• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ambar Dwi Erawati, S.Si.T.,M.H.Kes

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Ambar Dwi Erawati, S.Si.T.,M.H.Kes"

Copied!
330
0
0

Teks penuh

(1)

Buku Referensi

ASPEK

LEGAL KEBIDANAN DAN ETIKA BIDAN

Ambar Dwi Erawati, S.Si.T.,M.H.Kes

(2)

Buku Referensi

ASPEK LEGAL KEBIDANAN DAN ETIKA BIDAN

Ambar Dwi Erawati, S.Si.T.,MH.Kes

ISBN : 9786026031594

(3)

Penulis : Ambar Dwi Erawati, S.Si.T.,MH.Kes

Editor : Rinayati, S.Si.T., M.Kes

Penerbit : WeHa Press

Redaksi :

Jl. Subali Raya No 12, Kelurahan Krapyak, Kota Semarang.

Telephon : (+62 24) 7612988 Fax : (+62 24) 7612944

Cetak Pertama, Oktober 2020

Hak Cipta dilindungi undang-undang

Dilarang memperbanyak karya tulis dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit.

(4)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... iii

PESEMBAHAN ... iv

PRAKATA ... v

KATA PENGANTAR ... vi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

BAB II KONSEP ETIK ... 8

BAB III KONSEP BIDAN ... 13

BAB IV ASPEK LEGAL BIDAN ... 24

BAB V STUDY KASUS ETIKA DAN ASPEK LEGAL BIDAN DALAM PENELITIAN PERSEPSI BIDAN TERKAIT KEWENANGAN BIDAN DALAM UNDANG-UNDANG KEBIDANAN ... 35

BAB VI STUDY KASUS ETIKA DAN ASPEK LEGAL BIDAN DALAM PENELITIAN IMPLEMENTASI TUGAS BIDAN DALAM MENOLONG PERSALINAN ... 43

BAB VI PENUTUP ... 50 DAFTAR PUSTAKA

GLOSARIUM INDEKS LAMPIRAN

(5)

PERSEMBAHAN

Puji Syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan kesehatan, semangat kepada penulis, semoga keberhasilan ini menjadi awal untuk menyusun buku berikutnya. Dengan ini kami persembahkan buku ini kepada :

1. Universitas Widya Husada Semarang tempat penulis mengabdi dan menyelesaikan buku ini,

2. Seluruh mahasiswa semoga buku ini bermanfaat sebagai bahan referensi dalam belajar

3. Dosen yang mengajar di program studi kebidanan semoga buku ini memberikan tambahan referensi dalam mengajar,

4. Bidan di seluruh Indonesia, semoga buku ini memberikan wawasan bagi teman-teman bidan di seluruh wilayah Indonesia

(6)

PRATAKA

Alhamdulillahirabbil'aalamin, segala puja dan puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Penyayang. Dengan kuasa Allah buku referensi yang berjudul Aspek Legal Kebidanan dan Etika Bidan.

Penulis sangat ingin mempublikasikan isi buku ini kepada mahasiswa bidan, bidan, pemangku kebijakan maupun khalayak umum agar dapat digunakan sebagai referensi.

Buku referensi ini menyajikan hasil penelitian yang penulis lakukan dan di lakukan pembahasan secara aspek legal dan secara etika kebidanan. Buku ini juga melampirkan undang-undang kebidanan dan peraturan kode etik bidan sebagai tambahan referensi bagi pembaca.

Terimakasih penulis ucapkan kepada :

1. Dr. Hargianti Dini Iswandari, drg., MM yang telah memberikan tugas kepada penulis untuk melakukan penelitian yang akhirnya bisa dijadikan buku ini.

2. Ibu Oktaviani Cahyaningsih, S.Si.T.,M.Kes ketua program studi kebidanan Universitas Widya

(7)

Husada yang telah mengijinkan penulis melakukan penelitian

3. Bidan yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian yang tertuang dalam penelitian ini.

4. Suami tercinta yang tealah memberikan dukungan dan motivasi dalam menyelesaikan buku ini,

5. Anak-anak saya yang saya sayangi semoga buku ini memberi ispirasi kalian dalam menulis,

Serta teman –teman dosen seperjuangan di Program studi bidan yang yang telah memberi semangat dan motivasi, semoga selalu semangat dalam menghadapi ujian.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam buku ini untuk itu kritik dan saran terhadap penyempurnaan buku ini sangat diharapkan. Semoga buku ini dapat memberi maanfaat bagi semua pihak yang membaca.

(8)

KATA PENGATAR

Puji Syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena buku ini telah diselesaikan oleh salah satu dosen kami. Buku ini merupakan hasil penelitian dosen kami yang dikembangkan menjadi buku referensi yang bisa dimanfaatkan oleh mahasiswa, bidan, tenaga kesehatan dan umum yang mem butuhkan referensi yang terkait dengan aspek legal dank ode etik bidan.

Kami sangat mengapresiasi dan mengucapkan terimakasih kepada dosen kami yang telah berusaha semaksimalnya sehingga buku ini diselesaikan.Semoga buku ini dapat meberikan motivasi kepada dosen lain untuk menulis buku, serta dapat meberikan kontribusi untuk peningkatan institusi.

Terimakasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah berkontribusi terhadap terselesaikannya buku ini.

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

(10)

Salah satu bagian dari tenaga kesehatan yang memiliki wewenang dalam melakukan upaya kesehatan adalah bidan. Untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum bidah diatur oleh kebijakan pemerintah berupa keputusan menteri sampai dengan Undang-undang. Pemerintah melalui menterinya mengeluarkan peraturan tentang kewenangan bidan pada tahun 1963 berupa Permenkes No 5380/IX/1963.

Dalam peraturan mentri tersebut, bidan mempunyai kewenangan dalam menolong persalinan, akan tetapi harus didampingi oleh petugas lain dan yang ditolong adalah persalinan normal. Permenkes tersebut dirubah pada tahun 1980 dan pada tahun 1998 yaitu Permenkes nomor 363/IX/1980 pada tahun 1980 dan pada tahun 1989 dirubah menjadi permenkes 623/1989 dimana dalam peraturan tersebut bidan memiliki kewenangan umum dan kewenangn kusus, kewenangan khusus bidan dalam hal ini dengan pengawasan oleh dokter.

Namun, pada tahun 1996 peraturan tersebut berubah Permenkes No. 572/VI/1996 mengatur tentang registrasi dan praktik bidan. Pada tahun 2002 berubah

Latar Belakang

(11)

Keputusan Menteri Kesehatan No. 900/Menkes/SK/

VII/2002 tentang Izin Penyelenggaraan Praktik Bidan dan pada tahun 2010 terdapat revisi tentang ijin penyelenggaraan praktik bidan yaitu Hk.02.02/Menkes/149/I/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan yang sekaligus mencabut peraturan sebelumnya. Akan tetapi peraturan tersebut tidak berlaku setelah dikeluarkan Permenkes Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, Pada tahun 2017 permenkes tentang ijin penyelenggaraan praktik bidan berubah menjadi permenkes No 28 tahun 2017 dan pada tahun 2019 dengan perjuangan bidan untuk mengesahkan draft undang-undang kebidanan akhirnya keluar Undang-undang No 4 tentang Kebidanan yang disahkan pada tahun 2019

Dengan berbagai perubahan kebijakan tersebut menimbulkan berbagai opini maupun persepsi bagi bidan, tenaga kesehatan dan bidan tentang kewenangan bidan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis dengan judul “Persepsi bidan terkait dengan perubahan kewenangan dalam undang-undang kebidanan”, ada 37,5% bidan memiliki persepsi yang

(12)

memiliki persepsi tidak baik tersebut dilakukan wawancara oleh peneliti mengapa memiliki persepsi yang tidak baik? 50% bidan tersebut mengatakan

“kewenangan bidan dibatasi untuk bidan D III, yang boleh melakukan praktik secara mandiri adalah bidan profesi”. Ada 2 % bidan mengatakan “bidan adalah tenaga kesehatan yang sebenarnya diatur oleh undang- undang tenaga kesehatan yang untuk peraturan lebih lanjut diatur oleh peraturan pemerintah”. 48% bidan yang memiliki persepsi tidak baik menganggap nantinya bidan DIII tidak ada lagi, semua harus profesi.

Selain peraturan yang mengatur tentang ijin penyelenggaraan praktik kebidanan, bidan terikat juga dengan norma lain yang berhubungan dengan kewenangan bidan. Misalnya di tahun 2018,2019,2020 banyak isu beredar bahwa bidan dalam melakukan pertolongan persalinan wajib minimal dilakukan di puskesmas. Hal tersebut tidak sejalan dengan peraturan yang mengatur menteri kesehatan tentang pelayanan sebelum hamil sampai nifas, pelayanan kontrasepsi dan pelayanan kesehatan seksual. yaitu permenkes No. 97 tahun 2014. Dimana pertolongan persalinan dalam peraturan tersebut dilakukan wajib di fasilitas pelayanan kesehatan.

(13)

Bidan sebagai pelayan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi bidan mempunyai kewajiban sesuai dengan standar profesinya. Sehingga penulis mengangkat masalah dalam buku ini yaitu “ Apa saja aspek legal layanan kebidanan dan bagaimana etika bidan dalam menghadapi perubahan kebijakan tersebut?”

Tujuan penulisan buku ini adalah

1. Mendiskripsikan dasar hukum apa saja yang mendasari pelayanan kebidanan

2. Mendiskripsikan Etika bidan dalam menghadapi perubahan kebijakan.

Penulis melakukan penelitian ini dengan metode mengumpulkan teori teori yang terkait dengan aspek

Rumusan Masalah

Tujuan

Metode Penelitian

(14)

legal dan etika bidan (metode kajian pustaka atau studi pustaka).

Pada penelitian ini penulis melakukan pengkajian teori-teori berdasarkan dari referensi yang berasal dari berbagai artikel ilmiah. Dengan sumber yang digunakan penulis menyusun kajian pustaka. Kajian pustaka tersebut berfungsi membentuk konsep atau teori yang digunakan dalam studi penelitian.

Buku ini menyajikan teori dan kasus penelitian.

Penelitian Penulis menggunakan pendekatan deskriptif yang kemudian di sajikan penjelasan secara sistematis tentang fakta yang ditemukan pada saat penelitian.

Dengan penelitian kepustakaan, peneliti munggunakan mengumpulkan data yang bersifat kepustakaan yang relevan yang bersumber dari buku, jurnal, artikel, hasil penelitian baik dari skripsi, tesis atau disertasi sebagai sumber pemecahan masalah. Dan Menggunakan hasil penelitian peneliti sebagai obyek penelitian.

Jenis Penelitian

(15)

Peneltian ini menggnakan sumber primer dari hasil penelitian peneliti yang dilakukan sebelumnya yaitu Sikap Bidan Terkait dengan perubahan kewenangan dalam Undang-undang Kebidanan 2019 dan implementasi tugas bidan dalam menolong persalinan.

Sumber sekunder dalam buku ini adalah sumber- sumber yang dari buku-buku lain diluar sumber primer yang terkait dengan aspek legal dan etika bidan, berupa produk hukum terkait dengan bidan, artikel yang berkaitan dengan aspek legal kebidanan dan etika kebidanan.

Metode Pengumpulan Data

(16)

BAB II

KONSEP ETIK

(17)

Untuk melihat etika bidan perlu kiranya kita mencapai sepakat tentang hukum, moral dan etika.

1. Hukum

Sampai sekarang pengertian hukum belum tercapai kesepakatan, hal tersebut sesuai dengan pendapat Immanuel Kant yaitu Noch suchen die Juristen eine Definition zu ihrem Begriffe von Recht (tidak ada satu pun definisi hukum yang memuaskan).

Menurut ahli filsafat yaitu Cicero “ dimana ada masyarakat disitu hukum berlaku, karena hukum berfungsi sebagai kaidah atau norma masyarakat.

Hukum menurut Kansil adalah peraturan yang sifatnya memaksa yang mengatur hidup bermasyarakat. Unsur hukum berupa peraturan tingkah laku, diadakan oleh lembaga resmi, bersifat memaksa sehingga ada sanksi.

Bisa disimpulka, Hukum merupakan norma yang dibuat oleh pemerintah berdasarkan kesepakatan

Konsep Etika

(18)

Norma dalam KKBI yaitu suatu aturan atau ketentuan yang digunakan sebagai panduan dan tatanan serta pengendali tingkah laku yang sesuai dan berterima di masyarakat.

2.

Moral

Moral memiliki arti yang berbeda sesuai dengan sudut pandangnya. Sesuai bahasa latin yaitu mores jika berbentuk jamak. Bentuk tunggal dari mores adalah mos dalam bahasa Indonesia adalah adat kebiasaan. Menurut Harlock (1990) moral merupakan perilaku yang sesuai kelompok lingkungan tersebut. Sedangkan menurut Wantah (2005) merupakan kemampuan menentukan prilkau benar atau salah.

Dapat disimpulkan bahwa moral merupakan kemampuan membiasakan perilakau baik yang dapat diterima dilingkungan.

3. Etika

Mahasiswa mengartikan arti etika berbeda, ada yang mengartikan etika adalah kebiasaan baik, ada yang mengatakan etika adalah moral, ada yang

(19)

mengatakan etika adalah kebiasaan dan ada yang mengatakan etika adalah adat istiadat.

Etika dari bahasa Yunani yaitu Ethos, dalam bahasa Inggris adalah Etic. Menurut KKBI etika merupakan ilmu tentang baik dan yang buruk dan tentang hak maupun kewajiban.

Etika menjadi cabang ilmu filsafat dan penting dipelajari bagai akademisi karena dibutuhkan manusia saat menghadapi masalah disetiap zaman.

Etika merupakan unsu-unsur penting dalam kehidupan manusia baik secara individu atau sebagai makhluk social.

Etika memiliki persamaan dengan akhlak dimana keduanyanya membahas perbuatan, tingkah laku manusia entah perbuatan baik atau buruk.

Keduanya merupakan sumber norma. Perbedaab etika dengan akhlak yaitu etika sumber norma bagi manusia tidak memandang dari segi agama. Etika besumber dari akal, filsafat dan hasil pemikiran.

Etika tidak bersifat mutlak atau universal. Etika bersifat relative sehingga bias berubah dengan pengaruh perkembangan zaman. Etika berfungsi sebagai penilai baik dan buruk suatu tindakan.

(20)

berdasar dari pedoman, panduan atau kitab suatu agama.

Etika dan moral memiliki kesamaan sama-sama mengenai tindakan perilaku manusia, mana yang baik, sesuai dan yang buruk perilaku manusia. Akan tetapi perbedaanya moral lebih banyak bersifat praktik

(21)

BAB III

KONSEP BIDAN

(22)

Bidan menurut undang-undang adalah seorang perempuan yang mendapatkan pengakuan dari pemerintah dan organisasi profesi sehubungan dengan telah menyelesaikan pendidikan formal kebidanan dan memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregistrasi, sertifikasi sehingga mendapat lisensi dan dapat melaksanakan praktik kebidanan.

Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya bidan mendampingi perempuan memberikan asuhan, nasehat dan dukungan selama hamil, bersalinan dan nifas. Dalam melakukan asuhan persalinan dan memberikan asuhan pada BBL bidan melaksanakan dengan tanggung jawab sendiri dengan penuh bertanggung jawab secara ankuntable.

Dalam memberikan Asuhan, upaya yang dapat dilakukan bidan adalah pencegahan terjadinya kegawatdaruratan, promosi dan penatalaksanaan persalinan normal, melakukan deteksi dini terhadap komplikasi pada ibu dan anak. Selain itu bidan bias menjadi akses bantuan medis lain dan dapat melakukan penanganan kegawat daruratan.

Konsep Bidan

(23)

Kode Etik adalah peraturan atau norma yang dimilik suatu profesi dan harus dilaksanakan dalam melaksanakan tugas profesinya.

Sonny Keraf mengartikan kode etik adalah kaidah moral secara khusus untuk orang-orang profesional dibidang tertentu.

Prof. Dr. R. Soebekti, S.H. mengartikan kode etik suatu profesi merupakan norma yang harus diperhatikan anggota profesi.

Kode etik memiliki fungsi terhadap suatu profesi yaitu meberikan perlindungan suatu profesi dari kesalahan suatu profesi dan memberikan pedoman suatu profesi dalam menghadapi pertentangan dalam profesi tersebut.

Tujuan organisasi profesi membentuk kode etik profesi adalah menjunjung martabat profesi, memelihara kesejahteraan profesi, meningkatkan jiwa pengabdian anggota profesi, dan meningkatkan mutu anggota profesi.

Bidan dalam melaksanakan pelayanan sesuai dengan undang-undang, wajib melaksanakan pelayanan sesuai

Kode Etik Bidan

(24)

bidan dalam melaksanakan pelayanan mempunyai kewajiban terhadap klien dan masayarakat,tugas, teman sejawat, diri sendiri, dan berkewajiban terhadap Negara.

1. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat a) Bidan dalam menjalankan tugasnya

senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya. Sumpah atau janji bidan biasanya di diikrarkan pada saat seorang bidan baru selesai menyelesaikan pendidikan kebidanannya. Dimana sumpah bidan atau janji bidan adalah :

1) Bidan bersumpah mengabdikan ilmunya secara jujur, adil sejalan dengan profesi. Artinya seorang bidan dalam mengimplementasian ilmu yang didapat harus jujur, adil dan tidak bertentangan dengan profesi.

2) Bidan dalam menjalankan tugasnya tidak membedakan agama, pangkat, suku dan bangsa. Artinya bidan dalam melaksanakan tugasnya tidak membedakan apapun status pasien.

(25)

3) Dalam menjalankan tugasnya, bidan menghargai kehidupan manusia mulai dari pembuahan. Dapat diartikan bidan tidak boleh melakukan pembunuhan ataupun aborsi.

4) Dalam menjalankan tugasnya bidan harus membela hak menghagai budaya dan spiritual pasien. Dapat diartikan bidan tidak boleh semena-mena terkait dengan perbedaan budaya dan spiritual pasien.

5) Bidan wajib menjaga kerahasiaan yang berhubungan dengan tugas bidan kecuali diminta oleh pihak berwenang. Sehingga bidan tidak boleh menceritakan kepada siapapun tentang pasien kecuali untuk kepentingan pemeriksaan dan pengadilan jika dibutuhkan sebagai bukti.

6) Bidan harus menjaga kerjasama, keutuhan dan kesetiakawanan terhadap sejawat.

Sehingga bidan dalam melaksanakn tugasnya saling menghargai sejawat, bekerjasama dengan sejawat untuk kepentingan kesehatan dan keselamatan

(26)

pasien tidak boleh saling mencemooh dengan teman sejawat.

7) Bidan dalam menjalankan tugasnya wajib menjaga martabat profesi dan selalu mengembangkan diri dalam ilmu dan teknologi.

b) Dalam menjalankan tugasnya setiap bidan harus menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh serta memelihara citra bidan. Hal ini sebenarnya juga merupakan penerapan sumpah janji bidan yang wajib menghargai kehidupan manusai secara utuh dan menjaga martabat profesi serta mengembangkan ilmu dan teknologi.

c) Bidan dalam menjalankan tugasnya bidan selalu :

1) Berpedoman pada peran bidan apakah bertindak sebagai bidan pelaksana, bidan pengelola atau berperan sebagai bidan mandiri disesuaikan dengan kebutuhan klien, keluarga dan masayarakat yang dilayani.

2) Berpedoman pada tugas, dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga, dan masyarakat.

(27)

d) Dalam menjalankan tugasnya bidan lebih mendahulukan kepentingan klien dibandingkan kepentingan pribadi misalnya seorang bidan yang akan bepergian ketika ada pasien datang seyogyanya tidak menolak pasen tersebut.

Bidan juga harus menghormati hak klien dan nilai-nilai yang dianut oleh klien. Hak pasien sesuai dengan undang-undang no 8 tahun 1999 tentang konsumen adalah :

1) Mendaptkan keamanan, kenyamanan dan keselamatan dalam menggunakan jasa 2) Memilih jasa tenaga kesehatan mana saja

sesuai kebutuhan kemampuannya

3) Mendapatkan informasi yang benar dan jujur dari pelayan kesehatan

4) Didengarkan oleh tenaga kesehatan yang melayaninya akan keluhannya

5) Mendapatkan perlindungan hukum dalam hal ini pasien wajib dijaga kerahasiannya 6) Mendaptkan ganti rugi ketika jasa yang

diberikan tidak sesuai

Sedangkan menurut undang-undang kedokteran no 29 tahu 2004 pasien mempunyai hak :

(28)

2) Boleh mencari pendapat pelayan kesehatan lain

3) Mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai kebuuhan pasien

4) Menolak dilakukan tidakan medis 5) Mendapatkan isi rekam medis

e) Dalam menjalankan tugasnya bidan mendahulukan kepentingan klien, keluarga dan masyarakat dengan identitasnya sebagai bidan dan dengan kemampuan kompetensinya.

f) Dalam menjalankan tugasnya bidan harus bisa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan tugasnya, mendorong partisipasi masyarakat untuk peningkatkan derajat kesehatannya secara optimal.

2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya

a) Dengan kemampuan kompetensi yang dimiliki setiap bidan memberikan pelayanan secara paripurna kepada klien, keluarga dan masyarakat sesuai kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.

b) Bidan wajib memberikan pertolongan sesuai dengan kewenangan, cepat dalam mengambil

(29)

keputusan dan wajib mengadakan konsultasi dan/ atau rujukan ketika dibutuhkan.

c) Sama dengan kewajiban bidan terhadap klien dan masayarakat dimana bidan menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya dalam hal ini bidan harus menjamin kerahasiaan yang pasien, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan dengan kepentingan klien.

3. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya

a) Bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya dalam menjalankan tugas dan menjaga suasana kerja yang serasi

b) Setiap bidan menghormati baik terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lain dalam menjalankan tugas.

4. Kewajiban bidan terhadap profesinya

a) Bidan sebagai anggota profesi harus selalu menjaga nama baik profesi dengan menjalankan tugas sesuai dengan standar, peraturan dan kewenangan. Bidan juga harus menampilkan kepribadian yang baik serta memberikan

(30)

untuk menjunjung tinggi citra profesinya dengan.

b) Sesuai dengan apa yang diikrakkan bidan dalam sumpahnya terhadap diri sendiri, yaitu bidan senantiasa mengembangkan diri untuk meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

c) Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.

5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri

a) Agar dapat melaksanakan tugasnya, bidan harus menjaga kesehatannya

b) Sama halya dalam sumpah janji bidan tugas bidan terhadap diri sendiri yang ini adalah usaha untuk terus meningkatkan ilmu baik pengetahuan atau ketrampilan yang sesuai dengan perkembangan.

6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa bangsa, dan tanah air

a) Dalam melakukan pelayanan ibu anak, KB dan keluarga bidan harus tunduk terhadap ketentuan

(31)

dan peraturan yang berlaku di pemerintahan khususnya ketentuan kesehatan.

b) Bidan berpartisipasi kepada pemerintahan dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan, kesehatan ibu dan anak, pelayanan KB dan pelayanan kesehatan keluarga. Dalam menyampaikan partisipasinya terebut melalui organisasi profesi.

(32)

BAB III

ASPEK LEGAL

BIDAN

(33)

Negara mengatur mutu bidan sebagai pelayanan kesehatan, dalam hal pengaturan tentang tenaga kesehatan, pemerintah membuat Undang – undang no 36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan dalam hal perencanaan tenaga kesehatan, pengadaan tenaga kesehatan, pendayagunaan tenaga kesehatan, pembinaan tenaga kesehatan bahkan pengawasan mutu tenaga kesehatan. Perencanaan, pengadaan, pendayagnaan, pembinaan bahkan pengawasan mutu tenaga kesehatan diatur lebih terperinci dalam PP.

sampai dengan buku ini terbit Peraturan menteri yang mengatur bidan adalah peraturan menteri no 1464 tahun 2010 tentang ijin penyelenggaraan praktik bidan.

Dalam permenkes tersebut bidan yang dimaksud adalah bidan dengan pendidikan DIII sehingga ada beberapa pasal yang bertentangan denga undang-undang kebidanan no 4 tahun 2019.

Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan dalam undang-undang kesehatan. Dalam pasal 8 di sebutkan tenaga kesehatan berdasarkan kualifikasinya terdiri dari

Undang – Undang Kesehatan

(34)

kesehatan minimal memiliki kualifikasi pendidikan D III. Berdasarkan pasal 11 ada pengelompokan tenga kesehatan 11, yaitu

1. Tenaga Medis, tenaga medis adalah dokter, dokter gigi, dokter spesialis

2. Tenaga psikologis klinis

3. Tenaga keperawatan yaitu perawat D III, profesi Ners

4. Tenaga kebidanan. Undang – undang ini terbit, bidan belum diatur oleh undang-undang kebidanan dimana dalam undang-undang kebidanan bidan di bagi menjadi bidan akademisi, bidan profesi, bidan vokasi (DIII).

5. Tenaga kefarmasian yang terdiri dari apoteker dan tenaga teknis farmasi

6. Tenaga kesehatan masyarakat yang terdiri dari tenaga administrasi dan kebijakan kesehatan, epidemiolog kesehatan, tenaga promosi kesehatan dan ilmu perilaku, pembimbing kesehatan kerja, tenaga biostatistik dan kependudukan, dan tenaga kesehatan reproduksi dan keluarga

7. Tenaga kesehatan lingkungan yang terdiri dari tenaga entomolog kesehatan, sanitasi lingkungan, dan mikrobiolog kesehatan

(35)

8. Tenaga gizi yang terdiri dari nutrisionis dan dietisien

9. Tenaga keterapian fisik yang terdiri dari akupuntur, fisioterapis, okupasi terapis, dan terapis wicara.

10. Tenaga keteknisian medis yang terdiri dari teknisi pelayanan darah, refraksionis optisien/optometris, perekam medis dan informasi kesehatan, teknik kardiovaskuler, penata anestesi, terapis gigi, teknisi gigi, dan mulut, dan audiologis.

11. Tenaga teknik biomedika yang terdiri dari ahli teknologi laboratorium medik, radioterapis, radiografer, elektromedis, fisikawan medik, dan ortotik prostetik.

12. Tenaga Kesehatan tradisional yang terdiri dari tenaga kesehatan tradisional ramuan dan tenaga kesehatan tradisional keterampilan.

Tenaga kesehatan dalam melaksanakan kewenanganannya harus :

1. Memiliki izin dalam menyelenggarakan pelayanan, sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki

2. Dalam bekerja sesuai dengan ketentuan kode etik, 3. Dalam melaksanakan pelayanan sesuai dengan

standar profesi, standar pelayanan dan standar

(36)

4. Memberikan hak kepada pengguna pelayanan kesehatan.

Sesuai pasal 9 unadang-undang tenaga esehatan, kualifikasi pendidikan selain tenaga medis minimal Diploma III.

Bidan dalam menyelenggarakan pelayanan kebidanan sesuai dengan Pasal 2 harus sesuai dengan asas : pelindungan, manfaat, etika dan profesionalitas, perikemanusiaan, keadilan, nilai ilmiah, dan kesehatan serta eselamatan klien.

Berdasarkan pendidikannya dalam Pasal 4 bidan dibedakan menjadi : pendidikan akademik, pendidikan vokasi, dan pendidikan profesi.

Sesuai dengan kualifikasi pendidikan dan kewenangannya dapat dijelaskan sebagai berikut : Dalam Pasal 5 Pendidikan akademik terdiri atas:

program sarjana, program magister, dan program doktor. Bagi lulusan pendidikan akademik dapat melanjutkan program pendidikan profesi.

Undang – undang No 4 tahun 2019

tentang Kebidanan

(37)

Dalam Pasal 6 disebutkan Pendidikan vokasi yaitu program diploma tiga kebidanan. Bidan vokasi yang ingin menjadi bidan profesi dalam undang-undang kebidanan wajib melanjutkan jenjang pendidikan setara sarjana dan ditambah pendidikan profesi yang merupakan lanjutan dari sarjana kebidanan atau yang setara.

Berdasarkan Pasal 45 perbedaan kewenangan bidan vokasi dan bidan profesi adalah, bidan vokasi hanya dapat melakukan Praktik Kebidanan di Fasilitas pelayanan Kesehatan sedangkan Bidan profesi selain dapat melakukan praktik di fasilitas kesehatan juga dapat melakukan Praktik Mandiri Bidan

Dalam Pasal 21 bidan yang akan menjalankan Praktik Kebidanan, sebagai bukti telah memiliki kompetensi wajib memiliki STR. STR tersebut didapatkan setelah memenuhi syarat yang diberikan oleh Konsil kepada Bidan

Sesuai dengan Pasal 22 STR tersebut memiliki masa berlaku 5 tahun yang setelah itu bisa dilakukan registrasi ulang

Bidan yang akan menjalankan Praktik Kebidanan sesuai pasal 25 undang-undang kebidanan menyatakan

(38)

oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota setelah mendapatkan rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota dimana bidan praktik, dimana rekomendasi tersebut dikeluarkan setelah setelah memenuhi persayaratan dalam Undang-undang.

Untuk mendapatkan SIPB Bidan harus memiliki: STR yang masih berlaku, dan tempat praktik. Syarat tersebut adalah STR dan tempat praktik

Berdasarkan pasal 41, praktik kebidanan dilakukan harus sesuai kompetensi dan kewenangan serta mematuhi standar pelayanan profesi, kode etik, dan standar prosedur operasional.

Pada tahun 2010 peraturan yang menatur tentang ijin penyelenggaraan praktik bidan adalah Permenkes no 1464 tahun 2010 dan pada taun 2017 peraturan yang mengatur tentang ijin penyelenggaraan praktik bidan adalah permenkes no 28 tahun 2017.

Ada perbedaan dalam kedua peraturan tersebut terkait dengan penyelenggaraan pelayanan kebidanan.

Dalam peraturan menteri no 1464 tahun 2010 ini bidan

Permenkes tentang Ijin

Penyelenggaraan

Praktik Bidan

(39)

dengan lulusan D III yang memiliki SIKB dapat bekerja di fasiltas pelayanan kesehatan dan bidan lulusan D III yang memiliki SIPB dapat melakukan praktik mandiri bidan. Sedangkan dalam permenkes no 28 tahun 2017 menimbulkan dua arti yang berbeda dalam pasal 3 dan pasal 5. Dalam pasal 3 bidan bisa menjalankan pelayanan sesuai dengan profesinya jika memiliki STRB (Surat Tanda Registrasi Bidan) akan tetapi di pasal 5 disebutkan juga bahwa bidan yang akan menyelenggarakan pelayanan sesuai dengan profesi jika memiliki SIPB.

Kewajiban bidan dalam permenkes no 1464 tahun 2010 adalah kewajiban dalam melaksanakan prakatik kerja diantaranya kepada pasein, kepada diri sendiri (pengembangan diri) dan kewajiban kepada pemerintah (program pemerintah).

Kewenangan bidan dalam menyelenggarakan praktik kebidanan sesuai dengan permenkes no 1464 ataupun no 28 dan undang-undang kebidanan tidak mengalami perubahan yaitu kesehaan ibu, kesehatan anak, kesehatan reproduksi dan KB serta pelimpahan wewenang. Yang dimaksut kesehatan ibu adalah mulai wanita pranikah sampai hamil, bersalin, nifas dan masa

(40)

dengan pelayanan kesehatan ibu normal dan kegawat daruratan dengan perujukan.

Hirarki peraturan perundang-undangan menurut undang-undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yaitu undang- undang no 12 tahun 2011 pasal 7 adalah :

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

d. Peraturan Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Dalam Pasal 8 di jelaskan pula “Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud mencakup peraturan yang ditetapkan oleh MPR, DPR, DPD, MA MK, BPK, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau

Kekuatan Hukum

(41)

Pemerintah atas perintah Undang-Undang, DPRD Provinsi, Gubernur, DPRD Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat”.

Hukum merupakan suatu sistem sehingga dapat dipisahkan menjadi unsur – unsur kesatuan satu tujuan.

Asas – asas hukum yang perlu diperhatikan adalah : a. Asas lex posterior derogad legi priori, yaitu

undang–undang/ peraturan yang baru melumpuhkan (menderogat) undang–undang/ peraturan yang lama, dengan syarat kedua peraturan tersebut sama tingkatnya, mengatur materi yang sama.

Prinsip-prinsip dalam asas ini adalah

1) Aturan hukum yang baru tersebut sederajat atau lebih tinggi dari aturan lama

2) Mengatur aspek yang sama antara peraturan hukum yang baru dan yang lama

b. Asas lex superior derogad legi inferiori, yaitu peraturan yang tinggi tingkatannya melumpuhkan peraturan yang lebih rendah, dengan syarat kedua peraturan tersebut mengatur materi dan subtansi yang sama.

c. Asas lex specialis derogad legi generali, yaitu peraturan yang khusus melumpuhkan peraturan yang

(42)

umum, dengan syarat peraturan tersebut sama tingkatannya.

d. Asas res judicata pro varitet habetur yaitu putusan hakim dianggap benar sehingga apabila terjadi konvlik antara yurispudensi dengan kebiasaan, maka kebiasaan harus mengalah.

(43)

BAB IV

STUDY KASUS ETIKA DAN ASPEK LEGAL BIDAN DALAM PENELITIAN PERSEPSI BIDAN TERKAIT DENGAN

KEWENANGAN BIDAN DALAM UNDANG-UNDANG KEBIDANAN

KASUS

KASUS

(44)

Hasil penelitian yang berjudul Persepsi Bidan Terkait dengan Kewenangan bidan Vokasi adalah Pelayanan di Fasilitas Kesehatan yaitu sebagian besar responden atau 87,5 % (28 bidan ) memiliki persepsi tidak baik terhadap ketentuan kewenangan bidan vokasi adalah pelayanan di fasilitas kesehatan, dan 12,5 % (4 bidan) memiliki memiliki persepsi yang baik terhadap ketentuan kewenangan bidan vokasi adalah pelayanan di fasilitas kesehatan.

Sesuai dengan undang-undang Kesehatan Pemerintah mengatur mengatur tenaga kesehatan dalam hal perencanaan tenaga kesehatan, pengadaan tenaga kesehatan, pendayagunaan tenaga kesehatan, pembinaan tenaga kesehatan bahkan pengawasan mutu tenaga kesehatan. Diterbitkannya Undang-undang kebidanan No 4 tahun 2019 merupakan bagian dari pengaturan perencanaan, mutu dalam penyelenggara

Pembahasan Aspek Legal

Hasil

(45)

kesehatan dan secara rinci tertuang dalam rencana pengembangan tenaga kesehatan ditiap periode.

Dalam undang-undang kesehatan tersebut disebutkan kualifikasi pendidikan minimum tenga kesehatan ditentukan oleh peraturan menteri. Akan tetapi kualifikasi pendidikan bidan semenjak tahun 2019 tidak ditentukan oleh peratran menteri akan tetapi diatur oleh undang-undang kebidanan yang sebenarnya jika sesuai dengan undang-undang kesehatan cukup dengan peraturan menteri dalam menentukan kualifikasinya.

Sesuai dengan undang- tentang tenaga kesehataan, tenaga kesehatan memiliki kualifikasi pendidikan minimal D III. Bidan jika sesuai undang-undang kesehatan merupakan tenaga kesehatan, namun dalam Undang-undang Kebidanan bidan, pendidikan bidan dibedakan menjadi tiga yaitu pendidikan profesi, pendidikan vokasi, dan pendidikan akademik. Bidan dengan lulusan D III, sesuai undang-undang kebidanan disebut bidan vokasi, dan sesuai undang-undang kesehatan bidan dengan lulusan D III juga dianggap sebagai tenaga kesehatan. Karena bidan bukan sebagai tenaga medis.

(46)

Undang-undang Kebidanan mulai berlaku sejak ditetapkannya undang-undang tersebut yaitu tanggal 15 Maret 2019. Pada saat ini penyelenggaran bidan profesi di Jawa Tengah belum banyak, sehingga pada saat pengabilan data responden dalam hal ini bidan banyak yang belum mengambil profesi.

Dalam Undang-undang kebidanan Pasal 21 di sebutkan bidan harus memiliki STR (Surat Tanda Registrasi) jika akan menyelenggarakan praktik kebidanan. Namun dalam undang-undang ini menimbulkan pengertian yang berbeda terkait dengan sayrat dalam menyelenggarakan praktik kebidanan, karena dalam Pasal 25 Undang-undang kebidanan juga menyebutkan syarat yang harus dimiliki bidan jika akan melaksanakan praktik kebidanan harus memiliki SIPB. Diperjelas lagi dalam Pasal 30 yang mewajibkan penyelenggara fasilitas kesehatan yang mendayagunakan bidan harus bidan yang memiliki STR dan SIPB. Jika tidak akan mendapatkan sanksi administratif. Dari Pasal tersebut dapat diartikan bidan yang akan menjalankan praktik kebidanan baik di fasilitas kesehatan maupun yang akan menjalankan praktik mandiri wajib memiliki STR dan SIPB.

Pengertian ini tidak sejalan dengan Kepmenkes 1464

(47)

tahun 2010 akan tetapi sejalan dengan permenkes no 28 tahun 2017 tentang ijin penyelenggaraan praktik bidan.

Hal tersebut yang menjadi salah satu ketidak puasan bidan terhadap kebijakan yang berubah, jika sesuai dengan permenkes no 1464 tahun 2010 pada Pasal 3, bidan yang akan menjalankan praktik difasilitas pelayanan kesehatan hanya cukup memililki SIKB, SIPB diperlukan jika bidan akan menjalankan praktik mandiri bidan. Akan tetapi di peraturan yang lebih baru yaitu permenkes no 28 tahun 2017 yang mewajibkan bidan memiliki STR dan SIPB jika melakukan pelayanan sesuai dengan profesinya

Sesuai dengan hirarki perundang-undangan, undang- undang kebidanan merupakan aspek hukum yang mengatur bidan sejak 15 Maret 2019. Dan berdasarkan asas hukum, peraturan menteri kesehatan no 1464 tahun 2010 dan peraturan menteri kesehatan 28 tahun 2017 tentang ijin penyelenggaraan bidan dianggap lumpuh, dengan adanya Undang-undang no 4 tahun 2019 tentang kebidanan. Seyogyanya undang-undang kebidanan ada peraturan yang lebih teknis yang berbentuk peraturan menteri.

Saat ini aspek legalnya bidan di atur oleh undang-

(48)

yang baru sebagai pengganti permenkes no 1464 tahun 2010 sebagai peraturan yang lebih teknis. Sehingga secara hukum permenkes no 1464 tentang ijin penyelenggaraan praktik bidan tersebut berlaku asas Asas lex posterior derogad legi priori karena ada undang- undang sebagai peraturan yang lebih baru dan Asas lex superior derogad legi inferiori karena kedudukan undang- undang kebidanan lebih tinggi dibandingkan denga peraturan menteri.

Secara hirarki peraturan menteri kesehatan tentang ijin penyelenggaraan praktik bidan tahun 2010 adalah benar karena bersifat teknis dari undang-undang.

Berbeda dengan Kepmenkes No 369/ Menkes/ SK/

III/ 2007 tentang standar profesi bidan yang sampai saat ini belum ada peraturan pengganti tentang standar profesi bidan. Akan tetapi jika kita melihat isi dari standar prosesi bidan adalah diantaranya berisi hak dan kewajiban bidan, yang sebenarnya juga tertuang dalam permenkes no 1464 tahun 2010.

Seiring berjalannya waktu bidan lulusan D III yang saat ini praktik akan memiliki dua kemungkinan tidak membuka praktik mandiri bidan atau mengambil pendidikan lanjutan sampai dengan profesi. Sesuai dengan Undang-undang kebidanan bidan yang boleh

(49)

melakukan praktik mandiri bidan adalah bidan profesi sedangkan bidan vokasi hanya boleh melakukan praktik kebidanan difasilitas pelayanan kesehatan.

Undang–undang No 4 Tahun 2019 tentang kebidanan, membagai pendidikan kebidanan menjadi tiga yaitu akademik, vokasi dan profesi.

Menghadapi kebijakan tersebut bidan hendaknya menerapkan kode etik bidan yang tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan No 369/Menkes/SK/III/2007 tentang standar profesi bidan, bidan memiliki kewajiban terhadap klien dan masyarakat, terhadap tugasnya, terhadap teman sejawat dan tenaga kesehatan lainnya, terhadap profesinya, terhadap diri sendiri, dan terhadap pemerintah, nusa bangsa dan tanah air.

Dalam hal kewajiban bidan terhadap tugasnya, bidan berkewajiban memberikan pertolongan sesuai dengan kewenangannya dalam mengambilan keputusan termasuk melaksanakan konsultasi dan/ atau rujukan.

Kewajiban bidan terhadap profesinya, dituntut untuk

Pembahasan Etika

Bidan

(50)

profesinya menyesuaiakan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Terhadap diri sendiri, bidan harus meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan secara berkelanjutan menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Jika dalam undang-undang Kesehatan Pemerintah mempunayai tugas mengatur perencanaan tenaga kesehatan, pengadaan tenaga kesehatan, pendayagunaan tenaga kesehatan, pembinaan tenaga kesehatan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan, bidan sebagai tenaga kesehatan mempunyai kewajiban untuk mematuhi semua kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Sesuai dengan kode etik bidan, bidan seharusnya dalam menjalankan tugasnya, selalu sesuai ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya pelayanan KIA/ KB dan kesehatan keluarga dan masyarakat.

(51)

BAB IV

STUDY KASUS ETIKA DAN ASPEK LEGAL BIDAN DALAM PENELITIAN IMPLEMENTASI TUGAS BIDAN DALAM

MENOLONG PERSALINAN

KASUS

KASUS

(52)

1. Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Semarang hasilnya bidan di kabupaten semarang melakukan pertolongan persalinan di PMB (Praktik Mandiri Bidan) akan tetapi bekerjasama dengan fasilitas kesehatan lain yaitu praktik dokter atau puskesmas, selain itu dalam menolong persalinan bidan melibatkan minimal 3 bidan atau diberi istilah 6 tangan.

2. Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Kendal, bidan dalam menolong persalinan dilakukan minimal di puskesmas PONED hal itu karena kebijakan bupati dalam bentuk surat edaran untuk percepatan penurunan angka kematian ibu di Kabupaten Kendal.

Pada pembahasan kali ini penulis membahas satu peratu di tempat study kasus. Penelitian ini dilakukan sebelum undang-undang kebidanan disahkan.

1. Penelitian di Kabupaten Semarang dilakukan di Kabupaten Semarang dilakukan pada tahun 2018.

Hasil

Pembahasan Aspek Legal

(53)

Bidan di Kabupaten Semarang dalam menolong persalinan dilakukan di PMB, hal itu tidak melanggar peraturan yang mengatur bidan pada saat itu, yaitu permenkes no 28 tahun 2017. Bidan dapat melakukan praktik mandiri bidan jika memili syarat dalam hal ini ketika memiliki SIPB. Ketika bidan memiliki SIPB berwenang melakukan pertolongan persalinan normal.

Bidan di Kabupaten Semarang yang melakukan praktik mandiri melakukan kerjasama dengan fasilitas kesehatan lain yaitu dokter atau puskesmas. Menurut peraturan yang mengatur bidan tidak ada yang mewajibkan bidan harus bekerjasama dengan fasilitas lain untuk melakukan pelayanan kebidanan. Akan tetapi dalam peraturan tentang penyelenggaraan kesehatan pada JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) tercantum dalam fasilitas pelayanan kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS harus menyelenggarakan pelayanan yang komprehensif, jika tidak memiliki sarana penunjang wajib bekerjasama dengan sarana penunjang lain atau laboratorium tingkat pratama.

Sehingga secara hukum bidan di Kabupaten

(54)

semarang legal dalam melakukan pertolongan persalinan.

2. Penelitian yang dilakukan Kabupaten Kendal dilakukan pada tahun 2019.

Bidan di Kabupaten Kendal dalam melakukan pertolongan persalinan minimal dilakukan di Puskesmas. Menurut permenkes no 28 tahun 2017, bidan boleh melakukan pelayanan kebidanan baik di fasilitas kesehatan maupun melakukan praktik mandiri bidan jika memenuhi syarat. Persyaratan yang dimaksud adalah memiliki SIPB, sehingga bidan yang melakukan praktik mandiri menurut peraturan menteri no 28 tahun 2017 berwenang melakukan pertolongan persalinan di tempat praktik mandiri bidan yang bidan miliki.

Pada saat penelitian dilakukan di Kabupaten Kendal bidan tidak melakukan pelayanan pertolongan persalinan di praktik mandiri bidan meskipun persalinan normal. Hal tersebut karena bupati mengeleuarkan surat edaran No 440262C/dinkes tentang percepatan penurunan AKI dan AKB untuk pencapaian SDGs. Untuk menurunkan angka kematian ibu dan kematian bayi

(55)

pertolongan persalinan wajib dilakukan di FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pratama).

Menurut undang-undang pembentuak peraturan perundang-undangan, surat edaran tidak termasuk hirarki peraturan perundang-undangan. Sehingga surat edaran yang dikeluarkan bupati tentang perscepatan penurunan angka kematian ibu dan bayi dalam mendukung SDGs tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum.

1. Etika bidan di Kabupaten Semarang dalam melakukan pertolongan persalinan.

Di Kabupaten Semarang, pertolongan persalinan harus dilakukan dengan enam tangan atau tiga bidan. Dalam kebijakan pemerintah tidak ada peraturan yang berbunyi persalinan harus dilakukan minimal dilakukan minimal 3 bidan akan tetapi di Kabupaten semarang atas himbauan organisasi profesi kebidanan untuk megurangi angka kematian ibu dan angka kematian bayi harus dilakukan minimal tiga bidan karena dengan tiga

Pembahasan Etika

Bidan

(56)

bidan yang bisa membantu dalam melakukan penanganan tanpa mengesampingkan ibu atau bayinya.

Bidan di Kabupaten Semarang dalam melakukan pertolongan persalinan minimal dilakukan tiga bidan dalam satu persalinan, dapat diartikan bidan telah menerapkan kode eti bidan terhadap profesinya karena mengikuti atas saran dan arahan organisasi profesi dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi.

Selain melaksanakan kode etik bidan terhadap profesi bidan di Kabputan Semarang dalam melakukan pertolongan persalinan juga melaksanakan kode etik bidan terhadap tugasnya, yaitu melakukan pelayanan yang paripurna sesuai dengan kebutuhan klien.

2. Etika bidan di Kabupaten Kendal dalam melakukan pertolongan persalinan

Penolong persalinan dilakukan di Puskesmas PONED atau jika jaraknya jauh dengan puskesmas PONED pertolongan persalinan dilakukan di Rumah mampu bersalin. Dimana rumah mampu bersalin tersebut dibentuk sebagai pengganti puskesmas PONED.

(57)

Atas kebijakan pemerintah daerah dalam melakukan pertolongan persalinan bidan melakukannya di Puskesmas atau Rumah mampu bersalin, sehingga bidan tersebut telah menerapkan kode etik bidan terhadap pemerintah. Dimana bidan tunduk terhadap ketentuan atau peraturan pemerintah untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi.

(58)

BAB VI

PENUTUP

(59)

1. Aspek yang melegalkan bidan dalam menjalankan praktik kebidanan adalah :

a. Undang-undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

b. Undang-undang No 36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan

c. Undang-undang No 4 tahun 2019 tentang kebidanan

2. Menurut undang-undang, pendidikan bidan terdiri dari pendidikan akademik, pendidikan voksai dan pendidikan profesi.

3. Menurut undang-undang, bidan yang boleh melakukan praktik mandiri adalah bidan profesi yang telah memiliki izin, sedangkan bidan vokasi atau dari D III Kebidanan boleh melakukan pelayanan kebidanan di fasilitas kesehatan.

4. Bidan dalam menjalankan pelayanan wajib menaati kode etik bidan sesuai dengan Kepmenkes No 369/Menkes/SK/III/2007 tentang standar profesi bidan.

Kesimpulan

(60)

1. Perlunya Peraturan yang mengatur lebih jelas dibawah undang-undang kebidanan

2. Kode etik bidan sesuai dengan Keputusan Menteri No 369/Menkes/SK/III/2007 harus dimaknai sebagai peraturan karena sesuai dengan hirarki peraturan perundangan.

Saran

(61)

DAFTAR PUSTAKA

Al. Purwa Hadiwardoyo. 1990. Moral dan masalahnya.

Kanisius. Jogjakarta.

https://books.google.co.id/books?id=S3JVr9nl1_IC&lp g=PA10&dq=moral&hl=id&pg=PA9#v=onepage&q=

moral&f=false

Erawati Ambar Dwi, Wahyuning Sri, Rinayati. 2019.

Persepsi Bidan Terhadap Kualifikasi Pendidikan Bidan Dalam Undang - Undang Kebidanan. Jurnal SMART Kebidanan Vol 6 No 2 Desember 2019. STIKES Karya Husada Semarang.

http://stikesyahoedsmg.ac.id/ojs/index.php/sjkb/article/

view/275

Firmansyah, Eko (2017) Analisis Penelantaran Pasien Oleh Klinik Bersalin Ditinjau Dari Hukum Hak Asasi Manusia ( Studi Di Klinik Bersalin Kecamatan Purwosari ). Undergraduate (S1) Thesis, University Of Muhammadiyah Malang.

IBI. 2016. Profil Bidan, IBI Pusat, Jakarta.

https://ibi.or.id/id/article_view/a20150112004/definisi.

html Jumat, 01/01/2016 WIB IBI

IBI. (1999). Lima Puluh Tahun IBI. Jakarta: IBI

I.P.M. Ranuhandoko B.A., 2003. Terminologi Hukum Inggris-Indonesia . Grafika .Jakarta

Mimin Emi Suhaemi. 2004. Etika Keperawatan. EGC.

Jakarta

(62)

Mochtar Kusumaatmadja. 1986. Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan Nasional. Binacipta Bandung

M Nur Prabowo Setyabudi, Albar Adetary. 2017.

Pengantar Studi Etika Kontemporer: Teoritis dan Terapan. UB Press. Malang

KKBI https://kbbi.web.id/norma

Kode Etik. https://www.dosenpendidikan.co.id/kode- etik/

Permenkes 28 tahun 2017 tentang Ijin dan Registrasi

Praktik Bidan

http://www.ibi.or.id/media/PMK%20No.%2028%20ttg

%20Izin%20dan%20Penyelenggaraan%20Praktik%20 Bidan.pdf

Permenkes 1464 /Menkes/Per/X/2010 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Bidan http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2010/bn50 1-2010.pdf

Soerjono Soekanto, 1986. Mengenal Sosiologi Hukum Alumni.Bandung

Sudikno, Mertokusumo, 2014.Penemuan Hukum – sebuah Pengantar, Liberty. Yogyakarta

Undang-undang Kebidanan. https://jdih.bssn.go.id/wp- content/uploads/2019/10/UU-Nomor-4-Tahun-2019.pdf

(63)

UU no 12 tahu 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.

http://dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2011_12.pdf Warjiyati Sri. 2018.Memahami Dasar Ilmu Hukum:

Konsep Dasar Ilmu Hukum. Prenada Media Grup.

Jakarta

https://books.google.co.id/books?id=YfCNDwAAQBA J&lpg=PP1&dq=konsep%20hukum&hl=id&pg=PA1#v

=onepage&q=konsep%20hukum&f=false

Yusuf Hanifah & Amri amir, 2007. Etika kedokteran

dan hukum. EGC. Jakarta.

https://books.google.co.id/books?id=9vnO9z5CxK0C&

lpg=PA2&dq=etika%20adalah&hl=id&pg=PR4#v=one page&q=etika%20adalah&f=false

(64)

GLOSARIUM

Permenkes : Peraturan Menteri Kesehatan

Hk : Hukum

Kewenangan : Hak untuk melakukan dan tidak melakukan sesuatu

Kode etik : Norma yang harus dipatuhi

Norma : Aturan

Etika : Ilmu tentang baik atau buruk suatu tidakan

Etiket : Label

Hukum : Kaidah, norma, peraturan yang memaksa

Akhlak : Norma yang mengatur manusia bersikap sesuai dengan agama yang dianut

Moral : kemampuan membiasakan

perilakau baik yang dapat diterima dilingkungan

Hirarki : Susunan Aspek : Unsur -unsur

Legal : Sesuai undang-undang atau peraturan

Profesi : Pekerjaan yang membutuhkan pengetahuan atau pelatihan kusus, memiliki asosiasi profesi dank ode etik

Vokasi : Pendidikan tinggi yang menunjang penguasaan atau penugasan tertentu (D1, D II, D III)

(65)

INDEKS A

Aspek Legal 8, 10,27, 38, 42, 46 K

Kode Etik 4,6,718, 19,30, 33, 44,45,51, 52 Kewenangan 5,6,7,10, 24,27, 30,31,32,34,38,39.

T

Tugas Bidan 10, 20, 25,46 P

Peran Bidan 21 PONED 47, 52 R

Rumah mampu bersalin 52 P

PMB 47,48

Praktik Mandiri Bidan 32, 34, 42, 43, 47, 49 IBI 3

Ikatan Bidan Indonesia

(66)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2019

TENTANG KEBIDANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. Bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan agar dapat hidup sejahtera lahir dan batin, sehingga mampu membangun masyarakat, bangsa, dan negara sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bahwa pelayanan kesehatan kepada masyarakat khususnya perempuan, bayi, dan anak yang dilaksanakan oleh bidan secara bertanggung jawab, akuntabel.

bermutu, aman, dan berkesinambungan, masih dihadapkan pada kendala profesionalitas, kompetensi, dan kewenangan;

c. bahwa pengaturan mengenai pelayanan kesehatan oleh bidan maupun pengakuan terhadap profesi dan praktik kebidanan belum diatur secara komprehensif sebagaimana profesi kesehatan lain, sehingga belum memberikan pelindungan dan kepastian hukum bagi

(67)

bidan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, pcrlu membentuk Undang-Undang tentang Kebidanan;

Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28C, dan Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KEBIDANAN

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Kebidanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan kepada perempuan selama masa sebelum hamil, masa kehamilan, persalinan, pascapersalinan, masa nifas, bayi

(68)

termasuk kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana sesuai dengan tugas dan wewenangnya.

2. Pelayanan Kebidanan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan secara mandiri, kolaborasi, dan/atau rujukan.

3. Bidan adalah seorang perempuan yang telah menyelesaikan program pendidikan Kebidanan baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang diakui secara sah oleh Pemerintah Pusat dan telah memenuhi persyaratan untuk melakukan praktik Kebidanan.

4. Praktik Kebidanan adalah kegiatan pemberian pelayanan yang dilakukan oleh Bidan dalam bentuk asuhan kebidanan.

5. Asuhan Kebidanan adalah rangkaian kegiatan yang didasarkan pada proses pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh Bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat Kebidanan.

6. Kompetensi Bidan adalah kemampuan yang dimiliki oleh Bidan yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk memberikan Pelayanan Kebidanan.

7. Uji Kompetensi adalah proses pengukuran pengetahuan, keterampilan, dan perilaku peserta didik pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan program studi Kebidanan.

(69)

8. Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap Kompetensi Bidan yang telah lulus Uji Kompetensi untuk melakukan Praktik Kebidanan.

9. Sertifikat Profesi adalah surat tanda pengakuan untuk melakukan Praktik Kebidanan yang diperoleh lulusan pendidikan profesi.

10. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap Bidan yang telah memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lain serta mempunyai pengakuan secara hukum untuk menjalankan praktik Kebidanan.

11. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh konsil Kebidanan kepada Bidan yang telah diregistrasi.

12. Surat lzin Praktik Bidan yang selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota kepada Bidan sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan Praktik Kebidanan.

13. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang pelayanannya dilakukan oleh pemerintah dan/atau masyarakat.

14. Tempat Praktik Mandiri Bidan adalah Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang diselenggarakan oleh Bidan lulusan

(70)

pendidikan profesi untuk memberikan pelayanan langsung kepada klien.

15. Bidan Warga Negara Asing adalah Bidan yang berstatus bukan Warga Negara Indonesia.

16. Klien adalah perseorangan, keluarga, atau kelompok yang melakukan konsultasi kesehatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan secara langsung maupun tidak langsung oleh Bidan.

17. Organisasi Profesi Bidan adalah wadah yang menghimpun Bidan secara nasional dan berbadan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

18. Konsil Kebidanan yang selanjutnya disebut Konsil adalah bagian dari Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia yang tugas, fungsi, wewenang, dan keanggotaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

19. Wahana Pendidikan Kebidanan adalah Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang digunakan sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan Kebidanan.

20. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

21. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin

(71)

pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

22. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

Pasal 2 Penyelenggaraan Kebidanan berasaskan a. perikemanusiaan;

b. nilai ilmiah;

c. etika dan profesionalitas;

d. manfaat;

e. keadilan;

f. pelindungan; dan g. keselamatan Klien.

Pasal 3

Pengaturan penyelenggaraan Kebidanan bertujuan:

a. meningkatkan mutu pendidikan Bidan;

b. meningkatkan mutu Pelayanan Kebidanan;

c. memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada Bidan dan Klien; dan

d. meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, terutama kesehatan ibu, bayi baru lahir, bayi, balita, dan anak prasekolah.

(72)

BAB II

PENDIDIKAN KEBIDANAN Pasal 4

Pendidikan Kebidanan terdiri atas:

a. pendidikan akademik;

b. pendidikan vokasi; dan c. pendidikan profesi.

Pasal 5

(1) Pendidikan akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a terdiri atas:

a. program sarjana;

b. program magister; dan c. program doktor.

(2) Lulusan pendidikan akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat melanjutkan program pendidikan profesi.

Pasal 6

(1) Pendidikan vokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b merupakan program diploma tiga kebidanan.

(2) Lulusan pendidikan vokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang akan menjadi Bidan lulusan pendidikan profesi harus melanjutkan program pendidikan setara sarjana ditambah pendidikan profesi.

(73)

Pasal 7

Pendidikan profesr sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c merupakan program lanjutan dari program pendidikan setara sarjana atau program sarjana.

Pasal 8

Lulusan pendidikan akademik, vokasi, dan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 mendapatkan gelar sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Pasal 9

(1) Pendidikan Kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 diselenggarakan oleh perguruan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Perguruan tinggi dalam menyelenggarakan pendidikan Kebidanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyediakan Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagai Wahana Pendidikan Kebidanan.

(3) Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagai Wahana Pendidikan Kebidanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui:

a. kepemilikan; atau b. kerja sama.

(4) Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagai Wahana Pendidikan Kebidanan sebagaimana dimaksud pada

(74)

ayat (2) merupakan Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang memenuhi persyaratan.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagai Wahana Pendidikan Kebidanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 10

Perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan Kebidanan diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat atau masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Pasal 11

(1) Penyelenggaraan pendidikan Kebidanan harus memenuhi Standar Nasional Pendidikan Kebidanan.

(2) Standar Nasional Pendidikan Kebidanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi.

(3) Standar Nasional Pendidikan Kebidanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara bersama oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, kementerian yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pendidikan tinggi, asosiasi institusi pendidikan, dan Organisasi Profesi Bidan.

(75)

(4) Ketentuan mengenai Standar Nasional Pendidikan Kebidanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pendidikan tinggi.

Pasal 12

(1) Dalam rangka menjamin mutu lulusan, penyelenggara pendidikan Kebidanan hanya dapat menerima mahasiswa sesuai dengan kuota nasional.

(2) Kuota nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada kebutuhan Bidan di daerah masingmasing.

(3) Ketentuan mengenai kuota nasional penerimaan mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pendidikan tinggi setelah berkoordinasi dengan Menteri.

Pasal 13

(1) Perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan Kebidanan harus memiliki dosen dan tenaga kependidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari:

a. perguruan tinggi; dan/atau

(76)

(3) Dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 14

(1) Dosen yang berasal dari Wahana Pendidikan Kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf b melakukan pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan pelayanan kesehatan.

(2) Dosen yang berasal dari Wahana Pendidikan Kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf b memiliki kesetaraan, pengakuan, dan angka kredit yang memperhitungkan kegiatan pelayanan kesehatan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kesetaraan, pengakuan, dan angka kredit dosen yang berasal dari Wahana Pendidikan Kebidanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 15

Tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (1) dapat bcrasal dari pegawai negeri sipil atau nonpegawai negeri sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(77)

Pasal 16

(1) Mahasiswa Kebidanan pada akhir masa pendidikan vokasi atau pendidikan profesi harus mengikuti Uji Kompetensi yang bersifat nasional.

(2) Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan syarat kelulusan pendidikan vokasi atau pendidikan profesi.

Pasal 17

(1) Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 diselenggarakan oleh perguruan tinggi bekerja sama dengan Organisasi Profesi Bidan, lembaga pelatihan tenaga kesehatan, atau lembaga sertifikasi profesi tenaga kesehatan yang terakreditasi.

(2) Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk mencapai standar kompetensi Bidan.

Pasal 18

(1) Standar kompetensi Bidan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) disusun oleh Organisasi Profesi Bidan dan Konsil berkoordinasi dengan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia.

(2) Standar kompetensi Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari standar profesi Bidan yang disahkan oleh Menteri.

(78)

Pasal 19

(1) Mahasiswa pendidikan vokasi Kebidanan yang lulus Uji Kompetensi memperoleh Sertifikat Kompetensi yang diterbitkan oleh perguruan tinggi.

(2) Mahasiswa pendidikan profesi Kebidanan yang lulus Uji Kompetensi memperoleh Sertifikat profesi yang diterbitkan oleh perguruan tinggi.

Pasal 20

Tata cara Uji Kompetensi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB III

REGISTRASI DAN IZIN PRAKTIK

Bagian Kesatu Registrasi

Pasal 21

(1) Setiap Bidan yang akan menjalankan Praktik Kebidanan wajib memiliki STR.

(2) STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Konsil kepada Bidan yang memenuhi persyaratan.

(3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

Referensi

Dokumen terkait

a. Menjamin keselarasan antara sasaran umum, Strategi utama, tujuan dan sasaran kegiatan pelatihan pertanian dengan tujuan dan sasaran Badan penyuluhan dan Pengembangan SDM

Berdasarkan hasil pengamatan penggunaan terminologi medis yang tidak tepat disebabkan oleh penulisan diagnosis yang menggunakan bahasa Indonesia, penggunaan singkatan

* Suatu yang bekerja sebagai sebagai suatu siklus tidak dapat memindahkan kalor (Q) dari bagian yang bertemperatur rendah ke bagian yang bertemperatur lebih tinggi, tanpa

Dari data yang telah diperoleh ternyata responden lebih banyak memilih bahan jenis kayu jati dengan warna alami/original, pada meja ini juga terdapat penambahan fungsi ataupun

Respon kenaikan bobot hidup harian ternak kambing PE muda sebagai akibat perbedaan taraf protein kasar ransum juga menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01),

Kondiloma akuminata atau infeksi HPV sering terjadi pada orang yangmempunyai aktivitas seksual yang aktif dan mempunyai pasangan seksual lebih dari 1orang

Pengamatan yang dilakukan terhadap ketepatan jenis pupuk di Kebun Tanjung Jati menunjukkan bahwa aplikasi jenis pupuk yang dilakukan sesuai dengan jenis pupuk yang

Bahaya/Aspek K3: diisi dengan bahaya K3 (Keselamatan Kesehatan Kerja) yang timbul atau mungkin timbul dari suatu aktifitas atau proses seperti pada No.. 2, contoh dapat