran

kooperatif tipe STAD dan TPS.

1.4.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, identifikasi masalah

danpembatasan masalah, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

a. Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan TPS?

b. Apakah terdapat perbedaan kecerdasan emosional siswa antara siswa yang

diberi pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan TPS?

c. Bagaimana ketuntasan belajar siswa terhadap kemampuan pemecahan

masalah matematis antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe

STAD dan TPS?

1.5. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan yang menjadi maksud diadakannya

penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif

(32)

b. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kecerdasan emosional siswa

antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan TPS.

c. Untuk mengetahui bagaimana ketuntasan belajar siswa terhadap kemampuan

pemecahan masalah matematis antara siswa yang diberi pembelajaran

kooperatif tipe STAD dan TPS.

1.6. Manfaat Penelitian

Dari pelaksanaan penelitian ini penulis menguraikan beberapa manfaat yang

akan diuraikan sebagai berikut :

a. Bagi Siswa, dapat membantu siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan

masalah matematis sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

b. Bagi Guru, sebagai masukan dalam menciptakan pembelajaran yang efektif

bagi siswa sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa serta

menciptakan suasana kelas yang interaktif dalam pembelajaran.

c. Bagi Penulis, sebagai pengalaman yang nantinya akan menjadi bekal dalam

melaksanakan kegiatan belajar mengajar dikemudian hari.

d. Bagi pihak yang berkompeten di Sekolah, sebagai bahan masukan agar

dapat lebih kompeten dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.

1.7 Definisi Operasional

Untuk menghindari penafsiran yang berbeda terhadap istilah yang

digunakan dalam penelitian ini, diberikan batasan masalah seperti yang tersebut

berikut ini :

a. Kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division) adalah salah satu

(33)

kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok-kelompok 4-5 orang siswa secara

heterogen yang mengacu pada enam fase pembelajaran yaitu (1) Menyampaikan

tujuan dan memotivasi siswa, (2) Menyajikan/menyampaikan informasi, (3)

Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar, (4) Membimbing

kelompok bekerja dan belajar, (5) Evaluasi, (6) Memberikan penghargaan.

b. Kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) atau berpikir berpasangan berbagi adalah

jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola

interaksi siswa yang mengacu pada tiga langkah (fase) dalam pembelajaran yaitu

(1) Thinking (Berpikir) dimana guru mengajukan pertanyaan yang tertera pada

LAS dan meminta siswa-siswanya untuk menggunakan waktu 20 menit untuk

memikirkan sendiri tentang jawaban dari LAS tersebut, (2) Pairing

(Berpasangan) dimana guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain

dan mendiskusikan segala yang sudah mereka pikirkan pada tahap I, diharapkan

siswa dapat berbagi jawaban atau berbagi ide. Guru memberikan waktu 20 menit

untuk berpasangan (pairing) (3) Sharing (Berbagi) dimana guru meminta

pasangan-pasangan untuk berbagi atau bekerja sama sesuatu yang sudah

dibicarakan (diskusi) bersama pasangannya masing-masing dengan seluruh

kelas.

c. Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kecakapan siswa dalam

menyelesaikan masalah matematika dengan memenuhi proses menemukan

jawaban berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah yaitu (1) memahami

masalah, (2) merencanakan penyelesaian, (3) menyelesaikan masalah sesuai

(34)

d. Kecerdasan emosional (EQ) adalah kemampuan seseorang untuk menerima,

menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain di sekitarnya

berdasarkan lima dasar-dasar kecakapan emosional yaitu (1) Kesadaran diri,

(35)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Beradasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian selama pembelajaran

kooperatif tipe STAD dan TPS, maka peneliti memperoleh beberapa kesimpulan

sebagai berikut:

a. Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara

siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan TPS pada

indikator menyusun rencana, penyelesaian masalah dan memeriksa kembali.

b. Terdapat perbedaan kecerdasan emosional siswa antara siswa yang diberi

pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan TPS.

c. Ketuntasan hasil belajar siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah

matematis yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih

baik dari pada pembelajaran kooperatif tipe TPS, hal ini terlihat dari

persentase kertuntasan kelas yang menggunakan pembelajaran kooperatif

tipe STAD sebesar 86,96% sedangkan pada kelas yang menggunakan

pembelajaran kooperatif tipe TPS hanya 57,69% dengan selisih sebesar

29,27%.

5.2 Saran

Setelah diperoleh suatu kesimpulan dari hasil penelitian, maka peneliti

memberi beberapa saran antara lain:

a. Bagi guru mata pelajaran matematika untuk dapat memperbaharui model

(36)

pembelajaran kooperatif tipe STAD karena dari hasil penelitian telah

diketahui terjadi peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis

siswa.

b. Bagi peneliti yang ingin meneliti permasalahan yang sama dengan lokasi

penelitian yang berbeda diharapkan untuk lebih memahami pembelajaran

kooperatif tipe STAD dan TPS sehingga diperoleh hasil yang lebih baik lagi

untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dan

kecerdasan emosional.

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta

Arikunto,Suharsimi. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara

Carlan, Veronica Galvan, Renée Rubin, and Bobbette M. Morgan. 2012. Cooperative Learning, Mathematical Problem Solving, and Latinos. The University of Texas at Brownsville and Texas Southmost College . (Online) (http://www.cimt.plymouth.ac.uk/morgan.pdf diakses 3 Oktober 2013)

Culver, Dick. 2011. A Review of Emotional Intelligence by Daniel Goleman:Implications for Technical Education.Watson School of Engineering and Applied Science (Online) (http://fie-conference.org/fie98/papers/1105.pdf diakses 3 Oktober 2013)

Dakir. 2004. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta

Eramus, Petro. 2013. Relationship Between Emotional Intelligence, Study Orientation In Maths And Maths Achievement Of Middle Adolescent Boys And Girls, Proceeding of the Global Summit on Education (GSE2013) (Online)

(http://worldconferences.net/proceedings/gse2013/papers_gse2013/041%20P etro%20Erasmus.pdfdiakses 3 Oktober 2013)

Festus, Azuka Benard. 2012. The Relationship between Emotional Intelligence and Academic Achievement of Senior Secondary School Students in the FederalCapital Territory, Abuja,Journal of Education and Practice (Online) Vol 3, No 10, (www.iiste.orgdiakses 3 Oktober 2013)

Habibah,Elias. 2007. Emotional Intelligence of at Risk Students in Malaysian Secondary Schools, International Journal of Learning (Online) Vol. 14 No. 8 (http://www.Learning-Journal.com,diakses 3 Oktober 2013)

Hude, Darwis. 2006. Emosi. Jakarta: Erlangga

Isjoni. 2009. Pembelajaran Kooperatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Mahmudi, Ali. 2011.Pengembangan Pembelajaran Matematika. (Online), (http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/Pengembangan%20Pemb%20Mat ematika_1.pdf, diakses 20 Juni 2013)

(38)

Nebesniak, Amy. 2007. Using Cooperative Learning to Promote a Problem-Solving Classroom, Math in the Middle Institute Partnership Action Research Project

Report, (Online)

(http://scimath.unl.edu/MIM/files/research/NebesniakA.pdfdiakses 3 Oktober 2013)

Nuharini, Dewi, Tri Wahyuni, 2008. Matematika Konsep dan Aplikasinya: untuk SMP/MTs Kelas VIII, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Prie Gs. 2009. 3 Pil Kecerdasan Dosis Tinggi. Jakarta: Trans Media Pustaka

Prihandoko, Antonius Cahya. 2006. Memahami Konsep Matematika secara Benar dan Menyajikannya dengan Menarik.. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Polya, G (1985). How to Solve it. A New Aspect of Mathematical Method. New Jersey : Princeton University Press

Riduwan. 2007. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.

Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Safari. 2004. Teknik Analisis Butir Soal, Instrumen Tes dan Non Tes. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Yokyakarta.

Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran.Jakarta: Kencana

Shadiq,Fadjar. 2004.Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Makalahdisajikan dalam Diklat Instruktur/Pengembang matematika SMA Jenjang Dasar di PPPG Matematika, Yogyakarta, 6 -19 Agustus

Sharei, Majeed. 2012. Investigation the effect of motional intelligence skills and metacognitive capabilities on student's mathematical problem solving. Educational Research, (Online) Vol. 3 No. 11, (http://interesjournals.org/full-

articles/-investigation-the-effect-of-emotional-intelligence-skills-and- metacognitive-capabilities-on-studentsmathematical-problem-solving.pdf?view=inlinediakses 3 Oktober 2013)

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya.Jakarta: Rineka Cipta

(39)

Sumardyono. 2004. Karakteristik Matematika dan Implikasinya terhadap

Pembelajaran Matematika. (Online)

http://p4tkmatematika.org/downloads/ppp/PPP04_KarMtk.pdf, diakses 20 Juni 2013)

Sunar, Dwi. 2010. IQ, EQ & SQ. Jogjakarta:FlashBooks

Suprijono, Agus. 2011. Cooperatif Learning, Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Tanjung, Roslina. 2013. Kemampuan berpikir Kreatif Matematik dan Motivasi Belajar Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada SMK Percut Sei Tuan. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana Pendidikan Matematika UNIMED

Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana

Usman, Husaini & Purnomo Setyady. 2006. Pengantar Statistika. Jakarta: Bumi Aksara

Wahyuni, Rahmi. 2012. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS). Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana Pendidikan Matematika UNIMED

Wardhani, Sri. 2010. Implikasi Karakteristik Matematikadalam Penacapaian TujuanMata Pelajaran MatematikaDi SMP/MTs. (Online) (http://mgmpmatsatapmalang.files.wordpress.com/2011/11/karakteristik-mat-smp.pdf, diakses 20 Juni 2013)

Gambar

Gambar         1.1 Jawaban Siswa ...............................................................................................................
Gambar 1.1 Jawaban Siswa

Referensi

Dokumen terkait

Apabila hubungan antara Attitude toward the behavior, subjective norms, dan perceived behavioral control berhubungan erat, maka pasien yang memiliki sikap

Penggunaan sebuah piranti server terdedikasi kurang efisien apabila hanya digunakan untuk sistem operasi tunggal dengan kebutuhan sumberdaya kecil. Mesin

Namun demikian penggunaan sistem kredit di SMA/MA saat ini tampaknya masih mengalami banyak kendala teknis; Hal lain yang dapat dilakukan ialah mengubah sistem

Tujuan perencanaan riset pasar adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat.. dan tepat untuk menjadi agen/reseller dari produk Sampo Herbal tersebut. Menyusun Biaya Perencanaan

Berdasarkan perbedaan bendi di Kota Pariaman dengan delman di Yogyakarta dapat diketahui bahwa bendi Kota Pariaman belum membuat penumpang nyaman dan dilihat

Dari data yang diperoleh dari lapangan dengan teori yang ada terdapat kesinambungan bahwa dalam proses pembinaan dan bimbingan akhlak terpuji pada anak asuh di Panti Asuhan

Dari hasil uji statistik dengan menggunakan uji spearman rank diperoleh P (0,000) < α (0,05), hal ini berarti ada hubungan yang bermakna secara statistik

Individu menggunakan zat dalam jumlah yang besar atau lebih banyak dari yang dimaksudkan dan dalam jangka waktu yang lama. 2) Individu memiliki keinginan atau upaya mengurangi