LAPORAN BASIL P ENELJTIAN
DISERT ASI DOKTOR
PERLTNDUNGAN HUKUM FOLKLOR BATAK KARO
DITINJAU DARl HUKUM HAK CIPTA [NDONESI A
DAN KONVENSl INTERNASlONAL
REll BUNG ANA PA, SH., M.HUM NIP: 19801015 200801 2 010
Dibiayai Oleh :
DIPA UN IM"ED T .A. 2012 Nomor: 0649/023-04.2.01/0212012, Tanggal 09 Desember 2.011
FAKUL TAS ILMU SOSIAL
UNIVERSJT AS NEGERI MEDAN
lntemasional
Bidang rtmu (penelitian)•: Humaniora Ketua Peneliti
a.
Nama Lengkap b. NIPc. NIDN
d. Pangkat I Golongan c. Jabatan Fungsional f. F akultas I J urusan g. Pusat Penelitian h. Alamat lnstitusi i. Telponlfaksle-mail Jumlah lim Peneliti Lama kegiatan Biaya Penclitian
: Reh Bungana PA, SH., M.Hum : 19801015 200801 2010
: Penata Tingkat II Ill b
: Asisten Ahli : FIS/ PPKn : Lemlit Unimed
: Jl. Willem Iskandar Pasar V Medan Estate : rei &nbrin@vahoo.com
: 1 orang : 11 bulan
: Rp.
45.000.000,-Medan, 14 November 2012
pdセセQL@
Rd>
セaL@
SH., M.H•m
NIP 198010152008012010Mengetahui :
KetuaJ PPKn
Ora usna Melianti, M.H. NIP.195910081986112001
etujui:
elitian Unimed
orang, M.Sc, Ph.D 1986011001
•
R eb Bungana PA , S H.,M.Hum
Ringkasan Hasil Pcnelitian
Fok'lls masalah penelitian ini adalah : apakah syarat-syarat dan bagaimana earn perl indungan folklor dilihat dari Konvensi·konvensi Intemasional temang Hak Kekayaan b'te lektual, bagaimanakah perlindungan folklor Batak Karo ditinjau dari Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002, bagaimanakah perlindungan folklor Batak Karo dalarn praktik sekarang dan bagaimanakah prospek pengaturan perlindungan folklor di Indonesia. ·
Tujuan renelitian ini adalah untuk mengetahui syarat-syarat dan cara pcrlindungan folklor dilihat dari Konvcnsi-konvensi lntemasional tentang Hak Kekayaan lntelektual, untuk meugetahui pcrlindungan folldor Barak Karo ditinjau dari Undang-Undang Hak Cipta No. I 9 TaiJUn 2002, untuk mengctabui perlinduogan folklor Batak Karo dalam praktik sekarang dan untuk meogctahui prospek pengaturan perlindungan folklor di indonesia.
Target peneli tian yang sudah tercapai adalah syarat-syarat dan cara perlindungan folklor dilihat dari Konvensi-koovensi lntemasional tentang Hak Kekay:::!n Intelcktual, pedindungan folklor Batak Karo ditinjau dari Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002, perlindungan folk lor Batak Karo dalam praktik sekarang dan prospek pengaturan perlinduogan folklor di Indonesia.
Metodc yang digunakan dalam penelitian ini adalah mctode penelitian hukum normatif empiris yaim ー・ョ・ャゥエゥイオセ@ di bidang hukum yang benujuan mencari kaedah hukum, norma atau das. So/len, dan dilengkapi dengan penelitian terhadap nilai-nilai huk'llm yang tu mbu h dan berkembang cialarn mnsyarakat. Pcnelitian nonuatif-empiris ini bersifat deskriptif-analitis.
Kesimpulan dalam penelitian adalah (l) syarat- syarat dan cara pcrliodungan folklor tidak ada yang sama atau scragam mcnurut konver.si internasional. Masing·masing konvensi mcruberikan definisi dan/syarat yang berbeda . Ada beberapa konvensi yang rneogatur ten tang pcrlindungan folldor diantaranya ; Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR) 1948 dan Kovenan lnternasional tentang Hak Ekonorni, Sosial, dan Budaya (ICESCR) 1966, Beme
NMッイャイヲャGi jセョBエイカ ᄋ ・ ョエゥ ッョ@ For The Protection of Literary And Artistic Work, The TLmis Model Law On
•
dalam taraf memprihatinkan. Hal ini disebabkan di satu sisi masyarakat Karo sudah mulai tidal< lagi menggunakan folklor Karo dalam kehidupan sehari-hari karena kcbanyakan folklor yang berasal dari masa lalu tcrscbut sudah tidak sesuai lagi dengan keburuhan saat ini bagi mereka dan juga disebabkan pengaruh dari tek:nologi yang ada saat ini. Pengguna folklor Barak Karo sekarang ini tidal< hanya terbatas pada masyarakat Batak Karo sendiri tetapi juga warga Negara Indonesia lainnya dan juga warga Negara Asing. Meskipun demikian menurut UUHC 2002, scpanjang penggunaan folklor tersebut digunakan dan dikomersialisasikan oleh warga Negara Indonesia maka hal tersebut tidak perlu mendapat izin dari Negara. Berbeda halnya jika pihak yang hendak mengkomersilkan folklor tersebut adalah wama Negara asing maka waj ib lebih dahulu meminta ijin kepada Negara Indonesia, (4) Ada beberapa hal yang pcrlu diperhatikan dalam pcngaturan perlindungan folklor di masa yang akan datang yaitu antara lain pengertian konsepsional dan ruang li ngup folklor, jangka waktu perlindungan folklor, siapa yang memiliki foLkJor, dokumentasi folklor, pembagian basil (benefit sharing) atas pemanfaatan foLklor, penyelesaian sengketa, dan kctentuan pidana serta sanksi arlat.
•
•
Ringkasan Hasil Penelitian Daftar lsi
Bab I
Bab l1
Bab III
Bab IV
Bab V
Pendahuluan A. Latar Belakang B. Pennasalahan
c.
Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian Kajian PustakaA.
Pengertian FolklorB.
Jangka Waktu Perlindungan Folklorc.
lzin Pemanfaatan FolkJorMetode Penelitian
A. S ifa t dan Jenis Pencli tian
B.
Lokasi Penelitianc.
Cara Pengumpulan Data D. Anal isis DataHasil Peneiitian dan Pcmbahasan
A. Perlindunzan Hukum Folk lor Batak Karo Menurut Konvensi IntemasionaJ
B. Perlindungan Folklor 13atak Karo Menurut Undang-undang Hak C ipta No. 19 Tahun 2002
C. Perlindu ngan Folklor Batak Karo Dalam Praktik Sekarang
D. Prospek Pengaturan pセイャゥョ、エョァ。ョ@ Folklor di Indonesia Sui Generis Dalam Undang-undang Tentang Folklor
Simpulan dan Saran A. Kesimpulan B. Saran Daftar Pustaka
Fotocopy kontrak penelitian
c
Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keanekaragaman ser.i dan budaya tradisional. Hal itu sejalan dengan keanekaragaman etnik, suku bangsa, dan agama yang secara keseluruhan merupakan potensi nasional yang perlu dilindungi. Memberikan perlindungan terhadap seni tradisional secara maksimal menjadi penting adanya, karena ゥ、・ョエゥAjiセ@ suatu bangsa pada satu sisi sangat lekat dengan karya seni tradision::! yang diproduksi oleh bangsa tersebut. 1
Seni tradisional merupakan bag ian dari folklor. 2 Secara sederhana, folklor adalah ciptaan tradisional yang diwariskan secara turun temurun dan menj adi idcntitas kultural masyarakat tertentu. Folklor adalah sesuatu yang dianggap sebagai milik bersama.1
Dalam Penjelasan Undang-undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 dinyatakan :
fッャォャッセ@ dimaksudkan sebagai sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh kclompok maupun perorangan dalam masyarakat, yang menunjukkan idcntitas sosial dan budayanya berdasarkan standar dan ni lai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun tcmurun, t'lrmasuk: a/J cerita rakyat, puisi rakyat;
b/J lagu-lagu ral'Yal dan musik instrumen tradisionai; cb. tari-tarian rakyat, pcrmaioan tradisional;
1 Soni Maulana, 19 Agustus 2007, "S!andardjsasj Seni Tradisional", セ」セ、ゥ。@ di website llllp" 'tmymok multiply com, diakses tnnggal 15 Mei 2011.
2 Folklor (dalam 811i yang lebih luas, budaya ra!.:yat yang aadisional dan popular) adalah kreasi yang berorieolasi pada kelompok dao bcrlaodaskao aadisi dari kelompok atau individu yaog
meocenninl<ao barapan masyarakat sebagai suatu ekspresi dari budaya dan idcntitas sosia!nya dan pada umumnya disampaikao atau ditularkao secara lisan melalui peniruao atau dengan cara lainnya. Beotuk folklor meliputi antara lain bahasa. karya sastra, musik, tarian, permainan. mitos. upacara ritual, kebiasaao, kerajinao Iangan. karya arsitcktur dan karya seni lninnya. Michael Blakeney, "The Protection Of Traditional Knowledge Under lntellecrual Properly Law". E.!.P.R. 2000, 22(6), 25 1-261, European Intellectual Property Review.
•
...
Folklor dalam bentuk aslinya maupun reproduksinya, saat ini telah menjadi salah satu objek komcrsial dalam konteks industri maupun perdagangan. s Ada yang mengkhawatirkan hal tcrsebut dapat mendorong terjadinya penyalahgunaan (misappropriation)6
, perusakan nilai kebudayaan serta
menyebabkar. terjadinya eksploitasi oleh orang asing. 7 Kekhawatiran ini cukup
beralasan mengingat banyaknya orang asing yang berkunjung dan menetap di lndonesia dalam jangka waktu yang lama.
Salah satu contohnya adalah klaim warga negara Inggris Christopher Harrison melalui perusabaannya Harrison&Gil yang mengklaim hak cipta ukiran
Jepara.8 Harrison mcngklaim, hak cipta itu untuk semua produk yang gambarnya
4 Pcnjclasan Pasa! I 0 ayat 2 UU Hak Cipta No. 19 Tahun 2002
5
Briw1 A. Prastyo, loc.cil.6 Misappropriation diartikan sebagai penggunaan oleh pihak asing deogan mengabaikan hak-bak masyarakat lokal a\I1S pcngetahuan uadisional termasuk di dalamnya folklor dan sumber daya hayati yang tcrkait, yang menjadi milik masyarakat yang bersangkutan. Pemahaman ini
d idasarkw1 pada pengenian misappropriation yang terdapat dalam Block 's Law Dictionary dan
pengertian tcknis yang te rungkap dalam berbagai pertemuan intemasional menyangkut perlindungan traditional knowledge. genetic resources dan folklore. Agus Sardjooo, 2006, Hak
Kckayaan lntelektual Dan p・ョァ・エ。Nセオ。ョ@ Tradisional, Alumni : Bandung., him. II. Block Low
mengartikan misappropriation sebagai :"the unauthorized, improprer or unltnvfuluse of funds or property for purpose other than that for which /mended''. bャ。 」ォセ@ Low Dictionary, I 990, 6• ed.,
him. 998.
7Drian A. PrastyO, loc.cit.
8Sebunh perusahaan milik orang asing (lnggris) telah membuat katalog, yang di
dalamnya terdapat gambar·gambar dcsain ukiran Jepara. Belakangan, gambar-gambar itu muncul di dalam website yang digunakan olch orang asing lainnya (Delanda) untuk mempromosikan
legiatan usahanya sebagai pedagang mebel. Orang lnggris mengadukan orang Belanda dengan tudullao melanggar bak cipta karen a telah mengumumkan meta lui website desnin セ ュゥャゥォョケ。 ᄋ@ yang
tcrdapat dalam katalog tersebut. " Kasus Ukiran Jepara",
r
ada di katalog Harrison&Gil/ Carving Out A Piece History, seperti pigura cennin, asesoris, me bel dan sebagainya. 9
Salah satu daerah di Indonesia yang banyak dikunjungi oleh orang asing adalah Tanah Karo (Kabupaten Karo). Kabupaten Karo merupakan objek wisata pegunungan yang berhawa sejuk yang merupakan bagian dari Swnatera Utara. Mayoritas masyarakat yang hidup di Kabupaten Karo adalah suku Batak Karo. Suku Batak Karo merupakan salah satu etnis Batak. Suku Batak Karo mempunyai berbagai macam fol klor yang secara turun-temurun dilaksanakru1 dalan1 kehidupan sehari -bari dan dalam berbagai upacara adat. Ban yak wisata wan asing yru1g berkunjung ke daerah Batak Karo, seperti, Berastagi, Lau Kawar, Gunung Sibayak dan objek wisata lainnya. Selain itu juga telah banyak penelitian-pcnclitian asing yang meneliti tentang Batak Karc to.
Klaim atas folklor Indonesia yang dilakukan pihak asing akhir-akhir ini dianggap sebagai akibat masih kurangnya pemcrintah Indonesia dalam . . memberikan perlindWlgan kepada folklor.11 Kasus pengklaiman folklor Indonesia tidak hanya teijadi sekali, namWl berulangkali. Beberapa kasus di antarru1ya klaim desain ukir-ukiran kayu tradisional Bali di
U.S.
Patent and Trademark Office 9 Pada 14 Juni 2004, Christopher Harrison mendafb:!<ao Katalog Harrison&Gi/1 Carving Out A Piece History, yang berisi gambar ratusan produk ukiran Jepara ke Oi!jeo HK1. Kemudiandikabulkan Dirjen HKI untuk hak cipta katalog. Temyata, Harrison mengklaim, hak cipta itu untuk semua produk yang gambamya ada di katalog, seperti pigura cennin, asesoris, mebel dan sebagainya. Suara Pembaruan Daily, "Klairn Hak Cipta Ullran lcpara, Pengusaha \nggris Digugat", http://home.indo.net.idl- hiraspsfhaki/Copvright!HAKllnas07.htm, diakses tanggal 25 Juli 20 11.
10 Salah satu penelitian terbaru tentaog suku Batak Karo dilaknkan oleb Geoff Kushllick, April 20 I 0, "Bibliography of Works on the Karo Barak of North Sumatra, Indonesia., Missionary Reports, Allthropological Studies, and O ther Writings from 1816 to the Present", Departement of Anthropology University of Washington, Seanle.
11 Allton Sumantri, I 0 September 20 I 0, "Perlu Perlindungan Hukum Bagi Budaya
•
...
(USPTO) dan desain industri kursi rotan oleh orang Amerika.12 Kasus klaim lainnya adalah klaim Malaysia terhadap lagu daerah Rasa Sayange, Reog Ponorogo dan Tari Pcndet bahkan motif batik khas Indonesia dan senjata pusaka
kcris juga ikut diklaim.13
Saat ini pcngaturan tentang folkJor di Indonesia dimasukan kedalam UU Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, selanjutnya disebut UUHC 2002. Pasal 10 UUHC 2002, yang berjudul ' llak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui' menetapkan :
(I) Negara mcmegang Hak Cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasionaJ Jainnya.
(2) Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan basi l kcbudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongcng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan,koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.
(3) Untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaan tersebut pada ayat (2), orang yang bukan warga oegara fndonesia harus terlcbih Jalmlu mendapat izin dari instansi yang terkai.t dalam masalah tersebut.
(4) Ketentuan lebih lanjut meng<'nai Hak Cipta yang dipegang oleb Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, diatur deogw Peraturan Pemerintah.
Namun sampai saat ini belum ada !;atupun Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang folklor. Dalam UUHC 2002, yang merupakan satu-satunya undang-undang yang mcngatur tentang folklor tidak dijelaskan bagaimana cara melindungi folklor. Walaupun scbagai satu-satunya hukum nasional yang mengatur tentang folklor, di dalam UUHC 2002 banya terdapat 2 pasal yang
12 Andri Tri Kuncoro, 2 Juni 2008,wPerlindungan Hak AUis Kekaraan lntclcktual
Tradisional Indonesia dalam Pcrdagangan Bellas Dunia. terscdia di website
http:/fncwblueprint.wordprcss.com.l2008/06/02/ perlindungan-haki-tradisional-indonesia-dalam· perdaganlian·bebas-duoial, diakses mn&gal7 Maret 2011.
1 Antara News.com, ''Saatnya Indonesia Melawan Klaim Budaya Oleh Asing,"
• menyebut folklor yakni Pasal I angka 1014 dan Pasal 10 Ayat (2)15• UUHC 2002
kurang memadai dalam melindungi folklor, selain sangat sedikit sekali mengatur tentang folklor juga disebabkan karena sifat hak cipta banyak bertentangan dengan folklor. Salah satu contohnya ialah bahwa hak cipta merupakan kepemilikan perorangan (individual) sedangkan folklor merupakan milik bersama (komunal). Selain itu, folklor sering tidak diketahui siapa penciptanya, tidak berwujud karena disarnpaikan secara li san, tidak original (asli) karena diwariskan secara turun temurun, atau wak.'tu perlindungan hak cipta telah berakhir.'6 Dengan demikian UUHC kurang sesuai untuk melindungi folklor. Oleh karena itu Indonesia telah membuat suatu rancangan undang-undang yang mengatur lentang folklor yang diberi nama Rancangan Undang-Undang Tentang Perlindungan dan Pemanfaatan Kekayaan lntelektual Pengetahuan Tradisiona! dan Ekspresi Budaya Tradisional. Dalam RUU 1111 folklor disebut dengan Ekspresi Budaya
Tradisiona1.17 Namun san1pai saat uu RUU tersebut belum disahkan sebagai undang-undang.
Selain itu, Indonesia juga telah ikut serta dalam pergaulan masyarakat dunia dalam bidang Hak Kekayaan lntelektual (HKJ) yartg juga melindungi
" Pasal I angka J 0 UUHC 2002, "Pelalm adalah aktor, penyanyi, pemus ik, penari, atau merck& yang menampilkan, memperagakau, mempertunjukkan, menyanyikao, menyampaikan, mendeklamasikan, atau memainkan suatu karya musik, dr•ma, tari, sastra, folldor, atau karya seni lainnya."
B p。Nセ ャ@ 10 Ayat 2 UUHC 2002, "Negara memegang Hak Citpa atas folklor folklor hasil
kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongcng, legenda, babad, lagu, keraj inan tangan, korcografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.
'6 Stephanie Spangler, 2010, " When Indigenous Communities Go Digital : Protecting Traditional Cultural Expressions Through Integration ofiP and Customary Law ", 27 Cardozo Arts
& Ent.L.J. 709.
17
..
'
folklor dengan menjadi anggota dalam Agreement Establishing the World Trade Organization (WT0)18 selanjutnya disebut
wro
yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs), melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Indonesia juga meratiflkasi Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary Works, selanjutnya disebut Konvensi Bern, melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997.19TRIPs tidak mengatur secara tegas tentang folk1or, tapi dalam Pasal セ P@ TRIPs menunjuk kepada Konvensi Bern. Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra, merupakan persetujuan intemasional mengenai hak cipta. Pasal I 5 (4)21 Konvensi Bern memberikan perlindai!gan kepada folklor yang tidak
" WTO dibentuk melalui Marrakesh Agreement Establi.<hing The World Trade Organization pada tanggal 15 April 1994. Indonesia adalah salah salu negar;. anggo1a WTO yang ditandai dengan meratifikasi Agreement Establishing The Warld Trade OrganizaJion (PeJjanjian
WTO) melalui Undang-undang No. 7 Tahun 1994 pada tanggal 2 November 1994. Konsekuensi logis dari ォ」ゥォオャセ・イエ。。ョ@ Indonesia sebagai anggota WTO adalah munc.ulnya kewajiban untuk menyelaraskan kclCntuan hukum nasional dengan ketentuan WTO, termasuk r.>engenai konsep HKI, sebagaimana ャ・ イエオセョァ@ dalam TRIPs. Abdul f!ari Azed, 2006, Kompilasi Konvcnsi lntemasional HKI Yang Diraliflkasi Indonesia, Jakana, Direktomt Jeodcral Hak Kekayaan lnlclektual Depanemen Hukun1 Dan Hak Asasi Manusia bekerjasama dengao Badan Penerbit Fakultas Hukwn Univer'Sitas Indonesia, Jakarta., him. 4.
19 Pada tanga!
7 Mei 1997, Indonesia mengeluarkan Kcputusan Presidcn No. 18 Tai>Un
1997 tentang Pengesahan Berne Convention for The Protection of Literary and Artistic Works,
dengan mcngadakan reservasi t.erbadap ketentuan p。セ。ャ@ 33 Ayal I Beme Convention yang mengatur penyerahan pcnyelcsaian sengketa pada forum International Court of Justice. Abdul Bari Azed, him. 404.
20 TRIPs Agreement Article 9: Relation
10 the Berne Convention
I. Members shall comply with Articles I through 21 of the Berne Convention ( 1971) and the Appendix thereto. However, Members shall not have rights or obligations under this Agreement in respect of the rights conferred under Article 6bis of I hal Convention or of the rights derived therefrom.
2. Copyright protection shall extend to expressions and not to ideas, procedures, methods of operation or mathematical concepts as such.
21 Konvensi Bern Pasal 15 ( 4) :
(a) In the case of unpublished works where the identity of the awhor is unknown, but where there is every ground to presume that he is a national of a country' of the Union, it shall be a matter for legislation in that country to designate the competent authority which shall represent the
author and shall be entitled to protect and enforce his rights in the countries of the Union. (b) Countries of the Union which make such designation under the terms of this provision shall
,
diketahui penciptanya melalui otoritas yang berwenang untuk mewak.ili dan melindungi folklor tersebut.
Pembahasan tentang perlindungan folklor secara internasional dimulai sekitar 40 tahun yang lalu. Sejak saat itu tumbuh kesadaran bahwa pentingnya perlindungan terhadap folklor.22 Ada empat pedoman hukum intemasional yang sangat penting dalam perl indungan folklor :
I) Th'! Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works ("Berne Convention");23
2) The Tunis Model Law on Copyright ("Model Law"),24
3) The Model Provisions for National Laws on the P1otection of Expressions of Folklore Against fllicil Exploitation and Other Prejudicial Actions ("Model
Provisions'i5 'and;
4) The United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples.
Konvensi Bern memberikan perlindungan in!ernasional untuk karya seni dan sastra. Konvensi Bern dirumuskan pada tahun 1886,26 melindungi ciptaan-ciptaan para Pencipta dari Negara-negara anggota termasuk diantaranya : Karya
concerning the authority thus designated. The Director General shall at once communicate this declaration to all other countries of the Union.
22
Reto M. Hi lty, 40(8) 2009, " Ra tionales For Tbe Legal Protection of Intangible Goods And Cultural Heritage". International Review of Intellectual Property and Competition Law, him
883-911.
23 Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works, Sept. 9,
1886, 116 1
U.N.T.S. 3, http:// www wipo.int/exoortlsiteslwwwltreaties/enl iplben>elpdfltrtdocs woOOl. pdf.
24 Tunis Model Law on Copyright for Developing Countries ( 1976),
http:/lportal.uncsco.org/culturc/en/files/31318/ 11866635053tuRis _ model_ law _ en-web.pdfl tunis_ model law en-web.
- 25 Model Provisions for National Laws on the Protection of Expressions of Folklore Against Illicit Exploitation and Other Prejudicial Actions (United Nations Educ., Sci. and Cultural Org. & World Intel/. Prop. Org. 1985), http://uncsdoc.unesco.org/images!0006/ 000637/063799eb.
pdf.
2'Tim
Lindsey, et.al., 2003, Hak Kekayaan lntelektual Suatu Pengantar, PT. Alumni,
r
-tertulis seperti buku dan laporan, musik, karya-karya drama seperti sandiwara dan koreografi, karya seni seperti lukisan, gambar dan foto, karya-karya arsitektur; dan karya sinematografi seperti film dan video. Konvensi Bern memasukkan ketentuan yang memungkinkan negara unruk menunj uk otoritas k.husus untuk perlindunga.n fol kJor nasiona1.27 Namun, Konvensi Bern gaga! untuk memberikan
'
ketentuan yang mewajibkan negara-negara penandatangan untuk membedakukan undang-undang yang a.kan melindungi karya komunal folklor dari penyalahgunaan. 28
Tahun 1976 Model Tunis Law on Copyright, yang dikembangkan melalui WIP0,29 memperluas perlindunga.n untuk karya folkJor yang disarankan oleh Konvensi Bern dengan membebaskan karya folklor dari berbagai persyarata.n ha.k cipta.30 The Tunis Model Law j uga melindungi "karya yang berasal dari folklor nasional."31 Dengan demikian, di mana ciptaan biasanya tidak memenuhi syarat unruk hak cipta karena ciptaan dibuat secara bertahap pada pengetahuan tradisional, dan tidak sepenuhnya asli, berdasarkan Tunis Model U1w , karya-karya tersebut akan mendapat perlindungan. Tunis Model Law membebaskan cerita rakyat dari persyaratan fiksasi k.has. 32
Selain Tunis Model Law yang memperluas perlindungan terhadap fc!klor, PBB j uga turut serta dalam mcmberikan pcrlindungan terhadap folklor. Maj elis
v Jake Philips, aオセ オウ エ@ 2009, "Australia' s Heritage Protection Act : An Alternative to Copyright internas ional the Struggle to Protect Communal lnteres!S in Authored Works of Folklore", Pacific Rim and Policy Journal, /8 Pac. Rim L. & Pol'y J. 547.
28 Ibid.
" www. w ipo. inVfreepublicationsle nlgeneraVI 007/wipo _pub _I 007 .pdf.
30
Tunis Model Law Section !(5bis). "With the exception of folklore. a literary, artistic or scientific work shall not be protected unless the work has been faed in some materia/form ".
31
Tunis Model Law Section 2( \) "The Foil owing are also protected as original works :
(iii), works derived from national folklore". 32
,
Umum PBB mengadopsi Deklarasi tentang Hak-Hak Masyarakat Adat pada Langgal 13 September 2007.33 Majelis Umum meogadopsi Deklarasi yang tidak mengikat yang mengatur hak-hak iodividu dan kolektif 370 juta masyarakat adat di seluruh dunia, dan meogakui peotiogoya meojaga ideotilas budaya dan meneruskan pcmbangunan dalam paradigms adat.34 Deklarasi mengakui dan mcnegaskan kembali, "bahwa masyarakat adat memiliki hak kolektif yang sangat dipcrlukan untul< cksistcosi mcreka, kesejahteraan dan pengembangan integral sebagai bangsa".35
Dari uraian di aLas dapat dililiat bahwa perliodungan folklor terrnasuk folklor Batak Karo adalah sangat pcnting. Indonesia mengatl.ir folklor dalam UUHC 2002. Di dalanrnya kctcntuan tcntang fol klor terdapat dalam Pasal I 0, namun pengaturan folklor dalam UUHC 2002 kurang memadai, sehingga sam;:ai saat ini masih teljadi beberapa folk:lor Indonesia diklaim Negara asing sebagaimana disebut di alas. Secara セョエ・イョ。ウゥ」ョ。ャL@ sampai saat ioi bclwn tcrdapat kcscragaman dalam pcrlindungan folklor dan karya seni apa saja yang tcrrnasuk ke dalan1 folklor. Peraturan dalam perlioduogan folklor di setiap negara juga bclum terdapat keseragaman. Ada yang mcngatur folk:lor secara luas dalam hukum kekayaan intelcktual, namun ada juga yang mengatumya secara kllus::: dalam UU Hak Cipta.
>l Unired Nalions (UN), UN General Assembly. Convenrions, Declararlons and Orher
lnsrrumellls Found in General Assembly Resolutions (1946 Onwards) ,
http://www.un .org/deptsldhl!resguidc/resios.
3
' 1\lpana Roy, 2009, "Recent Developments in Law Reform and Indigenous Cultural and
Intellectual Propcny in Australia", European lnte/lecrual Properry Review, Sweet & Maxwell Limited and Contributors, E.l.P.R. 31(1). 1-5.
Walaupun folklor diatur dalam UUHC 2002, pengaturan folklor dalam UUHC 2002 belum memadai schingga klaim negara asing terhadap folklor Indonesia noasih teljadi. Oleh karena itu, sangat penting untuk diteliti Perlindungan Hukum Folklor Batak. Karo Ditinjau Dari Hukum Hak Cipta Indonesia dan Konvensi lntemasional.
B. Permasal aba n
I. Apakah syarat-syarat dan bagaimana cara perlindungan folklor dilihat dari Konvcnsi-konvensi lnternasional tentang Hak Kekayaan Jntelcktual?
2. Bagaimanakah perlindungan folklor Batak Karo ditinjau dari Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Taltun 2002?
3. Bagaimanakah perlindungan folklor Batak. Karo dalam praktik sckarang? 4. Bagairnanakah prospek pengaturan perlindungan folklor di Indonesia?
C. Tujua n P cnclitia n
I. Untuk mengetahui syarat-syarat dan cara pcrlindungan folklor dilihat dari Konvensi-konvensi lntemasional tentang Hak Kekayaan Intelektual.
2. Untuk rnengctahui perlindungan folklor Batak. Karo ditinjau dari Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002.
I
D. Manfaat t•enelitian
Manfaat atau kegunaan pcnelitian ini dapat dilihat dari 2 (dua) sisi, yaitu
dari
sisi teoritis dan sisi praktis. Dari sisi teoritis, penelitian ini berguna bagi pengembangan ilmu pcngetahuan Hak atas Kekayaan lntelektual, terutama di bidang folklor, sehingga dapat meningkatkan perlir.dungan terhadap Hak atas Kckayaan lntelektual khususnya folklor yang telah diakui secara nasional maupun intcrnasional. Per>elitian ini juga kelak diharapkan dapat memberikan ilmu pengetahuan kcpada para penegak hukum, akademisi, masyarakat urn urn dan masyarakat adat tcntang pentin(:,'nya perlindungan terhadap folk lor.,
I. Pengertian FolkJor
BABll
KAJIAN PUST AKA
Pembahasan perlindungan hukum terhadap warisan budaya dan pengetahuan tradisional dimulai sekitar 40 tahun yang Jalu, dimulai dengan pengakuan hukum masyarakat terhadap masyarakat asli dan tradisional dan komunitas kcbudayaan lainnya. 36 Sejak saat itu, tumbuh kesadaran bahwa warisan budaya patut rncndapat perlindungan hukum.
Sclama empat dekade, beberapa prestasi Jegislatif pada tingkat intemasional telah dicapai, antara Jain :
a. Model Provisions for National Laws On Protection of Expressions of Folklore Againts lllicit Exploitation and Olher Prejudicial Actions
(UNESCO/WJPO, 1982);
b. Convention on Biological Diversity (CBD, UN, 1992);37
c. Regional Framework for the Protection of Traditional Knowledge and
Expressions of Culture (Secretariat of the Pacific Community);
d. Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage (2003);
e. The International Treaty on Plan/ Genetic Resources for Food and
Agriculture (2001, entry into force 2004).
Indonesia pada tahun 198238 mengadopsi Tunis Model
W
9 dan mcmpcrkcnalkan Pasal 1040 Undang-undang Hak Cipta 1982 yang memasukkan36
Rcto M. Hilty. loc. cit.
37
peraturan-peraturan terkait kepemilikan ncgara atas artefak-artefak budaya tradisional termasuk diantaranya cerita rakyat, lagu, kerajinan tangan, scrta tari-tarian.4t Peraturan ini kemudian dcngan beberapa modifikasi dimasukkan kc
dalam Pasal I 0 Undang-U ndang Hak Cipta Tahun 2002 yang mengatur tentang folklor. Namun demikian, pasaJ ini belum diterapkan melalui peraturan khusus atau peraturan tarnbahan. Alhasi l, vcraruran ini tidak memiliki pengaruh yang cukup besar bagi sistem seni tradisional di lndonesia.42
Ada beberapa istilah yang digunak.an dalam menyebutkan folklor. WLPO dan UNESCO juga mcnyebut istilah folklor dengan scbutan Traditional Cultllra/
" Pemerintah Indonesia pada tahun .128l, mencabul pengaturan Lcntang hak cipta berdasarkan Aweurswet t9t2 Staatsblad Nomor 600 tahun J.2ll dan menetapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Lentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang llak c ipta yang pertama di Indonesia. Indonesia hanyalah satu dari bebernpa negara berkembang yang mengganti undang-undang hak cipta kolonial dan memperkenalkan perlindungan hak cip1a nasional unruk pertama kalinya sepanjang tahun 1970 atau 198Q.an. Untuk memudahkan langkah ini, baik WIPO maupun UNESCO telah menyusun perangkat contoh ketentuan rada tahun 1976 (the Tunis Model
Copyright Law for Developing Countries) dan pada tabun 1982 (the WIPO/UNESCO Model Provisions on Copyright). Christoph Antons, 1{1) 2009, "What is "Traditional Cultural Expression?", International Dcfmitions And Their Application in Developing Asia", W.I.I' .O.J. 2009, 1(1), 103- 116, WJPOJournal.
" Tunis Model Law introduced a folldore protecJion provision, which lcjl tile administration of royalty collection for folldoristic expressions exclusively in the hands of a "compel en/ aulhority" at the nolional level. Ibid. The Tunis Model Law on Copyrighl ..-as adopted
by the Commiltee of Governmenlal Experls C()rwened by the Tunisian Government in Tunis from February 23 to March 2, with I he assistance of WJPO and Unesco.
•• Pasal I 0 Undang-undaog Hak Cipta Tahun 1982 :
{I) Ncgara memegang hnk cipla ataS karya peninggalan sejarah, prd sejarah, paleo antropologi dan benda-benda budaya nasional lainnya.
{2) (a) llasil kebudoyaan rakyat yang menjadi milik bersama, sepeni ccrita, hikayat, dongeng. legenda, babad, lagu. kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi dan karya seni lainnya dipe!ihara dan di!indungi oleh negara.
(b) Ncgara memegang hak cipta ataS ciptaan tersebut pada Ayat 2 (a) terhadap tuar negeri.
'1 Kreasi yang berorientaSi pada kelompok dan berlandaskan tradisi sebagai suatu
cksprcsi dari budaya dan identitas sosialnya dan pad• umumnya disampaikan atau ditularkan secara !isan melalui pcnirunn atau dengan cara lainya merupakan fo lklor. Bentuk folklor meliputi antara lain bahasa, karya sastra, musik, tarian, pcnnainan, mitos, upacara イゥエオ。セ@ kebiasaan, kerajinan tangan, karya 。イウゥエ・セQオ イ@ dan karya seni lainnya. Michael Blakeney, セ wィ。エ@ is Traditional Knowledge? Why Should It Be Protected? Who Should Protect it? For Whom? : Understanding The Value Chain", WIPO Roundtable on Intellectual Property and Traditiooal Knowledge. WIPOnPTKJRT/9913, 6 Oktober 1999.
r
Expressions (TCEs) IJ atau expressions of folldore.44 Jadi tidak jarang dala.:::J istilah - istilah resrni folklor disebut dengan beberapa istilah lain seperti "Expression of folklore",45 Cultural expressions,46 Traditional cul/1/ral
expression47 atau Ekspresi Budaya Tradisional.48 Meskipun banyak perbedaan
0 In general, it may be said that TCEslf ai:Jore :"
a. are handed down from one generation to another, either orally or by lmitDIIon; b. reflect a community's cultJIJ'al and social identity;
c. consist of characteristic elements of a community's heritage:
d. are made by 'authors unknown ' and/or by communities and/or by individuals communally recognized as having tlw right, responsibility or permission to do so; are often not created for religious and cullllral express loll, and are constantly L'VOiving, developing and being recreated withi11 the community. " lnrellectual Property And Traditional Cultural Expressions/Folklore", World Intellectual Property Organlzoflon ", Booklet No. I
" While not COIIStituting a formal definition as s uch. a working de.rcriptirm af TCEs
could be : 'Traditional cultural expressions I 'expressions of folklore' meat•r productions CO!lsisting of chorcctzristic elements of the traditional artistic heritage developed and maintained by a community of (name of comrtl')1 or by individuals rej/ecJing the traditional artistic expectations of such a community, ini particular :
a. verbal expressions, such as f alk tales. folk poell)• and riddles. signs, words, symbols and indications;
b musical o:_oressions, such as f olk songs and instrumental music;
c. expressions by actions, such a.< /aile dances, plays and artistic forms or rituals; whether or not reduced to a materiol form, and
d tangible expressions, such as :
I) productions of folic art, in particular, drawings. paintings, ca,vings, sculptures, pottery, terracofla, mosaic. woodwork, metalware, jewelry, basket weaving. needlework, textiles,
carpets. costwnes;
2) crafts;
J) musical instruments; of) architecruralforms.
Ibid .
., lndunil Abeycsekere, 2007, ''The Protection Of Expressions Of Folklore ln Sri Lanka," IIC 2007, 38(2), 183·203, International Review of Intellectual Property and Competition Law .
.. Michael Newcity, Spring 2009, " Protecting The Traditional Know:edge And Cultural
Expressions Of Russia's "Numerically-Small" Indigenous Peeples: What Has Been Done, What
Remains To Be Done," 15 Tex. Wesleyan L. Rev. 357, Texas Wesleyan Law Review.
47 Stephanie Spangler, 2010, " When Indigenous Communities Go Digital: Protecting
Traditional Cultural Expressions Through Integration Of IP And Customary Law," 27 Cardozo
Arts & Ent. L.J. 709, Card07-0 Arts and Entertainment Law Journal., dan Meg/lana RaoRane, September 2006, "Aiming Straight: TI1e Use O f Indigenous Customary Law To Protect Traditional
Culturnl Expressions", 15 Pac. Rim L. & Pol'y J. 827, Pacific Rim Law & Policy Journal.
" lstilah yang d igunakan dalam R.ancangan Undang-Undang Eksprcsi l3udaya
(
istilah, akan tetapi sebagian ilmuao 49 menggunakan istilah folkJor tennasuk Undang-undang Hak Ci pta dan Tunis Model Law.
lstilah fo lklore muncul dalatn Tunis Model Low on Copyright for De-..eloping Countries. Section 18 (iv) Tunis Model Law mcmbcrikan dcfinisi folk lor : "folklore" means all literary, artistic and scientific works created on national territory by authors presumed to be nationals of such countries or by
ethnic communities, passed from generation to generation and constituting one of
the basic elements of the traditional cultural heritage;.
Pada tahun 2008 WJPO memberikan definisi tentang ekspresi budaya
エ イセ 、 ゥウ ゥ ッ ョ。ャN@ Pasal I dari WIPO Revised Objectives and Principles for the
Protection of Traditional Culwral Expressions and Exptressions of Folklore,
mendefinisikan folkior sebagai "any forms, whether tangible and intangible, in which traditional culture and knowledge are expressed, appear or are
manifested".YJ The provision continues to provide examples ofverbifl expressions,
words, signs and symbols, musical expressions, expressions by action (such as
dances, plays, ceremonies, rituals and other "performances'') and tangible
49 Beberapa ilmuan yang mcnggunakan istilah folklor antara lain : Paul Kuruk, April
1999, "Protecting Folklore Under Modem Intellectual Propeny Regimes: A Reappraisal Of The Ten.sioos Between Individual And Communal Rights In A1Tic:a And The United States", 48 Am. U. L. Rev. 769, American University LAw Review., dan LAurier Yvon Ngombe, Winter 2004, "Protection Of African Folklore By Copyright Law: Questions That Are Raised In Practice", 51 J.
Copyright Soc'y U.S.A. 437, Journal of the Copyright Society of the U.S.A.
"' Intergovernmental Comminee on lntelleetual Property and Genetic Resources, Traditional Knowledge and Folklore, Twelfth Session, Geneva, February 25 to 29, 2008, Reproduction of Document WIPO/GRTKF/IC/94 "The Prorecrion of Tradirional Cultural
Expressions/Expressions o f folklo re Revised Objectives and Principles",
expressions, such as productions of art and including handicrafts, musical
instruments and architectural forms. SI
Jika dibanding dengan definisi folkior yang terdapat dalam UUHC 2002,
maka definisi yang diberikan WIPO tidak jauh berbeda, meskipuo ada beberapa
tambahan berupa ciptaan yang lebih spesifik yang hanya dimiliki oleh Indonesia.
Pasal 10 Undang-undang Hak Cipta Nomor 19 Talmn 2002 yang berjudul 'Hak
Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui' menetapkan:
(I) Negara memegang Hak Cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah,
dan benda budaya nasional Jainnya.
(2) Negard memegang Hak Cipta alas folk/or dan hasil kebudayaan rakyat
yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda,
babad, lagu, kerajinan tangan,koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni
lainnya.
(3) Untuk ュ・ョァセュオュォ。ョ@ atau memperbanyak Ciptaan tersebut pada ayat (2),
orang yang bukan warga negara Indonesia harus terlebih dahulu mendapat
izin dari instansi yang terkait dalam masalah tersebut. '
(4) Ketentuan Jebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Dalam Penjelasan Undang-tmdang Hak Cipta dinyatakan, Folklor
dimaksudkan sebagai sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh
kelompok maupun perordngan dalarn masyarakat., yang menuojukkan identitas
sosial dan budayanya berdasarkan standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turuo temurun, tennasuk:
a. cerita rakyat, puisi rakyat;
b. lagu-lagu rakyat dan musik instrumen tradisional; c. tari-tarian rakyat, pennainan tradisional;
d. hasil seoi antara lain berupa: lukisan, garnbar, ukiran-ukiran, pahatan, mosaik, perhiasan, keraj inan tangan, pakaian, instrumen musik dan tenun tradisional
Pasal 10 (2) UUHC dan penjelasannya jika ditelaah hanya menyebutkan secara garis besar hal-hal yang tcrmasuk dalam kategori folklor. Hal ioi berbeda dcngan apa yang diker.lUkakan dalam "l<ancangan Undang-Undang Perlindungan dan Pemanfaatan Kckayaan lntelcktual Peogetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional"52 yang memberikan batasan ruang lingkup kebudayaan yang masuk dalam kategori folklor.
RUU p・、ゥョ、オョァセ@ dan Pemanfaatan Kekayaan Intclcktual p・ョァ」エセオ。ョ@
Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional memberikan batasan bahwa folklor atau yang dalam RUU tcrsebut disebut dengan istilah Eksprcsi Budaya Tradisional adalah kombinasi bcntuk ekspresi berikut ini :
I. Verbal tekstual, baik lisan maupun tulisan, yang bcrbcntuk prosa maupun puisi, dalam berbagai tcma dan kandungan isi pesan, yang dapat berupa karya susastra ataupun narasi infonnatif.
2. musik, mencakup antara lain, vocal, instrumental atau kombinasinya; 3. gerak, mencakup antara lain : tarian, beladiri, dan pennainan;
4. !eater, mcncakup antara lain : pertunjukkan wayang dan sandiwara rakyat;
" Draf yang digunakan adalnh draf yang disusun oleh Dirjen HaKI cahun 2007. Selanjutnya, Rancangan Undang-Undang Perlindungan dan Pemanfaatan Kckayaan lnlelektual
•
5.
senirupa, baik dalam benruk dua dimcnsi maupun tiga dimensi yang terbuat dari berbagai macam bahan seperti kulit, kayu, bamboo, logam, b<:tu, kcramik, kertas, tekstil dan lain-lain atau kombinasinya, dan6. upacara adat, yang mencakup pembuatan alat dan bahan scrta penyaj iannya. 53
Dcngan adanya batasan ruang lingkup Ekspresi Budaya Trad isional, hal
ini memberikan banyak kemudahan. Selain lebih mudah dalam mengidentiftkasi ciptaan yang discbut folklor, spesiflkasi ini juga akan semakin mcmpcrmudah dalam proses implcmcntasi perlindungan folk.lor. Dengan beberapa kriteria yang disebutkan dalam RUU tersebut, maka hal-hal yang termasuk dalam kriteria folk.lor yang patut untuk mendapal perlindungan dan perhatian khusus sangat j elas.
Ada beberapa hal yang menarik yang ditawarkan sebagai sebuah solusi ketentuan o leh RUU ini. Beberapa h&! tersebut diantaranya adalah ruang lingkup folklor, kepemilikan folklor, ruang lingkup perlindungan folklor, dan juga mekanisme periz.inan pemanfaatan olch pihak asing.
2. Jangka Waktu Perlindungan Folklor
WTPO memberikM perlindungan yang abadi (tanpa batas waktu) tcrhadap folklor : "Folklife expressions need perpetual protection to support perpetual ''private" cNative contributions of "usually unknown members of a number of
subsequent generations of a community ..
.s•
Demikian juga pcrlindungan yang diberikan olcb Tunis Model Law. Dalam Section 6 (2) Tunis Model Law53
Lihat dalam Pasal 2 RUU Perlindungan dan Pemanfaatan Kekayaan lntelektual Pengeu.huan Tradisional dan Eksprcsi Budaya Tradisional.
"' WJPO 1997 Summary Paper 011 Folklore, supra note 2, at J. dalam Lucy M. Moran,
•
•
dinyatakan : "works of natio!Uil folklore are protected by all means in accordance with subsection (I), without/imitation of time"
UU Hak Cipta juga memberikan perlindungan yang berlaku tanpa batas waktu terhadap folk1or.55 Dengan demikian menurut UU Hak Cipta, folklor akan tetap mendapat perlindungan walaupwt folklor tersebut tidak dipclihara oleh masyarakat pemilik folklor tersebut. Jadi perlindungan terhadap folklor berlaku selamanya walaupun folklor tersebut sudah tidak digunakan lagi ataupun telah musnah.
Hal ini berbeda dengan jangka waktu perlindungan folklor yang terdapat dalam RUU Perlinduugan dan Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional yang menyatakan bahwa perli.ndungar1 kekayaan intelcktual Ei<spresi Budaya Tradisional (folklor) diberikan selarna masih dipelihara56 oleh Kusiodiannya.57 Apabila folklor sudah tidak dipelihara lagi oleh masyarakat yang memilikinya maka perlindungan terhadap folklor tersebut telah berakllir. Dengan berakhirnya perlindungan terbadap suatu folklor maka orang (pihak) lain bebas memanfaatkannya tanpa perlu mendapat izin terlebih dahulu dari masyarakat pemilik folkJor tersebut.
3. lzin Pemanfaatan FolkJor
" Pa.<>al 31 ayat I (a) UU Hak Cipta. Beberapa Negara juga seca.ra eksplisit rnemberikan perlinduogan tanpa batas waktu (pe1petual) terhadap folklor dalam hukurn oegaranya, antara lain Kongo, Ghana Dan Sri Lanka. WIPO 1997 Summary Paper on Folklore, supra note 2, at 3,1bid.
56
Pasal 3 RUU Perlindungan dan Pcmanfaatan Kekayaan Intelel'tual Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional.
•
•
Menurut UU Hak Cipta, negara memegang hak cipta atas folkJor dan basil
kebudayaan rakyat yang menjadi rnilik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng,
legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni
lainnya 58 Oalam rangka mclindungi folldor dan hasii kebudayaan rakyat lain,
Pemerintah dapat mencegah adanya monopoli atau komcrsialisasi serta tindakan
yang merusak atau pemanfaatan komersial tanpa seizin negara Republik Indonesia
sebagai Pemegang Hak Cipta. 59
Adapun RUU Perlindungan dan Pemanfaatan Kekayaan lntelektual
Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional mengatur, orang asing
atau badan hukum asing atau badan hukum Indonesia penanaman modal asing
yang akan melakukan pemanfaatan wajib memiliki izin akses pemanfaatan dan
perjanjian pemanfaatan.60
Pem10honan izin akses pemanfaatan diajukan secara tertulis dalam bahasa
Indonesia kepada Menteri. Menteri meneruskan permohonan tersebut kepada Tim
Ahli Peilgetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional untuk dikaji b'UOa
mendapatkan rekomcndasinya. Tim Ahli Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi
Budaya Tradi sional akan memberikan rekomendasinya. Menteri akan
memberikan keputusan untuk memberi atau menolak permohonan izin akses
pemanfaatan dengan memperhatikan rekomendasi Tim Ahli Pengetahuan
Tradisional dan/atau Ekspresi Budaya Tradisional. Apabila semua persyaratan
,. Pasal 30 Ayat 2 UU Hak Cipta.
59 Penjelasan Pasal l 0 Ayat 2 UU Hak Cipta.
60 Pasal 5 Ayat 2 RUU Perlindwtg;m dan Pemanfaatan Kekayaan I ntelektual Pengetahuan
•.
telah dipenuhi, Mentcri memberikan kcputusan untuk mcmberi atau mcnolak
permohonan izin akses pemanfaatan.
Pennohonan izin akses pcmanfaatan dapat ditolak apabila :61 I) Pemanfaatan yang akan dilakukan bertentangan dengan peraturan
peru11dang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, moralitas, agama, nilai budaya, atau kesusilaan;
2) Pemanfaatan yang akan dilakukan menyimpang dan menimbulkan kesan tidak benar terhadap masyarakat terkait, atau yang membuat masyarakat tersebut merasa tersinggung, terhina, tercela, dan/atau tcrccmar, dan
3) Objek yang dimohonkan pemanfaatannya bukan merupakan lingkup Pengetahuan Tradisional dan/atau Ekspresi Budaya TradisionaL
4) Pemanfaatan yang akan dilakukan dapat dikategorikan sebagai suatu tindakan monopoli yang dapat mcngakibatkan tertutupnya akses pemanfaatan oleh pihak lain.
Setclah mendapat izin akses pemanfaatan, Pcmohon wajib melab.-ukan perjanjian pemanfaatan dcngan Kustodian Pengetahuan Tradisional dan!atau Ekspresi Budaya Tradisional. Pemohon yang tclah melakukan ー・セェイオセェゥ。ョ@
pemanfaatan harus mengajukan pennohonan pencatatan peljanjian pemanfaatan kepada Pcmerintah Kabupatcn/Kota tempat Ekspresi Budaya Tradisional itu berada dengan tcmbusan disampaikan kcpada Pemerintah Provinsi dan Menteri. Dalam hal pennohonan pencatataan perjanjian pemanfaatan telah diajukan secara lcngkap, Pemerintah Kabupaten/Kota mencatatkan perjanjian pemanfaatan
61 Pasal 9 RUU Pcrlindungnn dan Pemanfaatan Kekayaan lnlclcktual Pengetabuan
dimaksud dalam Oaflar Umwn Pencatatan Peljanjian Pemanfaatan Pengetahuan
Tradisional dan!atau Ekspresi Budaya Tradisional dan mcmberikan bukti
Penelitian mengenai Perlindungan :-Jukum Folklor Batak Karo Ditinjau Dari Hukum Hak Cipta Indonesia dan Konvensi lntcmasional ini mcrupakan penelitian hukum nonnatif empiris yaitu penelitian di bidang hukum yang bertujuan mencari kaedah hul.:um , nonna atau das Sol/en, dan dilcngkapi dengan penelitian terhadap nilai-nilai hukum yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
Penelitian nonnati f-empiris ini bersifat deskri?tif-analitis. Disebut bersifat deskriptif karena basil pcnclit ian ini diharapkan dapat memberikan gan1baran mer.yeluruh dari perlindungan folk.lor Batak Karo. Discbut bersifat analitis, karena gambaran terscbut, kemudian dilakukan analisis terhadap beberapa aspck hukum dari perlindungan folklor Oatak Karo terscbut schingga dapat menjawab pennasalahan yang diajukan dalam penelitian ini.
B. Lokasi Penelitian
kepada pedoman wawancara yang telah dipersiapkan dan dilakukan di Kantor Dirjcn HKJ, Departemen Hukum dan HAM, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Karo. dan di tempat tinggal masyarakat Batak. Karo di Kabupatcn Karo dan KabupatenLangkat.
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara meminjam dan rncmbcli buku, mengunduh bedta dan artikel baik nasional maupun intemas ional di internet tcntang HKJ , FolkJor, suku Batak Kr.ro serta perjanjian dan peraturan perundang-undangan nasional dan internasional.
D. aョ。ャゥ セ ゥウ@ Data
Scbelum data dianalisis, terlcbih dahulu diadakan pcngorganisasian terhadap data sekunder yang dipcrolch melalui studi dol'llmen, yang tcrdapat dalam peraturan perundang-undangan, buku, anikel, basil penelitian dan jurnal baik nasional maupun internasional dan data primer yang dipcrolch melalui wawancara dan observasi diperiksa kelengkapan dan kejelasannya.
De!:! yang dipcroleh baik data primer maupun data sekunder dianalisis secara kualitatif yaitu dengan memperhatikan data yang ada dalam praktik dan dibandingkan dcngan data yang diperoleh dari kcpustakaan untuk kemudian ditarik kcsimpulan scbagai jawaban alas permasalahan yang diteliti.
BAll IV
HASlL PENELITIAN DAN PEMBAH ASAN
1. Perlindungan Hokum Folklor Batak Karo Menurut Konvensi lnternasional.
a. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR) 1948 dan Kovenan
lnternasional ten tang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR) 1966
Ada beberapa hak dasar yang diatur dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manueia (Universal Declaration on Human Rights - UNDHR 1948) maupun dalarn Kovenan lntemasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (lntentalional Covenant on Economic, Social and Cultu;·e -
ICESCR -
1966)
yang terkait dengan pcrlindungan folklor. 1-lak-bak tersebul antara lain terdiri dari bak atas kebudaya:!rl dan perlindungan kekayaan intelektual , hak atas kesenatan dan hak atas pangan.62
Hak atas kebudayaan merupakan salah satu hak dasar yang dijamin olch instrumen lmlrum asasi intemasional. Sctiap orang termasuk kelompok minoritas mempunyai bak untuk hidup dan menikmati kebudayaannya serta berhak untuk mempertahankan intcgritas budayanya. Pasal 22 UDill?. 1948 menyatakan sctiap orang mempunyai hak terhadap ekonomi, sosial dan budaya yang sangat diperlukan untuk kemartabatannya dan pembentukan kepribadiannya yang bebas.
Pasal ini menegaskan bahwa :
" Everyone, as a member of society, has the right to social security and is
entitled to realization, through national effort c;nd international co-operation and
62Zainul Dau lay.. 20 I I, Pengetahuan Tradisional Konrep, Dasar Hukum. Don
in accordance with the organization and resources of each State, of the economic,
social and cultural rights indispensable for his dignity and the free development
of his personality. "
Selain ilu, UDHR juga menelapkar. bahwa setiap orang mempunyai hak
untuk berpartisipasi secara bebas dalam kehidupan budaya masyarakat dan
berbagi kemajuan ilmu pengetahuan (scientific developments) dan manfaatnya (its
benefit). Hal ini diatur dalam Pasal 27 (I) sebagai berikut:
"Everyone has the right freely to participate in the cultural life of the community,
to etyoy the arts and to share in scientific advancement and its benefits. "
Dalam bal.asa yang hampir sama, ICESCR, 1966, ke:r.bali ュ・ョ・ァ。セォ。ョ@
pengakuannya lerhadap hak seliap orang menikmati dan terlibat dalam
kebudayaannya, sebagai berikul :63
"The States Parties 10 the present Covenant recognize the right of everyone:
(a) To take part in cultural life;
(b)To e,Yoy the benefits of scientific progre:;s and its applications;
(c)To benefit from the protection of the moral and material interests resulting
from any scientific, literaty or artistic production of which he is the author.
Perlindungan ャ・イィ セ 、。ー@ hak kekayaan iotelekt ual merupakan hak asasi
manusia yang paling dasar. Hak ini merupakan kelanjutan dari hak atas kekayaan
riil (real property) dalam bentuk produk intelektual. Oleh sebab itu, kekayaan
intelektual tetap dipandang sebagai bagian dari hak asasi manusia yang menjadi
6
das&.· perlindungan folklor walaupun pengakuan terhadap hak ini tidak dinyatakan secara eksplisit di dalam UDHR.64
b. Berne Convention For The Protection of Literary And Artistic Works
Pcrlindungan tcrhadap folklor tidak ada diatur dalam Konvensi Bern (1886) yang merupakan salah satu instrumen awal dalam perlindungan hak kckayaan intelektual. Salah satu usaha pertama masyarakat internasional dalam memberikan perlindungan terhadap folklor yaitu melalui Konferensi Diplomatik Stockholm 1967 untuk merevisi Konvensi Bern, yang dalam salah satu rekomendasinya mcnctapkan perlu di berikannya perlindungan terhadap pcrwujudan suatu folklor melalui Hukum Hak Cipta. Usaha ini menghasilkan pcngaturan yang berpontensi mengatur folklor yaitu dalam Pasal 15 Ayat (4) Rcvisi Konvensi Bern 1971. Pasal ini mengatur perlindungan atas ciptaan-ciptaan yang tidak diterbitkan oleh Pencipta yang tidak diketahui, yang dianggap sebagai warga negara dari ncgara peserta Konvensi Bern. Negara bersangkutan akan menunjuk Badan Ber.vcnang dalam negaranya untuk mewakili Pencipta yang tidak diketahui dan mclindungi ciptaan-ciptaannya Badan Ber.venang yang dibentuk ini harus dilaporkan kebcradaannya ォ・セ。、。@ WIPO. Mcskipun demikian, WIPO sampai tahun 1995 bcium pernah menerima satu laporan pun dari negara-negara peserta Konvensi Bern tentang keberadaan badan bcrwenang tersebut di suatu negara. 6'
64 Zainul Onu lay, op. cit, him. 79.
M Rosnidar Sernbiring, "l'crlindungan llaki Terlladap Karya-Karya Tradisional
Selengkapnya Pasal 15 Ayat (4) Konvensi Bern menyatakan :"Right to
Enforce Protected Rights :
(a) In the case of unpublished works where the identity of the author is
unknown, but where there is every ground to presume that he is a national
of a country of the Union, it slwll be a rtwller for legislation in that
country to designate the competent au!hority which shall represent the
author and shall be entitled to protect and enforce his rights in the
countries of the Union.
(b) Countries of the Union which make such designation under the terms of
this provisic" shall notify the Director General by means of a written
declaration giving full information concerning the authority thus
designated. The Directo:- General shall at once communicate this
declaration to all other countries of the Union.
Pasal 15 Ayat (4) Konvensi Bern Ielah mendapat tempat pengaturannya
dalam Pasal 10 dan 10 A UUHC 199766 maupun pセャ@ 10 dan Pasal I I UUHC
66 Bagian Kecmpat UUHC 1997 Hak Cipta aャ。セ@ Ciptaan Yang Tidak Oiketahui
Pcnciptanya : Pao;al 10:
(I) Negara memegaog Hak Cipta ala!; karya peninggalan pra sejarah, sejarah, dan benda budaya
nasionai Jaionya".
(2) (a) Hasil kcbudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi dan karya seni lainnya dipelibara dan dilindungi oleh negara;
(b) Negara mernegang hak cipta atas ciptaan tcrscbut pada ayat (2) a terhadap luar negeri. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak cipta yang dipcgang olch ncgara sebagaimana dimaksud
dalam pasal ini, diarur lcbih lanjut dengan Peraturan Pcmcrintah. Pasal 10 A:
(J) Apabila suatu ciptaan tidak diketahui penciptanya dan ciptaan itu belum diterbitkan, rnaka
Negara rncrnegang Hak Cipta alas ciptaan tersebul uotuk kepeotingan penciptanya.
2002
67, walaupun bingga saat ini efektivitasnya belum tampak hasilnya dalammemecahkan masalah-masalah pengetahuan tradisional atau folklor seperti
dimaksud dalam UUHC. Selain itu, Badan Berwenang yang ditunjuk Pemerintah
untuk mewakili Pencipta yang tidak diketahui sebagaimana ditetapkan dal&llt
Koavensi Bern belum menjadi kenyataan.68
c. The Tunis Model Law On Copyrigh t (UNESCOIWIPO, 1976/9•
Perkembangan penting berikutnya dalam perlindungan hukum
intemasional terhadap folklor dipersiapkan oleh UNESCO dan WIPO.
UNESC070 dan WIPO telah melaksanakan pelbagai usaha untuk melindungi
ciptaan-ciptaan yang tidak diketahui Pcnciptanya dan dapat dikategorikan seb;;gai
folklor. Atas prakarsa kedua organisasi internasional ini, pada tahun I 976
" Bagian Ketiga UUHC 2002 Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya T idak Diketahui : Pasal 10
( I) Negam memegang !fak Cipta atas karya peninggalan prasejaralt, sejanlh, dan benda budaya nasional lainnya.
(2) Negara mcmcgang h 。セ@ Cipta atas folk/or dan hasil kebudayaan ral.:yat yang menjadi milik bersarna, seperti cerita, hikayat, dongeng, legeoda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lai.rnya.
(3) Untuk rnengumumkan atau memperbanyak Ciptaan tersebut pada ayat (2), orang yang bukan warga negara Indonesia harus terlebih dahulu mendapat izin dari instansi yang terkait dalarn rnasalab tersebut.
(4) Ketenh1an lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Ncgara sebagaimana dirnaksud dalam Pasal ini, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal II
(I) Jika suatu Ciptaan tidak diketahui Pencipt•nya dan Ciptaao itu belum diterbitkan, Negara memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Pe.nciptanya.
(2) Jika suatu Ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak dikctahui Peociptanya atau pada Ciptaan tersebut han ya tertera nama samaran Penc iptanya, penerbit mcmegang Hak Cipta atas Ciptaan tersehut untuk kepentingan Penciptanya.
(3) Jika suatu Ciptaan tclah d iterbitkan tetapi tidak diketahui Penciptanya dan/atau penerbitnya, Negara mernegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya.
68 Rosnidar Sembiri.ng,
Joe. cit.
69 The Tunis Model Law on Copyright was adopted by the Commillee of Governmental
Experts convened by the Tunisian Government in Tunis from February 23 to March 2, 1976. with the assistance of WI PO and Unesco. The report on the Commillee was published in the June 1976 issue of this review (pp. I 39 et seq.). h ttp://www.wioo.intlcgi·binlkoha/opac-detail.p!?bib=25497,
diakses tangga! 27 Agustus 2012.
'0 Sejak 1973 , UNESCO telah bckcrja dengan sungguh-sungguh terhadap isu-isu yang
pengaturan folklor telah dimuat dalam Tunis Model Law on Copyright for Developing Countries. 11 WIPO dan UNESCO pada tahun 1982 juga telah mengaturnya dalam Model Provisions for National Laws on the Protection of Expressions of Folklore Againts ll/cit Exploitations and Prejudical Actionsn
Tujuan utan1a dari pembentuk:an Tunis Model La"' sebenarnya adalah untuk membantu negara berkembang dalam menyusun peraturan perundang-undangan di bidang Hak Cipta73 Namun demikian, di dalarnnya terdapat usulan mengenai aturan yang khusus ditujukan untuk melindungi folldor antara lain definisi, ketentuan bahwa fiksasi bukan merupakan syarat bagi pemberian perlindungan serta perlindungan yang bersifal tanpa batas wak"tu.
Tunis Model Law memberikan definisi folldor dalam Section 18 (iv) 'folklore means all literary, artistic and :cientific works created on national
territory by authors presumed to be mltionals of such countries or by ethnic
communities, passed from generation to generation and constituting one of the
basic elements of the traditional cultural heritage".
Tunis Model Law juga membebaskan folklor dari kewajiban ftksasi. Hal ini ditegaskan dalam Section I (5bis) yang menyatakan :
71
R.india Fanny Kusumani.ogtyas, 2009, Perlindungan Hak Cipta Atas Motif Batik Sebagai Warisan Budaya Bangsa (Studi Terhadap Karya Seni Batik Tradisionat Kraton Surakart'41, Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro: Semarang.
Tentang Indonesia, http://indonesialifc.info/kolom2/wforum.cgi?no=54589&rensr
ョッFッケ。 セ UTUXYFュッ、・ BG ョウァカゥ・キFャゥウエ M ョ・キL@ diakses canggal27 Agustus 2012.
" Tunis Model Law disusun o leh UNESCO bekerja sama dengan WIPO sebagai panduan pembentukan hukum nasional yang mengatur perlindungan Hak CipiA di dalarn sistern bukum negara-negara berkembang. Walaupun benujuan wttuk memenuhi tuntutan kebutuhan akan rezim Hak Cipta, namun Tunis Model Law juga turut mcmbcntuk mekanismc peri induogan budaya dalam kemngka Hak Cipta dengan berbagai pengecualian khusus yang bersifill sui generis
"with the exception of ffllk/ore, a literary, artistic or scientific work shall not be
protected unless the work has been fv:ed in some material form". 74
Selanjutnya untuk memberikan pedindungan yang memadai dan mencegah eksploitasi yang tidak tepat terhadap folklor maka pcrlindungan ya."lg diberikan terhadap folklor dallln Tunis Model Law berlaku tanpa batas waktu yang artinya perlindungan Lerhadap folklor akan berlangsung selamanya. Dengan demikian jangka waktu perlindungan terhadap folklor ini tidak sama seperti perlindungan terhadap hak cipta yang merniliki batas waktu tcrtcntu. Perlindungan tanpa batas waktu terbadap fo lklor dalam Tunis Model Law diatur dalam Section 6 (2):
"Works of national folklore are protected by all means In accordance with
subsection(/), without/imitation in time ". lJ
Tunis Model Law juga mengenalkan domaine public payant76 yang diatur dalamSection 17:
71 Commentary Section I
(5.1') a/Tunis Model Law: "'However, theftxatlotr requirement
cannot possibly apply to works of folklore : such works form part of the culwral heritage of peoples and their very .'JOirlre lies In their being handed on from generation to generation orally or
in the form of dances whose steps have never been recorded: the frxatlon requiiement might, therefore, destroy the protection of folklore provided for under Section 6. Consequently. in the case of works of folklore. the authors of the Model Law have made an exception to the frxation rule, particularly since,
if
this rule were sustained, the copyright in s uch works might well belong to the person who takes the iniliatiw! of ftxing them. "' J Commentary Section 6 ofTwris Model Law : "The object of this provision is to prevem any improper exploitation and to permit adequate protection of the cultural heritage known as folklore, which constitutes not only a potentia/far economic expansion, but olso a cultural legacy intimately bound up with the individual character of each people. On these twofold gromuis works offo/J./ore deserve protection, and the economic and moral rights in such works will be exercised. without limitation in time, by the competent national authority empowered to represefll the pwple that originated them. It has been proposed that this competent authority be the body responsible within the country for the administration of authors· rights "
76 Commentary Section 17 of Tunis Model Law : "According to this system. which is
"The user shall pay to the competent authority ... percent of the receipts produced
by the use of works in the public domain or their adaptation, including works of
national folklore. The sums collected shall be used for the following purposes :
i. To promote institutions for the benefit of authors (and of performers), such as societies nf aut !tors, cooperatives, guilds, eel.
ii. To protect and disseminate national folklore."
Sayangnya, di dalam Tunis Model Law ini masih terdapat sejumlah kelemahan, antara lain tidak terdapat usulan pengaturan yang tcrkait deogan kepemilikan kolektif atas folk lor (Lewiknski, 2003 : 753)77
d . Model Provisio11s For Natio11al Laws 011 The Protecti01t of Folklore A gai11ts Illicit Exploitatio11 a11d Otller Prejudicial A ctions (UNESCO/ WI PO, 1982).
Pada tahun 1982, UNESCO dan WIPO kembali berupaya menciptakan suatu instrumeo bagi perlindungan folklor dengan menyusun Model Provisions for National Laws on tile Protection of Expressions of Folklore Againts fllict
Exploitation and Other Prejudicial Actions (Model Provisions)18• Model
Provisions m ulai berisi substansi yang bersifat sui generis dalam perlindungan
folklor dan dibentuk untuk mcmbantu ncgara-negara dalam membuat peraturan
wirhoul restriction, subject however ro the payment of a fee calculated as a percentage of the receipts produced by the use of rhe work or irs adaptations. The sums collected are to be used, under Section 17. for the purposes specified tl:erein. ReceipL< produced by the use of national folklore are provided jar in the same way. Finally it should be noted that, far the purposes of the
application of this section. the reference to iiiStitutions for the benl!jit af authors also covers organizations of translators. "
71
Sj§!ematjka Penyusunan Naskah Akac!emik, http:llwww.bphn.go.idlc!ataldocumcmstna ruu tentang fo!k!or.!!df. diakses tanggal 30 Agustus 2012.
11 The primary emphasis of the Model Provisions was the protection of the artistic and
peruodang-undangan oasional meP.genai perlindungan folklor. Sejumlah substansi yang diusulkan antara lain adalah subyek perlindungan, tindakan-tiodakan yang memerlukan izin dari lembaga yang berwenang atau komuniti, kewajiban untuk menycbutkan sumber dari folklor, perlindungan terhadap folklor asing dan hubungan dengan berbagai bentuk perlindungan lain. 79
Model Provisions tidak menawarkan gagasan tentang definisi folklor. Alasannya adalah untuk menghindari kemungkinan konflik dengan definisi yang relevan atau yang dapat terkandung dalam dckumen atau instrumcn hukum lain mengenai perlindungan folklor.80 Namun untuk tujuan Model Provisions, Section 2 mendefinisikan istil ah "expression of folklo,.e"81•
Definisi "expression of folklore" yang d iberikan Model Provisions lebih rinci dan detail jika dibandingkan dengan definisi ヲッャ ォャ ッセ@ yang tcrdapat dalam Tunis Model Law. Dalam Tunis Model Law definisi hal-hal yang