• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Sosialisasi

a. Pengertian Sosialisasi

Sosialisasi pada dasarnya adalah penyebarluasan informasi dari satu pihak (pemilik program, kebijakan, peraturan) kepada pihak lain (aparat, masyarakat yang terkena program, dan masyarakat umum), yang mana isi informasi yang disebarluaskan bermacam macam tergantung pada tujuan program (Aprilia, 2009).James W.

Vander Zanden mendefinisikan sosialisasi sebagai suatu proses interaksi sosial dimana seseorang memperoleh pengetahuan, sikap, nilai dan perilaku esensisal untuk keikutsertaan (partisipasi) efektif dalam masyarakat (Damsar, 2010).Dalam hal ini, sosialisasi IUD pascaplasenta diartikan sebagai suatu kegiatan penyampaian informasi mengenai IUD pascaplasenta oleh bidan.Jadi efektif atau tidak, berhasil atau tidak sosialisasi ini diukur dari tingkat pemahaman masyarakat tentang IUD pascaplasenta serta sejauh mana pemahaman tersebut dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan dan perubahan perilaku (Aprilia, 2009).

(2)

b. Media Sosialisasi

Informasi dalam suatu sosialisasi dapat disampaikan dengan berbagai media dan bentuk kegiatan, seperti: tatap muka, penyuluhan, penyebaran leaflet, brosur, dan iklan di media massa, tergantung pada sasaran dan jenis informasi atau pesan apa yang ingin disebarluaskan. Menurut Aprilia (2009), sosialisasi dapat dilakukan melalui tiga metode berikut ini:

1) Komunikasi tatap muka seperti pertemuan warga (musyawarah dusun, musyawarah desa), kunjungan rumah, kunjungan ke tempat-tempat berkumpulnya warga, lokakarya, rapat evaluasi.

2) Komunikasi massa seperti penyebarluasan leaflet, pamflet, poster, komik, newsletter, dan pemutaran film dokumenter.

3) Pelatihan Pelaku seperti pelatihan untuk fasilitator, konselor maupun motivator.

c. Agen Sosialisasi

Untuk menunjang sasaran sosialisasi dengan efektif dan efisien, maka diperlukan agen sosialisasi.Agen sosialisasi adalah pihak- pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi. Proses sosialisasi akanberjalan lancar apabila pesan-pesan yang disampaikan oleh agen-agen sosialisasi itu tidak bertentangan atau saling mendukung satu sama lain (Siregar, 2004). Petugas kesehatan seperti bidan, dokter, dan perawat merupakan agen yang sangat penting dalam proses sosialisasi. Selain itu institusi

(3)

kesehatan seperti Dinas Kesehatan dan pemerintah juga memiliki peran penting dalam sosialisasi agar informasi yang ingin disampaikan tepat sasaran (Aprilia, 2009).

2. Motivasi

a. Pengertian Motivasi

Secara etimologis, motif atau dalam bahasa Inggrisnya motive, berasal dari kata motion, yang berarti gerakan atau sesuatu yang bergerak. Motif dalam psikologi berarti rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga bagi terjadinya suatu tingkah laku. Motivasi merupakan seluruh proses gerakan termasuk situasi yang mendorong, dorongan yang timbul dalam individu, dan tujuan atau akhir dari gerakan atau perbuatan (Sobur, 2009).

Pengertian tentang motivasi oleh para ahli antara lain pengertian motivasi seperti yang dirumuskan oleh Terry G. (1986) adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan, tindakan, tingkah laku atau perilaku, sedangkan Stoner (1992) mendefinisikan bahwa motivasi adalah sesuatu hal yang menyebabkan dan yang mendukung tindakan atau perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2010).

Dari pengertian-pengertian diatas, motivasi menggunakan IUD pascaplasenta dapat diartikan sebagai suatu kesadaran dan kemauan ibu hamil untuk menggunakan IUD pascaplasenta.

(4)

b. Jenis-jenis Motivasi

Menurut Santrock (2009) ada dua bentuk dari motivasi, yaitu:

1) Motivasi intrinsik

Motivasi intrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri). Empat jenis motivasi intrinsik: determinasi diri dan pilihan, pengalaman optimal dan penghayatan dan keterlibatan kognitif dan tanggung jawab diri sendiri.

2) Motivasi ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah motivasi untuk mendapatkan sesuatu yang lain (carauntuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik ini sering dipengaruhi oleh intensif eksternal seperti hukuman atau imbalan.

Menurut Djamarah (2008) dalam Hudyanti (2014), motivasi dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Motivasi intrinsik

Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam diri sendiri dan akan muncul tanpa harus ada dorongan dari orang lain.

2) Motivasi ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik merupakan motivasi yang berasal dari dorongan orang lain sehingga untuk mendapatkan motivasi harus ada orang lain yang memberikan motivasi tersebut agar

(5)

individu mempunyai kesadaran untuk melakukan suatu kegiatan.

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi

Wahyu Sumidjo dalam Subekti (2010) mengklasifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi menjadi:

1) Faktor internal

Faktor internal merupakan segala sesuatu dari dalam individu seperti kepribadian, sikap, pengetahuan dan cita-cita.

a) Kepribadian adalah corak kebiasaan manusia yang terhimpun dalam dirinya dan digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap rangsangan dari dalam diri maupun lingkungan, sehingga corak dan cara kebiasaannya itu merupakan kesatuan fungsional yang khas pada manusia itu, sehingga orang yang berkepribadian pemalu akan mempunyai motivasi berbeda dengan orang yang memiliki kepribadian keras.

b) Sikap merupakan perasaan mendukung atau tidak mendukung pada suatu objek, dimana seseorang akan melakukan kegiatan jika sikapnya mendukung terhadap obyek tersebut, sebaliknya seseorang tidak melakukan kegiatan jika sikapnya tidak mendukung.

c) Pengetahuan merupakan seluruh kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah dan efektif,

(6)

sehingga orang yang mempunyai intelegensi tinggi akan mudah menyerap informasi, saran, dan nasihat.

d) Cita-cita atau harapan merupakan informasi objektif dari lingkungan yang mempengaruhi sikap dan perasaan subjektif seseorang. Harapan merupakan tujuan dari perilaku.

2) Faktor Eksternal

Faktor eksternal meliputi lingkungan, pendidikan, agama, sosial, ekonomi, kebudayaan, keluarga.

a) Pengaruh lingkungan baik fisik, biologis, maupun lingkungan sosial yang ada sekitar indvidu dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang sehingga dorongan dan pengaruh lingkungan akan dapat meningkatkan motivasi individu untuk melakukan sesuatu.

b) Pendidikan merupakan proses belajar mengajar yang pada dasarnya melibatkan tingkah laku individu maupun kelompok. Pendidikan akan membentuk seperangkat tingkah laku, kegiatan dan aktivitas. Dengan pendidikan baik secara formal maupun informal, manusia akan mempunyai pengetahuan, dengan pengetahuan yang diperoleh seseorang akan termotivasi dalam usahanya meningkatkan status kesehatan. Individu yang pendidikannya setingkat SD akan memiliki motivasi

(7)

berbeda dengan individu yang pendidikannya setingkat SMP

c) Agama merupakan keyakinan hidup seseorang sesuai dengan norma atau ajaran agamanya. Agama akan menjadikan individu bertingkah laku sesuai norma dan nilai yang diajarkan, sehingga seseorang akan termotivasi untuk mentaati saran, atau anjuran petugas kesehatan karena mereka berkeyakinan bahwa hal itu baik dan sesuai dengan norma yang diyakininya.

d) Sosial ekonomi merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap tingkah laku seseorang. Keadaan ekonomi keluarga mampu mencukupi dan menyediakan fasilitas serta kebutuhan untuk keluarganya, sehingga seseorang dengan tingkat sosial ekonomi tinggi akan mempunyai motivasi yang berbeda dengan tingkat sosial ekonomi rendah.

e) Kebudayaan merupakan keseluruhan kegiatan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar. Kebudayaan yang berbeda akan menimbulkan motivasi yang berbeda- beda pula bagi masing-masing kebudayaan.

f) Keluarga yang merupakan orang terdekat secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh pada motivasi untuk berperilaku.

(8)

3. Keluarga Berencana

Menurut WHO (World Health Organization), keluarga berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval di antara kehamilan, mengontrol waktu saat kehamilan dalam hubungan dengan umur suami istri, dan menentukan jumlah anak dalam keluarga (Suratun, 2008).

Program KB bertujuan untuk membantu pasangan suami istri membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonominya dengan cara pengaturan kelahiran anak, agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Program keluarga berencana dapat memberikan beberapa dampak, di antaranya adalah penurunan angka kematian ibu dan anak, penanggulangan masalah kesehatan reproduksi, peningkatan kesejahteraan keluarga, dan peningkatan derajat kesehatan (Anggraeni, Martini, 2011).

4. IUD Pascaplasenta

a. Pengertian IUD Pascaplasenta

Kontrasepsi IUD (Intra Uterine Device) adalah suatu cara pencegahan kehamilan dengan cara memasukkan alat ke dalam rongga rahim yang sangat efektif, reversibel dan dapat digunakan jangka panjang. IUD pascaplasenta adalah IUD yang dipasang dalam waktu 10 menit setelah lepasnya plasenta pada persalinan

(9)

pervaginam maupun persalinan dengan seksio sesarea (Sukhla et al., 2012).

b. Cara Kerja IUD Pascaplasenta

IUD Pascaplasenta langsung bekerja secara efektif segera setelah pemasangan selesai. IUD yang dipasang setelah persalinan akan berfungsi sama seperti IUD yang dipasang saat siklus menstruasi. Pada pemasangan IUD pascaplasenta, umumnya digunakan jenis IUD yang mempunyai lilitan tembaga yang menyebabkan terjadinya perubahan kimia di uterus sehingga sperma tidak dapat membuahi sel telur. IUD bekerja dengan cara menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopi, mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai cavum uteri, mencegah sperma dan ovum bertemu dengan membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi sperma untuk fertilisasi, dan memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus (Imbarwati, 2009).

c. Jenis IUD Pascaplasenta

Ada tiga macam IUD yang biasanya digunakan yaitu Cooper T 380A, Multiload Copper 375, Lippies loop dan IUD dengan levonorgestrel. IUD yang umumnya digunakan dalam pemasangan IUD Pascaplasenta adalah IUD jenis Cu-T khususnya IUD CuT- 380A yang dimasukkan kedalam fundus uteri dalam 10 menit setelah plasenta lahir (Saifuddin, 2006).

(10)

IUD CuT-380A adalah IUD berukuran kecil, terbuat dari kerangka plastik yang fleksibel berbahan polyethylene, berbentuk huruf T, pada batang dan tiap-tiap lengannya dibungkus dengan kawat tembaga halus (Cu) yang mempunyai efek antifertilisasiyang cukup baik. Dalam setiap batang plastik “T” terdapat 176 mg

kawat tembaga (Cu) pada bagian vertikal, dan 66,5 mg tembaga pada bagian horizontal. Total luas permukaan tembaga adalah 380 mm2. Jangka waktu penggunaan IUD Copper T 380 A adalah 10 tahun, dan setelah 10 tahun IUD tersebut harus dilepaskan namun dapat pula dilepaskan lebih awal sesuai dengan keinginan pasien (Varney et al., 2006).

d. Efektivitas IUD Pascaplasenta

Pemasangan IUD pascaplasenta dapat diikuti oleh ibu pascasalin pervaginal yang merupakan metode yang sangat efektif dan efesien (USAID, 2008).Sebagai alat kontrasepsi, IUD Pascaplasenta memiliki tingkat efektivitas yang tinggi yaitu 0,6 - 0,8 kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam 125 - 170 kehamilan). Ini dapat pula diartikan bahwa angka kegagalan IUD Pascaplasenta 0,8% dibandingkan dengan pemasangan IUD pada masa interval (Saifuddin et al., 2010).

Sesuai dengan kesepakan WHO, IUD dapat dipakai selama 10 tahun walaupun pada kemasan tercantum efektifitasnya hanya 4 tahun (Sugandini, 2014).

(11)

e. Kelebihan Pemakaian IUD Pascaplasenta

Menurut Sugandini (2014), IUD Pascaplasenta memiliki beberapa keuntungan, yang di antaranya adalah:

1) Langsung bisa didapatkan oleh ibu yang melahirkan di tempat pelayanan kesehatan.

2) Efektif dan tidak berefek pada produksi ASI 3) Aman untuk wanita yang positif menderita HIV

4) Kesuburan dapat segera kembali segera setelah pelepasan 5) Risiko terjadinya infeksi rendah yaitu dari 0,1 - 1,1 %

6) Kejadian perforasi rendah yaitu sekitar 1 kejadian perforasi dari jumlah populasi 1150 sampai 3800 wanita.

7) Kasus perdarahan lebih sedikit daripada IUD yang dipasang di waktu menstruasi

Selain itu Saifuddin (2010), juga mengungkapkan beberapa keuntungan dari IUD itu sendiri, yaitu:

1) Sebagai kontrasepsi, efektivitasnya tinggi (1 kegagalan dalam 125 - 170 kehamilan).

2) IUD dapat efektif segera setelah pemasangan.

3) Metode jangka panjang (IUD Copper T 380 A bekerja hingga 10 tahun dan tidak perlu diganti).

4) Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat.

5) Tidak mempengaruhi hubungan seksual.

6) Tidak ada efek samping hormonal.

(12)

7) Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil.

8) Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI.

9) Tidak ada interaksi dengan obat-obatan.

10) Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi).

11) IUD dapat di lepaskan setiap saat sesuai dengan kehendak pasien.

f. Kelemahan Pemakaian IUD Pascaplasenta

Kelemahan dari IUD Pascaplasenta ialah di mana angka keberhasilannya ditentukan oleh waktu pemasangan, tenaga kesehatan yang memasang, dan teknik pemasangannya.Waktu pemasangan dalam 10 menit setelah keluarnya plasenta memungkinkan angka ekspulsinya lebih kecil ditambah dengan ketersediaan tenaga kesehatan yang terlatih (dokter atau bidan) dan teknik pemasangan sampai ke fundus juga dapat meminimalisir kegagalan pemasangan (Sugandini, 2014).

Saifuddin (2010) mengatakan bahwa IUD Pascaplasenta memiliki beberapa kekurangan lainnya, yaitu:

1) IUD dapat keluar dari uterus secara spontan, khususnya selama beberapa bulan pertama pemakaian.

2) Angka ekspulsi lebih tinggi (6-10%)

(13)

3) Kemungkinan terjadi perdarahan atau spotting beberapa hari setelah pemasangan.

4) Perdarahan menstruasi biasanya akan lebih lama dan lebih banyak.

5) IUD tidak melindungi diri terhadap IMS termasuk virus AIDS.

Apabila pasangan berisiko, mereka harus menggunakan kondom.

6) Harus memeriksakan posisi benang dari waktu ke waktu.

g. Indikasi

Menurut Saifuddin (2010), indikasi pemasangan IUD untuk tujuan kontrasepsi dapat dilakukan pada wanita dengan kriteria usia reproduktif, keadaan nulipara, menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang, ibu menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi, setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya, setelah abortus dan tidak terlihat adanya infeksi, risiko rendah dari IMS, tidak menghendaki mentode hormonal dan tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari.

h. Kontraindikasi

Kontraindikasi pemasangan IUD Pascaplasenta ialah ketuban pecah lama, infeksi intrapartum, dan perdarahan post partum dan abnormal uterus (Saifuddin, 2010).

(14)

i. Pemasangan

IUD Pascaplasenta dimasukkan atau dipasang ke dalam fundus uteri dalam 10 menit setelah plasenta lahir dengan cara penolong menjepit IUD di ujung jari tengah dan telunjuknya, kemudian jari penolong menyusuri sampai ke fundus, dan kemudian meletakkan IUD dengan benar di fundus dengan cara tangan kiri penolong memegang fundus dan menekannya kebawah, setelah selesai barulah dilakukan pemotongan benang IUD sepanjang 6 cm sebelum insersi (Saifuddin, 2010).

j. Pemantauan

Menurut Saifuddin (2010), pemantauan kondisi IUD Pascaplasenta dilakukan pada:

1) Pemantauan dapat dilakukan 4 sampai 6 minggu setelah pemasangan IUD.

2) Pemantauan kondisi IUD dapat pula dilakukan bila terdapat keluhan (nyeri, perdarahan, demam, dan sebagainya).

3) Benang IUD harus diperiksa secara rutin selama bulan pertama penggunaan IUD terutama setelah haid.

4) Pemantauan juga harus dilakukan apabila benang IUD tidak teraba, merasakan bagian yang keras dari IUD, IUD terlepas, keluar cairan yang mencurigakan dari vagina, serta adanya infeksi.

(15)

k. Efek Samping dan Komplikasi

Efek samping yang bisa terjadi pada penggunaan IUD pascaplasenta antara lain perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan), haid lebih lama dan banyak, perdarahan antar menstruasi (spotting), dan saat haid lebih sakit (Nelson, 2011).

Penggunaan IUD dapat menimbukan komplikasi, antara lainmerasa sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan, benang hilang, perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangan benar), dan ekspulsi.Angka kejadian ekspulsi pada insersi setelah plasenta lepas lebih rendah daripada insersi yang dilakukan setelahnya. Gejala ekspulsi antara lain kram, perdarahan, nyeri saat berhubungan seksual (Sugandini, 2014).

l. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemakaian IUD Pascaplasenta

Faktor keputusan akseptor KB untuk menggunakan alat kontrasepsi IUD pascaplasenta tidak terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu. Adapun faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku memilih alat kontrasepsi IUD pascaplasenta menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2007) dibedakan dalam tiga jenis yaitu:

(16)

1) Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)

Merupakan faktor internal yang ada pada diri individu, keluarga, kelompok atau masyarakat yang mempermudah individu untuk berperilaku, seperti umur, pengetahuan, dan jumlah anak.

2) Faktor Pendukung (Enabling Factors)

Merupakan faktor yang memungkinkan individu untuk berperilaku memilih IUD.Karena tersedianya sumber daya, keterjangkauan, rujukan dan ketrampilan. Adanya fasilitas kesehatan yang mendukung Program KB akan mempengaruhi perilaku ibu dalam memilih metode kontrasepsi. Yang termasuk faktor pendukung antara lainkeamanan alat kontrasepsi IUD, ketersediaan alat kontrasepsi IUD, tempat pelayanan KB.

3) Faktor Pendorong (Reinforcing Factor)

Merupakan faktor yang menguatkan perilaku, seperti sikap dan keterampilan petugas kesehatan atau petugas yang lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat, media informasi, biaya pemasangan, dan dukungan suami. Semakin baik ketrampilan seorang petugas kesehatan dalam melakukan penyuluhan, sosialisasi dan konseling tentang KB, maka semakin baik pula tingkat pengetahuan wanita tentang jenis- jenis kontrasepsi.

(17)

5. Hubungan Sosialisasi IUD Pascaplasenta dengan Motivasi Menggunakan IUD Pascaplasenta

Menurut Proverawati (2010) motivasi memiliki peran yang sangat penting dalam proses penggunaan alat kontrasepsi, salah satu faktor ibu dalam menggunakan alat kontrasepsi dipengaruhi oleh faktor pasangan dan motivasi yang meliputi umur, gaya hidup, jumlah keluarga yang diinginkan, sikap pria dan wanita. Motivasi ini dapat timbul jika seseorang memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang kontrasepsi IUD pascaplasenta.

Tingkat pengetahuan sangat berpengaruh terhadap proses menerima atau menolak inovasi. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung atau pun melalui pengalaman orang lain.

Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan baik secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan yang bertujuan untuk meningkatkan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal (Notoatmodjo, 2007).

Sosialisasi dapat dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya dengan metode penyuluhan.Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu, keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan, secara

(18)

perseorangan maupun secara kelompok dengan meminta pertolongan (Effendy, 2003).

Menurut Notoatmodjo (2003), untuk merubah perilaku, seseorang harus mengikuti tahap-tahap proses perubahan: Motivasi (knowledge), sikap (attitude) dan praktek (pratice). Dalam hal ini penyuluhan kesehatan berperan sebagai salah satu metode penambahan dan peningkatan motivasi seseorang sebagai tahap awal terjadinya perubahan perilaku.Untuk itu diperlukan program sosialisasi tentang IUD pascaplasenta untuk meningkatkan motivasi menggunakan IUD pascaplasenta (Nugroho, 2008).

Penelitian tentang penggunaan IUD pascaplasenta di India menunjukkan bahwa kebanyakan wanita puas dengan pilihan mereka memilih IUD pascaplasentasebagai metode kontrasepsi dan angka kejadian efek samping dan komplikasinya cenderung rendah.Kebanyakan wanita membuat keputusan menggunakan IUDpascaplasenta sebagai metode kontrasepsi selama masa antenatal atau sebelum melahirkan, ini menunjukkan pentingnya konseling pada periode antenatal dan sebelum melahirkan (Kumar et al., 2014).

(19)

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1 Kerangka pemikiran Keterangan:

: Variabel diteliti : Variabel tidak diteliti

C. Hipotesis

Terdapat hubungan antara sosialisasi IUD pascaplasenta dengan motivasi untuk menggunakan IUD pascaplasenta pada ibu hamil trimester ketiga.

Sosialisasi tentang IUD Pascaplasenta pada Ibu Hamil

Motivasi menggunakan IUD

pascaplasenta Faktor internal:

-Kepribadian -Sikap

-Cita-cita/harapan -Pengetahuan

Faktor eksternal:

-Lingkungan -Pendidikan -Agama

-Sosial Ekonomi -Budaya

-Keluarga Pengetahuan tentang

IUD pascaplasenta

Perilaku menggunakan IUD

pascaplasenta

Referensi

Dokumen terkait

Fast food atau makanan cepat saji menjadi makanan yang digemari saat ini, yang kemudian mendorong industri makanan cepat saji begitu cepat tersebar luas di berbagai kota di

Adapun penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti lain, yaitu Rahmy Zulmaulida dan Edy Saputra dengan judul pengembnagan bahan ajar program linier berbantuan LINDO

penelitian dan pengembangan produk yang dikembangkan oleh peneliti yaitu: (1) dari sekian banyak materi geometri yang ada, materi yang dikembangkan dalam media

disimpulkan bahwa hipotesis diterima. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara penerapan metode kerja kelompok terhadap

Sistem ini dapat pula mengurangi hambatan di antara orang-orang yang perlu bekerja sama secara erat.sedangkan Sistem gaji yang elitis cenderung menyebabkan tenaga kerja yang

e) Berikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk mendiskusikan berdasarkan berbagai macam data dan fakta yang ada. Selanjutnya minta setiap kelompok untuk memasukkan biji-biji

1) Pelaksanaan pengamatan observasi dengan memakai format yang sudah disiapkan. 2) Menganalisis terhadap tindakan yang telah dilaksanakan. Observasi yang dilakukan pada

Diduga terjadi korelasi yang tinggi antara karakteristik-karakteristik tenaga kerja, sehingga analisis hubungan antara karakteristik tenaga kerja terhadap produksi tanaman