commit to user 6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kebisingan
1. Pengertian Kebisingan
Kebisingan adalah bunyi atau suara yang keberadaannya tidak dikehendaki (noise is unwanted sound). Dalam rangka perlindungan kesehatan tenaga kerja kebisingan diartikan sebagai semua suara/bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Suma’mur, 2014).
Sedangkan menurut Anizar (2012) kebisingan adalah salah satu faktor fisik yang dapat menimbulkan akibat buruk bagi kesehatan dan keselamatan kerja.
2. Jenis-jenis Kebisingan
Menurut beberapa pendapat kebisingan dibedakan menjadi beberapa jenis dan Anizar (2012) berpendapat bahwa, jenis-jenis kebisingan dibagi menjadi beberapa macam yaitu :
a) Kebisingan secara terus-menerus adalah bising yang mempunyai perbedaan tingkat intensitas bunyi di antara maksimum dan minimum yang kurang dari 3 dBA. Contohnya adalah bunyi yang dihasilkan oleh mesin penenun tekstil.
commit to user
b) Bising fluktuasi ialah bunyi bising yang mempunyai perbedaan tingkat diantara intensitas yang tinggi dengan yang rendah lebih dari 3 dBA.
c) Bising impuls, bunyi bising yang mempunyai intensits yang sangat tinggi dalam waktu yang sangat singkat seperti tembakan senjata api, lagaan besi, dan sebagainya.
d) Bising bersela ialah bunyi yang terjadi di dalam jangka waktu tertentu serta berulang. Contohnya adalah bising ketika memotong besi akan berhenti apabila gergaji itu dihentikan. Terdapatnya kombinasi daripada jenis bunyi di atas, contohnya kebisingan berterusan dan bersela dapat terjadi secara serentak.
Sedangkan pada penelitian ini jenis kebisingan yang ada di PT.
BMSTI, Sragen adalah termasuk bising terus-menerus karena pada proses produksinya menggunakan mesin tenun pada bagian winding yang mempunyai tingkat intensitas bunyi di antara maksimum dan minimumnya kurang dari 3 dBA, yang bagi tenaga kerja apabila diterima selama 8 jam per-hari secara terus-menerus dapat menyebabkan gangguan, baik gangguan pada kesehatan dan juga gangguan pada keselamatannya.
3. Efek Kebisingan
Menurut Subaris dan Haryono (2008) efek dari kebisingan adalah sebagai berikut ini :
a) Pada indera pendengaran ( Auditory Effect)
Telinga siap untuk menyesuaikan diri dengan perubahan- perubahan tiap tingkat suara/bising, tetapi setelah terlalu sering
commit to user
mengalami perubahan yang berulang-ulang lama-kelamaan daya akomodasinya akan menjadi lelah gagal dalam memberikan reaksi.
Dalam keadaan ini pendengaran timbul dalam akibat pekerjaan (occupational deafness), tidak hanya terdapat pada pekerja baik pada pabrik saja tetapi juga pada pekerjaan-pekerjaan luar, seperti supir taksi, polisi lalulintas, dan sebagainya.
Efek kebisingan pada indera pendengaran dapat diklasifikasikan menjadi :
1) Trauma akustik, gangguan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan yang terjadi secara tiba-tiba, misalnya ledakan bom.
2) Ketulian sementara (Temporary Threshold Shift/TTS), gangguan pendengaran yang dialami oleh seseorang yang sifatnya sementara dan daya dengar dapat dengan sedikit demi sedikit pulih kembali.
3) Ketulian permanen (Permanent Threshold Shift), gangguan pendengaran yang bersifat menetap, ketulian ini terjadi umumnya setelah pemajanan 10 tahun atau lebih.
b) Efek kebisingan bukan pada indera pendengaran (Non-Auditory Effect) 1) Gangguan komunikasi, kebisingan dapat mengganggu percakapan
sehingga dapat menimbulkan salah pengertian dan penerimaan pembicaraan.
2) Gangguan tidur, manusia dapat terganggu tidurnya pada intensitas 33-38 dBA dan keluhan ini akan semakin banyak ditemukan bila tingkat intensitas suara di ruang tidur mencapai 48 dBA.
commit to user
3) Gangguan pelaksanaan tugas, terutama pada tugas yang membutuhkan konsentrasi yang tinggi dan tugas-tugas yang bersifat rumit.
4) Perasaan tidak senang atau mudah marah.
5) Stres, pengalaman pada pemeriksaan di perusahaan menunjukan beberapa tahapan akibat kebisingan, yaitu menurunnya daya konsentrasi, cenderung cepat lelah, gangguan komunikasi, gangguan fungsi pendengaran secara bertahap, ketulian/penurunan daya pendengaran secara menetap.
Pada penelitian ini efek kebisingan yang diteliti adalah stres kerja berupa distress atau stres negatif, bagaimana hubungannya antara kebisingan yang berada di aera winding yang dapat menyebabkan stres kerja yang bisa menjadi faktor utama banyak terjadinya kecelakaan kerja sehingga mengganggu proses produksi dan menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Stres kerja sendiri ditinjau dari beberapa indikator stres, bagaimana kebisingan memacu timbulnya stres kerja indikatornya dapat berupa indikator yang dilihat secara psikologis (timbulnya perasaan cemas, mudah marah, depresi dan lain-lain), secara fisik (timbulnya penyakit kardiovaskuler, gastrointestinal, dan lain-lain), secara organisasional, dan secara perilaku yang ditunjukan oleh responden atau pekerja di bagian winding PT. BMSTI.
commit to user 4. Nilai Ambang Batas Kebisingan
Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan sebagai faktor bahaya di tempat kerja adalah standar sebagai pedoman pengendalian agar tenaga kerja masih dapat menghadapinya tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari dan 5 hari kerja seminggu atu 40 jam seminggu.
NAB kebisingan adalah 85 dBA yang ditentukan dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : Kep-51/Men/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja dan merupakan Standar Nasional (SNI) 16-7063-2004 (Suma’mur, 2014).
Harrianto (2010) mengklasifikasikan pengendalian waktu kerja sehubungan dengan tingkat pajanan kebisingan, seperti pada tabel berikut ini :
Tabel 1. Pengendalian waktu kerja dengan tingkat pajanan kebisingan Waktu
Pemajanan per hari
Intensitas Kebisingan (dBA)
ACGIH NIOSH OSHA PPKKH.R
I
16 jam 82 82 85
8 jam 85 85 90
4 jam 88 88 95
2 jam 91 91 100 91
1 jam 94 94 105 94
½ jam/ 30 menit 97 97 110 97
bersambung
commit to user
¼ jam / 15 menit 100 100 115 100
1/8 jam/ 7,5 menit 103 103 120 103
1/8 jam/ 3,7 menit 106
1/8 jam/ 1,9 menit 109
1/8 jam/ 0,9 menit 112
1/8 jam/ 28,12 detik
115
1/8 jam/ 14,1 detik 118
1/8 jam/ 7,03 detik 121
1/8 jam/ 3,52 detik 124
1/8 jam/ 1,76 detik 127
1/8 jam/ 0,44 detik 130
1/8 jam/ 0,22 detik 133
1/8 jam/ 0,11 detik 136
Sumber : Harrianto, 2010
5. Pengendalian Kebisingan
Menurut Soedirman (2011) kebisingan dapat dikendalikan dengan cara :
a) Pengendalian bising pada sumber
sambungan
commit to user 1) Subtitusi
Dilakukan dengan mengganti seluruh alat atau mesin yang mengeluarkan tingkat kebisingan tinggi, dengan alat atau mesin yang mengeluarkan tingkat bising rendah.
2) Modifikasi
Dilakukan dengan mengganti atu mengubah komponen- komponen dari alat atau mesin yang engeluarkan tingkat bising tinggi, dengan komponen yang mengeluarkan tingkat bising rendah.
3) Silencer
Dilakukan dengan memasang peredam suara atau silencer yang biasanya di instalasi secara build up, agar dapat menurunkan tingkat bising menjadi rendah.
4) Perawatan atau Maintenance
Dilakukan dengan melakukan perawatan secara berkala dari alat atau mesin dengan cara seperti pelumasan, overhaul dan perbaikan bagian yang rusak.
b) Pengendalian bising pada media 1) Enclosure
Dilakukan dengan menutup sumber bising dalam sungkup yang dilengkapi dengan peredam suara, yang memisahkan sumber bising dengan operator.
commit to user 2) Accustic Wall and Ceiling
Dilakukan dengan pemasangan bahan akustik di dinding dan plafon sehingga suara bising diserap oleh dinding dan plafon akustik, sehingga telinga hanya mendengar suara langsung. Cara ini dapat menurunkan tingkat bising cukup substansial.
3) Remote Control
Dilakukan dengan menempatkan ruang operasional dilokasi yang lebih tinggi dilengkapi dengan dinding akustik dan kaca lebar sehingga dapat mengamati mesin/pesawat yang dioperasikan.
c) Pengendalian bising pada receiver
Pengendalian bising pada receiver dilakukan dengan pengguanaan Alat Pelindung Diri (APD) pada telinga berupa ear muff (tutup telinga) dan ear plug (sumbat telinga).
B. Masa Kerja
1. Pengertian Masa Kerja
Masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja bekerja di suatu tempat. Masa kerja dapat mempengaruhi kinerja baik positif maupun negatif. Memberi pengaruh positif pada kinerja bila dengan semakin lamanya masa kerja personal semakin berpengalaman dalam melaksanakan tugasnya. Sebaliknya akan memberikan pengaruh negatif apabila dengan semakin lamanya masa kerja akan timbul kebosanan pada tenaga kerja (Fahmi, 2013).
commit to user
Menurut Suma’mur (1986) masa kerja bagi seseorang menentukan effisiensi dan produktivitasnya, segi-segi terpenting bagi persoalan masa kerja meliputi :
a) Lamanya seseorang mampu bekerja dengan baik.
b) Hubungan diantara waktu kerja dan istirahat.
c) Waktu bekerja sehari menurut periode yang meliputi (pagi, siang, sore) dan malam.
Adapun pengorganisasian yang menyangkut masa kerja dan waktu kerja dapat menentukan tingkat kesehatan dan effisiensi tenaga kerja. Untuk itu diperlukan pola pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat kerja yang baik (Budiono S, dkk, 2003). Sedangkan menurut Koesyanto (2013), masa kerja merupakan akumulasi aktivitas kerja seseorang yang dilakukan dalam jangka waktu yang panjang. Apabila aktivitas tersebut dilakukan terus- menerus akan mengakibatkan gangguan pada tubuh. Semakin lama kerja seseorang dapat menyebabkan terjadinya kejenuhan pada daya tahan otot dan tulang baik secara fisik maupun psikis. Menurut Tarwaka (2008), masa kerja dapat dikategorikan menjadi :
a) Masa kerja baru : < 5 tahun.
b) Masa kerja lama : ≥ 5 tahun.
commit to user C. Stres Kerja/Distress Akibat Kerja
1. Pengertian Stres
Dalam psikologi istilah stres adalah untuk menunjukan suatu tekanan atau tuntutan yang dialami oleh individu/organisme agar ia beradaptasi atau menyesuaikan diri (Nevid, dkk, 2005).
Menurut Cooper dalam buku Manajemen Komprehensif Keselamatan Kerja (2014) Stres adalah tanggapan atau proses internal atau eksternal yang mencapai tingkat tegangan fisik dan psikologis sampai pada batas atau melebihi batas kemampuan subyek. Definisi stres akibat kerja sendiri baik distress ataupun eustress adalah dimana stres merupakan suatu ketidak mampuan pekerja untuk menghadapi tuntutan tugas dengan akibat suatu ketidaknyamanan dalam bekerja (Mendelson, 1990). Sedangkan Greenberg (2002) berpendapat bahwa, stres kerja adalah konstruk yang sangat sulit didefinisikan, ia mendefinisikan stres kerja sebagai kombinasi antara sumber-sumber stres pada pekerjaan, karakteristik individual, dan stresor di luar organisasi.
Nevid, dkk (2005) menyebutkan bahwa sumber stres yang disebut dengan stressor menyangkut faktor-faktor psikologis dan faktor-faktor fisik.
Dalam batasan tertentu stres dinyatakan sehat untuk individu/organisme, stres membantu agar tetap aktif dan waspada stres ini dikatakan sebagai eustress atau yang biasa kita kenal dengan stres positif, akan tetapi stres yang sangat kuat atau berlangsung lama dapat melebihi kemampuan individu untuk mengatasinya dan menyebabkan berbagai gangguan seperti
commit to user
depresi atau kecemasan, atau keluhan fisik seperti sakit kepala dan kelelahan pada tahapan ini stres disebut dengan distress atau dikenal dengan istilah stres negatif.
Dari pengertian diatas stress dapat dibagi menjadi dua, yaitu stres negatif/distress dan stress positif /eustress (Hadipoetro, 2014) :
a) Distress
Pada umumnya stress dirasakan sebagai kondisi yang negatif, yang mengarah ke timbulnya penyakit fisik atau mental, atau ke perilaku tak wajar. Berhadapan dengan suatu stressor (sumber stress) tidak selalu mengakibatkan gangguan secara psikologis maupun fisiologis. Stressor yang sama dapat dipersepsi secara berbeda yaitu dapat sebagai peristiwa yang positif dan tidak berbahaya, atau menjadi peristiwa yang berbahaya dan mengancam.
b) Eustress
Ada pula stress yang positif. Stress semacam ini diperlukan untuk menghasilkan prestasi yang tinggi. Makin tinggi doronganya untuk berprestasi, makin tinggi tingkat stress dan makin tinggi juga produktivitas dan efisiensinya. Stress pada jumlah tertentu dapat mengarah ke ide-ide yang inovatif dan konstruktif. Tetapi jika orang terlalu ambisius, memiliki dorongan kerja yang besar atau jika beban kerjanya menjadi berlebih dan tuntutan pekerjaan pun tinggi, maka kinerja dapat menjadi rendah lagi.
commit to user 2. Jenis-jenis Stres negatif/Distress
a) Psikosomatis
Gangguan jiwa atau distress yang dimanifestasikan atau diwujudkan pada gangguan susunan saraf vegetatif, hal ini disebabkan karena manusia bereaksi secara holistik maka gangguan jiwa senantiasa sedikit atau banyak mempunyai komponen somatik, contohnya ditunjukan dengan gangguan-gangguan yang memiliki gejala fisik berupa nyeri, mual, pusing dan lain sebagainya (Ardani, 2013).
b) Psikoneurosa
Adalah distress yang ditandai dengan gangguan perasaan, sikap, dan kebiasaan yang cukup berat untuk menganggu kehidupan pasien/individu atau untuk mengurangi efisiennya, psikoneurosa ini sering sekali ditemukan pada orang-orang yang menderita distress psikoneurosa ini sering disebut dengan nervous (Ingram, dkk, 1995).
c) Psikotik
Psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidak mampuan individu menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau perilaku kacau/aneh (Ardani, 2013).
3. Faktor-faktor Distress di Tempat Kerja
Setiap aspek di pekerjaan dapat menjadi pembangkit stres. Tenaga kerja yang menentukan sejauh mana situasi stres atau tidak. Sumber stres yang menyebabkan seseorang tidak berfungsi optimal atau yang menyebabkan seseorang jatuh sakit, tidak saja datang dari satu macam
commit to user
pembangkit stres saja tetapi dari beberapa pembangkit stres. Pembangkit stres di pekerjaan merupakan pembangkit stres yang besar perannya terhadap kurang berfungsinya atau jatuh sakitnya seseorang tenaga kerja yang bekerja (Munandar, 2008). Faktor-faktor pembangkit stres yang berasal dari individu tenaga kerja dapat berupa :
a) Usia : usia berhubungan dengan proses penuaan atau bertambahnya umur (Suyono, 2001). Gangguan stres karena faktor usia biasanya dimulai sebelum usia 30 tahunan (Ardani, 2013).
b) Jenis kelamin : wanita menunjukan memiliki gangguan somatisasi lebih besar daripada laki-laki karena stres, gangguan tersebut dapat terjadi 5 sampai 20 kali lebih besar daripada gangguan yang terjadi pada laki-laki (Ardani, 2013).
c) Riwayat Kesehatan : perlu diketahui hal ini dikarenakan kemungkinan salah satu faktor terjadinya penyakit akibat kerja misalnya stres kerja karena tenaga kerja tersebut sudah terlebih dahulu menderita gangguan kesehatan yang dapat menjadi salah satu indikator tenaga kerja tersebut dikatakan stres (Suma’mur, 1988).
Sedangkan berdasarkan faktor-faktor yang berkaitan dengan pekerjaan, Cartwright, dkk (1995) membagi penyebab stres kerja menjadi beberapa kelompok penyebab, yaitu :
a) Faktor intrinsik pekerjaan : ada beberapa faktor intrinsik pekerjaan yang sangat potensial menjadi penyebab terjadinya stres dan dapat mengakibatkan keadaan yang buruk pada mental, faktor tersebut
commit to user
meliputi keadaan fisik lingkungan yang tidak nyaman (bising, berdebu, bau, suhu, kelembaban, dll).
b) Faktor peran dalam organisasi : beban tugas yang bersifat mental dan tanggungjawab dari suatu pekerjaan lebih memberikan stres yang tinggi dibandingkan dengan beban fisik.
c) Faktor hubungan dalam pekerjaan : hubungan antara karyawan di tempat kerja adalah faktor yang potensial menjadi penyebab terjadinya stres kerja.
d) Faktor pengembangan karir : perasaan tidak aman dalam pekerjaan, posisi, dan pengembangan karirmempunyai dampak cukup penting sebagai penyebab terjadinya stres.
e) Faktor struktur orgamisasi dan suasana kerja : penyebab stres dari faktor ini biasanya berasal dari budaya organisasi dan model manajemen yang dipergunakan, selain itu penempatan karyawan dan pemilihan pada posisi yang tidak tepat dapat menyebabkan stres kerja.
4. Gejala Distress di Tempat Kerja
Terdapat beberapa gejala yang umumnya terjadi pada pekerja yang mengalami stress dalam pekerjaanya. Gejala-gejala tersebut dapat terjadi secara psikologis, fisik, maupun perilaku (Hadipoetro, 2014).
a) Secara psikologis, gejala yang mungkin timbul antara lain:
1) Kecemasan, ketegangan, kebingungan, dan mudah tersinggung.
2) Perasaan frustasi, rasa marah, dan dendam (kebencian).
3) Sensitif dan hyperreactivity.
commit to user
4) Memendam perasaan, penarikan diri, dan depresi.
5) Komunikasi yang tidak efektif.
6) Perasaan terkucil dan terasing.
7) Kebosanan dan ketidakpuasan kerja.
8) Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan konsntrasi.
9) Kehilangan spontanitas dan kreativitas.
10) Menurunya rasa percaya diri.
b) Secara fisik, gejala yang dapat terjadi antara lain:
1) Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kecenderungan mengalami penyakit kardiovaskuler.
2) Gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung).
3) Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan.
4) Kelelahan secara fisik dan kemungkinan sindrom kelelahan yang kronis.
5) Gangguan pernafasan, termasuk gangguan dari kondisi kondisi yang ada.
6) Gangguan pada kulit.
7) Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot.
8) Gangguan tidur.
9) Rusaknya fungsi imun tubuh.
c) Gejala Perilaku
Dalam perilaku, gejala yang akan terlihat antara lain :
commit to user
1) Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan.
2) Menurunya prestasi, performansi, dan produktivitas.
3) Meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat-obatan.
4) Perilaku sabotase dalam pekerjaan.
5) Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan) sebagai pelampiasan.
5. Pencegahan Distress di tempat kerja
Secara umum strategi manajemen stress dapat dikelompokan menjadi strategi penanganan individual, organisasional dan dukungan sosial (Hadipoetro, 2014).
a) Strategi penanganan individual
Yaitu strategi yang dikembangkan secara pribadi atau individual. Strategi individual ini bisa dilakukan dengan beberapa cara, antara lain :
1) Melakukan perubahan reaksi perilaku atau perubahan reaksi kognitif.
Artinya, jika seorang pekerja merasa dirinya ada kenaikan tegangan, para pekerja tersebut seharusnya time out terlebih dahulu. Cara time out ini bisa macam-macam, seperti istirahat sejenak namun masih dalam ruangan kerja, ke luar ruang istirahat (jika menyediakan), pergi sebentar ke kamar kecil untuk membasuh muka dengan air dingin atau berwudlu bagi orang islam, dan sebagainya.
2) Melakukan relaksasi dan meditasi. Kegiatan relaksasi dan meditasi ini bisa dilakukan d rumah pada malam hari atau hari-hari libur kerja.
commit to user
Dengan melakukan relaksasi, pekerja dapat membangkitkan perasaan rileks dan nyaman. Dengan demikinan karyawan yang melakukan relaksasi diharapkan dapat mentransfer kemampuan dalam membangkitkan perasaan rileks ke dalam perusahaan dimana mereka mengalami situasi stress. Beberapa cara meditasi yang biasa dilakukan dengan menutup atau memejamkan mata, menghilangkan pikiran yang mengganggu, kemudian perlahan-lahan mengucapkan doa.
3) Melakukan diet dan fitnes. Beberapa cara yang bisa ditempuh adalah mengurangi masukan atau konsumsi garam dan makanan mengandung lemak, memperbanyak konsumsi makanan yang bervitamin seperti buah-buahan dan sayur-sayuran, banyak melakukan olahraga, seperti lari secara rutin, tenis, bulu tangkis, dan sebagainya.
b) Strategi penanganan organisasional.
Strategi ini didesain oleh manajemen untuk menghilangkan atau mengontrol penekan tingkat organisasional dan mencegah atau mengurangi stress kerja untuk pekerja individual. Manajemen stres melalui organisasi dapat dilakukan dengan :
1) Menciptakan iklim organisasi yang mendukung. Banyak organisasi besar saat ini memformulasi struktur birokratik yang tinggi dengan menyeritakan inflekksibel dan iklim impersonal. Ini dapat membawa pada stres kerja yang sungguh-sungguh. Sebuah strategi
commit to user
pengaturan mungkin membuat struktur lebih terdesentralisasi dan organik dengan pembuatan keputusan patisipatif dan aliran komunitas ke atas. Perubahan struktur dan proses struktural mungkin menciptakan iklim yang lebih mendukung bagi pekerja, memberikan mereka lebih banyak kontrol terhadap pekerjaan mereka, dan mungkin mencegah atau mengurangi stress kerja mereka.
2) Memperkaya desain tugas-tugas. Dengan memperkaya kerja baik dengan meningkatkan faktor isi pekerjaan (seperti tanggung jawab, pengakuan, kesempatan untuk pencapaian, peningkatan, dan pertumbuhan) atau dengan meningkatkan karakteristik pekerjaan pusat seperti variasi skill, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi, dan timbul balik mungkin membawa pada pernyataan motivasional atau pengalaman berani, tanggung jawab, dan pengetahuan hasil-hasil.
3) Mengurangi konflik dan mengklarifikasi peran organisasional.
Konflik peran dan ketidakjelasan diidentifikasi lebih awal sebagai sebuah penekan individual utama. Ini mengacu pada manajemen untuk mengurangi konflik dan mengklarifikasi peran organisasional sehingga penyebab stress ini dapat dihilangkan atau dikurangi.
4) Rencana pengembangan jakur karir dan penyediaan konseling Secara tradisional, organisasi telah menunjukkan melalui kepentingan dalam perencanaan karir dan pengembangan pekerja
commit to user
mereka. Individu dibiarkan untuk memutuskan gerakan dan strategi karir sendiri.
5) Strategi Dukungan Sosial. Untuk mengurangi stress kerja, dibutuhkan dukungan sosial terutama orang yang terdekat, seperti keluarga, teman sekerja, pemimpin atau orang lain. Agar diperoleh dukungan maksimal, dibutuhkan komunikasi yang baik pada semua pihak, sehingga dukungan sosial dapat diperoleh. Pekerja dapat mengajak berbicara orang lain tentang masalah yang dihadapi, atau setidaknya ada tempat mengadu atas keluh kesahnya.
D. Hubungan Kebisingan dengan Stres Kerja
Cukup banyak memang dampak negatif yang ditimbulkan kebisingan ditempat kerja, mulai dari yang sifatnya individual, mempengaruhi kinerja departemental dan organisasional sebuah perusahaan, hingga gangguan-gangguan yang mengenai lingkungan luar tempat kerja, khususnya masyarakat di sekitar tempat kerja (Tambunan, 2005).
Adanya sumber stres fisik seperti udara dingin atau suara keras dapat menjadi sebuah stressor psikologis mulai dari kesulitan tidur sampai gangguan dengan sistem kekebalan tubuh (Nevid, dkk, 2005).
Pengaruh kebisingan intensitas tinggi (di atas NAB) adalah dapat menyebabkan stres pada karyawan yang secara spesifik dapat mengakibatkan stres menuju keadaan cepat marah, sakit kepala, gangguan tidur, gangguan reaksi psikomotor, kehilangan konsentrasi, gangguan komunikasi antar lawan
commit to user
bicara dan penurunan performansi kerja yang kesemuanya itu akan bermuara pada kehilangan efisiensi dan produktivitas kerja (Tarwaka, 2004).
Hasil penelitian Tri Budiyanto dan Erza Yanti Pratiwi (2011) yang berjudul Hubungan Kebisingan dan Masa Kerja terhadap Terjadinya Stres Kerja pada Pekerja di Bagian Tenun “Agung Saputra Tex” Piyungan Bantul Yogyakarta menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara kebisingan dengan stres kerja pekerja bagian tenun PT. Agung Saputra Tex Piyungan Bantul Yogyakarta. Hasil analisa dengan uji statistik dengan metode Chi Square melalui program SPSS 16,0 diperoleh nilai p = 0,039 (Budiyanto dan Pratiwi, 2011).
E. Hubungan Massa Kerja dengan Stress Kerja
Masa kerja adalah lamanya seorang karyawan menyumbangkan tenaganya pada perusahaan tertentu. Sejauh mana tenaga kerja dapat mencapai hasil yang memuaskan dalam bekerja tergantung dari kemampuan, kecakapan dan ketrampilan tertentu agar dapat melaksanakan pekerjaanyan dengan baik. Masa kerja yang biasanya diiringi dengan pengalaman kerja yang meningkat juga dapat mempengaruhi stres yang dirasakan pekerja terhadap pekerjaannya. (Fahmi, 2013).
Respon terhadap stres pada dasarnya sehat dan penting untuk menimbulkan daya motivasi dan adaptasi seseorang. Stres yang lama dan berkelanjutan dapat menimbulkan masalah menahun sehingga individu akan menderita suatu kelelahan yang berat seakan-akan semua cadangan energi menghilang, dan menimbulkan depresi (Harrianto, 2010).
commit to user
Faktor lain yang berpengaruh terhadap terjadinya hubungan kebisingan dan masa kerja dengan stres kerja pada pekerja di bagian winding ini adalah akibat kejadian kecelakaan kerja yang pernah dirasakan oleh beberapa pekerja pada saat bekerja. Kecelakaan kerja tersebut merupakan faktor intrinsik pemicu stres yang diperoleh tenaga kerja melalui pengalaman dalam pekerjaannya.
Masa kerja tenaga kerja yang relatif lama juga dapat memicu terjadinya ketegangan yang lebih bagi tenaga kerja. Hal ini disebabkan karena kebosanan dan adanya beban fisik maupun psikologis pekerja. Masalah stres kerja pada pekerja bukan hanya masalah kesehatan saja, namun dikhawatirkan akan menjadi masalah bagi tenaga kerja dan industri itu sendiri (Budiyanto dan Pratiwi, 2011).
Hasil penelitian Tri Budiyanto dan Erza Yanti Pratiwi (2011) yang berjudul Hubungan Kebisingan dan Masa Kerja terhadap Terjadinya Stres Kerja pada Pekerja di Bagian Tenun “Agung Saputra Tex” Piyungan Bantul Yogyakarta menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara masa kerja dengan stres kerja pekerja bagian tenun PT. Agung Saputra Tex Piyungan Bantul Yogyakarta. Hasil analisa dengan uji statistik dengan metode Chi Square melalui program SPSS 16,0 diperoleh nilai p = 0,019 (Budiyanto dan Pratiwi, 2011).
commit to user F. Kerangka Pemikiran
Keterangan :
: Diteliti : Tidak Diteliti
Masa Kerja Pekerja di bagian winding
Stresor Pekerja
Stres
Faktor Individu : - Usia
- Jenis Kelamin - Riwayat
Kesehatan
Faktor Pekerjaan : - Faktor intrinsik
pekerjaan
- Peran dalam organisasi - Pengembangan karir - Hubungan dalam
pekerjaan
- Struktur organisasi dan suasana kerja
Gambar 1. Kerangka Pikiran Eustress Distress
Berpengaruh positif dan negatif terhadap kinerja seseorang
Kinerja dan Kemampuan Seseorang
Stres Kerja Kebisingan di bagian winding
Hipotalamus
Sistem saraf simpatis
Medula Adrenal
Hormon Cartisol
commit to user G. Hipotesis
Adanya hubungan antara intensitas kebisingan dan masa kerja dengan stres kerja pekerja di bagian Winding PT. BMSTI, Sragen.