• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN KECAMATAN JETIS KOTA YOGYAKARTA DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM Evaluasi Kesesuaian Lahan Permukiman Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis Dan Penginderaan Jauh.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN KECAMATAN JETIS KOTA YOGYAKARTA DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM Evaluasi Kesesuaian Lahan Permukiman Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis Dan Penginderaan Jauh."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN KECAMATAN

JETIS KOTA YOGYAKARTA DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM

INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1

Fakultas Geografi

Oleh:

HASNANI

NIRM : E 100120020

FAKULTAS GEOGRAFI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(2)
(3)

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN KECAMATAN JETIS KOTA YOGYAKARTA DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM

INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH Residential Land Suitability Evaluation Of Yogyakarta City Jetis Districts

Using Geographic Information Systems And Remote Sensing by

Hasnani¹, Taryono² dan Jumadi3

¹Mahasiswa Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta ²,3

Dosen Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan, Surakarta 57102

e-mail: has_nany18@yahoo.com

ABSTRACT

This research is an application field of geographic information systems and remote sensing . The purpose of this study was to determine the usefulness of geographic information systems and remote sensing in intercepting physical information of land used for the determination of the appropriate location for a settlement . Remote sensing data used Quickbird image scale is 1 : 25,000 . study area is located in the district of Yogyakarta city Jetis . Process analysis using GIS software application that is using ArcGIS software version 9.3 . Besides, this software is used to convert maps from analog maps to digital maps and attribute data processing at the same time . The analysis of the process in getting the results of the land use maps , slope maps , maps of water table depth , flood inundation maps , maps of soil bearing capacity , map distance to the main street , surface drainage map . Based on the results of the land suitability mapping Jetis residential district of Yogyakarta can obtain information about the level of compliance to be made or built into the settlement area Jetis District is divided into 4 classes: residential land suitability class is suitable ( S1 ) area of 46.1448 hectares ( 17.68 % ) is an area that has a light barrier when used for residential location , quite appropriate class ( S2 ) covering an area of 90.468 ha ( 25.13 % ) is land that has the barrier being when used for the location of settlements , class marginally suitable ( S3 ) area of 26.43249 ha ( 40.11 % ) is land that has a heavy barrier when used for residential location , and for classes that do not fit ( N1 ) area of 26.9864 hectares ( 17.08 % ) is land that has very heavy barrier when used for location settlements .

Keywords: Evaluation of Land Settlement, Remote Sensing, SIG

.

ABSTRAK

(4)

peta lereng, peta kedalaman muka air tanah, peta genangan banjir, peta daya dukung tanah, peta jarak terhadap jalan utama, peta drainase permukaan. Berdasarkan hasil pembuatan peta kesesuaian lahan permukiman Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta dapat diperoleh informasi tentang tingkat kesesuaian untuk dijadikan atau dibangun menjadi kawasan permukiman Kecamatan Jetis dibagi menjadi 4 kelas yaitu kelas kesesuaian lahan permukiman sangat sesuai (S1) seluas 46,1448 ha (17,68%) merupakan lahan yang memiliki pembatas ringan bila digunakan untuk lokasi permukiman, kelas cukup sesuai (S2) seluas 90,468 ha (25,13%) merupakan lahan yang memiliki pembatas sedang bila digunakan untuk lokasi permukiman, kelas sesuai marginal (S3) seluas 26,43249 ha (40,11%) merupakan lahan yang memiliki pembatas berat bila digunakan untuk lokasi permukiman, dan untuk kelas yang tidak sesuai (N1) seluas 26,9864 ha (17,08%) merupakan lahan yang memiliki pembatas sangat berat apabila digunakan untuk lokasi permukiman.

Kata kunci: Evaluasi Lahan Permukiman, Penginderaan Jaiuh, SIG.

PENDAHULUAN

Pertumbuhan penduduk di dunia cenderung meningkat dari tahun ketahun. Sebagai contoh jumlah penduduk di Kota Yogyakarta pada tahun 1990 tercatat 439.528 jiwa, sedangkan pada tahun 2000 tercatat 493.902 jiwa. Maka selama selang waktu sepuluh tahun terjadi pertambahan penduduk sebesar 54.374 jiwa (BPS, 2000 dalam Setyowati 2002). Hal ini mungkin juga disebabkan karena semakin banyak berdirinya gedung–gedung sekolah/kampus baru yang nantinya akan berpengaruh juga terhadap jumlah penduduk serta kebutuhan akan tempat tinggal. Apabila pada tiap tahunnya terjadi penambahan jumlah penduduk maka tidak akan menutup kemungkinan bahwa kebutuhan lahan akan semakin besar (untuk sebagai kepentingan) sehingga banyak beberapa penggunaan lahan lain seperti sawah misalnya berubah menjadi lahan permukiman.

Permukiman merupakan suatu bentukan artifisial maupun natural dengan segala kelengkapannya yang digunakan oleh manusia secara individu maupun kelompok untuk bertempat tinggal sementara maupun

menetap dalam rangka

(5)

3 teknis Penginderaan Jauh dan Sistem

Informasi Geografi.

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta dengan luas wilayah 170 (Ha), dan dilalui dengan Sungai Winongo dan Sungai Code. Wilayahnya merupakan daerah permukiman, perkantoran, dan pertokoan. Kecamatan Jetis terbagi menjadi tiga kelurahan yaitu Kelurahan Bumijo, Kelurahan

Gowongan, Kelurahan

Cokrodiningratan. Jumlah penduduk di Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta pada tahun 2008 adalah 37.812 jiwa dengan penduduk laki – laki sebesar 19.574 jiwa, dan penduduk

perempuan sebesar 18.238 jiwa. Adapun jumlah penduduk terbesar berada di Kelurahan Bumijo yakni 13.650 jiwa dan mempunyai kepadatan 23.534 jiwa/ km2, dan jumlah penduduk terkecil berada di Kelurahan Gowongan yaitu sebesar 10.590 jiwa dengan kepadatan 23.022 jiwa/ km2. Dengan tekhnik penginderaan jauh ini maka obyek– obyek pada permukaan bumi dapat terekam dan dapat ditampilkan dengan bentuk dan letak yang mirip dengan aslinya pada permukaan bumi. Biasanya data yang digambarkan akan lebih lengkap dan akurat seperti aslinya.

[image:5.595.116.506.257.696.2]

Sumber: hasil analisis

(6)

Data-data yang digunakan dalam menentukan kesesuaian lahan permukiman perlu disimpan/diolah serta dianalisa. Oleh karena itu pengolahan datanya dilakukan dengan menggunakan sistem informasi geografi (SIG) dimana merupakan sistem yang dasar kerjanya menggunakan komputer. SIG itu sendiri pada dasarnya dibagi menjadi tiga bagian pokok yaitu input data, pemrosesan data dan output data. Input data itu sendiri terdiri dari dua komponen yaitu data grafis dan data atribut, sedangkan outputnya berupa peta digital. Sistem Informasi Geografis ini mempunyai kemampuan untuk menghasilkan informasi baru dengan cepat dan mudah. Kunci kemampuan suatu SIG adalah analisis data untuk menghasilkan informasi baru.

Berdasar pada latar belakang diatas maka penulis mencoba untuk menggandakan penelitian dengan judul: ” Evaluasi Kesesuaian Lahan Permukiman Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis Dan Penginderaan Jauh”

METODE PENELITIAN

[image:6.595.114.508.523.691.2]

Data yang dikumpulkan dibedakan menjadi 2 macam yaitu data primer dan data sekunder. Data primernya diperoleh dari hasil interpretasi citra Quickbird. Pada penelitian ini citra Quickbird yang digunakan data terbaru. Sedang data sekundernya diperoleh dari instansi yang terkait. Dalam penentuan kesesuaian lahan untuk permukiman dilakukan dengan cara pengharkatan (skoring).

Tabel 1. Faktor pembobot parameter kesesuaian lahan untuk permukiman.

No Parameter – Parameter Penimbang

1 Kemiringan lereng 1

2 Drainase permukaan 1

3 Jarak terhadap jalan utama 3

4 Penggunaan lahan 3

5 Daya dukung tanah 2

6 Kedalaman muka air tanah 3

7 Lama penggenangan banjir 2

(7)

Formula yang digunakan dalam proses overlay (tumpang susun) adalah sebagai berikut :

Skortotal = (A x 3) + (B x 1) + (C x 1) + (D x 2) + (E x 3) + (F x 2) + (G x 3).

Keterangan :

A = Harkat penggunaan lahan B = Harkat kemiringan lereng C = Harkat darinase permukaan D = Harkat daya dukung tanah E = Harkat jarak terhadap jalan utama

F = Harkat lama penggenangan banjir

G = Harkat kedalaman muka air tanah dangkal

[image:7.595.111.511.428.624.2]

Untuk menentukan kelas kesesuaian lahan permukimannya dungan cara mengurangkan nilai tertinggi dengan nilai terendah dibagi jumlah kelas. Nilai tertingginya 75 yang diperoleh dari harkat tertinggi dikalikan jumlah faktor penimbang, dan nilai terendahnya 15 yang diperoleh dari harkat terendah dikalikan dengan jumlah faktor penimbang. Kelas interval kesesuaian lahan permukiman adalah : interval kelas = (75 – 15)/4 = 15. Kelas kesesuaian lahan permukimannya ada 4 kelas, hal ini menurut FAO, 1976.

Tabel 2. Kesesuaian lahan untuk permukiman.

No Kelas Kesesuaian Lahan Harkat

Total

Keterangan

1 Sangat sesuai (S1) 60 – 75 Lahan memiliki pembatas ringan bila

digunakan untuk lokasi permukiman.

2 Cukup sesuai (S2) 45 – 60 Lahan mempunyai pembatas sedang

bila digunakan untuk lokasi

permukiman.

3 Sesuai Marginal (S3) 30 – 45 Lahan memiliki pembatas berat bila

digunakan untuk lahan permukiman.

4 Tidak sesuai (N1) 15 – 30 Lahan dengan pembatas sangat berat

namun masih bisa dibatasi hanya tidak dapat dibatasi dengan pengetahuan sekarang dan biaya yang rasional.

Sumber : Pengolahan data

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aplikasi Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh untuk Evaluasi Kesesuaian Lahan

(8)

antara yaitu peta bentuklahan, peta jenis tanah, peta satuan lahan, peta penggunaan lahan, peta kemiringan lereng, peta jarak terhadap jalan utama, peta lama penggenangan banjir, peta kedalaman muka air tanah, peta daya dukung tanah, dan peta drainase permukaan di Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta. Sebagai salah satu kecamatan di Kota Yogyakarta, Kecamatan Jetis mempunyai fasilitas kota seperti : pusat perdagangan, perkantoran, bank, pasar, pendidikan, dan sebagainya. Kecematan Jetis terletak sebelah barat laut dari Kota Yogyakarta, sehingga pola permukiman didaerah ini cenderung mengelompok didaerah yang lebih dekat dengan pusat Kota Yogyakarta. Hal ini dapat dilihat dari kepadatan penduduk dan bangunannya, tingginya kegiatan ekonominya. Misalnya berdasarkan kepadatan penduduk dari ketiga kelurahan yang ada di Kecamatan Jetis, kepadatan penduduk tertinggi adalah Kelurahan Bumijo yaitu 23534 jiwa/ km2, kemudian Kelurahan Gowongan dengan kepadatan penduduk 23022 jiwa/ km2. Kedua kelurahan tersebut merupakan wilayah yang lebih dekat dengan pusat Kota Yogyakarta disbanding dengan kelurahaan lainnya, yaitu Kelurahan Cokrodiningratan kepadatan penduduk sebesar 20564 jiwa/ km2.

Penginderaan Jauh merupakan salah satu cara yang cukup efektif dan

efisien dalam menurunkan informasi spasial berdasarkan citra hasil perekaman kondisi di permukaan bumi. Sebelum digunakan, citra tersebut dipotong terlebuh dahulu berdasarkan batas administrasi Kecamatan Jetis. Pemotongan dilakukan dengan menggunakan software ArcGis. Quickbird merupakan citra resolusi tinggi, sehingga dalam aplikasinya citra tersebut mampu menyajikan kenampakan dan informasi tentang obyek dari wilayah yang dikaji dengan variasi komplek, sehingga semua data fisik yang berhubungan dengan penentuan kelas kesesuaian lahan permukiman dapat terpenuhi dengan baik.

(9)

ditumpangsusunkan peta (overlay) untuk menghasilkan informasi baru dari tujuh parameter yang mempengaruhi kesesuaian lahan permukiman

Penilaian kesesuaian lahan untuk permukiman dilakukan dengan metode pengharkatan berjenjang tertimbang yaitu dengan menggunakan metode skoring dengan faktor pembobot dan kemudian dilakukan metode overlay peta-peta variabel untuk kesesuaian lahan permukiman. Cara yang paling efektif dalam menyajikan informasi spasial adalah dalam bentuk peta. Dengan peta, pembaca akan lebih mudah menangkap informasi yang terkandung didalamnya, karena penyajiannya secara spasial yaitu sesuai dengan kondisi sebenarnya dipermukaan bumi. Oleh karena itu model spasial yang telah dihasilkan tersebut dijadikan peta dengan layout yang sesuai dengan kaidah kartografi, yang dilengkapi dengan beberapa elemen peta yaitu judul, skala, arah orientasi, legenda, pembuat, sumber, system proyeksi serta datum dan sebagainya. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah mengenai symbol, masing-masing kelas kesesuaian lahan permukiman diberi symbol dengan tipe tingkatan atau gradasi warna karena kelas kesesuaian lahan permukiman yang satu dengan yang lainnya saling berkait dalam satu kesatuan dan memiliki sifat bertingkat.

Parameter yang mempengaruhi tingkat kesesuaian lahan permukiman adalah parameter peta bentuklahan, peta jenis tanah, penggunaan lahan, peta kemiringan lereng, peta kedalaman air muka tanah, peta lama penggenangan banjir, peta daya dukung tanah, peta jarak terhadap jalan utama, dan peta drainase permukaan di Kecamatan Jetis. Masing-masing parameter tersebut merupakan penurunan dari beberapa

variable/ objek yang

mempengaruhinya, dimana variable-varriabel tersebut diperolehdari sumber yang berbeda-beda yaitu berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari interpretasi citra dengan mengidentifikasi berbagai macam bentuk fenomena/ kenampakan fisik dipermukaan bumi yang berhubungan dengan penelitian, sedangkan data sekunder diperoleh dari data statistik. Penggunaan lahan adalah jenis kenampakan uang ada dipermukaan bumi yang berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Pemetaan penggunaan lahan diperoleh dari hasil interpretasi penggunaan lahan dilakukan pada citra Quickbird dengan cara digitasi (on screen digitazing) untuk kenampakan-kenampakan yang berhubungan dengan penelitian.

(10)

karena pertimbangan biaya dalam pembangunannya, sebab pada medan yang miring dibutuhkan pekerjaan tambahan gali dan urug (cut and fill) untuk dapat meratakan lahan. Semakin curam medan semakin banyak pula tanah yang harus digali pada bagian atas lereng untuk ditimbunkan pada bagian bawah lereng, sehingga semakin miring suatu medan semakin jelek pula nilainya sebagai lokasi permukiman. Dari penelitian ini, perhitungan kemiringan lereng dilakukan dengan menggunaka liman kelas kemiringan lereng yaitu datar dengan kemiringan lereng 0 – 2 %, landai dengan kemiringan 2 – 8 %, agak miring dengan kemiringan 8 – 15 %, miring dengan kemiringan 15 – 30 %, serta terjal dengan kemiringan 30 %. Pada perhitungan kemiringan lereng didaerah penelitian tersebut hanya terdapat kelas kemiringan lereng datar 0 – 2 % saja, karena daerah penelitian tersebut berada pada kawasan perkotaan.

Kedalaman muka air tanah merupakan salah asatu parameter yang dipertimbangkan dalam analisis kesesuaian lahan untuk permukiman, karena air merupakan kebutuhan pokok dalam kehidupan sehari-hari. Tingkat kualitas air dan dan kemudahan untuk mendapatkannya menjadikan air sebagai variabel yang sangat penting untuk suatu komunitas permukiman untuk mendapatkan air sebagai kebutuhan pokok didaerah

pinggir perkotaan. Umumnya permukiman dipinggir perkotaan membuat sumur gali atau sumur bor untuk mendapatkan air. Kedalaman muka air tanah menjadi sangat penting untuk pertimbangan dalam menentukan kesesuaian lahan untuk permukiman. Pada daerah penelitian ini, daerah dengan topografi yang relatif datar memiliki kedalaman muka air tanah 1,5 - < 10 m dengan luas area 1677,3 ha atau 51,8 % dari luas keseluruhan wilayah Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta. Kedalaman muka air tanah ini akan mempengaruhi ketersediaan air bersih.

Daya dukung tanah merupakan kemampuan suatu bidang tanah untuk menahan beban yang berada diatasnya. Informasi ini sangat diperlukan dalam pengembangan permukiman, karena tanah sangat berperan dalam menentukan jenis pondasi (dasar) bangunan. Pada penelitian ini, informasi daya dukung tanah diperolehdengan mengukur langsung dilapangan dengan mengambil sampel pada beberapa titik disetiap satuan lahan, kemudian diambil nilai rata-rata. Pada setiap satuan lahan nilai daya dukung tanahnya diasumsikan sama. Pengukuran ini dilakukan dengan

menggunakan alat hand

(11)

bahwa pondasi pembangunan rumah sederhana akan diletakkan pada kedalaman tersebut, kemudian dilihat nilai yang tercatat pada alat. Alat ini bekerja berdasarkan gaya tekan yang dialaminya. Gaya tekan yang dibaca oleh alat, selanjutnya digunakan untuk mengetahui besarnya daya dukung tanah. Dari hasil pengukuran lapangan maka didapatkan bahwa didaerah penelitian dengan topografi relatif datar mempunyai daya dukung tanah > 1,4 kg/cm2 dengan luas area 1677,3 ha.

Jarak terhadap jalan utama merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam evaluasi kesesuaian lahan untuk permukiman. Jalan utama adalah jalan yang berfungsi sebagai penghubung antara daerah suatu daerah menuju keluar daerah tersebut sebagai penghubung menuju pusat kota dan daerah-daerah lain.

Berdasarkan hasil yang diperoleh, terdapat lima kelas jarak terhadap jalan utama pada daerah penelitian yaitu jarak 0 – 200m yang menempati area seluas 680,20 ha, jarak 200 – 250m dengan area seluas 489,50 ha, jarak 250 – 300m dengan area seluas 356,458 ha, jarak 300 – 350m menempati area seluas 357,34 ha, dan jarak lebih dari 400m menempati area terluas dengan yaitu seluas 1355,61 ha atau sekitar 41,8 % dari luas keseluruhan wilayah. Drainase yang jelek pada umumnya terjadi pada daerah yang datar dengan penggunaan

lahan sawah sedangkan drainase yang baik umumnya terjadi pada daerah yang bergelombang sampai miring karena akan lebih mudah untuk meloloskan air.

Bentuklahan merupakan satuan pewilayahan yang digunakan dalam studi geomorfologi. Bentuklahan adalah kenampakan suatu medan yang dibentuk oleh proses-proses alam yang mempunyai komposisi serta rangkaian fisik dan visual dalam julat tertentu dimana pun bentuklahan tersebut dijumpai ( Van Zuidam dan Concelado 1979, Muh Aribowo KD, 2003 dalam Esty Sekarningrum, 2007). Dilihat dari definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa dalam mempelajari geomorfologi tidak terlepas dari bentuklahan, proses, dan material penyusun. Bentuklahan-bentuklahan yang ada di daerah penelitian diklasifikasikan menjadi satu satuan yang sama berdasarkan struktur geologi dan geomorfologi, proses geomorfologi dan relief. Bentuklahan tersebut adalah bentuklahan dataran alluvial (F2), bentuklahan ini merupakan bentukan asal proses fluvial.

(12)

[image:12.595.114.514.129.394.2]

Sumber: hasil analisis

Gambar 2. Peta Satuan Lahan Dan Kesesuaian Lahan Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta

Satuan lahan yang ada didaerah penelitian ini dengan satuan lahan dasar klasifikasi yang digunakan dalam satuan lahan adalah bentuklahan, kemiringan lereng, dan penggunaan lahan. Selanjutnya dari satuan-satuan lahan tersebut dapat dapat dilihat pada peta satuan lahan daerah penelitian. Di daerah peneliti tersebut memiliki satuan lahan yaitu (F2IgrP), dimana bentuklahan pada satuan ini merupakan dataran alluvial berbatuan kerikil pasir debu lanau lempung dengan kemiringan lereng datar yaitu antar 0-2%. Jenis tanah pada satuan lahan ini adalah grumosol coklat tua dengan penggunaan lahan permukiman. Berdasarkan hasil pembuatan Peta Kesesuaian Lahan untuk Permukiman Kecamatan Jetis

Kota Yogyakarta dapat diperoleh informasi tentang tingkat kelas klasifikasikesesuaian lahan untuk dijadikan atau dibangun menjadi kawasan permukiman, jadi dapat diketahui mana yang baik atau tidak dibuat permukiman. (a) Sangat Sesuai (S1), Pada kelas kesesuaian lahan ini, lahan memiliki pembatas ringan untuk lokasi permukiman. Lahan dengan kelas sangat sesuai terdistribusi ditiga kelurahan yaitu Kelurahan Bumijo, Kelurahan cokrodiningratan, Kelurahan Gowongan dan mayoritas terletak pada lokasi yang bertopografi relative datar dengan aksesibilitas yang cukup baik. (b) Cukup Sesuai (S2), Pada kelas cukup sesuai, lahan memiliki sedang bila digunakan untuk lokasi

F2 I Gr Pm Bentuklahan Lereng Tanah Penggunaan Lahan

Satuan Lahan

F2IGrPm

Cukup Sesuai ( S2 ) Sangat Sesuai ( S1 )

Sesuai Marginal ( S3 )

(13)

permukiman. Lahan dengan kelas cukup sesuai mempunyai luasan terbesar didaerah penelitian yang tersebar pada tiga kelurahan dan mayoritas terletak pada daerah yang relatif datar pula. (c) Sesuai Marginal (S3), Lahan pada kelas ini mempunyai pembatas yang berat apabila digunakan untuk lokasi permukiman. Faktor berat yang ditemui antara lain penggunaan lahan, daya dukung tanah aksesibilitas, dan kedalaman muka air tanahnya. Lahan dengaan kelas sesuai marginalini tersebar di seluruh daerah penelitian yang mayoritas terletak pada daerah relative datar. (d) Tidak Sesuai (N1), Lahan pada kelas ini memilki pembatas dengan tingkat sangat berat apabila digunakan untuk lokasi permukiman, tetapi masih memungkinkan untuk dibatasi hanya saja tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengetahuan saat ini dengan biaya yang rasional. Faktor pembatas yang ditemui pada daerah penelitian adalah berada pada daerah yang datar.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapatkan maka disimpulkan (1) Informasi fisik lahan yang dapat disadap dari Citra Quickbird diantaranya adalah jalan, penggunaan lahan, dengan ketelitian interpretasi sebesar 77,49%; (2) Berdasarkan hasil pembuatan peta kesesuaian

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto, Eko, 2002, Sistem Informasi Geografi menggunakan ArcView GIS, Yogyakarta : Andi Yogyakarta.

FAO, 1976, A Framework For Land Evaluation, FAO Soil Bulletin no 33, Wegeningen : ILRI Publication.

Jamulya & Suratman Worosupardjo, 1983, “Pengantar Geografi Tanah”, Diktat Kuliah, Yogyakarta: Fakultas Geografi UMS.

Lillesand, T.M. dan R.W Kiefer, 1979, Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra, Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.

Malliengreau, J.P et all, 1982, A Land Cover and Land Use Classification For Indonesia, The Indonesia Journal of Geography Vol 11 no 44, Yogyakarta : PUSPIC Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.

Sekarningrum, Esty, 2005, Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Permukiman di Kecamatan Cepu Kabupaten Blora Jawa Tengah, Skripsi Sarjana (S-1). Surakarta : Fakultas Geografi UMS.

Suharyadi, 1991, Tutorial Arc/Info, Fakultas geografi; Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Sutanto, 1986, Penginderaan Jauh Jilid I, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

______, 1987, Penginderaan Jauh Jilid II, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Sutarno, 2001, Aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi untuk Evaluasi Lahan Permukiman Kasus Daerah Pedesaan di Pinggiran Barat Kota Yogyakarta, Skripsi Sarjana (S-1). Yogyakarta : Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.

Gambar

Gambar 1. Daerah Penelitian Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta
Tabel 1. Faktor pembobot parameter kesesuaian lahan untuk permukiman.
Tabel 2. Kesesuaian lahan untuk permukiman.
Gambar 2. Peta Satuan Lahan Dan Kesesuaian Lahan Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis tingkat kesesuaian lahan untuk permukiman di kecamatan Bantul, (2) mengetahui persebaran dan luas lahan permukiman

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian dengan judul EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KECAMATAN CEPU KABUPATEN BLORA adalah: pertama, mengidentifikasi

Analisis kesesuaian lahan kawasan permukiman bagi masyarakat golongan menegah ke atas di Kecamatan Ngaliyan . Kesesuaian lahan kawasan permukiman bagi masyarakat golongan menegah

Kawasan dengan tingkat kesesuaian lahan permukiman sesuai untuk permukiman hambatan tinggi merupakan kawasan yang hampir tidak sesuai untuk permukiman karena

permukiman yang nantinya akan dijadikan sebagai lahan cadangan pembangunan permukiman di masa mendatang telah sesuai dengan kesesuaian lahan untuk lokasi permukiman

Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk permukiman eksisting (Tahun 2009) diketahui bahwa terdapat lahan permukiman yang berada pada kawasan lindung lokal seluas 293,6 Ha dan

Proses pembobotan weight of evidence dalam studi kasus kesesuaian lahan permukiman Kota Bekasi ini mempunyai beberapa input yaitu titik evidence (bukti) kesesuaian lahan

4 Hendra Wijaya Kajian Kesesuaian lahan untuk permukiman di Kabupaten Semarang 2009 Pembahasan kawasan beserta variabel dalam kesesuaian lahan yang digunakan untuk