• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.3 Citra Digital

2.3.3 Citra Binary (Binary Image)

Citra biner ialah citra yang hanya mempunyai 2 nilai gray level yaitu : hitam dan putih, dan disebut juga dengan pixel, pada pixel ini ada yang bernilai 0 dan 1 dimana 0 dan 1 adalah hasil dari nilai yang mempunyai ketentuan dengan menggunakan bit tunggal yang bernilai 0 dan 1. Pixel- pixel obyek mempunyai nilai = 1 (Hitam), Pixel-pixel latar belakang = 0 (Putih), dan sebaliknya. Contoh tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.6

Gambar 2.6 Citra Biner (Biner Image) 2.4 Pengolahan Citra Digital (Digital Image Processing)

Pengolahan Citra Digital ialah sebuah ilmu unuk memperlajari tentang bagaimana teknik mengolah, membentuk dan menganalisis citra kemudian membuat informasi, yang dengan mudah dapat dimengerti oleh manusia. Pengolahan citra

digital juga bisa diartikan sebagai metode memproses, dan memanipulasi hasil dari citra untuk dihasilkannya citra yang baru (Gonzales at al., 2002).

Citra tersebut menghasilkan sekumpulan pixel (picture element) dengan titik π‘₯, 𝑦 ampliitudo 𝑓 = π‘₯, 𝑦. Titik π‘₯, 𝑦 menunjukkan tata letak pixel satu citra dan ampllitudo 𝑓 = π‘₯, 𝑦 menunjukkan intensitas nilai citra berwarna.

2.4.1 Grayscalling

Grayscalling adalah Proses untuk penyeragaman warna citra yang memiliki warna RGB lalu diubah menjadi citra keabuan. Warna yang ada dalam RGB terdiri dari 3 bagian matriks (red,green,blue) akan disederhanakan menjadi 1 layer matrix abu-abu untuk menjadikan citra Grayscale. Untuk mencari nilai grayscale diperlukan perhitungan rata-rata dari total nilai RGB, seperti berikut:

I = R + G + B 3

(2.1) I = Intensitas Nilai keabuan Pixel hasil Citra Grayscaling

R = Jumlah Partikel Merah pada suatu Pixel G = Jumlah Partikel Hijau pada suatu Pixel B = Jumlah Partikel Biru pada suatu Pixel

2.4.2 Contrast Limited Adaptive Histogram Equalization (CLAHE)

CLAHE ialah suatu cara untuk memperbaiki Adaptive Histogram (AHE) pada proses peningkatan contrast pada citra. CLAHE adalah proses peningkatan contrast untuk menambahkan nilai batas (clip limit) pada citra hingga citra tampak lebih jelas serta tingkat penambahan kontras yang sangat berlebih (Pisano et al, 1998).

CLAHE pada umumnya digunakan untuk peningkat citra medis dengan kontras rendah (Yusof et al, 2013). Berikut bentuk rumus dari CLAHE :

R = ∫300830𝑆 (𝑦) 𝑅(𝑦) 𝑑𝑦

G = ∫300830𝑆 (𝑦) 𝐺(𝑦) 𝑑𝑦 (2.2) B = ∫300830𝑆(𝑦)𝐡(𝑦) 𝑑𝑦

Ket : S(y) = Jangkauan Cahayaa

R(y), G(y), B(y) = fungsi sensivitasi pada R, G, B

2.4.3 Thresholding

Pada bagian ini menjelaskan proses segmentasi citra dimana tujuannya ialah agar objek dapat dipisahkan, objek (foreground), dengan background. Dasarnya output dari hasil segmentation citra ini ialah berbentuk binary dimana objek (Foreground) akan ditampilkan π‘π‘’π‘Ÿπ‘€π‘Žπ‘Ÿπ‘›π‘Ž π‘π‘’π‘‘π‘–β„Ž, serta bernilai (1), lalu background menghapus warna hitam, serta bernilai (0). Sama hal nya dengan perbaikan proses pada bobot citra, proses segmentation pada citra ini menguji pada percobaan khusus dan tergantung dengan sasaran yang didapat. Proses Thresholding diartikan juga proses binerisasi, dan setiap proses citra harus melalui threshold pada gray level citra dahulu agar menjadikan citra binary (nilai level abu-abu 0 atau 255). Thresholding digunakan pada menyusunan nilai intensitas semua pixel, dimana intensitas nilai lebih besar dari nilai ambang T melalui latar depan ini sebagai objek serta nilai intensitas semua pixel kurang dari nilai ambang T sebagai latar belakang.

0 𝑖𝑓 = π‘₯, 𝑦 ≀ T

2.5 OpenCV

OpenCV (open source computer vision library) ialah perpustakaan bagi komputer visions serta pembelajaran mesin. OpenCV dikembangkan oleh Intel untuk menyederhanakan pemrograman yang berkaitan dengan gambar digital, sehingga mempercepat kecepatan pemrosesan gambar dan video. OpenCV dapat dijalankan untuk bahasa pemrograman Python, Java, C and C++. OpenCV dapat dengan muah melakukan tugas-tugas kompleks, seperti mengenali benda, mendeteksi wajah, mengkategorikan perilaku manusia yang ada pada video, mendeteksi pergerakan kamera, mendeteksi objek bergerak , mengekstraksi model objek 3D, menggabungkan gambar untuk menghasilkan gambar resolusi tinggi di seluruh video. Dan dalam pustaka OpenCV digunakan untuk melakukan pengubahan ukuran, ekstraksi warna dan pengaturan threshold.

2.6 Convolutional Neural Network

Convolutonal Neural Network (CNN) ialah bagian metode machine learning dan peningkatan dari Multi Layer Perceptron (MLP), tujuannya memproses gambar.

Perbedaan CNN dan MLP ada di jumlah neuron yang ada pada setiap cara yang dilakukan baik CNN maupun MLP. CNN sendiri akan dipresentasikan jadi 2 dimensi, sedangkan MLP hanya memiliki satu dimensi. Berikut gambar 2.7 akan menjelaskan konsep CNN dan MLP

Gambar 2.7 Arsitektur MLP dan CNN

Input Neuron x Output Neuron x tinggi. x lebar

Sebuah MLP seperti digambar memiliki satu layer, tiap-tiap layer berisikan neuron (lingkaran putih). MLP mendapatkan data input satu dimensi lalu diproses pada jaringan sehingga keluar hasil. Setiap neuron pada dua layer yang bersampingan mempunyai ukuran nilai 1dimensi untuk menetapkan kualitas mode. Setiap input data layer akan melakukan operasi linear dengan nilai tertera, setelah itu hasil lalu di transfer lewat operasi non-linear atau bisa juga sebagai fungsi aktivasi. (Putra I.W et al., 2016)

Pada CNN akan ada pemrosesan data dalam jaringan, yaitu data pada dua dimensi hingga operasi linear serta indikator CNN berbeda. CNN yang operasi linearnya menerapkan Convolution Operation, dan jenisnya tidak satu dimensi tapi berupa empat dimensi terdiri dari kumpulan kernel Convolution, seperti Gambar 2.8 ini. (Putra I.W et al., 2016)

Perhitungan Dimensi kernel pada CNN

(2.4)

Cara proses Convolution seperti pada keterangan diatas, bahwa CNN dapat diaplikasikan oleh data yang memiliki susunan dua dimensi yaitu citra beserta suara.

Gambar 2.8 Proses Konvolusi Pada CNN

Setelah proses dari Arsitektur MLP dan Konvolusi CNN, CNN juga memproses dan menerima data dari jaringan. Dalam memproses suatu data tersebut, CNN ternyata menggunakan jaringan yang sulit dan sangat dalam, algoritma tersebut diartikan juga dengan deep neural networks mempunyai empat bagian utama.

(Kestrilia et al., 2018).

Gambar 2.9 Convolutional Neural Network

2.6.1 Convolutional Layer

Ialah dasar pada Convolutional Neural Network ini sendiri, pada susunan-susunan ini ada kumpulan filter agar mempelajari citra masukan. Convolutional sendiri ini merupakan β€˜nama’ matematika yang dimana satu tugas disusun berkali kali dalam output tugas lain. Sedangakan Operation Convolusi ialah, proses dari kedua fungsi dimana parameter nilainya sah (Nurhikmat., 2018). Susunan ini, membuat Convolution didalam output dan input dari tugas lain yang nilainya berulang.

Maksud Convolution dibuat adalah supaya mengekstraksi karakteristik dari input citra. Dari Susunan Convolutional, hasil keluaran neuron nantinya tersambung di jumlah ke bagian lokal di bagian input. Perkalian titik dari berat lalu bagian kecil yang signifikan dalam volum input yang sebanding nantinya akan dijumlahkan.

Kernel Convolution diharuskan memakai hasil penghitungan bobot layer, agar dapat dilatih dari input CNN. Berikut ini adalah persamaan hendak menjumlahkan perpindahan matrix :

(2.5)

Ket :

β„Ž(𝑖, 𝑗) = 𝐴 βˆ— 𝑃1 + 𝐡 βˆ— 𝑃2 + 𝐢 βˆ— 𝑃3 + 𝐷 βˆ— 𝑃4 + 𝐸 βˆ— 𝑃5 + 𝐹 βˆ— 𝑃6 + 𝐺 βˆ— 𝑃7 + 𝐻 βˆ— 𝑃8 + 𝐼 βˆ— 𝑃9

h(i.j) = perkalian hasil matrix kernel A pada input P A,I = nilai matrix input dikali matrix kernel

P 1-9 = nilai matrix kernel dikali matrix input gambar P

2.6.2 Maxpooling (Subsampling)

Bagian ini menambah perbedaan letak pada karakteristik yang sudah diperoleh memakai operation maximal disebut dengan Max Pooling. Max pooling akan memisah hasil output jadi berapa bagian grid kecil setelah diambil nilai maximal setiap grid agar tersusun matrix citra yang di reduksi. Proses Max Pooling dapat dilihat pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Max Pooling Operation (Wayan, 2016)

Grid berwaran merah, kuning, hijau dan biru adalah bagian grid yang dipilih nilai maximumnya. Hingga hasil prosesnya dapat ditampilkan pada kumpulan Grid disebelah kanannya. Nantinya akan menampilkan apakah fitur yang diperoleh akan sama meski obyek citra menjadi transalasi (pergeseran). Pergeseran Pooling layer pada CNN tujuannya mengurangi size citra dengan mudah dan diganti oleh suatu Convolutional Layer oleh stride yang identik pada pooling layer yang akan ditujukan.

2.6.3 Re Lu (Rectified Linear Units)

Pada bagian ini layer mengaplikasikan aktivitas tak jenuh pada node 𝑓(π‘₯) = π‘₯ + = max. Susunan ini menambahkan sifat non-linear dari peran pengambilan hasil akhir segala jaringan tanpa dipengaruhi aspek reseptif dari Convolutional layer. ReLu sering dibuat sebab bisa mengasah neural network agar kian fasih. (Kestrilia et al.,

2018) fungsi activation mempunyai keunggulan yaitu bisa mempercepat proses navigasi dengan menggunakan Stichastic Gradien Descent (SGD). Metode ini juga dapat membuat perangkat mati total karena besarnya energi yang dibutuhkan untuk memproses. (Nurhikmat., 2018).

2.6.4 Fully-Connected Layer

Tiap neuron Convolutional Layer harus diubah sebagai salah satu dimensi lebih dulu karena hal itu membuat data bisa menjadi hilang informasi. Ada beberapa informasi di dalam ini yaitu : informasi spasial dan non- reversible, fully connected layer dan dapat diterapkan pada akhir jaringan. Pada fully connected layer, dilakukan proes ANN (Artificial Neural Network).

Berikut adalah gambar struktur umum dari Convolutional Neural Network :

Gambar 2.11 Struktur Umum CNN (Sumber Frontiersin.org)

2.7 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.6 Tabel Penelitian Terdahulu

No Peneliti (Tahun) Judul Keterangan

1 Chairul Umam

Penelitian ini meneliti salah satu teknik dalam pengolahan Citra Digital yang berfungsi untuk mencocokkan setiap bagian dari suatu citra yang menjadi template (acuan) Serta akurasi kebenaran diperoleh

78.94%.

2 Sindi Abdul Khairi (2017)

Identifikasi Osteoporosis melalui Bone Radiograph Menggunakan Evolving Multilayer Perceptron

Di Penelitian ini Data yang di gunakan adalah 116 citra. Dan hasil dari Pengujian dataset Bone Radiograph diperoleh sensitivitas

84.61%, dan spesifisitas 90.90% citra sebagai data training dan 30 citra sebagai data testing.

Setelah diuji menggunakan beberapa parameter seperti epoch 1000, hidden node 50, threshold 170 dan learnig rate 0,2 dalam mengidentifikasi osteoporosis, Lalu hasil akurasi yang didapatkan dari penelitian ini sebesar 90%.

4 Tang, C., et. al.

2019

CNN-based Automatic Detection of Bone Conditions via Diagnostic

CT Images for

Osteoporosis Screening

Pada Penelitian ini pendeteksian kondisi Tulang

dilakukan dengan

menggunakan data CT Imaged sebanyak 3.024 dan diperolah akurasi sistem sebesar 76.65

%

Penelitian ini mengklasifikasi kanker usus besar dari tingkat stadium 0,1,2,3 dan 4 data diperoleh pada penelitian ini adalah sebesar 108 cita, 75 Data latih dan 33 data uji serta akurasi yang diperoleh sebesar 93%

Pada penelitian ini ada beberapa hal yang membedakan dengan penelitian sebelumnya, yaitu belum ada penelitian yang mengklasifikasi Osteoporosis dengan metode Convolutional Neural Network dan selain itu pada penelitian ini melalui tahap pre processing dan segmentation yang hasilnya berbeda dengan 3 output klasifikasi osteoporosis yaitu, tulang normal, primer dan senile. Yang sebelumnya belum pernah dibuat pada suatu penelitian. Dan pada penelitian ini juga yang membedakan dengan penelitian sebelumnya yaitu pada citra yang digunakan. Citra yang digunakan diperoleh dari Database Rs. Hj. Adam Malik Medan dan diperoleh sebesar 300 data citra.

BAB 3

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

3.1 Dataset

Data diperoleh merupakan dari hasil pengambilan dari Database Rumah Sakit Hj.

Adam Malik berlokasi di Jl. Bunga Lau No. 17, Kemenangan Tani, Kec. Medan Tuntungan, Kota Medan, Sumatera Utara 20136. Data yang diambil merupakan hasil dari X-ray dan diconvert ke .Jpg melalui Laptop. Jumlah total data sebanyak 300 citra, contoh data citra Osteoporosis pada penelitian ini dapat terlihat pada Gambar 3.1

Gambar 3.1 Contoh Data Citra Normal

Gambar 3.2 Contoh Data Citra Osteoporosis Primer

Gambar 3.3 Contoh Data Citra Osteoporosis Senile

Terdapat 3 jenis data citra Osteoporosis pada penelitian ini, yaitu Bentuk Tulang Normal, Osteoporosis Primer dan Osteporosis Sekunder, kemudian data dibagi menjadi 2 bagian, yaitu : 240 data training dan 60 data sebagai data testing yang dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Jumlah data training dan data testing

Dataset Data Pelatihan Data Pengujian Jumlah Dataset

Tulang Normal 80 20 100

Data training bertujuan untuk melatih algoritma tersebut dengan merubah parameter yang ada untuk menyesuaikan dengan data yang telah diberikan sehingga dapat memahami informasi-informasi pada data tersebut. Dan data testing bertujuan untuk melakukan pengujian terhadap performa algoritma yang telah di latih sebelumnya. Bobot nilai masing-masing data dapat dilihat pada Gambar 3.4

Gambar 3.4 Bobot nilai data training dan data testing

3.2Analisis Sistem

Proses yang dilalui dalam membangun sistem pada penelitian melalui beberapa tahapan. Tahap pertama dimulai dari pengumpulan data Osteoporosis, mulai dari bentuk tulang normal, Primer dan Senile. Setelah itu dipakai sebagai data training dan data testing. Proses pengambilan data diambil langsung melalui Database Rumah Sakit Hj. Adam Malik.

Adapun tahap pertama yaitu, pre-processing yang terdiri dari Grayscalling, yang tujuannya adalah buat penyeragaman warna keabuan pada citra yang akan diproses. Lalu tahap CLAHE yaitu tahap untuk penambahan kontras pada citra.

Lalu tahap ketiga yaitu Segmentasi, di tahap ini dilakukan proses Thresholding yaitu merupakan hasil proses segmentasi citra yang bertujuan untuk memisahkan

60 data testing(20%) 240 data training 80%

antar obyek (foreground), dengan background, Setelah itu masuk ke tahap kelima, yaitu Klasifikasi menggunakan Convolutional Neural Network. Setelah melalui tahapan tersebut, maka menghasilkan output dari Klasifikasi Osteoporosis yaitu : Bentuk Tulang Normal, Primer dan Senile. Adapun tahapan-tahapan tersebut dapat dilihat dalam arsitektur umum pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5 Arsitektur Umum

3.2.1 Image Acquisition

Pada tahap ini pengumpulan citra Osteoporosis yang merupakan input awal.

Penelitian ini menggunakan data Osteoporosis tulang normal, primer dan senile.

Proses pengambilan data menggunakan database rumah sakit Hj. Adam Malik, pada proses penelitian ini peneliti berdiskusi dengan dokter Orthopedi mengenai tata letak tulang osteoporosis yang akan diteliti. Setelah berdiskusi dengan dokter Orthopedi peneliti berhasil mengumpulkan 300 data dalam bentuk X-Ray untuk dipergunakan dalam penelitian kali ini. Setelah data citra X-ray diperoleh data citra dibagi menjadi dua bagian yaitu data training dan data testing. Citra yang akan digunakan berekstensi .JPG

3.2.2 Image Pre-Procesing

Selanjutnya dilakukan proses pre-processing terhadap citra Osteoporosis sehingga mendapat hasil yang lebih baik sehingga bisa diproses ke tahap selanjutnya. Pada tahap pre-processing dilakukan proses grayscalling, Contrast Limited Adaptive Histogram Equalization (CLAHE). Berikut ini adalah penjelasan tahap-tahapan pre-processing pada penelitian ini.

3.2.2.1 Grayscalling

Pada proses Grayscalling dilakukan untuk menambah nilai keabuan pada citra Osteoporosis. Proses Graysclalling akan memberi warna keabuan untuk citra, lalu dihasilkan oleh perhitungan terhadap RGB (Red, Green, Blue) dan tingkat ketajaman serupa.

FUNCTION grayscale(imgOsteoporosis):

img_gray <- cv2.cvtColor(imgOsteoporosis cv2.COLOR_BGR2GRAY)

RETURN img_gray ENDFUNCTION

Gambar 3.6 Citra Grayscale

Citra yang semula berukuran 250x250 diubah menjadi 5x5 pixel. Lalu dicari nilai R, G, B pada masing-masing pixel. Dapat dilihat pada gambar 3.6 merupakan hasil dari tahapan grayscaling sehingga citra telah berubah menjadi skala keabuan.

Langkah-langkah pada penerapan grayscaling di penelitian ini dapat dilihat pada pseudcode dibawah ini :

- Nama fungsi pada tahap ini yaitu grayscale dengan parameter pertama, citra osteoporosis.

- Kemudian fungsi yang sudah tersedia pada library python yaitu openCV dengan objek cv2 dipanggil. Fungsi yang dipanggil pada library ini adalah fungsi cvtColor untuk mengubah citra dari satu ruang warna ke warna lainnya. Ada lebih dari 150 metode conversi warna khusus yang tersedia di OpenCV. Metode konversi yang digunakan dalam mengubah citra berwarna (color) ke citra keabuan (gray) adalah COLOR_BGR2GRAY yang menjadi parameter kedua pada fungsi.

- Lalu hasil dari konversi gambar matrix ke grayscale disimpan pada variabel img_gray yang menjadi nilai kembali pada fungsi grayscale.

Pada gambar 3.6 merupakan hasil grayscalling kemudian dilanjutkan pada Gambar

3.7. bagian ini menjelaskan mengenai representasi dari citra grayscale pada citra Osteoporosis, dapat dilihat pada gambar 3.6 bahwa gambar tersebut berukuran 250x250, lalu diubah ke dalam bentuk 5x5 pixel dan di cari nilai R,G,B pada setiap pixelnya, seperti pada gambar dibawah ini :

(a) Citra Osteoporosis 5x5 pixel (b) Citra 5x5 pixel

Gambar 3.7 Representasi Citra Grayscale

Adapun nilai red, green, blue yang diperoleh pada citra 25 pixel tersebut adalah : (3.2)

Dengan persamaan (2.2) maka dari itu nilai grayscale telah didapatkan sebagai

P 15 = R,G,B (85+85+83) / 3 = 84.3

Setelah diperoleh nilai grayscale pada tiap pixel dari persamaan (2.2) untuk itu nilai pixel segera diubah sesuai dengan nilai grayscle lalu diperoleh nilai grayscale pada setiap pixel. Dan dapat dilihat pada Gambar 3.8.

89 113 145 117 89 73 102 128 107 75 72 103 118 109 84 83 112 109 116 103 92 117 90 115 117

Gambar 3.8 Nilai Graycscale pada setiap pixel

3.2.2.2 Contrast Limited Histogram Adaptive Equalization (CLAHE)

Tahap berikut ini adalah peningkatan kontras citra dengan menggunakan Contrast adaptive histogram equalization (CLAHE) yang bertujuan untuk mengatur kejelasan citra dengan menambah kontas citra untuk menampilkan bagian gelap maupun yang tak terlihat. Dan juga CLAHE ini mampu memperbaiki kualitas citra,

CLAHE memberikan nilai batas pada histogram sehingga tidak terjadi peningkatan kontras yang berlebihan. Citra Osteoporosis yang telah melalui proses CLAHE ditunjukkan pada Gambar 3.9.

Gambar 3.9 Hasil proses CLAHE

Langkah-langkah dalam penerapan CLAHE pada penelitian ini dapat dilihat pada pseudocode dibawah ini:

- Langkah pertama yaitu memanggil data citra pada parameter pertama dalam fungsi secara satu persatu dengan function perulangan untuk melakukan proses CLAHE.

- Langkah selanjutnya data pada citra membentuk variabel y yang merupakan variabel baru untuk menyimpan hasil CLAHE.

- Langkah berikutnya setelah disimpan pada variabel baru kemudian library akan menjalankan proses CLAHE pada setiap citra.

- Selanjutnya setelah data disimpan pada variabel akan dilakukan proses perulangan untuk memanggil data pada citra agar melewati proses CLAHE.

for i in range(len(gray_train)):

clahe = cv2.createCLAHE(clipLimit=2.0, tileGridSize=(5,5)) y = clahe.apply(gray_train[i])

clahe_training.append(y

3.2.3 Segmentation

Pada penelitian ini menggunakan thresholding untuk melakukan tahap segmentation. Thresholding berfungsi untuk memisahkan antar objek (foreground) dengan background citra. Thresholding meningkatkan nilai keabuan suatu citra hingga hasil memiliki perbedaan tingakat kecerahan yang memudahkan dalam proses pengklasifikasian.

Hasil Thresholding 3.10. Langkah-langkah dalam penerapan thresholding pada penelitian dapat dilihat pada pseudocode dibawah ini :

FUNCTION thresholding(imgOsteoporosis): ret,

img_threshold <- cv2.threshold(imgOsteoporosis,70,255, cv2.THRESH_BINARY_INV) RETURN img_threshold

ENDFUNCTION

- Nama fungsi pada tahapan ini yaitu thresholding dengan parameter pertama yaitu citra Osteoporosis yang telah melalui proses CLAHE.

- Kemudian, memanggil fungsi yang dipanggil pada library python yaitu openCV dengan objek cv2. Fungsi yang dipanggil pada library ini yaitu fungsi threshold untuk mengubah citra menjadi hitam atau putih sesuai dengan nilai ambang batas yang diberikan. Pada parameter pertama merupakan data citra yang akan diproses, parameter kedua merupakan nilai ambang batas threshold yaitu 70 dan parameter ketiga merupakan nilai maksimum yaitu 255, parameter terakhir adalah jenis ambang yaitu THRES_BINARY_INV. Dengan demikian, semua nilai pixel dibawah 70 akan dikonversi menjadi 0 atau hitam, dan semua nilai pixel diatas 70 akan dikonversi menjadi 255 atau putih.

- Tahap selanjutnya, nilai kembali dari fungsi ini yaitu hasil variabel ke-2 dari fungsi threshold yang disimpan pada variabel img_threshold

Gambar 3.10 Hasil Proses Thresholding

Berdasarkan persamaan yang ada, maka nilai threshold yang diperoleh adalah:

Nilai max = 145 Nilai min = 72

T =145+72

2 = 108.5 (3.4) 89 < 108 = 0

113 > 108 = 1 145 > 108 = 1 117 > 108 = 1 89 < 108 = 0 73 < 108 = 0 102 < 108 = 0 128 > 108 = 1 107 < 108 = 0 75 < 108 = 0 72 < 108 = 0 103 < 108 = 0 118 > 108 = 1 109 > 108 = 1

Nilai Thresholding dalam bentuk matriks dapat dilihat pada Gambar 3.11.

Gambar 3.11 Nilai Thresholding pada setiap pixel

3.2.4 Convolutional Neural Network (CNN)

Convolutional Neural Network (CNN) adalah metode machine learning yang diterapkan pada penelitian ini untuk mengklasifikasi Osteoporosis. Data input pada metode ini adalah citra Osteoporosis yang telah melalui proses segmentation.

Dalam mengolah citra pada machine learning, dibagi menjadi 2 proses dengan data citra yang berbeda. Adapun 2 proses pembelajaran citra pada metode machine

3.2.4.1 Proses Training

Proses training merupakan tahap pembelajaran sistem terhadap data input untuk membuat suatu keputusan yang diinginkan dengan bantuan metode machine learning yang digunakan, biasanya jumlah data input pada proses training lebih banyak daripada jumlah data input yang digunakan pada proses testing, dengan tujuan untuk meningkatkan kompleksitas algoritma pembelajaran terhadap pemetaan ciri citra yang beragam. Hasil dari proses ini berupa model yang nantinya digunakan pada proses testing. Pada proses training, data input dipecah lagi menjadi data training dan data validation. Adapun perbedaan dari data tersebut yaitu :

- Data Training

Data training adalah data pengujian yang digunakan untuk pembelajaran pada machine learning, yaitu data yang menyesuaikan parameter pengklasifi untuk membentuk model. Pada penelitian ini menggunakan data training sejumlah 240 data atau sama dengan 80 % dari data yang digunakan pada proses training.

- Data Validation

Data validation merupakan data yang digunakan untuk memberikan evaluasi kesesuaian model yang tidak berpengaruh (bias) kepada set data training saat menyesuaikan atau membentuk parameter model. Pada penelitian ini menggunakan data validation sejumlah 48 data atau sama dengan 20 % dari data yang digunakan pada proses training.

Dalam melakukan pembelajaran machine learning pada citra menggunakan arsitektur convolutional neural network yang berbeda-beda berdasarkan tingkat kompleksitas citra dan tingkat klasifikasi yang digunakan untuk membentuk model yang baik. Komposisi arsitektur convolutional neural network yang digunakan pada penelitian ini ditunjukkan pada tabel 3.5.

Tabel 3.5 Komposisi Arsitektur CNN

Pada tabel 3.5 terdapat kolom layer yang berarti lapisan-lapisan yang terdiri dari 2 komponen pada Convolutional Neural Network yaitu komponen pengindentifikasian fitur (convolutional layer dan pooling layer) dan komponen yang terhubung penuh (fully connected layer), total layer yang digunakan pada penelitian ini adalah 8 layer. Kolom selanjutnya yaitu output shape atau bentuk ukuran keluaran citra setelah melalui proses pada filter layer yang dilalui, bisa dilihat dari tabel bahwa ukuran gambar semakin kecil berdasarkan parameter pada setiap layer yang akan membagi input menjadi ukuran yang lebih kecil. Parameter

itu adalah ukuran yang digunakan dalam filter layer untuk mengurangi dimensi citra pada tahap pengkalian fitur (feature map) dan max pooling. Fungsi parameter menentukan keluaran model dari node machine learning yang digunakan pada setiap layer convolutional neural network dengan menentukan setiap neuron pada jaringan tersebut harus diaktifkan (fired) atau tidak. Pada komponen pengidentifikasian fitur digunakan fungsi aktivasi ReLu (Rectified Linear Unit).

Secara sistematis, fungsi aktivatis ReLu dapat dilihat pada Persamaan 3.5.

Secara sistematis, fungsi aktivatis ReLu dapat dilihat pada Persamaan 3.5.

Dokumen terkait