• Tidak ada hasil yang ditemukan

KLASIFIKASI OSTEOPOROSIS BERDASARKAN CITRA X-RAY (BONE RADIOGRAPH) MENGGUNAKAN CONVOLUTIONAL NEURAL NETWORK SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KLASIFIKASI OSTEOPOROSIS BERDASARKAN CITRA X-RAY (BONE RADIOGRAPH) MENGGUNAKAN CONVOLUTIONAL NEURAL NETWORK SKRIPSI"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

SUTAN MAHALALEL RITONGA

161402042

PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh Ijazah Sarjana Teknologi Informasi

SUTAN MAHALALEL RITONGA

161402042

PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(3)
(4)

PERNYATAAN

KLASIFIKASI OSTEOPOROSIS BERDASAKAN CITRA X-RAY (BONE RADIOGRAPH) MENGGUNAKAN CONVOLUTIONAL NEURAL NETWORK

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing telah disebutkan sumbernya.

Medan, 2021

Sutan Mahalalel Ritonga 161402042

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi ini, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer, pada Program Studi S 1 Teknologi Informasi Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.

Ucapan Terima Kasih Penulis sampaikan kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus, Untuk segala Kasih-Nya, Kebaikan dan Berkatnya Penulis bisa menyelesaikan Penulisan Tugas Akhir ini. Keluarga Penulis, Ayahanda (Alm) Saur Hotma Ritonga dan Ibunda (Almh) Ita Delima Pasaribu, S.Pd yang sudah terlebih dahulu menghadap sang Pencipta, tetapi Penulis Ucapkan Terimakasih yang sebesar- besarnya atas Didikan, Doa, dan kasih sayang yang tidak berkesudahan, serta selama hidup juga selalu memberikan semangat dan motivasi untuk penulis agar selalu semangat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Kepada kakak penulis, Santi Julianti Veronika, S. Sos terimakasih sebesar-besarnya atas Doa, kasih sayang, masukan dan semangat yang tiada hentinya untuk penulis agar dapat menyelesaikan Tugas akhir ini. Serta seluruh keluarga besar yang selalu mendukung dan mendoakan penulis.

2. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si selaku Rektor Universitas Sumatera Utara 3. Ibu Dr. Maya Silvi Lydia B.Sc., M.Sc selaku Dekan Fasilkom-TI USU

4. Ibu Sarah Purnamawati ST., M.Sc selaku Ketua Program Studi dan Bapak Dedy Arisandi, ST., M.Kom selaku Sekretaris Program Studi S1 Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Sarah Purnamawati ST., M.Sc selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. Dan Ibu Ulfi Andayani S.Kom., M.Kom selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

6. Bapak Indra Aulia, S.TI., M.Kom selaku pembanding I dan Ibu Ade Sarah Huzaifah, S.Kom., M.Kom selaku pembanding II yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

7. Seluruh Dosen Program Studi S1 Teknologi Informasi yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat selama masa perkuliahan.

(6)

8. Staff dan Pegawai Fasilkom-TI USU yang membantu segala urusan Administrasi dalam menyelesaikan Skripsi.

9. Teman-teman Penulis angkatan 14 Clarabelle Choir dan juga teman-teman sepelayanan NHKBP Melati dan GSM HKBP Melati, terimakasih atas dukungan, Doa, dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

10. Teman-teman Keluarga Cemara (Sonia Elisa, Chyntia Claudia, Tirza Priskilla, Bora Sejati, Gabriel, Samuel Tario, Sahat Sihotang, Aldo, Elwin Duha, Desi Tambunan, Novalina, Kornelius) serta Nadya Sari Damanik, Lenny Lumban Tobing Terimakasih atas Perjuangan, Persahabatan dan dukungan selama masa perkuliahan dan proses penyelesaian Skripsi.

11. Teman-Teman Stambuk 2016 dan KOM C Teknologi Informasi yang telah menemani dan berjuang bersama dalam menghadapi perkuliahan dan masa tugas akhir skripsi.

12. Pengurus HIMATIF USU Periode 2019/2020 BPH dan Koordinator serta Anggota PSDM yang telah menemani penulis dalam mengembangkan minat, bakat, mengasah kemampuan kepemimpinan dan mengasah keahlian dalam berorganisasi dan berbagi pendapat semasa perkuliahan.

13. Kepada Senior, Junior, teman-teman dan Segala Pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu terimakasih atas doa, bantuan dalam pengerjaan skripsi, serta selama masa perkuliahan.

Dalam penulisan ini penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, untuk itu, Semoga Tuhan Yesus Kristus senantiasa memberkati kita semua.

Medan, 2021

Penulis

(7)

ABSTRAK

Osteoporosis ialah hilangnya ketahanan tulang sehingga dapat mengakibatkan risiko terjadi tulang yang rusak. Osteoporosis tidak memperlihatkan tanda diluar, namun gejala awal osteoporosis adalah bentuk tulang yang cedera. Tulang sering mengalami patah akibat osteoporosis ialah pergelangan tangan, pinggul serta tulang belakang.

Proses pembentukan tulang akan dimulai sejak dari dalam kandungan, kemudian perkembangannya akan berhenti ketika seseorang mencapai usia 25 tahun. Pada usia kanak-kanak, pertumbuhan tulang terjadi dengan sangat cepat sehingga ketika terjadi pengeroposan tulang, maka jaringan tulang yang baru akan diproduksi untuk menggantikan pengeroposan pada tulang yang telah terjadi. Akan tetapi dengan bertambahnya usia seseorang, pertumbuhan tulang akan melambat, sehingga pada puncaknya diusia 25–30 tahun pertumbuhan tulang akan terhenti dan secara perlahan- lahan pengeroposan pada tulang akan mulai terjadi. Dari penelitian kali ini Klasifikasi osteoporosis menggunakaan citra hasil x-ray (bone radiograph). Lalu metode yang digunakan untuk mengklasifikasi ialah Convolutional Neural Network. Pada Proses Pengolahan citra, Citra osteoporosis sebagai input. Sebelum Citra diklasifikasi, citra akan melalui tahap pre-processing dimulai dari grayscalling, CLAHE lalu tahap Segmentation yaitu, thresholding lalu citra akan diklasifikasi menggunakan Convolutional Neural Network. Penelitian ini menggunakan sebanyak 300 data. 240 data training dan 60 data testing. Berdasarkan hasil percobaan pada penelitian ini sistem dapat mengklasifikasi tingkat osteoporosis dengan akurasi sebesar 88 %.

Kata Kunci : Klasifikasi, Osteporosis, thresholding, Convolutional Neural Network

(8)

CLASSIFICATION OF OSTEOPOROSIS BASED ON IMAGE X-RAY (BONE RADIOGRAPH) USING CONVOLUTIONAL NEURAL NETWORK

ABSTRACT

Osteoporosis is a loss of bone resistance so that it can increase the risk of damaged bones. Osteoporosis does not show signs outside, but the first symptom of osteoporosis is the shape of the injured bone. Bones that are often broken due to osteoporosis are the wrists, hips and spine. The process of bone formation will start from the womb, then its development will stop when a person reaches the age of 25 years. In childhood, bone growth occurs so rapidly that when bone loss occurs, new bone tissue is produced. to replace existing bone loss. However, with increasing age, bone growth will slow down, so that at its peak at the age of 25-30 years, bone growth will stop and slowly bone loss will begin to occur. From this research, osteoporosis classification uses x-ray images (bone radiograph). Then the method used to classify is Convolutional Neural Network (CNN). In Image Processing osteoporosis as input. Before the image is classified, the image will go through a pre-processing stage starting from grayscalling, CLAHE then the Segmentation stage, namely, thresholding and then the image will be classified using the Convolutional Neural Network. This study uses as many as 300 data. 240 training data and 60 for testing data. Based on the experimental results in this study, the system can classify the level of osteoporosis with an accuracy of 88%.

Keywords : Classification, Osteoporosis, thresholding, Convolutional Neural Network

(9)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

ABSTRAK ...v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I ...1

PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Rumusan Masalah ...3

1.3 Batasan Masalah ...3

1.4 Tujuan Penelitian ...3

1.5 Manfaat Penelitian ...3

1.6 Metodologi Penelitian ...4

1.7 Sistematika Penulisan ...5

(10)

BAB 2 ...6

LANDASAN TEORI ...6

2.1 Osteoporosis ...6

2.2 Osteoporosis Primer ...8

2.1.1 Osteoporosis Senile ...9

2.3 Citra Digital ...9

2.3.1 Citra Berwarna (Color Image) ...10

2.3.2 Citra Keabuan (Grayscale Image) ...10

2.3.3 Citra Binary (Binary Image) ...11

2.4 Pengolahan Citra Digital (Digital Image Processing) ...11

2.4.1 Grayscalling ...12

2.4.2 Contrast Limited Adaptive Histogram Equalization (CLAHE) ...12

2.4.3 Thresholding ...13

2.5 OpenCV ...14

2.6 Convolutional Neural Network ...14

2.6.1 Convolutional Layer ...16

2.6.2 Maxpooling (Subsampling) ...17

2.6.3 Re Lu (Rectified Linear Units) ...17

2.6.4 Fully-Connected Layer...18

2.7 Penelitian Terdahulu ...19

(11)

BAB 3 ...21

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM ...21

3.1 Dataset ...21

3.2 Analisis Sistem ...23

3.2.1 Image Acquisition ...26

3.2.2 Image Pre-Procesing ...26

3.2.2.1 Grayscalling ...26

3.2.2.2 Contrast Limited Histogram Adaptive Equalization (CLAHE) ...30

3.2.3 Segmentation ...32

3.2.4 Convolutional Neural Network (CNN) ...34

3.2.4.1 Proses Training ...35

3.2.4.2 Proses Testing ...38

3.3 Perancangan Sistem ...44

BAB 4 ...47

IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN ...47

4.1 Implementasi Sistem ...47

4.1.1 Perangkat keras dan perangkat lunak ...47

4.1.2 Implementasi data ...48

4.1.3 Implementasi rancangan Halaman antarmuka ...49

4.1.3.1 Tampilan Halaman Home...49

(12)

4.1.3.2 Tampilan Halaman Training ...50

4.1.3.3 Tampilan Halaman Testing ...51

4.2 Prosedur Operasional ...52

4.3 Pengujian Sistem ...58

BAB 5 ...78

KESIMPULAN DAN SARAN ...78

5.1 Kesimpulan ...78

5.2 Saran ...78

DAFTAR PUSTAKA ...80

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tabel Rumus Grayscaling ... 12

Table 2.2 Rumus Perhitungan CLAHE ... 13

Table 2.3 Rumus Perhitungan Thresholding ... 13

Tabel 2.4 Perhitungan Dimensi kernel pada CNN ... 15

Tabel 2.5 Persamaan Penjumlahan Perpindahan Matrix ... 16

Tabel 2.6 Penelitian Terdahulu ... 19

Tabel 3.1 Jumlah data training dan data testing ... 23

Tabel 3.2 Nilai RGB 25 Pixel ... 28

Tabel 3.3 Nilai Grayscale ... 29

Tabel 3.4 Nilai Threshold ... 32

Tabel 3.5 Komposisi Arsitektur CNN ... 36

Tabel 3.6 Perubahan Matrix dengan Feature Map ... 36

Tabel 4.1 Keluaran Data Hasil Testing ... 59

Tabel 4.2 Data Hasil Pengujian Proses Klasifikasi ... 60

Tabel 4.3 Hasil confussion matrix ... 76

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Contoh Tulang Normal ... 8

Gambar 2.2 Osteoporosis Primer ... 8

Gambar 2.3 Osteoporosis Senile ... 9

Gambar 2.4 Citra Berwarna (Color Image) ... 10

Gambar 2.5 Citra Keabuan (Grayscale) ... 11

Gambar 2.6 Citra Binary (Binary Image) ... 11

Gambar 2.7 Arsitektur MLP dan CNN ... 14

Gambar 2.8 Konvolusi CNN ... 15

Gambar 2.9 Convolutional Neural Network ... 16

Gambar 2.10 Operasi Max Pooling ... 17

Gambar 2.11 Struktur Umum CNN ... 18

Gambar 3.1 Contoh Data citra Normal ... 21

Gambar 3.2 Contoh Data citra Osteoporosis Primer ... 22

Gambar 3.3 Contoh Data citra Osteoporosis Senile ... 22

Gambar 3.4 Bobot nilai data training dan data testing ... 23

Gambar 3.5 Arsitektur Umum ... 25

Gambar 3.6 Citra Grayscale ... 27

Gambar 3.7 Representasi Citra ... 28

(15)

Gambar 3.8 Nilai Grayscale pada setiap pixel ... 30

Gambar 3.9 Hasil Proses CLAHE ... 31

Gambar 3.10 Hasil Proses Thresholding ... 33

Gambar 3.11 Nilai Thresholding pada setiap Pixel ... 34

Gambar 3.12 Visualisasi Hasil Akurasi dan loss pada Model ... 38

Gambar 3.13 Matrix Convolusi ... 39

Gambar 3.14 Pergeseran Matrix ... 42

Gambar 3.15 Hasil Konvolusi ... 42

Gambar 3.16 Proses Maxpooling ... 43

Gambar 3.17 Proses Flattening ... 43

Gambar 3.18 Tampilan Rancangan Awal Halaman Home ... 44

Gambar 3.19 Tampilan Rancangan Awal Halaman Training ... 44

Gambar 3.20 Tampilan Rancangan Awal Halaman Testing ... 45

Gambar 4.1 Data citra bentuk tulang normal ... 48

Gambar 4.2 Data citra Osteoporosis Primer ... 48

Gambar 4.3 Data citra Osteoporosis Senile ... 49

Gambar 4.4 Tampilan Awal Home ... 50

Gambar 4.5 Tampilan Halaman Training ... 51

Gambar 4.6 Tampilan Halaman Testing ... 52

Gambar 4.7 Tampilan Awal Home ... 52

(16)

Gambar 4.8 Tampilam Awal Training ... 53

Gambar 4.9 Input file Dataset ... 54

Gambar 4.10 Tampilan Halaman Hasil Training ... 54

Gambar 4.11 Tampilan Halaman Testing ... 55

Gambar 4.12 Input File data Citra Osteoporosis ... 56

Gambar 4.13 Halaman Hasil Pengujian File Data Citra Tulang Normal ... 57

Gambar 4.14 Halaman Hasil Pengujian File Data Citra Osteoporosis Primer ... 57

Gambar 4.15 Halaman Hasil Pengujian File Data Citra Osteoporosis Senile ... 58

Gambar 4.16 Hasil Akurasi dan loss parameter 60:40 epoch 10 ... 65

Gambar 4.17 Hasil Akurasi parameter 60:40 epoch 10 ... 66

Gambar 4.18 Hasil Akurasi dan loss parameter 60:40 epoch 15 ... 66

Gambar 4.19 Hasil Akurasi parameter 60:40 epoch 15 ... 67

Gambar 4.20 Hasil Akurasi dan loss parameter 60:40 epoch 20 ... 67

Gambar 4.21 Hasil Akurasi parameter 60:40 epoch 20 ... 68

Gambar 4.22 Hasil Akurasi dan loss parameter 60:40 epoch 25 ... 68

Gambar 4.23 Hasil Akurasi parameter 60:40 epoch 25 ... 69

Gambar 4.24 Hasil Akurasi dan loss parameter 70:30 epoch 10 ... 70

Gambar 4.25 Hasil Akurasi parameter 70:30 epoch 10 ... 70

Gambar 4.26 Hasil Akurasi dan loss parameter 70:30 epoch 15 ... 71

Gambar 4.27 Hasil Akurasi parameter 70:30 epoch 15 ... 71

(17)

Gambar 4.28 Hasil Akurasi dan loss parameter 70:30 epoch 20 ... 72

Gambar 4.29 Hasil Akurasi parameter 70:30 epoch 20 ... 72

Gambar 4.30 Hasil Akurasi dan loss parameter 70:30 epoch 25 ... 73

Gambar 4.31 Hasil Akurasi parameter 70:30 epoch 25 ... 73

Gambar 4.32 Hasil Klasifikasi Gagal ... 74

Gambar 4.33 Hasil Klasifikasi Gagal ... 75

Gambar 4.34 Classififcation Report ... 76

(18)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Osteoporosis ialah keadaan saat tulang kehilangan kepadatan serta berisiko mengalami kerapuhan tulang. Osteoporosis tidak melihat adanya tanda-tanda di luar, dan gejala awal osteoporosis sering kali ditandai dengan adanya tulang yang rusak dan rapuh. Tulang yang kerap rusak bahkan patah karena dampak osteoporosis ialah pergelangan tangan, lutut, pinggul dan tulang belakang (The National Osteoporosis Society, 2018).

Osteoporosis sendiri tidak menimbulkan rasa sakit. Tetapi patah tulang akibat osteoporosis bisa terasa menyakitkan, dan terkadang menimbulkan kesulitan jangka panjang. Pemampatan patah tulang belakang dapat menyebabkan perubahan bentuk tubuh dan nyeri punggung kronis yang terus berlanjut. Patah tulang pinggul dapat mengakibatkan hilangnya kemandirian atau mengurangi kesehatan dan kesejahteraan. Kesulitan jangka panjang ini dapat memberi dampak besar pada kualitas hidup bagi mereka yang terkena dampaknya. Untuk mengetahui tulang yang sehat atau berfungsi dengan baik diperlukan tes kepadatan tulang.

Terdapat beberapa cara agar dapat mengukur jenis kepadatan tulang dengan cara Densitometri (Tes kepadatan Tulang), ialah satu langkah medis yang dilalui dalam menguji kualitas kepadatan dan kekuatan tulang. Tes ini berguna untuk mengetahui serta menguji jumlah kalsium dan mineral yang terdapat dalam tulang.

Tes kepadatan ini juga bermanfaat demi mengklasifikasi penyakit osteoporosis (kepadatan tulang yang berkurang, tulang kehilangan kekuatan serta mudah rapuh karena hilanganya kalsium) serta osteopenia (kondisi tulang keropos yang ringan).

Pada waktu sebelumnya osteoporosis dapat diketahui sesaat setelah pasien di diagnosa oleh dokter mengalami patah tulang. Berikut beberapa prosedur dalam mengukur kepadatan tulang, beberapa diantaranya adalah:

 Dual energy x-ray absorptiometry (DEXA)

(19)

 Single energy x-ray absorptiometry

 Ultrasound

Sebelumnya sudah dilakukan penelitian tentang Osteoporosis, yaitu yang pertama dilakukan oleh Chairul Umam pada tahun 2015 dengan judul Deteksi Osteoporosis Dengan Metode Template Matching Pada Citra Sinar Rontgen Tulang Panggul Manusia. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah Metode Template Matching dan memperoleh hasil akurasi sebesar 78.94 %.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh dilakukan oleh Sindi Abdul Khairi dengan Judul Idenifikasi Osteoporosis Melalui Bone Radiograph Menggunakan Evolving Multilayer Perceptron. Menggunakan metode Simple Evolving Connectionist Systems (SECoS) atau disebut juga Evolving Multilayer Perceptrons (EMLP) Pada Penelitian ini Data yang digunakan adalah 116 citra. Dan hasil dari Pengujian dataset Bone Radiograph diperoleh sensitivitas 84.61%, dan spesifisitas 90.90%.

Penelitian berikutnya dilakukan oleh Tang, C., et. al. pada tahun 2019 dengan judul CNN-Based Automatic Detection of Bone Conditions via Diagnostic CT Images for Osteoporosis screening, pada penelitian ini pendeteksian kondisi Tulang dilakukan dengan menggunakan data CT Imaged sebanyak 3.024 dan diperoleh akurasi sistem sebesar 76.55 %.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Bela Anugrah pada tahun 2019 dengan judul Identifikasi Osteoporosis menggunakan metode Extreme Learning Machine (ELM).

Menggunakan citra X-Ray (Bone Radio Graph). menggunakan 86 citra sebagai data training dan 30 citra sebagai data testing. Dan diperoleh hasil 90%.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Yesi Angrainy pada tahun 2020 dengan judul Klasifikasi Stadium Kanker Usus Besar dengan Menggunakan Metode Convolutional Neural Network. Menggunakan 108 citra, 33 data testing dan 75 data training dan akurasi yang diperoleh sebesar 93 %.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengajukan penelitian dengan judul “Klasifikasi Osteoporosis Berdasakan Citra X-ray (Bone Radiograph) menggunakan Convolutional Neural Network”.

(20)

1.2 Rumusan Masalah

Osteoporosis dapat didiagnosa dengan cara mengambil gambar tulang lewat sinar X atau radiograf. Diperlukan analisis oleh dokter dan ahli Rheumatologi dalam menganalisis hasil Sinar X dan radiograf ini. Maka dari itu dibutuhkan suatu pengembangan sistem yang dapat membantu dokter untuk mengklasifikasi penyakit osteoporosis (pengeroposan tulang) melalui media citra (X-Ray) menggunakan Convolutional Neural Network (CNN)

1.3 Batasan Masalah

Untuk membatasi cakupan permasalahan, penulis menetapkan batasan masalah sebagai berikut:

1. Data citra yang digunakan merupakan hasil digitalisasi foto X-Ray Osteoporosis

2. Citra yang digunakan merupakan citra Grayscale

3. Citra Penyakit Osteoporosis hanya menerima format .JPG.

4. Data Citra Osteoporosis diperoleh dari Rumah Sakit Hj. Adam Malik 5. Jenis Tulang yang akan di Klasifikasi adalah :

a. Bentuk Tulang Normal b. Osteoporosis Primer c. Osteoporosis Senile

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengklasifikasi Osteoporosis pada citra Bone Radiograph menggunakan Convolutional Neural Network.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Membantu praktisi kesehatan khususnya dibagian tulang untuk mengklasifikasi penyakit Osteporosis, berdasarkan Citra X-Ray Radio Bonegraph.

(21)

2. Mengetahui kinerja metode Convolutional Neural Network (CNN) dalam mengklasifikasi penyakit Osteoporosis.

1.6 Metodologi Penelitian

Adapun tahapan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Studi Literatur

Studi literatur merupakan proses menggabungkan dan mempelajari bahan referensi berkaitan dengan Citra digital, Osteoporosis, Citra X- Ray Radio Bonegraph, Convolutional neural network yang diperoleh dari buku, skripsi, jurnal dan berbagai sumber lainnya untuk mencapai tujuan akhir dari penelitian.

2. Analisis Permasalahan

Tahapan ini dilakukan agar analisis berdasarkan data yang akan dipakai dan informasi terkait yang telah diperoleh agar didapatkan metode yang tepat untuk mengatasi masalah dalam penelitian ini.

3. Perancangan Sistem

Tahapan ini merupakan proses rancangan arsitektur untuk aplikasi sistem, rancangan algoritma dan metode-metode yang digunakan berdasarkan analisis permasalahan pada tahap sebelumnya.

4. Implementasi

Tahap ini merupakan proses penerapan berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan berdasarkan perancangan yang akan dilakukan pada tahap sebelumnya.

5. Pengujian

Tahap ini merupakan pengujian terhadap sistem yang telah dibuat untuk mengetahui tingkat akuraasi dari penerapan metode Convolutional Neural Network dalam melakukan klasifikasi Osteoporosis.

6. Dokumentasi dan Penyusunan Laporan

Penyusunan Laporan merupakan proses menyusun laporan penulisan dari penulisan dari penelitian dan pembagunan system yang telah dilakukan.

(22)

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika pada skripsi ini terditi dari lima bab yang masing-masing bab akan dijelaskan secara singkat sebagai berikut :

BAB I: PENDAHULUAN

Bab satu berisi latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II: LANDASAN TEORI

Bab dua ini berisikan teori-teori mengenai Osteporosis, Klasifikasi Osteoporosis, Citra Digital, Pengolahan Citra Digital, dan metode Convolutional Neural Network (CNN) dan Penelitian Terdahulu untuk memahami permasalahan dan proses dalam pengaplikasian sistem yang dibahas pada penelitian ini.

BAB III: ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

Bab tiga ini membahas tentang analisis arsitektur umum dari metode Convolutional Neural Network (CNN) serta langkah-langakah pada tahap pre-processing, proses training, testing, dan perancangan antar muka sistem.

BAB IV: IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM

Bab empat ini berisi implementasi dari hasil analisis, perancangan system yang telah dibuat pada bab sebelumnya serta memamparkan hasil pengujian terhadap sistem yang telah dibangun.

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari keseluruhan penelitian yang telah dilakukan dan juga saran yang diajukan untuk pengembangan penelitian berikutnya.

(23)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Osteoporosis

Osteoporosis adalah penyakit dimana tubuh kehilangan banyak massa tulang disertai berkurangnya jumlah kepadatan tulang sehingga menjadikan tulang keropos, lemah dan rentan akan Fraktur (patah Tulang), bentuk tulang pada Osteoporosis seperti ‘tulang berpori’ jika dilihat dari mikroskop, dan bentuk tulang sehat seperti sarang lebah. Ketika osteoporosis terjadi rongga dan bagian dalam sarang lebah itu jauh lebih besar daripada di tulang yang sehat. (The National Osteoporosis Society, 2018).

Proses pembentukan tulang akan dimulai sejak dari dalam kandungan, kemudian perkembangannya akan berhenti ketika seseorang mencapai usia 25 tahun. Pada usia kanak-kanak, pertumbuhan tulang terjadi dengan sangat cepat sehingga ketika terjadi pengeroposan tulang, maka jaringan tulang yang baru akan diproduksi. untuk menggantikan pengeroposan pada tulang yang telah terjadi. Akan tetapi dengan bertambahnya usia seseorang, pertumbuhan tulang akan melambat, sehingga pada puncaknya diusia 25–30 tahun pertumbuhan tulang akan terhenti dan secara perlahan-lahan pengeroposan pada tulang akan mulai terjadi. Pengeroposan yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan kepadatan pada tulang akan berkurang dan mengakibatkan tulang kehilangan kekuatannya. Hal inilah yang memicu mengapa tulang mudah menjadi rapuh, retak, bahkan mudah patah. Kekuatan pada tulang dapat diukur dari seberapa tebal ukuran tulang tersebut.

Gejala Osteoporosis :

Osteoporosis sendiri tidak mempunyai gejala apapun, namun gejala paling umum yang bisa dilihat adalah nyeri pada bagian punggung, postur tubuh yang bungkuk, tinggi badan yang menyusut dan kekuatan menggenggam pada tangan melemah,

Faktor yang menyebabkan Osteporosis adalah :

(24)

A. Usia dan Jenis kelamin Wanita

Pada usia 50 tahun ke atas jumlah kepadatan tulang semakin berkurang terutama pada wanita yang sudah memasuki pasca ‘menapouse’. Wanita yang sudah memasuki masa tersebut rentan mengalami Osteporosis, dikarenakan kegiatan menyusui pada wanita yang dapat menekan metabolisme kalsium, sehingga jumlah kalsium berkurang dan berpengaruh terhadap metabolisme tulang.

B. Pada Pria

Pria yang sudah berusia diatas 70 tahun, dikarenakan kekurangan jumlah kalsium dan menurunnya jumah hormone testosterone didalam tubuh.

C. Hormon yang tidak seimbang

Hormon yang tidak seimbang dapat berpengaruh untuk menyebabkan Penyakit Osteoporosis, seperti :

- Berkuranganya hormon salah satu pada wanita yaitu Estrogen, pada saat pasca menopause yang melemahkan tulang.

- Hormon testosterone pada pria seiring dengan bertambahnya usia, dimana fungsi ini untuk mempercepat proses penurunan kepadatan tulang.

- Hormon tiroid yang berlebihan pada tubuh yang menyebabkan penurunan kepadatan tulang.

Untuk mengetahui kesehatan tulang dapat dilakukan pemeriksaan densitas masa tulang pada bagian medis, seperti Tes kepadatan tulang BMD (Bone Mineral Densitometri) yang berfungsi mengukur tingkat kepadatan tulang dan kekuatan pada tulang, Alat ini akan menguji jumlah banyaknya kalsium dan mineral pada tulang.

(25)

Gambar 2.1 Tulang Normal

2.2 Osteoporosis Primer

Osteoporosis jenis ini terjadi pada wanita pasca menopause. Dan pada umumnya terjadi di Tulang belakang, hal itu terjadi karena produksi hormon estrogen mengalami penurunan. Hormon estrogen pada wanita memiliki fungsi sebagai pengatur dan penyalur kalsium dari dalam darah untuk menjaga keseimbangan kepadatan tulang, sehingga ketika hormon estrogen ini mengalami penurunan, maka pendistribusian kalsium ke dalam darah juga akan berkurang dan mengakibatkan hilangnya kepadatan tulang.

Gambar 2.2 Osteoporosis Primer

(26)

2.1.1 Osteoporosis Senile

Sementara itu osteoporosis yang terjadi pada pria terutama diusia lanjut disebut dengan osteoporosis senile. Osteoporosis senile pada umunya terjadi di bagian tulang selangka, dan tulang pada lutut dan biasanya disebabkan karena kekurangan kalsium sehingga proses pengeroposan tulang terjadi lebih cepat daripada proses penggantiannya. Jika dibandingkan pada wanita, hormon testosteron pada pria akan terus diproduksi hingga usia lanjut. Meskipun hormon tersebut tidak terlalu berpengaruh, tetapi tetap saja masih terdapat kaitan antara hormon testosteron dengan kekuatan tulang.

Gambar 2.3 Osteoporosis Senile

2.3 Citra Digital

Citra digital adalah model, gambar serta bentuk dari objek, pada citra ini memiliki 2 bagian yaitu: citra analog dan citra digital.

Citra analog ialah gambar berupa kelanjutan contohnya : mata manusia, kamera analog, Foto sinar X, Gambar di monitor TV, Hasil CT scan, lukisan, pemandangan alam.

Citra Digital : Foto atau gambar yang diproses di komputer (Sutoyo et al. 2009) Pada citra digital ini dapat diartikan fungsi dari 2 variable 𝑓 = 𝑥, 𝑦 dimana 𝑥, 𝑦 ialah titik spasial serta 𝑓 = 𝑥, 𝑦 membentuk ketajaman citra dalam titik pusat itu.

(27)

Agar dapat memperlihatkan motif pada citra digital yang bersumber pada penelitian, maka dibentuk perpaduan 3 dasar 𝑚𝑒𝑟𝑎ℎ, ℎ𝑖𝑗𝑎𝑢, 𝑏𝑖𝑟𝑢 Citra digital pada dasarnya ada 3 citra berwarna, citra abu, citra binary.

2.3.1 Citra Berwarna (Color Image)

Citra yang pada bagian dalam pixelnya ditentukan oleh 3 nilai yaitu, red, blue, green. Pada citra berwarna Pixel memerlukan 24 bit untuk menghasilkan 3 bagian, dimana nilai bagiannya adalah antara [0….255] contoh tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.4

Gambar 2.4 Citra Berwarna (Color Image)

2.3.2 Citra Keabuan (Grayscale Image)

Citra Keabuan atau yang sering disebut Grayscale image ialah citra yang mempunyai warna tingkat keabuan. Citra setiap pixel yang menunjukkan ketajaman, Kecerahan (brightness), dan jenis massa (density).

Pixel ini mencitrakan keabuan yang bernilai positif dari [0…255], pada hal ini nilai 0 adalah nilai minimum untuk mengukur fase kecerahan dan mengilustrasikan berwarna hitam, sedangkan 255 adalah nilai maksimum untuk mengukur tingkat kecerahan dan mengilustrasikan warna putih. Serta nilai pada jarak ℎ𝑖𝑡𝑎𝑚 𝑑𝑎𝑛 𝑝𝑢𝑡𝑖ℎ dapat mengilustrasikan warna abu-abu. Warna abu-abu ini terdiri dari 𝑚𝑒𝑟𝑎ℎ, ℎ𝑖𝑗𝑎𝑢, 𝑏𝑖𝑟𝑢 serta mempunyai ketajaman warna serupa. Citra grayscale pixel dibuat 8 bit, atau sama dengan 1 byte. Contoh tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.5

(28)

Gambar 2.5 Citra Keabuan (Grayscale Image)

2.3.3 Citra Binary (Binary Image)

Citra biner ialah citra yang hanya mempunyai 2 nilai gray level yaitu : hitam dan putih, dan disebut juga dengan pixel, pada pixel ini ada yang bernilai 0 dan 1 dimana 0 dan 1 adalah hasil dari nilai yang mempunyai ketentuan dengan menggunakan bit tunggal yang bernilai 0 dan 1. Pixel- pixel obyek mempunyai nilai = 1 (Hitam), Pixel-pixel latar belakang = 0 (Putih), dan sebaliknya. Contoh tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.6

Gambar 2.6 Citra Biner (Biner Image) 2.4 Pengolahan Citra Digital (Digital Image Processing)

Pengolahan Citra Digital ialah sebuah ilmu unuk memperlajari tentang bagaimana teknik mengolah, membentuk dan menganalisis citra kemudian membuat informasi, yang dengan mudah dapat dimengerti oleh manusia. Pengolahan citra

(29)

digital juga bisa diartikan sebagai metode memproses, dan memanipulasi hasil dari citra untuk dihasilkannya citra yang baru (Gonzales at al., 2002).

Citra tersebut menghasilkan sekumpulan pixel (picture element) dengan titik 𝑥, 𝑦 ampliitudo 𝑓 = 𝑥, 𝑦. Titik 𝑥, 𝑦 menunjukkan tata letak pixel satu citra dan ampllitudo 𝑓 = 𝑥, 𝑦 menunjukkan intensitas nilai citra berwarna.

2.4.1 Grayscalling

Grayscalling adalah Proses untuk penyeragaman warna citra yang memiliki warna RGB lalu diubah menjadi citra keabuan. Warna yang ada dalam RGB terdiri dari 3 bagian matriks (red,green,blue) akan disederhanakan menjadi 1 layer matrix abu- abu untuk menjadikan citra Grayscale. Untuk mencari nilai grayscale diperlukan perhitungan rata-rata dari total nilai RGB, seperti berikut:

I = R + G + B 3

(2.1) I = Intensitas Nilai keabuan Pixel hasil Citra Grayscaling

R = Jumlah Partikel Merah pada suatu Pixel G = Jumlah Partikel Hijau pada suatu Pixel B = Jumlah Partikel Biru pada suatu Pixel

2.4.2 Contrast Limited Adaptive Histogram Equalization (CLAHE)

CLAHE ialah suatu cara untuk memperbaiki Adaptive Histogram (AHE) pada proses peningkatan contrast pada citra. CLAHE adalah proses peningkatan contrast untuk menambahkan nilai batas (clip limit) pada citra hingga citra tampak lebih jelas serta tingkat penambahan kontras yang sangat berlebih (Pisano et al, 1998).

CLAHE pada umumnya digunakan untuk peningkat citra medis dengan kontras rendah (Yusof et al, 2013). Berikut bentuk rumus dari CLAHE :

R = ∫300830𝑆 (𝑦) 𝑅(𝑦) 𝑑𝑦

(30)

G = ∫300830𝑆 (𝑦) 𝐺(𝑦) 𝑑𝑦 (2.2) B = ∫300830𝑆(𝑦)𝐵(𝑦) 𝑑𝑦

Ket : S(y) = Jangkauan Cahayaa

R(y), G(y), B(y) = fungsi sensivitasi pada R, G, B

2.4.3 Thresholding

Pada bagian ini menjelaskan proses segmentasi citra dimana tujuannya ialah agar objek dapat dipisahkan, objek (foreground), dengan background. Dasarnya output dari hasil segmentation citra ini ialah berbentuk binary dimana objek (Foreground) akan ditampilkan 𝑏𝑒𝑟𝑤𝑎𝑟𝑛𝑎 𝑝𝑢𝑡𝑖ℎ, serta bernilai (1), lalu background menghapus warna hitam, serta bernilai (0). Sama hal nya dengan perbaikan proses pada bobot citra, proses segmentation pada citra ini menguji pada percobaan khusus dan tergantung dengan sasaran yang didapat. Proses Thresholding diartikan juga proses binerisasi, dan setiap proses citra harus melalui threshold pada gray level citra dahulu agar menjadikan citra binary (nilai level abu-abu 0 atau 255). Thresholding digunakan pada menyusunan nilai intensitas semua pixel, dimana intensitas nilai lebih besar dari nilai ambang T melalui latar depan ini sebagai objek serta nilai intensitas semua pixel kurang dari nilai ambang T sebagai latar belakang.

0 𝑖𝑓 = 𝑥, 𝑦 ≤ T

𝑔 (𝑥, 𝑦) = {

0 𝑖𝑓 = 𝑥, 𝑦 ≤ T

(2.3) Ket:

g (x, y) = Citra Hasil Binary f(x, y) = Citra Hasil Input T = Nilai Threshold

(31)

2.5 OpenCV

OpenCV (open source computer vision library) ialah perpustakaan bagi komputer visions serta pembelajaran mesin. OpenCV dikembangkan oleh Intel untuk menyederhanakan pemrograman yang berkaitan dengan gambar digital, sehingga mempercepat kecepatan pemrosesan gambar dan video. OpenCV dapat dijalankan untuk bahasa pemrograman Python, Java, C and C++. OpenCV dapat dengan muah melakukan tugas-tugas kompleks, seperti mengenali benda, mendeteksi wajah, mengkategorikan perilaku manusia yang ada pada video, mendeteksi pergerakan kamera, mendeteksi objek bergerak , mengekstraksi model objek 3D, menggabungkan gambar untuk menghasilkan gambar resolusi tinggi di seluruh video. Dan dalam pustaka OpenCV digunakan untuk melakukan pengubahan ukuran, ekstraksi warna dan pengaturan threshold.

2.6 Convolutional Neural Network

Convolutonal Neural Network (CNN) ialah bagian metode machine learning dan peningkatan dari Multi Layer Perceptron (MLP), tujuannya memproses gambar.

Perbedaan CNN dan MLP ada di jumlah neuron yang ada pada setiap cara yang dilakukan baik CNN maupun MLP. CNN sendiri akan dipresentasikan jadi 2 dimensi, sedangkan MLP hanya memiliki satu dimensi. Berikut gambar 2.7 akan menjelaskan konsep CNN dan MLP

Gambar 2.7 Arsitektur MLP dan CNN

(32)

Input Neuron x Output Neuron x tinggi. x lebar

Sebuah MLP seperti digambar memiliki satu layer, tiap-tiap layer berisikan neuron (lingkaran putih). MLP mendapatkan data input satu dimensi lalu diproses pada jaringan sehingga keluar hasil. Setiap neuron pada dua layer yang bersampingan mempunyai ukuran nilai 1dimensi untuk menetapkan kualitas mode. Setiap input data layer akan melakukan operasi linear dengan nilai tertera, setelah itu hasil lalu di transfer lewat operasi non-linear atau bisa juga sebagai fungsi aktivasi. (Putra I.W et al., 2016)

Pada CNN akan ada pemrosesan data dalam jaringan, yaitu data pada dua dimensi hingga operasi linear serta indikator CNN berbeda. CNN yang operasi linearnya menerapkan Convolution Operation, dan jenisnya tidak satu dimensi tapi berupa empat dimensi terdiri dari kumpulan kernel Convolution, seperti Gambar 2.8 ini. (Putra I.W et al., 2016)

Perhitungan Dimensi kernel pada CNN

(2.4)

Cara proses Convolution seperti pada keterangan diatas, bahwa CNN dapat diaplikasikan oleh data yang memiliki susunan dua dimensi yaitu citra beserta suara.

Gambar 2.8 Proses Konvolusi Pada CNN

(33)

Setelah proses dari Arsitektur MLP dan Konvolusi CNN, CNN juga memproses dan menerima data dari jaringan. Dalam memproses suatu data tersebut, CNN ternyata menggunakan jaringan yang sulit dan sangat dalam, algoritma tersebut diartikan juga dengan deep neural networks mempunyai empat bagian utama.

(Kestrilia et al., 2018).

Gambar 2.9 Convolutional Neural Network

2.6.1 Convolutional Layer

Ialah dasar pada Convolutional Neural Network ini sendiri, pada susunan-susunan ini ada kumpulan filter agar mempelajari citra masukan. Convolutional sendiri ini merupakan ‘nama’ matematika yang dimana satu tugas disusun berkali kali dalam output tugas lain. Sedangakan Operation Convolusi ialah, proses dari kedua fungsi dimana parameter nilainya sah (Nurhikmat., 2018). Susunan ini, membuat Convolution didalam output dan input dari tugas lain yang nilainya berulang.

Maksud Convolution dibuat adalah supaya mengekstraksi karakteristik dari input citra. Dari Susunan Convolutional, hasil keluaran neuron nantinya tersambung di jumlah ke bagian lokal di bagian input. Perkalian titik dari berat lalu bagian kecil yang signifikan dalam volum input yang sebanding nantinya akan dijumlahkan.

Kernel Convolution diharuskan memakai hasil penghitungan bobot layer, agar dapat dilatih dari input CNN. Berikut ini adalah persamaan hendak menjumlahkan perpindahan matrix :

(2.5)

Ket :

ℎ(𝑖, 𝑗) = 𝐴 ∗ 𝑃1 + 𝐵 ∗ 𝑃2 + 𝐶 ∗ 𝑃3 + 𝐷 ∗ 𝑃4 + 𝐸 ∗ 𝑃5 + 𝐹 ∗ 𝑃6 + 𝐺 ∗ 𝑃7 + 𝐻 ∗ 𝑃8 + 𝐼 ∗ 𝑃9

(34)

h(i.j) = perkalian hasil matrix kernel A pada input P A,I = nilai matrix input dikali matrix kernel

P 1-9 = nilai matrix kernel dikali matrix input gambar P

2.6.2 Maxpooling (Subsampling)

Bagian ini menambah perbedaan letak pada karakteristik yang sudah diperoleh memakai operation maximal disebut dengan Max Pooling. Max pooling akan memisah hasil output jadi berapa bagian grid kecil setelah diambil nilai maximal setiap grid agar tersusun matrix citra yang di reduksi. Proses Max Pooling dapat dilihat pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Max Pooling Operation (Wayan, 2016)

Grid berwaran merah, kuning, hijau dan biru adalah bagian grid yang dipilih nilai maximumnya. Hingga hasil prosesnya dapat ditampilkan pada kumpulan Grid disebelah kanannya. Nantinya akan menampilkan apakah fitur yang diperoleh akan sama meski obyek citra menjadi transalasi (pergeseran). Pergeseran Pooling layer pada CNN tujuannya mengurangi size citra dengan mudah dan diganti oleh suatu Convolutional Layer oleh stride yang identik pada pooling layer yang akan ditujukan.

2.6.3 Re Lu (Rectified Linear Units)

Pada bagian ini layer mengaplikasikan aktivitas tak jenuh pada node 𝑓(𝑥) = 𝑥 + = max. Susunan ini menambahkan sifat non-linear dari peran pengambilan hasil akhir segala jaringan tanpa dipengaruhi aspek reseptif dari Convolutional layer. ReLu sering dibuat sebab bisa mengasah neural network agar kian fasih. (Kestrilia et al.,

(35)

2018) fungsi activation mempunyai keunggulan yaitu bisa mempercepat proses navigasi dengan menggunakan Stichastic Gradien Descent (SGD). Metode ini juga dapat membuat perangkat mati total karena besarnya energi yang dibutuhkan untuk memproses. (Nurhikmat., 2018).

2.6.4 Fully-Connected Layer

Tiap neuron Convolutional Layer harus diubah sebagai salah satu dimensi lebih dulu karena hal itu membuat data bisa menjadi hilang informasi. Ada beberapa informasi di dalam ini yaitu : informasi spasial dan non- reversible, fully connected layer dan dapat diterapkan pada akhir jaringan. Pada fully connected layer, dilakukan proes ANN (Artificial Neural Network).

Berikut adalah gambar struktur umum dari Convolutional Neural Network :

Gambar 2.11 Struktur Umum CNN (Sumber Frontiersin.org)

(36)

2.7 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.6 Tabel Penelitian Terdahulu

No Peneliti (Tahun) Judul Keterangan

1 Chairul Umam (2015)

Deteksi Osteoporosis dengan metode Template Matching Pada Citra Sinar Rontgen Tulang Panggul Manusia

Penelitian ini meneliti salah satu teknik dalam pengolahan Citra Digital yang berfungsi untuk mencocokkan setiap bagian dari suatu citra yang menjadi template (acuan) Serta akurasi kebenaran diperoleh

78.94%.

2 Sindi Abdul Khairi (2017)

Identifikasi Osteoporosis melalui Bone Radiograph Menggunakan Evolving Multilayer Perceptron

Di Penelitian ini Data yang di gunakan adalah 116 citra. Dan hasil dari Pengujian dataset Bone Radiograph diperoleh sensitivitas

84.61%, dan spesifisitas 90.90%

3 Anugrah Bela (2019)

Identifikasi Osteoporosis Menggunakan Extreme Learning Machine

Penelitian ini mendapatkan 86 citra sebagai data training dan 30 citra sebagai data testing.

Setelah diuji menggunakan beberapa parameter seperti epoch 1000, hidden node 50, threshold 170 dan learnig rate 0,2 dalam mengidentifikasi osteoporosis, Lalu hasil akurasi yang didapatkan dari penelitian ini sebesar 90%.

(37)

4 Tang, C., et. al.

2019

CNN-based Automatic Detection of Bone Conditions via Diagnostic

CT Images for

Osteoporosis Screening

Pada Penelitian ini pendeteksian kondisi Tulang

dilakukan dengan

menggunakan data CT Imaged sebanyak 3.024 dan diperolah akurasi sistem sebesar 76.65

% 5 Angrainy, Y.

(2020).

Klasifikasi Stadium Kanker Usus Besar dengan Menggunakan Metode Convolutional Neural Network

Penelitian ini mengklasifikasi kanker usus besar dari tingkat stadium 0,1,2,3 dan 4 data diperoleh pada penelitian ini adalah sebesar 108 cita, 75 Data latih dan 33 data uji serta akurasi yang diperoleh sebesar 93%

Pada penelitian ini ada beberapa hal yang membedakan dengan penelitian sebelumnya, yaitu belum ada penelitian yang mengklasifikasi Osteoporosis dengan metode Convolutional Neural Network dan selain itu pada penelitian ini melalui tahap pre processing dan segmentation yang hasilnya berbeda dengan 3 output klasifikasi osteoporosis yaitu, tulang normal, primer dan senile. Yang sebelumnya belum pernah dibuat pada suatu penelitian. Dan pada penelitian ini juga yang membedakan dengan penelitian sebelumnya yaitu pada citra yang digunakan. Citra yang digunakan diperoleh dari Database Rs. Hj. Adam Malik Medan dan diperoleh sebesar 300 data citra.

(38)

BAB 3

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

3.1 Dataset

Data diperoleh merupakan dari hasil pengambilan dari Database Rumah Sakit Hj.

Adam Malik berlokasi di Jl. Bunga Lau No. 17, Kemenangan Tani, Kec. Medan Tuntungan, Kota Medan, Sumatera Utara 20136. Data yang diambil merupakan hasil dari X-ray dan diconvert ke .Jpg melalui Laptop. Jumlah total data sebanyak 300 citra, contoh data citra Osteoporosis pada penelitian ini dapat terlihat pada Gambar 3.1

Gambar 3.1 Contoh Data Citra Normal

(39)

Gambar 3.2 Contoh Data Citra Osteoporosis Primer

Gambar 3.3 Contoh Data Citra Osteoporosis Senile

Terdapat 3 jenis data citra Osteoporosis pada penelitian ini, yaitu Bentuk Tulang Normal, Osteoporosis Primer dan Osteporosis Sekunder, kemudian data dibagi menjadi 2 bagian, yaitu : 240 data training dan 60 data sebagai data testing yang dapat dilihat pada tabel 3.1.

(40)

Tabel 3.1 Jumlah data training dan data testing

Dataset Data Pelatihan Data Pengujian Jumlah Dataset

Tulang Normal 80 20 100

Primer 80 20 100

Senile 80 20 100

Jumlah Seluruh Data

240 60 300

Data training bertujuan untuk melatih algoritma tersebut dengan merubah parameter yang ada untuk menyesuaikan dengan data yang telah diberikan sehingga dapat memahami informasi-informasi pada data tersebut. Dan data testing bertujuan untuk melakukan pengujian terhadap performa algoritma yang telah di latih sebelumnya. Bobot nilai masing-masing data dapat dilihat pada Gambar 3.4

Gambar 3.4 Bobot nilai data training dan data testing

3.2Analisis Sistem

Proses yang dilalui dalam membangun sistem pada penelitian melalui beberapa tahapan. Tahap pertama dimulai dari pengumpulan data Osteoporosis, mulai dari bentuk tulang normal, Primer dan Senile. Setelah itu dipakai sebagai data training dan data testing. Proses pengambilan data diambil langsung melalui Database Rumah Sakit Hj. Adam Malik.

Adapun tahap pertama yaitu, pre-processing yang terdiri dari Grayscalling, yang tujuannya adalah buat penyeragaman warna keabuan pada citra yang akan diproses. Lalu tahap CLAHE yaitu tahap untuk penambahan kontras pada citra.

Lalu tahap ketiga yaitu Segmentasi, di tahap ini dilakukan proses Thresholding yaitu merupakan hasil proses segmentasi citra yang bertujuan untuk memisahkan

60 data testing(20%) 240 data training 80%

(41)

antar obyek (foreground), dengan background, Setelah itu masuk ke tahap kelima, yaitu Klasifikasi menggunakan Convolutional Neural Network. Setelah melalui tahapan tersebut, maka menghasilkan output dari Klasifikasi Osteoporosis yaitu : Bentuk Tulang Normal, Primer dan Senile. Adapun tahapan-tahapan tersebut dapat dilihat dalam arsitektur umum pada Gambar 3.5.

(42)

Gambar 3.5 Arsitektur Umum

(43)

3.2.1 Image Acquisition

Pada tahap ini pengumpulan citra Osteoporosis yang merupakan input awal.

Penelitian ini menggunakan data Osteoporosis tulang normal, primer dan senile.

Proses pengambilan data menggunakan database rumah sakit Hj. Adam Malik, pada proses penelitian ini peneliti berdiskusi dengan dokter Orthopedi mengenai tata letak tulang osteoporosis yang akan diteliti. Setelah berdiskusi dengan dokter Orthopedi peneliti berhasil mengumpulkan 300 data dalam bentuk X-Ray untuk dipergunakan dalam penelitian kali ini. Setelah data citra X-ray diperoleh data citra dibagi menjadi dua bagian yaitu data training dan data testing. Citra yang akan digunakan berekstensi .JPG

3.2.2 Image Pre-Procesing

Selanjutnya dilakukan proses pre-processing terhadap citra Osteoporosis sehingga mendapat hasil yang lebih baik sehingga bisa diproses ke tahap selanjutnya. Pada tahap pre-processing dilakukan proses grayscalling, Contrast Limited Adaptive Histogram Equalization (CLAHE). Berikut ini adalah penjelasan tahap-tahapan pre-processing pada penelitian ini.

3.2.2.1 Grayscalling

Pada proses Grayscalling dilakukan untuk menambah nilai keabuan pada citra Osteoporosis. Proses Graysclalling akan memberi warna keabuan untuk citra, lalu dihasilkan oleh perhitungan terhadap RGB (Red, Green, Blue) dan tingkat ketajaman serupa.

(44)

FUNCTION grayscale(imgOsteoporosis):

img_gray <- cv2.cvtColor(imgOsteoporosis cv2.COLOR_BGR2GRAY)

RETURN img_gray ENDFUNCTION

Gambar 3.6 Citra Grayscale

Citra yang semula berukuran 250x250 diubah menjadi 5x5 pixel. Lalu dicari nilai R, G, B pada masing-masing pixel. Dapat dilihat pada gambar 3.6 merupakan hasil dari tahapan grayscaling sehingga citra telah berubah menjadi skala keabuan.

Langkah-langkah pada penerapan grayscaling di penelitian ini dapat dilihat pada pseudcode dibawah ini :

- Nama fungsi pada tahap ini yaitu grayscale dengan parameter pertama, citra osteoporosis.

- Kemudian fungsi yang sudah tersedia pada library python yaitu openCV dengan objek cv2 dipanggil. Fungsi yang dipanggil pada library ini adalah fungsi cvtColor untuk mengubah citra dari satu ruang warna ke warna lainnya. Ada lebih dari 150 metode conversi warna khusus yang tersedia di OpenCV. Metode konversi yang digunakan dalam mengubah citra berwarna (color) ke citra keabuan (gray) adalah COLOR_BGR2GRAY yang menjadi parameter kedua pada fungsi.

- Lalu hasil dari konversi gambar matrix ke grayscale disimpan pada variabel img_gray yang menjadi nilai kembali pada fungsi grayscale.

Pada gambar 3.6 merupakan hasil grayscalling kemudian dilanjutkan pada Gambar

(45)

3.7. bagian ini menjelaskan mengenai representasi dari citra grayscale pada citra Osteoporosis, dapat dilihat pada gambar 3.6 bahwa gambar tersebut berukuran 250x250, lalu diubah ke dalam bentuk 5x5 pixel dan di cari nilai R,G,B pada setiap pixelnya, seperti pada gambar dibawah ini :

(a) Citra Osteoporosis 5x5 pixel (b) Citra 5x5 pixel

Gambar 3.7 Representasi Citra Grayscale

Adapun nilai red, green, blue yang diperoleh pada citra 25 pixel tersebut adalah : (3.2) P 1 = R,G,B (88,90,89)

P 2 = R,G,B (112,114,113) P 3 = R,G,B (144,146,145)

P 4 = R,G,B (116,118,117) P 5 = R,G,B (89,89,89)

P 6 = R,G,B (74,75,70) P 7 = R,G,B (102,102,102) P 8 = R,G,B (128,128,128) P 9 = R,G,B (107,107,107) P 10 = R,G,B (75,75,77) P 11 = R,G,B (71,73,72) P 12 = R,G,B (103,103,103) P 13 = R,G,B (118,118,118)

(46)

Dengan persamaan (2.2) maka dari itu nilai grayscale telah didapatkan sebagai berikut:

(3.3) P 1 = R,G,B (88+90+89) / 3 = 89

P 2 = R,G,B (112+114+113) /3 = 113 P 3 = R,G,B (144+146+145) / 3 = 145 P 4 = R,G,B (116+118+117) / 3 = 117 P 5 = R,G,B (89+89+89) / 3 = 89 P 6 = R,G,B (74+75+70) / 3 = 73 P 7 = R,G,B (102+102+102) / 3 = 102 P 8 = R,G,B (128+128+128) / 3 = 128 P 9 = R,G,B (107+107+107) / 3 = 107 P 10 = R,G,B (75+75+77) / 3 = 75.6 P 11 = R,G,B (71+73+72) = 72

P 12 = R,G,B (103+103+103) / 3 = 103 P 13 = R,G,B (118+118+118) /3 = 118 P 14 = R,G,B (109+108+110)/ 3 = 109 P 14 = R,G,B (108,108,108)

P 15 = R,G,B (85,85,83) P 16 = R,G,B (84,85,80) P 17 = R,G,B (112,112,112) P 18 = R,G,B (109,109,109) P 19 = R,G,B (116,116,116) P 20 = R,G,B (104,104,102) P 21 = R,G,B (94,93,91) P 22 = R, G,B (116, 117 ,119) P 23 = R, G,B (92,91,89) P 24 = R,G,B (114,115,117) P 25 = R,G,B (118,119,114)

(47)

P 15 = R,G,B (85+85+83) / 3 = 84.3 P 16 = R,G,B (84+85+80) / 3 = 83 P 17 = R, G,B (112+112+112) / 3 = 112 P 18 = R, G,B (109+109+109) / 3 = 109 P 19 = R, G,B (116+116+116) / 3 = 116 P 20 = R, G,B (104+104+102) / 3 = 103.3 P 21 = R, G,B (94+93+91) / 3 = 92.6 P 22 = R, G,B (116+117+119) / 3 = 117.3 P 23 = R, G,B (92+91+89) / 3 = 90.6 P 24 = R, G,B (114+115+117) / 3 = 115.3 P 25 = R, G,B (118+119+114) / 3 = 117

Setelah diperoleh nilai grayscale pada tiap pixel dari persamaan (2.2) untuk itu nilai pixel segera diubah sesuai dengan nilai grayscle lalu diperoleh nilai grayscale pada setiap pixel. Dan dapat dilihat pada Gambar 3.8.

89 113 145 117 89 73 102 128 107 75 72 103 118 109 84 83 112 109 116 103 92 117 90 115 117

Gambar 3.8 Nilai Graycscale pada setiap pixel

3.2.2.2 Contrast Limited Histogram Adaptive Equalization (CLAHE)

Tahap berikut ini adalah peningkatan kontras citra dengan menggunakan Contrast adaptive histogram equalization (CLAHE) yang bertujuan untuk mengatur kejelasan citra dengan menambah kontas citra untuk menampilkan bagian gelap maupun yang tak terlihat. Dan juga CLAHE ini mampu memperbaiki kualitas citra,

(48)

CLAHE memberikan nilai batas pada histogram sehingga tidak terjadi peningkatan kontras yang berlebihan. Citra Osteoporosis yang telah melalui proses CLAHE ditunjukkan pada Gambar 3.9.

Gambar 3.9 Hasil proses CLAHE

Langkah-langkah dalam penerapan CLAHE pada penelitian ini dapat dilihat pada pseudocode dibawah ini:

- Langkah pertama yaitu memanggil data citra pada parameter pertama dalam fungsi secara satu persatu dengan function perulangan untuk melakukan proses CLAHE.

- Langkah selanjutnya data pada citra membentuk variabel y yang merupakan variabel baru untuk menyimpan hasil CLAHE.

- Langkah berikutnya setelah disimpan pada variabel baru kemudian library akan menjalankan proses CLAHE pada setiap citra.

- Selanjutnya setelah data disimpan pada variabel akan dilakukan proses perulangan untuk memanggil data pada citra agar melewati proses CLAHE.

for i in range(len(gray_train)):

clahe = cv2.createCLAHE(clipLimit=2.0, tileGridSize=(5,5)) y = clahe.apply(gray_train[i])

clahe_training.append(y

(49)

3.2.3 Segmentation

Pada penelitian ini menggunakan thresholding untuk melakukan tahap segmentation. Thresholding berfungsi untuk memisahkan antar objek (foreground) dengan background citra. Thresholding meningkatkan nilai keabuan suatu citra hingga hasil memiliki perbedaan tingakat kecerahan yang memudahkan dalam proses pengklasifikasian.

Hasil Thresholding 3.10. Langkah-langkah dalam penerapan thresholding pada penelitian dapat dilihat pada pseudocode dibawah ini :

FUNCTION thresholding(imgOsteoporosis): ret,

img_threshold <- cv2.threshold(imgOsteoporosis,70,255, cv2.THRESH_BINARY_INV) RETURN img_threshold

ENDFUNCTION

- Nama fungsi pada tahapan ini yaitu thresholding dengan parameter pertama yaitu citra Osteoporosis yang telah melalui proses CLAHE.

- Kemudian, memanggil fungsi yang dipanggil pada library python yaitu openCV dengan objek cv2. Fungsi yang dipanggil pada library ini yaitu fungsi threshold untuk mengubah citra menjadi hitam atau putih sesuai dengan nilai ambang batas yang diberikan. Pada parameter pertama merupakan data citra yang akan diproses, parameter kedua merupakan nilai ambang batas threshold yaitu 70 dan parameter ketiga merupakan nilai maksimum yaitu 255, parameter terakhir adalah jenis ambang yaitu THRES_BINARY_INV. Dengan demikian, semua nilai pixel dibawah 70 akan dikonversi menjadi 0 atau hitam, dan semua nilai pixel diatas 70 akan dikonversi menjadi 255 atau putih.

- Tahap selanjutnya, nilai kembali dari fungsi ini yaitu hasil variabel ke-2 dari fungsi threshold yang disimpan pada variabel img_threshold

(50)

Gambar 3.10 Hasil Proses Thresholding

Berdasarkan persamaan yang ada, maka nilai threshold yang diperoleh adalah:

Nilai max = 145 Nilai min = 72

T =145+72

2 = 108.5 (3.4) 89 < 108 = 0

113 > 108 = 1 145 > 108 = 1 117 > 108 = 1 89 < 108 = 0 73 < 108 = 0 102 < 108 = 0 128 > 108 = 1 107 < 108 = 0 75 < 108 = 0 72 < 108 = 0 103 < 108 = 0 118 > 108 = 1 109 > 108 = 1

(51)

Nilai Thresholding dalam bentuk matriks dapat dilihat pada Gambar 3.11.

0 1 1 1 0

0 0 1 0 0

0 0 1 1 0

0 1 1 1 0

0 1 0 1 1

Gambar 3.11 Nilai Thresholding pada setiap pixel

3.2.4 Convolutional Neural Network (CNN)

Convolutional Neural Network (CNN) adalah metode machine learning yang diterapkan pada penelitian ini untuk mengklasifikasi Osteoporosis. Data input pada metode ini adalah citra Osteoporosis yang telah melalui proses segmentation.

Dalam mengolah citra pada machine learning, dibagi menjadi 2 proses dengan data citra yang berbeda. Adapun 2 proses pembelajaran citra pada metode machine learning yaitu :

84 < 108 = 0 83 < 108 = 0 112 > 108 = 1 109 > 108 = 1 116 > 108 = 1 103 > 108 = 0 92 < 108 = 0 117 > 108 = 1 90 < 108 = 0 115 > 108 = 1 117 > 108 = 1

(52)

3.2.4.1 Proses Training

Proses training merupakan tahap pembelajaran sistem terhadap data input untuk membuat suatu keputusan yang diinginkan dengan bantuan metode machine learning yang digunakan, biasanya jumlah data input pada proses training lebih banyak daripada jumlah data input yang digunakan pada proses testing, dengan tujuan untuk meningkatkan kompleksitas algoritma pembelajaran terhadap pemetaan ciri citra yang beragam. Hasil dari proses ini berupa model yang nantinya digunakan pada proses testing. Pada proses training, data input dipecah lagi menjadi data training dan data validation. Adapun perbedaan dari data tersebut yaitu :

- Data Training

Data training adalah data pengujian yang digunakan untuk pembelajaran pada machine learning, yaitu data yang menyesuaikan parameter pengklasifi untuk membentuk model. Pada penelitian ini menggunakan data training sejumlah 240 data atau sama dengan 80 % dari data yang digunakan pada proses training.

- Data Validation

Data validation merupakan data yang digunakan untuk memberikan evaluasi kesesuaian model yang tidak berpengaruh (bias) kepada set data training saat menyesuaikan atau membentuk parameter model. Pada penelitian ini menggunakan data validation sejumlah 48 data atau sama dengan 20 % dari data yang digunakan pada proses training.

Dalam melakukan pembelajaran machine learning pada citra menggunakan arsitektur convolutional neural network yang berbeda-beda berdasarkan tingkat kompleksitas citra dan tingkat klasifikasi yang digunakan untuk membentuk model yang baik. Komposisi arsitektur convolutional neural network yang digunakan pada penelitian ini ditunjukkan pada tabel 3.5.

(53)

Tabel 3.5 Komposisi Arsitektur CNN

Model: "sequential"

_______________________________________________________________

__

Layer (type) Output Shape Param #

===============================================================

==

conv2d (Conv2D) (None, 256, 256, 32) 896 _______________________________________________________________

__

max_pooling2d (MaxPooling2D) (None, 128, 128, 32) 0 _______________________________________________________________

__

conv2d_1 (Conv2D) (None, 128, 128, 64) 18496 _______________________________________________________________

__

max_pooling2d_1 (MaxPooling2 (None, 64, 64, 64) 0 _______________________________________________________________

__

conv2d_2 (Conv2D) (None, 64, 64, 128) 73856 _______________________________________________________________

__

max_pooling2d_2 (MaxPooling2 (None, 32, 32, 128) 0 _______________________________________________________________

__

flatten (Flatten) (None, 131072) 0 _______________________________________________________________

__

dense (Dense) (None, 128) 16777344 _______________________________________________________________

__

dense_1 (Dense) (None, 3) 387

===============================================================

==

Total params: 16,870,979 Trainable params: 16,870,979 Non-trainable params: 0

Pada tabel 3.5 terdapat kolom layer yang berarti lapisan-lapisan yang terdiri dari 2 komponen pada Convolutional Neural Network yaitu komponen pengindentifikasian fitur (convolutional layer dan pooling layer) dan komponen yang terhubung penuh (fully connected layer), total layer yang digunakan pada penelitian ini adalah 8 layer. Kolom selanjutnya yaitu output shape atau bentuk ukuran keluaran citra setelah melalui proses pada filter layer yang dilalui, bisa dilihat dari tabel bahwa ukuran gambar semakin kecil berdasarkan parameter pada setiap layer yang akan membagi input menjadi ukuran yang lebih kecil. Parameter

(54)

itu adalah ukuran yang digunakan dalam filter layer untuk mengurangi dimensi citra pada tahap pengkalian fitur (feature map) dan max pooling. Fungsi parameter menentukan keluaran model dari node machine learning yang digunakan pada setiap layer convolutional neural network dengan menentukan setiap neuron pada jaringan tersebut harus diaktifkan (fired) atau tidak. Pada komponen pengidentifikasian fitur digunakan fungsi aktivasi ReLu (Rectified Linear Unit).

Secara sistematis, fungsi aktivatis ReLu dapat dilihat pada Persamaan 3.5.

Dimana x adalah hasil perhitungan pada layer. Sederhananya, fungsi aktivasi ReLu didefinisikan seperti : untuk x > 0, maka keluarannya adalah x dimana x adalah hasil perhitungan pada layer. Misalnya 𝜎(x) bernilai 0 jika x kurang dari nol dan 𝜎(x) sama dengan x jika x diatas atau sama dengan 0.

Sementara, pada komponen yang terhubung penuh menggunakan fungsi aktivasi softmax untuk klasifikasi multikelas. Secara sistematis, fungsi aktivasi softmax dapat dilihat pada Persamaan 3.6.

3.6

Melalui persamaan diatas menerapkan fungsi eksponensial standar untuk setiap elemen 𝑥𝑖 dari vector input j dan menormalkan nilai-nilai ini dengan membagi dengan jumlah semua eksponensial, normalisasi ini memastikan bahwa jumlah komponen vector keluaran 𝜎(𝑥) adalah 1.

Setelah tahap perancangan komposisi arsitektur Convolutional Neural Network, maka tahap selanjutnya adalah proses learning yang dilakukan secara berulang sebanyak 15 epoch. Pada proses learning dilakukan sampai tercapainya nilai optimum yang diinginkan, hingga terbentuk model Convolutional Neural Network yang memenuhi target. Loss function juga terdapat pada penelitian ini. Loss

(55)

Function memiliki tugas penting untuk mengevaluasi dan mendiagnosis pengoptimalan model, semakin kecil nilai loss merupakan tanda bahwa model yang dibangun baik. Variabel acuan untuk tercapainya nilai optimum yang digunakan yaitu ketika nilai variabel akurasi ≥ 0.90 dan nilai loss ≤ 0.5. Setelah variabel acuan terpenuhi, yaitu pada epoch 15, maka weight dari model tersebut disimpan untuk digunakan pada proses testing.

Pada learning model terhadap data citra osteoporosis dapat dilihat pada gambar 3.12

Gambar 3.12 Visualisasi Hasil Loss (kiri) dan Akurasi (kanan) terhadap model Dari Gambar 3.9 dapat dilihat bahwa gambar tersebut menunjukkan pada epoch ke- 15 didapatkan accuracy data training mencapai 0.91 atau 91% serta nilai loss data training 0.2.

3.2.4.2 Proses Testing

Proses testing merupakan tahap pengujian model yang telah dibentuk pada proses training sebelumnya. Tahapan ini dilakukan agar mengetahui seberapa efektif

(56)

metode Convolutional Neural Network yang diterapkan pada sistem klasifikasi Osteoporosis yang terdiri dari 3 kelas (normal, primer dan senile).

Metode yang dipakai untuk mengklasfikasikan Convolutional neural network.

(CNN) terdiri dari 2 : Feature Extraction layer dan Fully Connected Layer. Dimana Konvolusi nantinya menampilkan perubahan susunan data melalui informasi data citra. Weight adalah hubungan antar susunan yang mengerjakan spesifikasi matrix convolutional sehingga matrix convolution dapat dilatih pada input CNN, seperti pada Gambar 3.13.

(a) Gambar Input (b) Feature Detector

C 1, 1 C 2, 1 C 3, 1

C 2, 1 C 2, 2 C 3, 2

C 3, 1 C 2, 3 C 3, 3

(c) Featuter Map

Gambar 3.13 Matrix Konvolusi

Gambar 3.13 merupakan model input pada gambar untuk dijadikan kedalam bentuk 5x5 pixel, dan bagian feature detectornya 3x3 untuk proses pada konvolusi. Matrix 3x3 nantinya akan bergeser mulai dari sudut kiri atas dari input image lalu bergeser ke arah kanan sebanyak 1 pixel hingga semua pixel dari baris pertama input image dilewati. Lalu setelah semua baris pertama dari input dimulai dari kiri lalu mengarah menuju ke kanan seperti pada baris pertama. Selanjutnya ketika semua pixel sudah dilakukan pada baris awal, akan otomatis dilakukan pada baris-baris

89 113 145 117 89

73 102 128 107 75

72 103 118 109 84

83 112 109 116 103

92 117 90 115 117

0 0 1

1 0 0

0 1 1

(57)

setelahnya sampai semua pixel di bagian input dilalui dan kemudian disimpan di dalam matrix baru. Pergerseran matrix tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.14.

89 113 145 117 89

73 102 128 107 75

72 103 118 109 84

83 112 109 116 103

92 117 90 115 117

89 113 145 117 89

73 102 128 107 75

72 103 118 109 84

83 112 109 116 103

92 117 90 115 117

89 113 145 117 89

73 102 128 107 75

72 103 118 109 84

83 112 109 116 103

92 117 90 115 117

89 113 145 117 89

73 102 128 107 75

72 103 118 109 84

83 112 109 116 103

92 117 90 115 117

89 113 145 117 89

73 102 128 107 75

72 103 118 109 84

83 112 109 116 103

92 117 90 115 117

89 113 145 117 89

73 102 128 107 75

72 103 118 109 84

83 112 109 116 103

92 117 90 115 117

Gambar

Gambar 2.1 Tulang Normal
Gambar 2.11 Struktur Umum CNN (Sumber Frontiersin.org)
Gambar 3.1 Contoh Data Citra Normal
Gambar 3.3 Contoh Data Citra Osteoporosis Senile
+7

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu metode deep learning adalah Convolutional Neural Network (CNN), CNN telah banyak dimanfaatkan pada proses efisiensi budidaya tanaman seperti kematangan buah

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir dengan judul “KLASIFIKASI CITRA JENIS BUNGA MENGGUNAKAN METODE CONVOLUTIONAL NAURAL NETWORK (CNN)” beserta seluruh isinya adalah

Sistem ini dikembangkan dengan metode Convolutional Neural Network (CNN) yang dibangun menggunakan K-Fold Cross Validation untuk memvalidasi struktur model CNN, memiliki

Hasil pengujian menggunakan pretrained CNN dengan arsitektur VGG16 dalam mendeskripsikan fitur wajah untuk proses klasifikasi sudah cukup baik, hal ini ditunjukkan pada hasil pengujian

iii Skripsi oleh: DHELLA DHELVIANA TIARA AMELIA NPM : 18.1.03.02.0206 Judul : IMPLEMENTASI KLASIFIKASI CITRA GESTUR TANGAN BERBASIS CNN CONVOLUTIONAL NEURAL NETWORK Telah

Pada penelitian ini mengunakan foto rontgen untuk mendeteksi foto rontgen yang paru paru normal serta yang terkena penyakit pneumonia mengunakan metode CNN yang di preprocessing citra

Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, model CNN untuk klasifikasi bentuk wajah manusia yang dibagi kedalam dua kelas yaitu bentuk wajah kotak dan bulat memiliki

Hasil pengujian klasifikasi citra buah jeruk manis menggunakan metode CNN dengan 10 inputan yang dilakukan dengan data traing sebanyak 100 sample dan menghasilkan 50 epoch dapat