• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proses Produksi Tempe

Berbagai proses produksi tempe banyak membutuhkan air, digunakan untuk proses perendaman, pencucian, dan penggilingan kulit kedelai atau pengupasan kulit kedelai. Proses-proses tersebut menghasilkan limbah cair dan limbah padat. Pada umumnya, limbah padat tidak terlalu mencemari lingkungan karena limbah padat dari proses produksi tempe dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak, namun limbah cair dari proses produksi tempe dapat mengeluarkan bau menyengat dan saat dialirkan langsung ke sungai mengakibatkan polusi [6].

Berdasarkan Gambar 2.1 di bawah ini terlihat bahwa proses produksi tempe menghasilkan limbah cair yang berjumlah banyak. Terdapat kandungan padatan tersuspensi dan terlarut dari hasil limbah cair. Kandungan tersebut akan mengalami perubahan kimia, fisik, dan biologi sehingga jika tidak diolah dengan baik akan menghasilkan zat beracun [6]. Berikut alur pembuatan tempe dapat dilihat pada Gambar 2. 1.

(2)

6 KEDELAI

Gambar 2. 1 Alur Pembuatan Tempe [6]

Menurut PUSIDO, produksi tempe biasanya terdapat pada industri skala kecil atau skala rumah tangga. Cara yang digunakan pada proses produksi

Perebusan Air Limbah

Perendaman Air Limbah

Pencucian Air Limbah

Pemecahan

Pemecahan Kulit Air Limbah

Pencucian Air Limbah

Peragian

Penirisan Air Limbah

Pembungkusan

(3)

7

tempe tersebut umumnya dengan menggunakan cara tradisional dan belum mengaplikasikan teknologi modern [1]. Pada dasarnya, cara membuat tempe terdiri dari 2 bagian besar, yaitu proses perebusan kedelai dan kemudia dilanjutkan dengan proses fermentasi. Berikut ini adalah langkah-langkah proses pembuatan tempe menurut PUSIDO:

a. Bertujuan untuk menghasilkan kedelai yang berkualitas baik maka dilakukan proses penyortiran. Proses tersebut dilakukan dengan cara meletakannya kedelai pada tampah kemudian ditampi.

b. Air mengalir dapat digunakan untuk mencuci kedelai.

c. Kemudian dilakukan perebusan selama 30 menit atau hingga kedelai setengah matang.

d. Setelah melalui proses perebusan, selanjutnya dilakukan perendaman selama semalam sehingga menghasilkan kondisi asam.

e. Keesokan harinya, pengupasan kulit dari kedelai. Caranya, kedelai dimasukkan ke dalam air, kemudian diremas-remas hingga kedelai terbagi dua bagian.

f. Kedelai yang sudah terbagi dua bagian kemudian dicuci satu kali lagi, dengan cara mencuci beras yang ingin dimasak.

g. Keping kedelai dimasukkan ke dalam kontainer lalu dimasak, mirip seperti memasak nasi.

h. Lalu kedelai dimasukkan ke tampah dan dihamparkan. Kemudian dilakukan penirisan hingga kadar air pada kedelai mulai berkurang dan air menetes dari tampah.

i. Kemudian proses peragian, dimana ukuran ragi yang digunakan setiap 1gram ragi adalah 1 kg kedelai. Dicampurkan dan diaduk hingga merata.

j. Proses pembungkusan kedelai menggunakan daun pisang dan plastik.

k. Peram kedelai yang sudah dibungkus. Tempat dan alat yang digunakan untuk proses pemeraman ialah bambu yang disusun dengan rak apabila kemasan yang digunakan adalah plastik, namun jika kemasan yang digunakan adalah daun makan alat dan tempat yang digunakan adalah bambu yang ditutupi goni.

(4)

8

l. Ketika proses peram sudah semalam, dilanjutkan dengan menusuk kemasan tempe agar udara segar dapat masuk ke dalam bahan tempe.

m. Peram lagi semalaman, keesokan harinya tempe yang dibuat telah jadi dan siap dikonsumsi.

Proses pembuatan tempe tradisional adalah sebagai berikut [7].

a. Bersihkan kedelai dari benda asing seperti batu dll kemudian cuci dengan air.

b. Simpan dalam panci, tuangkan air mendidih sehingga semua biji kedelai terendam dalam air selama 12 jam.

c. Cuci kembali dengan air dingin dan aduk-aduk dengan tangan sampai semua kulit kedelai terkelupas dan bijinya terbelah.

d. Buang kulit yang tekelupas.

e. Kedelai yang sudah bersih dikukus selama 30 menitsampai telihat empuk kemudian tebarkan dalam tampah yang bersih dan kering.

f. Tambahkan tepung tapioka 1 sendok makan untuk 1 kg kedelai dan aduk sampai rata.

g. Kipas sampai suhu kamar sekitar 30°C

h. Taburkan ragi tape (Rhizopus oligosporus) sesuai kebutuhan, yaitu 10 kg kedelai.

i. Kemas dengan pembukus, bisa menggunakan plastik adat daun pisang.

j. Jika dengan plastik, tusuk-tusuk plastik dengan jarum hingga merata.

k. Simpan dan susun posisinya pada permukaan datar, lapisi atasnya dengan daun atau karbon.

l. Inkubasi pada suhu kamar selama 2 sampai 3 kali selama 24 jam.

Kini proses produksi tempe terbagi menjadi dua cara, yaitu dengan cara manual (tradisional) dan otomatis memakai mesin (modern). Proses secara tradisional dengan cara direbus lalu dikupas dan dikupas, kemudian dicuci, direndam dan ditiriskan, kemudian diberi ragi dan diperam. Sementara itu cara pembuatan tempe baru di mulai dengan pengupasan kering biji kedelai dengan mesin pengupas (burr mill), kemudian direbus sampai suhu mendidih. Direndam dalam air perebusan selama 22 jam, dicuci untuk menghilangkan kulit yang mungkin masih tersisa, dan direbus kembali

(5)

9

selama 40 menit. Ditiriskan sampai bagian luarnya mengering dan diberi kapang tempe sampai merata kemudian dimasukkan kantong plastik 200 gram. Kantong plastik diberi lubang berukuran 4cm2 lalu diperam (fermentasi) selama 14-16 jam [8].

2.2 Limbah Produksi Tempe

Setiap proses pengolahan produksi pasti akan menghasilkan limbah, tak terkecuali dalam produksi tempe. Limbah produksi tempe termasuk kedalam limbah jenis biodegradable, yang merupakan limbah hasil proses pengolahan yang dapat dihancurkan oleh mikroorganisme. Senyawa organik yang terdapat di dalam limbah produksi tempe akan dihancurkan oleh bakteri atau mikroorganisme. Proses penghancuran tersebut berjalan lambat dan diiringi dengan bau busuk yang menyebar. Proses penghancuran yang telah memiliki konsentrasi amoniak sebesar 0,037 mg/l sudah dapat mengeluarkan bau amoniak yang menyengat. Tentunya dalam proses pengolahan limbah domestik, sebagian besar nitrogen akan diubah menjadi amoniak dalam proses pembusukan anaerobik dan menjadi nitrat atau nitrit pada proses pembusukan aerob [4].

2.2.1 Jenis-jenis Limbah Tempe

Limbah tempe memiliki 3 jenis limbah yang dihasilkan oleh industri tempe, yaitu limbah padat kering, limbah padat basah, dan limbah cair [9].

1. Limbah padat kering merupakan kotoran yang tercampur dengan kedelai, seperti kerikil, kulit, batang, serta kedelai cacat fisik/rusak/busuk. Limbah padat kering biasanya lebih mudah untuk diatasi dan tidak menimbulkan masalah, seperti mengatasinya dengan dibakar atau dikubur di dalam tanah.

2. Limbah padat basah merupakan kulit kedelai yang telah mengalami proses perebusan dan perendaman. Limbah pada basah umumnya memiliki bau asam dan busuk. Limbah padat basah seperti kulit kedelai, biasanya masih dapat dimanfaatkan sebagai campuran dari pakan ternak ataupun sebagai pupuk tanaman.

(6)

10

3. Limbah cair merupakan air bekas pencucian, perendaman, dan perebusan kedelai. Limbah cair memiliki bau asam dan busuk yang kian hari makin menyengat.

2.2.2 Karakteristik Limbah Tempe

Pada limbah industri tempe terdapat dua karakteristik. Karakteristik tersebut adalah karakteristik fisika dan kimiawi. Pada karakteristik fisika limbah yang termasuk karakteristik fisika yaitu padatan total, bau, suhu, dan warna. Untuk karakteristik kimiawi limbah yang termasuk karakteristik kimiawi yaitu bahan anorganik, bahan organik, dan gas dari industri tempe.

Pada limbah hasil industri tempe, limbah bahan organik sangat tinggi dibandingkan limbah lainnya. Dalam limbah bahan organik terdapat senyawa-senyawa yang terkandung pada limbah seperti minyak, lemak, protein, dan karbohidrat. Pada senyawa yang terkandung dalam limbah bahan organik yang paling tinggi persentasenya ialah protein sebesar 40% - 60%. Untuk senyawa lain seperti karbohidrat sebesar 25% – 50%, dan lemak sebesar 10%. Semakin banyak jumlah dan jenis bahan yang digunakan semakin banyak pula limbah bahan organik, hal tersebut akan menyulitkan dalam pengelolaan limbah dikarenakan beberapa zat yang sulit untuk diuraikan oleh mikroorganisme [9].

Terdapat limbah cair yang dihasilkan dari industri tempe pada proses pemasakan kedelai, pencucian kedelai, serta pencucian peralatan dan pembersihan lantai. Limbah cair yang dihasilkan berupa karakteristik bahan organik padatan yang tersuspensi seperti kulit, selaput lender, dan bahan organic lainnya. Warna putih keruh yang dihasilkan pada limbah cair berasal dari hasil pembuangan proses rendaman kedelai, pencucian peralatan proses produksi, peralatan dapur, dan peralatan lainnya dalam industri tempe. Bau yang terdapat dalam limbah timbul akibat adanya aktivitas mikroorganisme yang menguraikan zat organic atau berasal dari reaksi kimia yang terjadi sehingga menghasilkan gas tertentu [4].

Pada limbah cair atau air buangan industri tempe memiliki kualitas yang berbeda tergantung dari proses yang dilakukan. Apabila limbah cair atau air buangan tersebut yang dihasilkan baik, maka limbah bahan organik

(7)

11

yang terkandung terbilang rendah. Konsentrasi ion hydrogen yang terkandung dalam limbah industri tempe cenderung bersifat asam. Oleh karena itu, limbah yang dihasilkan baik padat maupun cair yang dibuang ke wilayah perairan akan merubah pH air di wilayah tersebut dan dapat mengganggu kehidupan organisme di dalam air. PH air yang normal dan memenuhi syarat untuk kehidupan yaitu mempunyai pH sebesar 6,5 – 7,5.

Pada limbah industri tempe juga dapat ditemukan berbagai jenis gas yaitu gas nitrogen (N2), metana (CH4), ammonia (NH3), hydrogen sulfide (H2S), oksigen (O2), dan karbondioksida (CO2). Gas yang dihasilkan tersebut berasal dari dekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam limbah industri tempe [10].

2.2.3 Dampak Limbah Tempe

Limbah cair maupun padat dari industri tempe yang tidak diolah terlebih dahulu sebelum dikembalikan ke lingkungan atau wilayah perairan seperti sungai tentu akan memiliki dampak. Dampak tersebut tentunya dapat mencemari lingkungan. Kandungan yang terkandung dalam limbah industri tempe yaitu terdapat 40% - 60% protein, 25% - 50% karbohidrat, dan 10%

lemak. Limbah industri tempe yang tidak diolah sebelum dikembalikan ke lingkungan semakin lama maka limbah tersebut tidak akan dapat diuraikan oleh mikroorganisme sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan [11].

2.2.4 Pengolahan Limbah Tempe

Limbah tempe tentunya perlu dilakukan pengolahan sebelum menyebabkan masalah bagi lingkungan. Penanganan limbah tersebut perlu dilakukan secepatnya agar tidak menimbulkan masalah pencemaran lingkungan. Terdapat tiga alternatif dalam menangani limbah, yaitu penetralan, penyaringan, serta pemanfaatan limbah [11].

Untuk alternatif pertama yaitu penetralan limbah, diperlukan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Oleh karena itu diperlukan lahan yang cukup luas serta biaya yang besar [11]. Untuk alternatif kedua yaitu penyaringan, alternatif ini dilakukan dengan menggunakan tumbuhan air yang memiliki kemampuan untuk menghisap racun dan bau atau menetralisir limbah. Lalu untuk alternatif ketiga yaitu pemanfaatan,

(8)

12

pemanfaatan yang dapat dilakukan untuk menangani limbah industri tempe ialah sebagai berikut:

1. Kulit ari kedelai, dapat dicampurkan dengan kedelai bahan tempe untuk memacu pertumbuhan jamur tempe.

2. Limbah padat basah, dapat dikeringkan untuk dijadikan pupuk atau campuran pakan ternak.

3. Limbah cair, dapat digunakan sebagai minum ternak dan pupuk cair untuk tanaman.

2.3 Produksi Bersih

Produksi bersih ialah salah satu strategi dalam pengelolaan lingkungan yang bersifat pencegahan yang dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan dari mulai hulu ke hilir. Produksi bersih merupakan cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya alam, mencegah pencemaran lingkungan serta mengurangi limbah sehingga meminimalisir resiko akan dampak terhadap kesehatan, keselamatan manusia, dan kerusakan lingkungan [5]. Tujuan dari produksi bersih yang diterapkan pada unit produksi ialah untuk meningkatkan efisiensi produksi penggunaan bahan baku, air, serta sumber energi sehingga dapat mengurangi limbah yang dihasilkan dari proses produksi.

Limbah merupakan suatu zat padat, cair, ataupun gas yang tidak diinginkan dari hasil proses produksi. Bahan baku proses produksi yang belum diproses dapat menjadi limbah jika telah memasuki masa kadaluarsa sebelum digunakan untuk proses produksi. Air bahkan dapat menjadi limbah apabila penggunaannya tidak terkendali sehingga proses produksi menjadi tidak efisien [12].

2.3.1 Manfaat Produksi Bersih

Terdapat beberapa manfaat dari penerapan produksi bersih pada proses produksi yang dilakukan yaitu [13]:

1. Dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan bahan baku, energi serta sumber daya lainnya yang digunakan dalam proses produksi.

(9)

13

2. Efisiensi dalam proses produksi menjadi meningkat sehingga dapat mengurangi biaya perusahaan dalam pengelolaan limbah yang dihasilkan dari proses produksi.

3. Dapat mengurangi bahaya dari dampak akan kesehatan serta keselamatan baik untuk para pekerja maupun masyarakat disekitar lingkungan proses produksi.

4. Dapat mengurangi dampak yang dihasilkan dari seluruh proses produksi mulai dari proses pemilihan bahan baku sampai dengan produk dapat digunakan.

5. Daya saing produk yang dihasilkan dapat meningkat di pasar sehingga mampu meningkatkan nilai perusahaan di masyarakat.

6. Dapat menghindari atau mengurangi biaya untuk pemulihan lingkungan yang disebabkan oleh limbah hasil proses produksi.

7. Mendorong perkembangan teknologi dalam hal pengelolaan limbah agar dapat menjadi produk ramah lingkungan.

2.3.2 Pencegahan Pencemaran

Pencegahan pencemaran merupakan sebuah strategi dan teknologi produksi bersih yang bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dari proses produksi. Menurut Environmental Protection Agency (EPA) pencemaran dapat diartikan sebagai penggunaan material, proses, ataupun praktek yang dapat mengurangi penggunaan bahan berbahaya, energi, air, maupun sumber daya alam secara efisien dengan strategi Good House Keeping (GHK).

Good House Keeping (GHK) merupakan sebuah strategi yang bertujuan untuk dapat meminimalisir limbah yang dihasilkan dari proses produksi dan meningkatkan keuntungan perusahaan melalui penghematan bahan baku dan sumber daya yang digunakan dalam proses produksi [14].

Pelaksanaan program pencegahan pencemaran membutuhkan dukungan dari kalangan industriawan atau perusahaan agar program berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Salah satu upaya atau cara yang dapat dilakukan dalam meningkatkan dukungan dari industriawan ataupun perusahaan ialah dengan cara pemberian insentif.

(10)

14

Insentif tersebut dapat berupa beberapa kategori berikut [15]:

1. Keuntungan Ekonomi

Jumlah limbah yang dihasilkan dari proses produksi menurun dapat meminimalkan semua biaya untuk pengelolaan dan penanganan limbah proses produksi.

2. Meningkatkan image pada masyarakat dan relasi

Permasalahan lingkungan tentunya menjadi sebuah perhatian bagi seluruh kalangan baik dari masyarakat, pemerintah, maupun lembaga sosial lainnya. Kesadaran akan pengelolaan dan penanganan limbah proses produksi dapat meningkatkan image perusahaan di mata masyarakat, pemerintah, maupun perusahaan lain.

3. Kesesuaian dengan peraturan

Pengelolaan dan penanganan limbah proses produksi merupakan tindak pencegahan pencemaran. Hal tersebut sejalan dengan peraturan pemerintah yang berlaku sehingga dengan dukungan dari perusahaan dapat membuat program yang telah direncakan dapat berhasil dalam penanganan pencegahan pencemaran.

4. Berkurangnya kewajiban

Kewajiban perusahaan baik dalam jangka pendek dan jangka panjang dapat berkurang dengan adanya program pollution prevention.

Kewajiban tersebut berupa penanganan serta pencegahan pencemaran lingkungan dari limbah yang telah dihasilkan dari proses produksi.

2.4 Material Flow Analysis (MFA)

Analisis aliran material adalah model yang dapat menunjukkan hubungan antara lingkungan dan ekonomi serta dapat mengetahui dinamika yang terjadi dalam aliran material [16]. Bahan-bahan mentah yang diekstrak dari sistem alami kemudian diolah menjadi produk-produk tertentu yang kemudian direalisasikan dalam bentuk limbah dan sistem emisi. Analisis aliran material dapat diterapkan dalam pengelolaan limbah sebagai kerangka kerja untuk pemodelan komposisi unsur limbah dan mengevaluasi pemberlakuan manajemen material di divisi daur ulang. Dengan demikian, analisis aliran

(11)

15

material dapat menjadi alat pendukung keputusan yang menarik dalam manajemen sumber daya [17]. Selanjutnya juga menggaris bawahi bahwa limbah yang dihasilkan dari sistem adalah target tertinggi dalam analisis aliran material mengingat jumlah limbah yang terkumpul dapat menggambarkan siklus keluaran material yang tidak berkelanjutan dan menunjukkan perlunya remediasi sistem [16]. Dengan demikian, analisis aliran material secara sistematis dapat dikaitkan dengan sumber, jalur dan pembuangan akhir dari suatu material [17]. Beberapa penelitian telah dilakukan menggunakan metode analisis aliran material untuk mengukur dan menyimpulkan aliran jenis e-waste yang terjamin [18]. Selain itu, metode analisis aliran material juga diimplementasikan untuk mengidentifikasi rantai yang menghubungkan berbagai fase siklus hidup e-waste dan pemangku kepentingan terkait [19]. Alur proses MFA dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Material Flow Analysis (MFA) [20]

2.4.1 Istilah pada MFA 1. Substance

(12)

16

Pada MFA istilah substance didefinisikan oleh bidang ilmu kimia. Substance adalah setiap unsur (kimia) atau senyawa yang terdiri dari unit seragam. Semua zat dicirikan oleh penyusun yang unik dan identik dan memiliki sifat homogen. Dengan demikian, suatu zat hanya terdiri dari unit-unit yang identik. Jika demikian, maka yang dibahas tentang unsur (kimia) seperti karbon (C), nitrogen (N), atau cadmium (Cd) dan lain sebagainya.

Substance penting untuk pengelolaan lingkungan dan

sumber daya. MFA dilakukan untuk menentukan arus zat yang berpotensi berbahaya yang mengalir ke lingkungan. Dan untuk mengetahui tentang kondisi lebih lanjut zat-zat di lingkungan kompartemen seperti air dan tanah. Studi MFA lainnya digunakan untuk memahami lebih baik arus dan stok sumber daya dalam suatu sistem. Seringkali ini zat seperti logam berat (Cu, Zn) atau nutrisi (N, P). Kebanyakan material yang mengalir dapat menimbulkan masalah akibat komposisi (zat) dan kuantitas dari material tersebut.

2. Goods

Istilah goods tidak digunakan sebagai kata sifat tetapi sebagai kata benda. Goods adalah didefinisikan sebagai entitas materi dengan nilai ekonomi positif atau negatif. Goods terdiri dari satu atau beberapa zat.

Terkadang kata-kata produk, barang dagangan, atau komoditas digunakan secara sinonim kata goods. kata-kata di atas adalah kata kata umum namun memiliki ciri tesendiri. Misalkan produk biasanya menunjukkan output tetapi bukan input dari suatu proses atau reaksi. Barang dagangan dan komoditas biasanya digunakan untuk menggambarkan barang dengan nilai ekonomi positif dan jarang diterapkan untuk dinilai negatif. Barang-barang seperti sampah dan lumpur limbah. Hanya ada beberapa barang yang tidak ada nilai ekonomi, seperti udara atau curah hujan.

3. Material

(13)

17

Bahasa sehari-hari tidak membedakan antara substansi dan material, dalam materi MFA berfungsi sebagai istilah umum untuk bahan dan barang. Jadi karbon dan juga kayu bisa ditujukan sebagai materi.

4. Proses

Proses didefinisikan sebagai transportasi, transformasi, atau penyimpanan material. Proses transportasi bisa menjadi proses alami, seperti gerakan terlarut fosfor di sungai, dan proses buatan manusia, seperti aliran gas di saluran pipa atau pengumpulan sampah. Simbol utama pada diagram MFA dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Transportasi material, energi, dan informasi dapat digambarkan sebagai proses. Selama proses transportasi, material yang dipindahkan tidak berubah tetapi dipindahkan dengan jarak ke tempat tertentu. Proses yang terjadi mencakup semua komponen yang dibutuhkan untuk melakukan proses tersebut, termasuk limbah dan emisi yang dihasilkan. Biasanya, proses didefinisikan sebagai black box, yang berarti bahwa proses di dalam kotak tidak diperhitungkan. Hanya input dan output yang dianalisa. Jika ingin menganalisa lebih dalam, maka prosesnya harus dibagi menjadi dua atau lebih subproses. Dengan demikian dapat memudahkan

Gambar 2.3 Simbol Utama pada Diagram MFA [21]

(14)

18

penyelidikan dan analisis fungsi keseluruhan proses secara lebih rinci. Penggambaran proses pada diagram MFA dapat dilihat pada Gambar 2.4.

5. Flow and Flux

Untuk MFA, istilah flow dan flux sering digunakan secara acak. Flow didefinisikan sebagai laju aliran massa. Ini adalah rasio massa per waktu yang mengalir melalui sebuah konduktor, misalnya, pipa air. Unit fisik flow dinyatakan dalam satuan kg / detik atau t / tahun. Flux didefinisikan sebagai aliran per cross section. Jika dianalogikan dengan pipa air, berarti bahwa aliran ini terkait dengan penampang pipa. Flux mungkin kemudian diberikan dalam satuan kg / (detik m2). Flux dapat dianggap sebagai aliran spesifik. Integrasi flux di atas penampang menghasilkan total flow dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.4 Penggambaran Proses pada Diagram MFA [21]

(15)

19

Gambar 2.5 Perbedaan Flow dan Flux [21]

Keuntungan dalam menggunakan flux adalah dapat dengan mudah membandingkan proses dan sistem yang berbeda, karena flux menguraikan secara spesifik, seperti densitas, kapasitas panas.

Panah melambangkan flow dan flux. Untuk setiap flow dan flux proses awal dan proses akhir harus didefinisikan. Proses asal suatu flow atau flux yang memasuki sistem disebut proses impor. Flow

dan flux yang meninggalkan sistem disebut proses ekspor.

6. Transfer Coefficients

Transfer coefficients menggambarkan partisi suatu zat dalam suatu proses dan diilustrasikan pada Gambar 2.6.

Transfer coefficients didefinisikan untuk setiap output yang

dihasilkan dari suatu proses. Transfer coefficients dinyatakan dalam persentase dari total substansi yang ditransfer menjadi output tertentu yang disebut sebagai partisi. Transfer coefficients tidak selalu konstan, bergantung pada banyak variabel seperti kondisi suhu, tekanan dan lain sebagainya. Namun, transfer coefficients dapat dianggap konstan dalam kondisi tertentu. Hal ini dibutuhkan untuk melakukan analisis sensitivitas dari suatu sistem yang ingin diselidiki.

Gambar 2.6 Transfer Partikel X [21]

(16)

20 7. System and Systems Boundaries

Sistem adalah objek yang diamati MFA. Suatu sistem disusun oleh sekelompok elemen yang saling berinteraksi. Sebuah sistem terbuka berinteraksi dengan lingkungannya. Pada sistem terbuka terjadi ekspor dan impor energi, material dan komponen lainnya yang membangun sistem tersebut.. Sistem tertutup dipahami sebagai sistem dengan isolasi, mencegah aliran material dan energi melintasi batas sistem. Satu proses atau kombinasi dari beberapa proses dapat mewakili suatu sistem. Batas-batas sistem terbagi atas batas temporal dan batas spasial. Batas temporal tergantung dibatasi dengan waktu penelitian, misalkan 1 hari, atau 1 tahun. Sementara untuk sistem spasial dibatasi berdasarkan area geografis suatu wilayah, misalkan 1 kota, 1 provinsi dan lain sebagainya. Berikut dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Impor dan Ekspor pada Sistem [21]

(17)

21 2.4.2 Prosedur MFA

MFA terdiri dari beberapa langkah yang dibahas secara bertahap.

Secara umum, MFA dimulai dengan mendefinisikan masalah dan menentukan tujuan dilakukannya analisis tersebut. Kemudian ditentukan substansi yang relevan dan batasan sistem yang tepat, proses, dan output dipilih. Selanjutnya, menganalisa setiap komponen yang mengalir baik berupa massa ataupun konsentrasi zat dalam sistem yang diamati. Hasil yang diperoleh disajikan dengan cara melakukan visualisasi dari kesimpulan yang diperoleh. Hal ini dilakukan untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang berorientasi pada tujuan yang ditetapkan di awal. Di bawah ini adalah prosedur MFA yang digambarkan diagram pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Prosedur MFA [21]

(18)

22 2.5 Penelitian Terdahulu

Di bawah ini merupakan tabel penelitian terduhulu yang relevan dengan penelitian ini. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1.

No. Judul Penelitian/Tahun Metode Penelitian Hasil Penelitian 1. Analisis Laju Alir Sampah dan

Emisi Carbon yang Dihasilkan Kota Banda Aceh (M. Faisal, 2014).

Penelitian ini menggunakan metode Material Flow Analysis (MFA).

Hasil perhitungan karakteristik sampah terbesar yang dihasilkan Kota Banda Aceh adalah sampah organik yaitu 89,1%.

2. Analisis Produksi Logam dari Rencana Rehandle Stockpile

Berdasarkan Metode Material Flow dan Model Stockpile (Eko dkk, 2016).

Penelitian ini menggunakan metode Material Flow Analysis (MFA) dan Model Stockpile.

Hasil perbandingan perhitungan produksi logam tembaga, emas, dan perak dari perencanaan

berdasarkan metode Material Flow Analysis (MFA) lebih banyak dari model stockpile.

3. Penilaian Aliran Limbah Elektronika di DKI Jakarta Menggunakan

Material Flow Analysis (Dino dkk, 2019).

Penelitian ini menggunakan metode Material Flow Analysis (MFA) yang memiliki variasi metode

“penggunaan dan konsumsi”.

Hasil penelitian aliran material menunjukkan bahwa ada beberapa pemangku kepentingan kunci dalam pengelolaan limbah elektronik di DKI Jakarta seperti, pengumpul, pengepul tingkat pertama, pengepul tingkat kedua, dan pabrik.

4. Identifikasi Limbah pada Proses Produksi Obat Nyamuk Bakar dengan Menggunakan Material Balance (M Haikal dkk, 2020).

Penelitian ini menggunakan metode Material Balance.

Hasil penelitian ini menunjukkan beberapa proses dapat dimanfaatkan kembali seperti, tepung batok kelapa, tepung kulit kopi, tepung kayu, tepung

(19)

23

onggok, dan pencetakan double coil kering maupun basah.

5. Pengaruh Integrasi Sektor Formal dan Sektor Informal Terhadap Pengolahan dan Pemanfaatan Sampah di Tempat Penampungan Sementara (Althariq dkk, 2015).

Penelitian ini menggunakan material flow method yang didukung dengan analisis berupa Benefit Cost Ratio (BCR).

Hasil penelitian ini adalah realisasi pengintegrasian sektor formal dan informal perlu diinisiasi dengan dukungan finansial melalui alokasi anggaran dari pemerintah kota, dan utamanya dukungan kepastian dari sisi legal formal sebagai suatu upaya untuk mencapai kondisi pengintegrasian yang terlegitimasi.

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai penutup dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa: Perubahan sosial adalah proses sosial yang dialami oleh anggota masyarakat serta semua unsur-unsur budaya dan

Seingnya terjadi sengketa dalam pelaksanaan suatu kontrak konstruksi terjadi karena adanya perubahan lingkup pekerjaan pada waktu pelaksanaan konstruksi, yang

Semoga dihasilkan review yang dapat membantu dalam memberikan informasi terkait polimorfisme CYP2C9 dengan resiko efek samping pendarahan saluran

1 Juli 2015 ini menyajikan 5 (lima) karya tulis ilmiah yang merupakan hasil litbang, yaitu: (1) Pendugaan Umur Simpan “Beras Cerdas” Berbasis Mocaf, Tepung Jagung Menggunakan

Jadi jika parameter yang mewakili perilaku yang ditinjau dapat disamakan (dalam hal ini kemampuan komputernya dibatasi), maka hasil keluaran dari analisis struktur, baik cara

Tiga tema telah teridentifikasi sebagai dampak positif terapi Islamic Self Healing terhadap Quality of Life pada pasien dengan gagal ginjal kronik yaitu dampak

Furnace adalah alat yang berfungsi untuk memindahkan panas yang dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar dalam suatu ruangan ke fluida yang dipanaskan melalui

turun apabila rasio pembayaran deviden dinaikkan karena para pemegang saham kurang yakin terhadap penerimaan keuntungan (capital gain) yang akan dihasilkan dari