(Studi Analitis Deskriptif terhadap Mahasiswa Jurusar. Pendidikan
Bahasa Daerah FPBS IKIP Bandung Tahun 1994/1S95)
TESIS
Diajukan kepada Panitia Ujian Tesis
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung
untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Pascasarjana
Program Studi Pengajaran Bahasa Indonesia
oleh: Moh. Rakhmat
9232039/XXIV-16
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
B A N D U N G
(QS Al-Alaq (96):5)
"Allah raeninggikan beberapa derajat
orang-orang
yang beriman dan mempunyai
ilmu."
(QS Al-Mujaadilah (58):11)
'Apakah sama orang-orang yang mengetahui
dan orang-orang yang tidak mengetahui."
(QS Azzumar (39):9)
Dipersembahkan kepada:
istriku Elis Djubaedah, kedua cahaya
mataku Fitri Ayu Laksmi dan
Nisrina
Nur Fajrin, serta semua orang yang
KATA PENGANTAR i
TERIMA KASIH DAN PENGHARGAAN iv
DAFTAR ISI Viii
DAFTAR TABEL xii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1. 2 Rumusan Masalah 10
1. 3 Paradigma Penelitian 11
1.4 Tujuan dan Masalah Penelitian 12
1.5 Asumsi Penelitian 14
1.6 Hipotesis Penelitian 15
1.7 Metode Penelitian 15
1.8 Populasi dan Sampel 16
BAB II BAHASA, DWIBAHASAWAN, DAN KREATIVITAS DALAM
KETERAMPILAN MENULIS 17
2. 1 Bahasa dan Pikiran 17
2.2 Dwibahasawan dan Kemampuan Berpikir Kreatif ... 25
2.3 Menulis sebagai Proses Kreatif 56
2.4 Aspek-aspek Menulis 44
2.5 Kaitan Menulis dengan Teori-teori Pengajaran
Bahasa 50
2.6 Hasil-hasil Penelitian tentang Menulis dan Ber
pikir Kreatif 59
3 .2 Sumber Data 72
3.3 Instrumen Penelitian 73
3.4 Teknik Pengumpulan Data 75
3 .5 Pengolahan Data 79
BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN 81 4 .1 Pengolahan dan Analitis Data 81 4.2 Hasil Pengolahan dan Analisis Data 83
4.2.1 Analisis Data Komposisi Bahasa Sunda 83
1) Aspek Logika 83
2) Aspek Linguistik 89
4.2.2 Analisis Data Komposisi Bahasa Indonesia ... 112
1) Aspek Logika 112
2) Aspek Linguistik 118
4.2.3 Analisis Data Hasil Tes Kreativitas Verbal 160 4.2.4 Pengujian Asumsi-asumsi Statistik 170 4.2.5 Gambaran Umum Sumber Data 172
4.3 Deskripsi Hasil Penelitian 179
4.3.1 Kemampuan Menulis Komposisi Bahasa Sunda ... 179 4.3.2 Kemampuan Menulis Komposisi BI 194 4.3.3 Kemampuan Berpikir Kreatif 208 4.3.4 Latar Belakang Proses Menulis 211
4.3.5 Latar Proses Kreatif 213
4.3.6 Latar Belakang Sikap 220
.BAB V PEMBAHASAN 232
5. 1 Gambaran Umum Sumber Data 232
5.2 Bahasan Aspek Logika dan Aspek Linguistik dalam
Bahasa Sunda 239
5.2.1 Aspek Logika Komposisi Bahasa Sunda 239 5.2.2 Aspek Linguistik Komposisi Bahasa Sunda 251
5.2.3 Dialektika antara* Aspek Logika dan Aspek
Linguistik Bahasa Sunda 268
5.3 Bahasan Aspek Logika dan Aspek Linguistik dalam
Bahasa Indonesia 269
5.3.1 Aspek Logika Komposisi Bahasa Indonesia 270 5.3.2 Aspek Linguistik Komposisi Bahasa Indonesia .. 283
5.3.3 Dialektika antara Aspek Logika dan Aspek
Linguistik Bahasa Indonesia 303
5.4 Kemampuan Menulis Bahasa Sunda menuju Kemampuan
Menulis Bahasa Indonesia 305
5.5 Bahasan Kemampuan Berpikir Kreatif 309 5.6 Bahasan tentang Kontribusi Antarvariabel Pene
litian 320
5.7 Penelusuran Latar Belakang Proses Menulis 331 5.8 Penelusuran Latar Belakang Proses Kreatif 339
6.2 Implikasi 374
6 .3 Saran-saran 378
6.4 Model Mengajar Menulis yang Berdimensi Kreatif 381
DAFTAR PUSTAKA 398
LAMPIRAN: RIWAYAT HIDUP 402
Nomor Tabel
1. Teknik Penelitian Data untuk Pengujian Hipotesis ...
80
2. Gambaran Kualitas Isi Komposisi Bahasa Sunda
84
3. Gambaran Kualitas Organisasi Komposisi Bahasa Sunda
86
4. Frekuensi Kesalahan menurut Aspek Linguistik dalamKomposisi Bahasa Sunda
90
5. Gambaran Kualitas Isi Komposisi Bahasa Indonesia ...
113
6. Gambaran Kualitas Organisasi Komposisi BI
115
7. Frekuensi Kesalahan menurut Aspek Linguistik dalamKomposisi Bahasa Indonesia
119
8. Hasil Pengujian Normalitas Distribusi
171
9. Pasangan Linieritas
172
10. Penyebaran Persentase Skor Sikap
I79
11. Distribusi Frekuensi Skor Total Komposisi Bahasa
Sunda
I80
12. Distribusi Frekuensi Skor Aspek Logika Komposisi
Bahasa Sunda
181
13. Distribusi Frekuensi Skor Komponen Isi Komposisi
Bahasa Sunda
183
14. Distribusi Frekuensi Skor Komponen Organisasi Kompo
sisi Bahasa Sunda
185
15. Distribusi Frekuensi Aspek Linguistik Komposisi Ba
hasa Sunda
18'
xii
17. Distribusi Frekuensi Skor Komponen Penggunaan Kali
mat Komposisi Bahasa Sunda
ign.
18. Distribusi Frekuensi Skor Komponen Mekanik Penulisan
Komposisi Bahasa Sunda
ig2
19. Distribusi Frekuensi Skor Total Komposisi Bahasa
Indonesia
iq4
20. Distribusi Frekuensi Skor Aspek Logika Komposisi
Bahasa Indonesia
iqo
21. Distribusi Frekuensi Skor Komponen Isi Komposisi
Bahasa Indonesia
-107
22. Distribusi Frekuensi Skor Komponen Organisasi Kompo
sisi Bahasa Indonesia
igg
23. Distribusi Frekuensi Skor Aspek Linguistik Komposisi
Bahasa Indonesia
201
24. Distribusi Frekuensi Skor Komponen Pemilihan Kata
Komposisi Bahasa Indonesia
203
25. Distribusi Frekuensi Skor Komponen Penggunaan Kali
mat Komposisi Bahasa Indonesia
205
26. Distribusi Frekuensi Skor Komponen Mekanik Penulisan
Komposisi Bahasa Indonesia
207
27. Tingkat Kemampuan Berpikir Kreatif
208
28. Penyebaran Persentase Skor Setiap Tes
210
•• ;. Latar Belakanq Masalah
Bahasa merupakan alat komunikasi utama yang digunakan oleh
manusia untuk menqungkapkan pikiran dan perasaannya kepada orang
lain. Dalam rangka kehidupan manusia maka fungsi. bahasa yang
palmq dasar adalah menjelmakan pemikiran konseptual ke dal
dunia kehidupan
(Santosa, 1989). Oleh karena itu, Munanda
(1988:1) memandang bahwa prases-prases pemikiran sangat
ditentu-kan oleh kemampuan berbahasa. Melalui ungkapan bahasa pikiran,
perasaan, dan penalaran seseorang dapat dirangsang dan dilatih.
Alisjahbana (1979:2) menandaskan bahwa bahasa it,, adalah
penjelmaan manusia yang paling jelas, terutama sekali berhubungan
dengan kesanggupan untuk berpikir yang diberikannya kepada manu
sia. Dari pernyataan ini terkandung pertanyaan yang masih
diper-tanyakan orang sampai saat ini. Pertanyaan yang dimaksudkan itu
ialah apakah yang tumbuh lebih dahulu dalam evolusi manusia:
kecakapan manusia berpikirkah atau kecakapan manusia berbahasa?
Tentu saja hubungan antara keduanya itu bersifat dialektik.
Artinya tiap-tiap kemajuan berpikir membentuk konsep yang ban.,
dan menghendaki kata yang baru. Sementara itu. tiap-tiap kata
atau istilah yang baru member! "pijakan" kepada pikiran untuk
terus menciptakan konsep baru yanq menghendaki kata yang baru
Pula. Selanjutnya Ta.dir menjelaskan banwa pikiran dalam art,
dilambangkan
oleh
kata, sedangkan susunan
konsep-konsep , yang
merupakan buah pikiran selalu tersusun dalam kalimat atau susunan
kata yang berarti, yaitu yang mengandung pikiran.
Hal senada diungkapkan pula oleh Karl Albrecht. Ia
menyata-kan
bahwa
kita tidak hanya berpikir dengan
kata,
tetapi
kita
berpikir dalam kata pula. Kata tidak hanya sebagai alat berpikir.
Kata atau serangkaian kata merupakan gagasan (Albrecht, 1992:48).
Dari
gagasan-gagasan di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa
dan
pikiran
begitu
erat hubungannya sehingga hasil
yang
diperoleh
dari pengkajian bahasa diharapkan dapat menambah pengertian
kita
tentang alam pikiran manusia.
Untuk
mengetahui
hubungan antara bahasa dan
pikiran
itu
kita
dapat
mengikuti perkembangan bahasa pada
anak-anak.
Jika
kita
amati seorang anak yang usianya hampir mencapai
dua
tahun
kelihatan kepada kita seolah-olah ia keranjingan pada
kata-kata,
yaitu
nama-nama
benda dan peristiwa di sekitarnya.
Pada
tahap
selanjutnya, ia tidak saja menghafal kata-kata melainkan berusaha
memahami
kata-kata
itu
berdasarkan
pancaindera
dan
akalnya.
Dengan
kata-kata
lain, ia mulai menambah dan
menyusun
konsep-konsep itu dalam kalimat. Selanjutnya, ia menumbuhkan
pikirannya
yang lambat-laun membawanya kepada pendirian yang objektif terha
dap lingkungan sekitarnya.
tahun). Piaget membedakan empat tahap utama perkembangan kognitif anak. Keempat tahap ini berturut-turut dinamakan tahap sensorimo-toris, tahap praoperasional, tahap operasi kongkret, dan tahap
operasi
formal.
Dalam teorinya ia
merinci
kemampuan
berpikir
anak-anak dari fase berpikir yang sederhana hingga mampu berpikir abstrak dan mampu berpikir tentang hal-hal yang belum atau tidak pernah dialaminya (Bruner, 1978:33-37, Labinowics, 1980:60).Jika dilihat dari tahap perkembangan kognitif Piaget maka mahasiswa masih berada pada tahap operasi formal. Terutama maha
siswa
yang
berusia sekitar 18 sampai dengan 20 tahun.
Hal
ini
ditandaskan oleh Piaget bahwa pada anak normal tahap operasi formal dapat dicapai pada usia 11-12 tahun atau 14-15 tahunatau dalam hal lain antara 18-20 tahun. Jadi, yang penting
adalah bukan masalah usia pencapaian tiap tahap kognitif tetapi urutan tahap kongkret dan formal. Dengan demikian, mahasiswa telah mampu memikirkan hal yang abstrak, serta mampu berpikir tentang hal-hal yang belum atau tidak pernah dialaminya. Kemam puan berpikir mahasiswa dapat diteiaah melalui karangan (wacana) yang dibuatnya. Hal ini dilandasi dengan suatu konsep bahwa menulis merupakan proses bernalar. Untuk menulis mengenai suatu topik kita harus berpikir, menghubung-hubungkan berbagai fakta, membandingkan, dan sebagainya (Akhadiat, dkk., 1392:41).
pengetahuan-kan
beberapa alternatif model struktur pemrosesan bahasa.
Model
ini merupakan variasi proses kebahasaan yang dapat
dilihat dari
informasi yang diproduksi. Johnson-Laird dan Farster (dalam
Garn-ham, 1985:204) mengatakan bahwa model struktur pemrosesan bahasa
dapat dilihat dari hasil produksi bahasa, seperti dalam bentuk
wacana.
Mengenai model struktur bahasa ini,
mereka berpendapat
bahwa dapat dikenal
beberapa kecenderungan
sifat-sifatnya.
Kecenderungan sifat-sifat itu meliputi antara lain,
(1) proses
tingkat kata, apakah isi wacana cenderung perseptual atau
kontek-stual, <2) proses sintaksis, bagaimana hubungan struktural
antar-kata,
(3)
proses
tingkat pesan, apakah struktur dan konteks
bersama-sama menjalin suatu kesesuaian (Garnham, 1985:183).
Tampaknya kecenderungan sifat-sifat tersebut belum dapat
sepenuhnya diaplikasikan
oleh mahasiswa dalam bentuk tulisan.
Kondisi semacam ini menunjukkan bahwa mahasiswa kurang terampil
menulis.
Kurang memadainya kemampuan menulis mahasiswa ini,
antara
lain disebabkan kurangnya pembinaan kemampuan menulis,
baik di tingkat SLTA maupun di perguruan tinggi. Hal ini terjadi
karena pengajaran menulis yang diberikan mereka baik di sekolah
maupun di perguruan tinggi tidak terarah. Artinya, guru cenderung
mengajarkan
pengetahuan
menulis daripada
keterampilan
menulis
itu sendiri.
Sehingga hasil yang diperoleh dari pengajaran
yang bertujuan untuk membuat siswa atau mahasiswa terampil
menu
lis,
melainkan yang tahu banyak tentang menulis. Padahal
kemam
puan menulis itu dapat dicapai melalui latihan yang intensif
dan
bimbingan yang sistematis.
Kridalaksana (1985:103) mengungkapkan bahwa tampaknya peng
ajaran
komposisi
akan menjadi komponen
utama dalam
pengajaran
bahasa
Indonesia
dewasa ini, mengingat bahwa
bahasa
Indonesia
sudah dan akan diajarkan di perguruan-perguruan bukan bahasa
dan
bukan sastra. Gagasan ini mengingatkan kepada kita
bahwa
betapa
pentingnya
keterampilan menulis bagi mahasiswa. Selanjutnya,
ia
menambahkan bahwa tuntutan
akan pengajaran komposisi yang
benar-benar
terarah
makin
mendesak dan
penyusunan
kurikulum
dalam
bidang ini tidak boleh ditunda-tunda lagi.
IKIP sebagai suatu lembaga pendidikan dan
tenaga
kependi-dikan
yang bertanggung jawab mendidik calon-calon tenaga
profe-sional, hendaknya dapat membina para mahasiswanya dengan
sebaik-baiknya, agar para lulusan dapat diandalkan dalam menekuni
profe-sinya itu. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu lulusan ialah
membekali
mahasiswa
dengan kemampuan berbahasa
Indonesia
yang
memadai. Hal ini penting sekali, karena mahasiswa IKIP setelah
lulus
dan
bekerja
akan berperan dalam pendidikan
di
sekolah.
Dalam
menjalankan
peranannya
itu
kemampuan
berbahasa
yang
utama yang harus dimiliki oleh para lulusan IKIP ialah kemampuan
menulis.
Dengan bekal kemampuan menulis yang memadai, guru dapat
mengembangkan dan mendayagunakan potensi berpikir setiap siswanya
dalam bentuk bahasa tulis. Chastain berpendapat bahwa kegiatan
menulis dapat bermanfaat bagi guru untuk mengevaluasi kemajuan
siswa dalam hubungannya dengan pemerolehan konsep
(Nenden,
1990:5). Tentu saja hal ini dapat dijadikan acuan sementara guru
untuk memantau perkembangan berpikir siswanya. Hal ini sesuai
dengan pendapat Vigotsky yang menyatakan proses berpikir yang
sesungguhnya adalah proses pembentukkan konsep-konsep, yaitu
generalisasi-generalisasi atau pengertian-pengertian yang berna
lar (Tampubolon, 1993:8).
Menurut Vigotsky, anak dilihat dari usianya digolongkan ke
dalam fase berpikir dalam konsep. Pada fase ini anak telah dapat
berpikir sistematis, logis dan bernalar. Dia tidak lagi terikat
Pada objek-objek yang kongkret saja, tetapi sudah mampu membuat
generalisasi yang abstrak dan lebih bernalar. Dari pendapat ini,
kita dapat melihat bahwa bahasa berperan penting sebagai
pemben-tuk, bahkan penentu dalam perkembangan pikiran konseptual ini.
Dengan demikian, suatu tindakan yang tepat jika kita ingin
melihat kemampuan berbahasa dan berpikir seseorang melalui
tulis-annya. Oleh karena menulis merupakan kegiatan yang kompleks.
dalam kalimat-kalimat yang tersusun yang biasa disebut
perenggan
atau paragraf. Adapun Keraf (1984:48) mengemukakan bahwa strukturgramatikal
yang
baik bukan merupakan tujuan
dalam
komunikasi,
tetapi sekedar merupakan suatu alat untuk merangkaikan sebuahpikiran
atau
maksud dengan sejelas-jelasnya.
Dengan
demikian,
penalaran
atau
logika turut menentukan
baik
tidaknya
kalimat
seseorang, mudah tidaknya pikirannya dapat dipahami.Pada umumnya mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah
(bahasa Sunda) IKIP Bandung mampu menulis dalam dua bahasa, yakni
bahasa ibu (bahasa Sunda) dan bahasa Indonesia. Oleh karena sejak
di sekolah dasar dan di sekolah lanjutan tingkat pertama siswasudah memperoleh pengajaran bahasa Sunda. Dengan demikian,
dapat
diasumsikan bahwa kemampuan berbahasa Sunda mahasiswa Jurusan
Pendidikan
Daerah
IKIP Bandung tidak diragukan
lagi.
Hal
ini
dipertegas dengan hasil penelitian Rusyana pada tahun 1981 raenun-jukkan bahwa kemampuan berbahasa Sunda siswa kelas VI di wilayah Bandung Raya dapat ditafsirkan sebagai sedang. Begitu pula kemam puan menulis dalam bahasa Sunda dapat ditafsirkan sedang.Dengan demikian, mahasiswa terlibat ke dalam kedwibahasaan
bahwa secara alamiah anak-anak dalam masyarakat bilingual
mempu-nyai kesempatan untuk dididik dalam dua bahasa, yakni bahasa ibu
dan bahasa lain dalam masyarakatnya.
Dalam teori kedwibahasaan, seperti yang dikemukakan Dulay
dan Romaine, menyatakan bahwa seorang dwibahasawan lebih (1)
banyak mendayagunakan otaknya, (2) terampil dalam berbahasa, (3) cepat dalam mengabstraksi konsep, (4) baik memori auditorisnya, (5) cekatan dalam mengintuisi kosakata, (6) tinggi skor inteli-gensi verbal maupun non-verbalnya, (7) mampu menganalisis bahasa sebagai sistem abstrak, dan (8) mampu berpikir kreatif (Alwasi-lah, 1994:101).
Hasil serupa dilaporkan pula oleh Peal dan Lambert
berda-sarkan hasil penelitiannya pada enam sekolah Perancis Kanada di Montreal. Hasilnya menunjukkan bahwa anak dwibahasawan struktur inteligensinya lebih beragam, lebih lentur dalam berpikir, cara
berpikir lebih luas, lebih kreatif, dan dalam mengerjakan tugas
lebih cepat. Demikian pula, Swain dan Cummins (1979) memperlihat-kan pula hasil penelitian yang menunjukkan pengaruh positif
kedwibahasaan terhadap anak-anak, yaitu dwibahasawan lebih
sensi-tif terhadap hubungan semantik kata-kata, lebih memahami
penun-jukkan nama terhadap referen, lebih memahami struktur kalimat,
lebih peka secara sosial, dan mampu berpikir divergen (Rusyana,
mampu berpikir kreatif. Tampaknya kaitan antara dwibahasawan dan
kemampuan
berpikir
kreatif tidak
dapat
dipisahkan.
Kemampuan
berpikir kreatif seseorang dapat diwujudkan dalam tulisan.
Seper-ti dikatakan oleh Munandar (1988:2) bahwa bahasa merupakan bagian
hakiki
dari ciri dan watak manusia, maka amatlah
penting
bahwa
seseorang termasuk mengungkapkan gagasannya, pikiran dan pera-saannya secara kreatif dalam tulisan.Suatu
pendekatan
baru
yang
menarik
guna
mengembangkan
kreativitas telah dirancang oleh Gordon dengan istilah
synectic.
Model synectic ini merupakan strategi pengajaran yang baik sekali
untuk
mengembangkan kemampuan kreatif dalam menulis
(Joyce
dan
Weil, 1980). Kemampuan
mahasiswa mengembangkan kemampuan kreatif
dalam
menulis masih sangat lemah. Untuk mengatasi
masalah
ini,
guru
harus
membantu mahasiswa agar terbiasa
berpikir
kreatif.
Oleh karena proses kreatif tidak bersifat misterius, tetapi
bisa
dijelaskan,
dan
individu
bisa dilatih
secara
langsung
untuk
meningkatkan daya kreativitasnya.Dalam proses pengajaran bahasa, pengembangan dimensi
krea
tivitas
sangat penting dan dapat dilaksanakan
melalui
berbagai
kegiatan berbahasa atau keterampilan berbahasa tertentu.Keterli-batan
batin
dan imajinasi mahasiswa
merupakan
syarat
penting
pengembangan
Kreativitps itu. Pendekatan dan
metode
pengajaran
kreativitas mahasiswa.
Begitu pula,
sikap mahasiswa
terhadap
unsur-unsur
pengajaran bahasa yang lainnya, seperti sikap terha
dap profesi guru, sikap terhadap pengajaran menulis, sikap terha
dap bahasa nasional, dan sikap terhadap bahasa pertamanya
menun-jang berkembangnya kreativitas mahasiswa.
Dalam konteks inilah, penelitian ini akan mencoba
menelaah
kemampuan
menulis
komposisi mahasiswa dalam
bahasa
Sunda
dan
bahasa Indonesia yang ditinjau dari aspek. logika dan aspek
lingu-istiknya. Kemampuan menulis mahasiswa itu dikaitkan dengan kemam
puan berpikir kreatifnya, kemudian ditindaklanjuti dengan penelu
suran
proses
menulis dan proses kreatif serta sikap
mahasiswa
pemakaian bahasa.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pembahasan di atas, permasalahan penelitian ini
dapat dirumuskan dalam pertanyaan berikut ini: Bagaimana gambaran
kemampuan menulis komposisi dalam bahasa Sunda dan bahasa Indone
sia mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah FPBS IKIP
Bandung
dan
adakah hubungan antara kemampuan menulis mahasiswa
tersebut
dengan kemampuan berpikir kreatifnya? Untuk mempertajam
permasa
lahan, pertanyaan tersebut dirinci sebagai berikut:
a. Bagaimana
gambaran kemampuan
menulis
komposisi bahasa Sunda
dan bahasa Indonesia mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa
Dae
rah
FPBS
IKIP Bandung tahun 1994/1995 dilihat
dari
aspek
b. Adakah hubungan antara kemampuan menulis komposisi bahasa Sun
da
dengan kemampuan menulis komposisi
bahasa Indonesia
pada
mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah
FPBS IKIP
Bandung
tahun 1994/1995?
c. Adakah hubungan antara kemampuan menulis komposisi bahasa Sun
da
dengan kemampuan berpikir kreatif pada
mahasiswa
Jurusan
Pendidikan Bahasa Daerah FPBS IKIP Bandung tahun 1994/1995?
d. Adakah hubungan antara kemampuan menulis komposisi
bahasa In
donesia
dengan kemampuan berpikir kreatif pada mahasiswa
Ju
rusan Pendidikan Bahasa Daerah FPBS IKIP
Bandung
tahun 1994/
1995?
e. Adakah hubungan antara kemampuan menulis komposisi bahasa Sun
da dan kemampuan menulis komposisi bahasa Indonesia dengan ke
mampuan
berpikir
kreatif pada mahasiswa
Jurusan
Pendidikan
Bahasa Daerah FPBS IKIP Bandung tahun 1994/1995?
1.3 Paradigma Penelitian
Yang
dimaksud
dengan paradigama adalah
kerangka
berpikir
atau
kerangka konseptual yang melandasi sesuatu, dalam
hal
ini
penelitian. Dengan demikian paradigma penelitian ini dapat
XI = Kemampuan Menulis Komposisi Bahasa Sunda
X2 = Kemampuan Menulis Komposisi Bahasa Indonesia
Y
= Kemampuan Berpikir Kreatif
1•4 Iuj_ujaii siaxL ttanfaai. Penel it.iap
1 •4 .1 Tu.iuan Penel itian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
infor-masi
objektif mengenai kemampuan menulis komposisi bahasa Sunda
dan
bahasa Indonesia mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah
FPBS IKIP Bandung tahun 1994/1995 (aspek logika dan
lingguistik-nya),
mengenai kemampuan berpikir kreatif mahasiswa,
mengenai
hubungan antara kemampuan di atas,
hubungan antara kemampuan
tersebut dengan sikapnya terhadap pemakaian bahasa, latar
bela
kang Proses menulis dan proses kreatif mahasiswa, serta membuat
model pengajaran menulis.
Secara terinci tujuan penelitian ini adalah:
a. mendeskripsikan aspek logika dan aspek linguistik dalam kompo
sisi
bahasa Sunda dan bahasa Indonesia yang tercermin dalam
isi dan organisasi komposisi, serta penggunaan kata, kalimat,
dan mekanik penulisan;
b. menganalisis hubungan antara kemampuan menulis komposisi baha
sa Sunda dengan kemampuan menulis komposisi bahasa Indonesia;
c. menganalisis hubungan antara kemampuan menulis komposisi baha
sa Sunda dengan kemampuan berpikir kreatif:
d. menganalisis hubungan antara kemampuan menulis komposisi
e. menganalisis hubungan antara kemampuan menulis komposisi baha
sa Sunda dan komposisi bahasa Indonesia dengan kemampuan
ber-pikir kreatif:
f. menelusuri latar belakang proses menulis, proses kreatif, dan
sikap mahasiswa terhadap pemakaian bahasa; dan
g. membuat model pengajaran menulis yang berdimensi kreatif.
1-4.2 tLajLf_ajLt_ Pj^iLUiiaii
Hasil pokok yang diharapkan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Kemampuan mengemukakan gagasan dalam bentuk tulisan dalam
bahasa Sunda dan bahasa Indonesia, yang terlihat dalam hal:
1) Pengutaraan isi dan pengorganisasian karangan;
2) kemampuan memilih dan menggunakan kosakata;
3) kemampuan mengolah dan menyusun kalimat;
4) kemampuan menggunakan kaidah/mekanika penulisan.
b. Member! informasi tentang kemampuan mahasiswa mengerjakan tes
kreativitas verbal yang terdiri atas 6 subtes.
c Member! kontribusi kemungkinan pemanfaatan kemampuan menulis
dalam bahasa Sunda dan bahasa Indonesia untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif mahasiswa.
d. Informasi latar belakang sikap berbahasa mahasiswa yang
mempe-ngaruhi kemampuan menulis dan kreativitas mereka, terutama me
ngenai sikap mahasiswa terhadap:
1) profesi guru (guru bahasa'';
2) kegiatan menulis
4) bahasa Sunda sebagai bahasa ibu/pertama.
e. Informasi perbedaan antara kemampuan menulis komposisi dala
dua bahasa dengan kemampuan berpikir kreatif;
f. Informasi latar belakang proses menulis dan proses kreatif
has iswa;
g. Informasi kelemahan dan kelebihan komposisi bahasa Sunda dan
komposisi bahasa Indonesia sebagai bahan masukan untuk
pening-katan proses belajar-mengajar menulis baik dalam bahasa Sunda
maupun dalam bahasa Indonesia.
h. Memberikan alternatif model pengajaran menulis yang berdimensi
kreatif. 1 •5 Asumsi,
Penelitian ini didasarkan atas sejumlah asumsi sebagai
berikut.
a. Setiap mahasiswa memiliki kemampuan menulis dan kemampuan ber
pikir kreatif dengan tingkat yang berbeda-beda.
b. Kemampuan menulis dan kemampuan berpikir kreatif merupakan ke
mampuan dasar yang harus dikuasai mahasiswa.
c. Kemampuan menulis dan kemampuan berpikir kreatif dapat
dipel-ajari dan dilatih.
d. Kemampuan menulis dan kemampuan berpikir kreatif dapat diukur
melalu i tes.e. Tinggi rendahnya kemampuan menulis dan kemampuan berpikir
kreatif mahasiswa dipengaruhi oleh faktor linguistik,
faktor
P^ikologis, dan faktor kognitif.
f. Kemampuan menulis ditentukan oleh kemampuan kreatif seseorang.
m
ma-1•6 Hipotesis
Dari serangkaian pembicaraan terdahulu maka hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Terdapat hubungan yang positif antara kemampuan menulis kompo
sisi bahasa Sunda dengan kemampuan
menulis komposisi
bahasa
Indonesia.
b. Terdapat hubungan yang positif antara kemampuan menulis kompo
sisi bahasa Sunda dengan kemampuan berpikir kreatif.
c. Terdapat hubungan yang positif antara kemampuan menulis kompo
sisi bahasa Indonesia dengan kemampuan berpikir kreatif.
d. Terdapat hubungan yang positif antara kemampuan menulis kompo
sisi bahasa Sunda dan bahasa Indonesia dengan kemampuan berpi
kir kreatif.
1. 7 Metode Penelitian
Penelitian
ini menggunakan metode deskriptif analitik
de
ngan
langkah-langkah sebagai berikut: (1)
penyusunan
instrumen
penelitian; (2) pengumpulan data; (3) analisis data; dan (4)
pe-narikan simpulan.
Penelitian
ini menggunakan beberapa instrumen,
yaitu
tes
komposisi
bahasa Sunda dan bahasa Indonesia bessrta alat
evalu-asinya, tes kreativitas verbal, kuesioner (skala sikap), dan
pe-doman wawancara.
Data yang terkumpul berupa data dalam bentuk komposisi
ba
hasa Sunda dan bahasa Indonesia, lembaran kuesioner
yang telah
Data berupa komposisi bahasa Sunda dianalisis oleh dua orang
evaluator dari Jurusan Pendidikan
Bahasa Daerah. Data
komposisi
bahasa Indonesia
dianalisis oleh seorang evaluator dari
Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan peneliti sendiri. Data
hasil
tes
kreativitas verbal dianalisis oleh pakar
psikologi.
Adapun
kuesioner
dan hasil wawancara dianalisis
oleh
peneliti
sendiri.
Data
hasil
tes semuanya diberi
skor,
data
tersebut
dianalisis dengan uji korelasi dan regresi sederhana. Dari
hasil
uji
statistik ini, selanjutnya data dideskripsikan untuk
kepen-tingan
hasil
penelitian.
Data hasil
kuesioner
dan
wawancara
dianalisis dan dideskripsikan untuk mendukung data hasil tes
me
nulis dan tes kreativitas verbal.
1.8 Populasi dan Sampel
Populasi
penelitian
adalah
mahasiswa
Jurusan
Pendidikan
Bahasa
Daerah FPBS IKIP Bandung tahun 1994/1995. Sampel
peneli
tian
adalah mahasiswa tingkat I dan II yang berusia di bawah
20
tahun pada saat pengambilan data. Hal ini berkaitan dengan
tahap
V
CD
LU
3.1 Prpsedur Penelitian
Penelitian adalah suatu upaya sistematik untuk menemukan
Jawaban dari suatu permasalahan. Oleh karena itu, setiap langkah
yang dilakukan juga harus sistematik, terencana serta mengikuti
aturan-aturan dan persyaratan-persyaratan tertentu. Hal ini
di-upayakan semaksimal mungkin agar hasil penelitian tidak terlalu
berbeda, seandainya penelitian ini diulang, selama tidak terjadi
perubahan yang mendasar dalam diri subjek penelitiannya.
Begitu pula dalam penelitian ini, beberapa langkah peneli
tian harus dilalui agar hasil yang diharapkan dapat dicapai
dengan baik. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa penelitian
ini dilakukan untuk menganalisis hubungan antara kemampuan menu
lis mahasiswa dalam bahasa Sunda dan bahasa Indonesia dengan
kemampuan berpikir kreatifnya. Di samping itu menelusuri latar
belakang
proses
menulis, proses kre»^+-if
*•»•», proses Kreatif, dann=r,
sikap•>
berbahasal.
,„
mahasiswa. Dengan melihat hubungan antara variabel-variabel t
"but, maka ada beberapa langkah atau prosedur yang dilalui dal
penelitian ini. Langkah-langkah tersebut dapat dijabarkan sebagai
:er-Lam
berikut,
Pertama, aspek logika dan aspek linguistik dari komposisi
bahasa Sunda dan bahasa Indonesia dianalisis dengan cara memba
has aspek isi dan organisasi komposisi, penggunaan kata, kalimat,
komposisi bahasa Sunda dan kemampuan menulis komposisi bahasa
Indonesia dianalisis untuk dilihat apakah ada hubungan antara
keduanya. Ketiga, hubungan antara kemampuan menulis komposisi
bahasa Sunda dengan kemampuan berpikir kreatif untuk dilihat
apakah ada hu-bungan antara keduanya. Keempat,
hubungan antara
kemampuan menulis komposisi bahasa Indonesia dan kemampuan berpi
kir kreatif dianalisis untuk dilihat apakah ada hubungan antara
keduanya. Kelima, hubungan antara kemampuan menulis komposisi
bahasa Sunda dan bahasa Indonesia dengan kemampuan berpikir
kreatif dianalisis untuk dilihat apakah ada hubungan antara
kemampuan menulis dua bahasa dengan kemampuan berpikir kreatif.
Keenam, menelusuri latar belakang proses menulis, proses kreatif,
dan sikap berbahasa untuk melihat apakah hal-hal itu mempengaruhi
kemampuan menulis dalam dua bahasa dan kemampuan berpikir krea
tif
Dengan memperhatikan hubungan antarvariabel di atas,
jelas-lah kiranya bahwa penelitian ini dimaksudkan untuk melihat hu
bungan beberapa variabel dan kontribusi antara variabel-varibel
tersebut.
Oleh karena itu, metode yang tepat digunakan dalam
penelitian ini ialah metode deskriptif. Hal ini sejalan dengan
pendapat Best yang menyatakan bahwa penelitian deskriptif ingin
menjawab pertanyaan melalui analisis terhadap hubungan antara
variabel (dalam Faisal, 1982:162). Ia mengemukakan alasan bahwa
untuk "mengatur" peristiwa atau kejadian seringkali tidak dapat
dilaksanakan (kalau bisa disebut tidak mungkin, berdasar
sebe-narnya
terjadilah satu-satunya cara yang layak untuk meneliti
sebab-sebabnya.
Dalam kaitan dengan metode deskriptif ini,
pengumpulan
data diarahkan untuk pengujian hipotesis atau menjawab pertanyaan
mengenai
status suatu subjek kajian. Yang menjadi subjek kajian
dalam penelitian
ini adalah hubungan antara kemampuan menulis
mahasiswa dalam dua bahasa dengan kemampuan
berpikir
kreatif.
Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan dengan menempuh
langkah-langkah pengumpulan, klasifikasi,
analisis (pengolahan
data), dan membuat kesimpulan.
3.2 Sumber Data
Dalam kegiatan penelitian ini, peneliti selalu berhubungan
dengan subjek-subjek yang menjadi sumber data!' Subjek-subjek
tersebut berupa mahasiswa, hasil menulis, skor hasil tes
kreati
vitas verbal, hasil kuesioner, hasil wawancara, dan sebagainya.
Dalam penelitian ini subjek-subjek tersebut berfungsi ganda yakni
sebagai objek penelitian dan sebagai sumber informasi.
Dengan
memperhatikan hal di atas, dapatlah dipahami
pen-tingnya pembatasan yang tegas dan jelas atas penentuan populasi
dalam penelitian ini. Adapun populasi sasaran dari penelitian ini
ialah mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah FPBS IKIP
Ban
dung tingkat I dan II yang berusia 19 tahun 1994/1995.
Karangan
yang
terkumpul diperkirakan seluruhnya ialah 80 karangan
bahasa
Sunda dan 80 karangan bshasa Indonesia. Mengingat populasi yang
Sunda dan
karangan bahasa Indonesia mahasiswa yang berusia
19
tahun saja.
Dengan demikian, jumlah mahasiswa yang akan diteliti
diperkirakan
kurang dari 80 mahasiswa.
Dari
hasil
penelitian
jumlah mahasiswa yang diteliti sebanyak 59 orang.
3.3 Instrumen Penelitian
Instrumen
penelitian merupakan salah satu sarana untuk
me-ngumpulkan data dan mempunyai andil yang cukup besar terhadap ke
berhasilan suatu penelitian. Oleh karena data yang terkumpul
diperlukan untuk menjawab masalah penelitian atau menguji hipote
sis yang telah dirumuskan. Sehubungan dengan hal ini ada banyak
ragam
alat
(instrumen)
pengumpulan
data.
Instrumen
tersebut
disesuaikan dengan jenis data yang diperlukan. Data yang diperlu
kan dalam penelitian ini adalah (1) data kemampuan menulis kompo
sisi
bahasa Sunda, (2) data kemampuan menulis
komposisi
bahasa
Indonesia, (3) data kemampuan berpikir kreatif, (4) data kuesion
er
skala sikap, dan (5) data kualitatif tentang
proses
menulis
dan proses kreatif.
Untuk
mengumpulkan data tersebut digunakan lima perangkat
instrumen,
yaitu (1) tes menulis bahasa Sunda, (2)
tes
menulis
bahasa Indonesia, (3) tes kreativitas verbal, (4) kuesioner skala
sikap, dan (5) pedoman wawancara. Semua tes tersebut dibuat dalam
bentuk lembaran-lembaran. untuk menganalisis
tes menulis
bahasa
Sunda dan bahasa Indonesia digunakan instrumen profil komposisi.
digunakan sesuai dengan bahasanya. Lembar tes menulis ini terdiri
atas dua bagian, yaitu bagian petunjuk dan bagian soal
karangan.
Dalam bagian petunjuk tertulis waktu yang disediakan untuk
menu
lis
yaitu selama 45 menit. Selain itu tertulis pula
aspek-aspek
yang
harus diperhatikan dalam proses menulis, yakni isi,
organ
isasi, penggunaan kata, penggunaan kalimat, dan teknik penulisan.
Pada
bagian soal tertulis isi komposisi yang
diharapkan
sesuai
dengan petunjuk soal.Lembar tes kreativitas verbal dibuat berdasarkan yang
disu-sun
oleh
Munandar (1988). Tes tersebut telah
dibakukan
sampai
usia
19
tahun. Tes ini terdiri atas 6 subtes
yang
ditentukan
batas
waktunya
untuk masing-masing subtes.
Keenam
subtes
itu
adalah
(l)Permulaan Kata untuk mengukur kelancaran dengan
kata,
(2) Menyusun Kata untuk mengukur kelancaran kata dan keterampilan
dalam
reorganisasi perseptual, (3) Membentuk Kalimat
Tiga
Kata
untuk
mengukur kelancaran dalam ungkapan, (4)
Sifat-sifat
yang
Sama
untuk mengukur kelancaran memberikan gagasan,
(5)
Macam-macam Penggunaan untuk mengukur fleksibilitas dalam pemikiran dan
orisinalitasnya, dan (6) Apa Akibatnya untuk mengukur
kelancaran
dalam
memberikan
gagasan yang dikombinasikan
dengan
elaborasi
atau
kemampuan mengembangkan gagasan. Masing-masing subtes
ter
diri
atas
2 item sehingga seluruhnya terdapat
12
item
dengan
waktu secara keseluruhan selama 30 menit.
pribadi dan kebiasaan berbahasa mahasiswa dalam kehidupan
sehari-hari
baik di kampus maupun di rumah. Pelaksanaan
instrumen
ini
juga disertai dengan pengamatan langsung terhadap
hal-hal
yang
berkaitan dengan data yang diperoleh.
Pedoman
wawancara
dibuat oleh
peneliti
untuk
mengetahui
latar
belakang
proses
menulis dan
proses
kreatif
mahasiswa.
Pedoman wawancara disusun berdasarkan tes menulis dan tes kreati
vitas verbal yang dikerjakan mahasiswa.
Adapun profil komposisi
digunakan sebagai alat untuk meng
analisis
hasil
karangan
siswa dalam bahasa
Sunda
dan
bahasa
Indonesia.
Alat ini dikembangkan oleh Jacob, dkk.
(1981)
dalam
ESL Composition Profile. Profil komposisi ini terdiri atas
empat
bagian,
yaitu (1) kolom komponen, (2) kolom skor
komponen,
(3)
kolom
rentangan
skor, dan (4)
kolom
kriteria.
Masing-masing
komponen ini diberi bobot
total dari kriteria tertinggi
yaituEx-cellent To very Good kemudian menurun ke Good To Average, Fair To
Poor, dan terakhir
Very Poor. Kriteria ini berlaku untuk
setiap
komponeh dengan bobot skor yang berbeda-beda.
3.4 Teknik Pengumpuian Data
Data
dalam penelitian ini dikumpulkan melalui
tahap-tahap
berikut:
(1)
tahap persiapan, (2) tahap
pelaksanaan,
dan
(3)
tahap
pengumpulan
hasil. Sebagaimana kita ketahui
bahwa
tahap
pengumpulan data ini sangat menentukan berhasil tidaknya
peneli
tian
ini. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan
tahap
demi
Tahap persiapan sebagai tahap awal pengumpulan data melipu ti empat kegiatan. Pertama, penyusunan instrumen tes menulis yang
terdiri atas lembar soal dan lembar jawaban. Kedua, penyusunan
kuesioner berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis untuk mahasiswa. Ketiga, memperbanyak instrumen tersebut sesuai dengan kebutuhan. Keempat, penyiapan dan pemeriksaan kelengkapan instrumen yang akan digunakan. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kesulitan yang mungkin terjadi karena kekurangan instrumen, atau kerusakan instrumen yang akan menghambat kelancaran pengumpulan data.
Ada tiga kegiatan yang dilakukan dalam tahap pelaksanaan ini. Pertama, kegiatan pengetesan kemampuan menulis subjek dalam bahasa Sunda dan bahasa Indonesia. Kedua, kegiatan pengetesan ke mampuan kreativitas verbal subjek, dan ketiga, kegiatan pengisi-an kuesioner ypengisi-ang dikerjakpengisi-an oleh subjek dpengisi-an guru. Sebelum kegi atan pengetesan kemampuan menulis dimulai, peneliti lebih dahulu memberikan penjelasan tentang tujuan diadakan tes tersebut. Hal ini dimaksudkan agar subjek benar-benar dengan kesungguhan hati dan kepercayaan diri melaksanakan tes tersebut. Di sini ditekan-kan pula kepada mahasiswa mengenai pentingnya pengembangan krea
tivitas dalam menulis.
Subjek mengerjakan dua tes menulis yaitu tes menulis dalam
bahasa Sunda dan tes menulis dalam bahasa Indonesia. Mereka
diminta untuk mengerjakan tes menulis dalam bahasa Sunda terlebih
dahulu. Pada kesempatan berikutnya, mereka diminta untuk menger
Indonesia ke bahasa Sunda. Hal ini dapat diduga bahwa jika mereka
diminta
untuk mengarang dalam bahasa Indonesia terlebih
dahulu,
subjek cenderung akan menerjemahkan gagasannya dari bahasa
Indo
nesia
ke bahasa Sunda. Oleh karena subjek lebih terbiasa
menga
rang dalam bahasa Indonesia daripada dalam bahasa Sunda.
Subjek
diberi waktu selama 45 menit untuk mengerjakan
tes
menulis dalam bahasa Sunda dan 45 menit kemudian mengerjakan
tes
menulis
dalam
bahasa Indonesia. Jadi, subjek
diberi
waktu
90
menit
untuk
mengerjakan
dua tes menulis
tersebut.
Hasil
tes
menulis bahasa Sunda dikumpulkan menjelang waktu 45 menit pertama
yang diberikan usai. Begitu pula hasil tes menulis bahasa Indone
sia dikumpulkan menjelang waktu 45 menit kedua usai.
Dalam mengerjakan tes menulis bahasa Sunda, subjek
mengem
bangkan
karangannya
berdasarkan
topik
yang
telah
ditentukan
peneliti.
Hal
ini dimaksudkan agar mereka
tidak
terlalu
lama
memikirkan topik yang ingin dikembangkannya. Sehingga waktu
yang
tersedia dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin. Dengan
demikian,
subjek lebih memusatkan perhatiannya pada topik yang dikarangnya.
Adapun dalam pengerjaan tes menulis bahasa Indonesia subjek harus
mengembangkan tulisannya berdasarkan topik yang telah
dikembang
kannya dalam karangan bahasa Sunda. Strategi ini dilakukan
untuk
mengetahui
sampai sejauh mana kreativitas subjek
mengembangkan
tulisannya dalam dua bahasa.mengerjakan tes, tidak saling mempengaruhi, dan tidak berdiskusi.
Dengan
situasi
semacam ini dapat menumbuhkan
daya
kreativitas
subjek
lebih
meningkat jika dibandingkan
dengan
tidak
adanya
pengawasan.
Setelah subjek cukup puas dengan hasil pekerjaannya,
subjek mengumpulkan lembar jawaban beserta lembar soalnya.
Tes kedua yang harus dikerjakan subjek adalah tes kreativi
tas
verbal. Tes ini dikerjakan oleh subjek selama 30 menit.
Tes
ini
diikuti sejumlah subjek yang telah mengerjakan tes
menulis.
Artinya
subjek
yang mengerjakan tes
kreativitas
verbal
sama
dengan subjek yang mengerjakan tes menulis. Begitu pula
perilaku
yang
sama diupayakan pengawas kepada subjek
ketika
mengerjakan
tes kreativitas verbal. Pengawas
berusaha menjaga kondisi
kelas
tetap tenang, agar subjek yang mengerjakan tes tidak terganggu.
Data
yang diperoleh dari hasil tes menulis dan tes kreati
vitas verbal di atas merupakan cara pengumpulan data dalam
pene
litian ini. Adapun data yang lainnya diperoleh melalui penyebaran
kuesioner kepada subjek. Penyebaran kuesioner tersebut
dilakukan
setelah
data tes menulis terkumpul. Diharapkan
dari
penyebaran
kuesioner ini diperoleh informasi yang tepat. Kuesioner
tersebut
dibagikan
kepada
sejumlah subjek yang diteliti.
Jumlah
subjek
yang diteliti adalah 59 subjek. Kuesioner dibagikan sesuai dengan
jumlah subjek tersebut.
Setelah
tes
dilakukan dan kuesioner
dibagikan,
karangan
dikelomp>-kK.an berdasarkan bahasanya dan jawaban kuesioner
karan-gan bahasa Indonesia. Jadi. jumlah seluruh karankaran-gan sebanyak
118
karangan. Data hasil tes kreativitas verbal terkumpul sebanyak 59
buah sesuai dengan jumlah siswa yang diteliti. Demikian
pula de
ngan jumlah data dari jawaban kuesioner subjek terkumpul sebanyak
59 buah.
Semua data yang telah terkumpul tersebut kemudian dievalua
si oleh evaluator. Hasil tes menulis bahasa Sunda dievaluasi oleh dua orang evaluator dari Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah. Hasil
tes menulis bahasa Indonesia dievaluasi oleh dua orang evaluator, peneliti sendiri dan seorang lagi dari Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Untuk mengevaluasi hasil tes kreativitas
verbal peneliti banyak dibantu oleh seorang evaluator dari Jurus
an
Psikologi
Pendidikan
dan Bimbingan.
Adapun
hasil
jawaban
kuesioner
dari subjek dievaluasi oleh peneliti
sendiri.
Begitu
pula hasil wawancara disimpulkan oleh peneliti.3.5 Pengolahan Data
Semua data yang telah dievaluasi, selanjutnya diolah berda sarkan statistik deskriptif dan statistik inferensial. Penggunaan statistik ini dihubungkan dengan masalah probabilitas atau ke-mungkinan kebenaran data sampel penelitian ini. Natawidjaja
(1988:1)
mengungkapkan
perbedaan statistika
deskriptif
dengan
statistika inferensial Statistika deskriptif adalah statistika yang berkenaan dengan penyusunan, penyajian. penyimpulan, sertapenghitungan data sampel: fungsinya tidak lebih dari memberikan
inferensial merupakan statistika
yang berkenaan dengan pembuatan
keputusan dalam ketidaktentuan, yaitu upaya untuk membuat
keputu-san
terbaik dengan menggunakan dan berdasarkan data
yang
tidak
lengkap.
Statistik
deskriptif dalam penelitian ini digunakan
untuk
proses tabulasi, penggambaran, dan mendeskripsikan hasil
pengum
pulan data. Adapun statistik inferensial digunakan untuk
mempre-diksi
atau
mengestimasi karakteristik
sampel
populasi.
Untuk
keperluan
ini
digunakan uji statistik
melalui
bantuan
paket
program
microstat. Program ini diperlukan untuk perhitungan
uji
normalitas distribusi frekuensi, uji signifikansi koefisien
reg-resi, dan uji linieritas regresi.
Hipotesis
penelitian
diuji
dengan
teknik-teknik
seperti
termaktub dalam tabel 1 berikut ini.
Tabel 1
Dalam bab lima ini diketengahkan pembahasan terhadap
hasil-hasil
penelitian.
Pembahasan dititikberatkan
pada
hasil-hasil
penelitian
dibandingkan dengan hasil-hasil studi terdahulu
yang
termuat dalam bab dua maupun di luar isi bab tersebut.
Pembahasan
penelitian ini dilakukan dengan
mengacu
kepada
pokok-pokok masalah yang diteliti. Hal
ini mencakup
tingkat
kemampuan subjek dalam menulis komposisi bahasa Sunda,
kemampuan
menulis komposisi bahasa Indonesia, dan kemampuan berpikir
krea
tif
serta hubungan dan kontribusi antara ketiga variabel
terse
but. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan latar belakang proses
menulis, latar belakang proses kreatif, dan latar belakang
sikap
subjek terhadap. pemakaian bahasa.
5 .1 Gambaran Umum SumbfeX. Data
Penelitian
ini
memberikan
gambaran
bahwa
karakteristik
kemampuan
menulis komposisi bahasa Sunda dan
kemampuan
menulis
komposisi bahasa Indonesia subjek pada umumnya termasuk kriteria
sedang.
Begitu pula kemampuan berpikir kreatif
subjek termasuk
kriteria sedang. Dalam menulis komposisi bahasa Sunda skor
rata-rata
yang
diperoleh
sebesar 71,24,
sedangkan
skor
rata-rata
komposisi
bahasa Indonesia adalah 70,92. A<_apun
skor
rata-rata
kemampuan berpikir kreatif subjek adalah 93,63. Dengan
demikian,
dapat
disimpulkan
bahwa tingkat kemampuan subjek dalam ketiga
variabel tersebut perlu dilatih dan dibina secara serius.
Demikian pula, jika diamati secara lebih khusus dari
penge
lompokan
persentase,
ada kecenderungan
bahwa
persentase
skor
subjek
pada setiap klasifikasi variabel
menunjukkan
perbedaan;
misalnya klasifikasi sedang: 32,20% (XI), 35,59% (X2), dan 50,85%
(Y). Di antara ketiga variabel tersebut distribusi skor kemampuan
menulis komposisi bahasa Indonesia lebih merata jika dibandingkan
dengan
distribusi skor kemampuan menulis komposisi bahasa
Sunda
dan
kemampuan berpikir kreatif. Hal ini menunjukkan
bahwa
pada
ketiga variabel tersebut, rata-rata skor subjek termasuk ke dalam
klasifikasi sedang.Kecenderungan kemampuan subjek yang ditemukan dalam
peneli
tian
ini sudah dapat diramalkan. Seperti yang
sudah dinyatakan
dalam
bab empat, penyebab
kemampuan yang demikian
karena
pada
umumnya
subjek
belum mampu menuangkan gagasan
yang
ada
dalam
pikiran dalam bentuk bahasa tertulis. Kelemahan itu terlihat dari
penggunaan kata, penyusunan kalimat maupun penggunaan ejaan dalam
komposisi yang dibuatnya. Hal ini dialami pula oleh subjek
dalam
menjawab tes kreativitas verbal. Subjek tidak mampu mengembangkan
gagasan/ide sebanyak mungkin sesuai dengan tuntutan soal.
Kemampuan
subjek
yang
masih taraf
sedang
dalam
menulis
komposisi bahasa Sunda maupun komposisi bahasa Indonesia
memper-kuat
anggapan yang ada di kalangan masyarakat
bahwa
pengajaran
menulis
di
sekolah-sekolah masih perlu dibenahi.
Keluhan
yang
kemampuan para siswa maupun mahasiswa perlu ditingkatkan. Apaiagi
bila dikaitkan dengan profesi
subjek penelitian ini kelak ' sete
lah mereka menyelesaikan studi akan menjadi guru bahasa Sunda.
Selain kemampuan menulis yang harus dimiliki subjek,
kemam
puan berpikir kreatif pun harus dimiliki oleh subjek. Oleh karena
rata-rata kemampuan subjek dalam berpikir kreatif masih
termasuk
kategori
sedang.
Hal ini berarti bahwa
subjek
penelitian
ini
adalah kelompok orang-orang yang masih perlu ditingkatkan
kreati-vitasnya. Apaiagi kreativitas sangat diperlukan dalam mengembang
kan
suatu
tulisan. Jadi, bagaimana subjek
mampu
mengembangkan
tulisannya
kalau ia sendiri tidak mampu mengembangkan
kreativi-tasnya.
Jika
dibandingkan dengan
kegiatan
berbahasa
lainnya,
menulis
merupakan
kegiatan berbahasa yang paling menyita
daya
pikir dan daya kreatif. Kedalaman daya pikir dan tingginya
krea
tivitas
dapat
meningkatkan kualitas tulisan.
Dengan
demikian,
menulis dapat disimak sebagai alat untuk mempertajam pikiran
dan
meningkatkan daya kreatif.
Dalam hal ini, kreativitas tidak hanya berperan dalam
kegi
atan
menulis saja, tetapi secara lebih luas berperan pula
dalam
pendidikan bahasa. Subjek yang kelak akan berprofesi sebagai
gu
ru, tentu saja profesi guru adalah profesi yang memerlukan
krea
tivitas.
Hal ini sejalan dengan kurikulum yang
sekarang
sedang
dikembangkan
di sekolah-sekolah. Kurikulum sekarang lebih
meni-tikberatkan kreativitts guru. Guru harus mampu mengembangkan daya
kreatifnya sejak persiapan pengajaran hingga mengadakan evaluasi.
Dengan kemampuan daya kreatifnya, guru harus mampu
mengejawantah-kan rambu-rambu yang ada dalam kurikulum tersebut.
Tentu saja, hal ini menjadi tantangan subjek kelak setelah
menjadi guru. Artinya subjek sebagai guru bahasa tidak saja
menguasai ilmu yang telah dipelajarinya juga harus mampu mengem
bangkan daya kreatifnya dalam men-bina anak didiknya. Pada
akhir-nya, subjek dapat mengembangkan daya kreatif anak didiknya dalam
kemampuan berbahasa khususnya kemampuan menulis maupun dalam berbagai hal. Untuk mencapai tujuan itu hendaknya sejak dini subjek sudah dilatih secara terus-menerus kreativitasnya. Kreati vitas atau berpikir kreatif bukanlah sesuatu yang muncul dengan
sendirinya. Kemampuan itu selalu didahului oleh proses yang
panjang. Dari proses yang panjang inilah pergumulan dengan krea
tivitas benar-benar terinternalisasi sehingga memunculkan produk kreatif yang tinggi.
Tampaknya subjek penelitian ini belum melalui proses pergu mulan yang panjang dengan kreativitas. Mereka belum banyak terli bat dengan penggunaan kata secara kreatif, kalimat-kalimat yang kreatif, dan ide-ide baru yang kreatif. Sebenarnya semua itu berasal dari pola hidup mereka dalam keluarga, masyarakat, dan
sekolah yang tidak mempedulikan kreativitas sebagai sesuatu yang
penting.
Ketiga pranata itu belum memberikan
kesempatan
kepada
mereka untuk menjadi orang yang kreatif. Pemberian kesempatan
merekatidak
diberi kesempatan potensi kreatif
mereka
lama-lama
akan
hilang
atau
terpendam. Oleh sebab itu,
orang
tua,
guru
maupun
masyarakat harus memberikan peluang dan
kesempatan
yang
seluas-luasnya
kepada mereka untuk meningkatkan
kreativitasnya.
Kreativitas memerlukan dorongan ekstrinsik maupun intrinsik.
Selanjutnya dibahas pula gambaran umum berkenaan dengan
la
tar
belakang proses menulis, latar belakang proses kreatif,
dan
latar
belakang
sikap subjek. Dalam studi
ini
ditemukan
bahwa
dalam proses menulis kecenderungan subjek tidak melakukan
persi
apan.
Alasan
yang mereka kemukakan bahwadengan
persiapan
akan
membutuhkan banyka waktu. Bahan-bahan tulisan yang akan
dituang
kan
cukup disimpan di kepala. Sekalipun mereka
tidak
melakukan
persiapan,
mereka tetap mengakui bahwa menulis dengan
persiapan
hasilnya
akan lebih baik daripada tanpa persiapan. Jadi,
alasan
yang
mereka kemukakan sebenarnya tidak sesuai
dengan
kenyataan
dalam praktiknya.
Kenyataan menunjukkan
bahwa menulis
dengan
persiapan akan menghemat waktu bukan membuang-buang waktu. Kuali
tas tulisan akan menunjukkan hasil yang baik. Oleh karena
gagas
an-gagasan yang akan dituangkan dalam tulisan sudah terencana
dengan
baik.
Sebaliknya, justru tanpa adanya
persiapan
proses
penulisan
akan menjadi lebih lama. Karena
gagasan-gagasan
yang
tersimpan
di kepala tidak tersusun dengan sistematis. Ini
dapat
menghambat
proses penuangan gagasan itu ke dalam bentuk
tulisan
secara cepat.
Dalam tahap penulisan, umumnya subjek kurang mampu
mengolah
de-ngan baik. Kelemahan ini muncul akibat mereka kurang melatih diri
secara terus-menerus. Sehingga mereka merasa ragu-ragu untuk
me-mulai menulis atau membuat kalimat pertama. Mereka lebih banyak
memikirkan ide-ide tulisan tanpa ide-ide itu sendiri dlwujudkan
ke dalam bentuk tulisan.
Kelemahan lain yang mereka akui adalah mereka tidak melaku
kan revisi dari hasil tulisannya. Tulisan yang baru saja selesai
dianggap sebagai produk akhir sebuah tulisan yang tidak perlu
direvisi terlebih dahulu. Tentu saja, tulisan yang dihasilkannya
masih terdapat kekurangan di sana-sini. Kekurangan-kekurangan itu
tampak pada penggunaan kata, penyusunan kalimat, dan penulisan
ejaan. Sebuah tulisan bukanlah merupakan produk yan^-sekali jadi,
tetapi melalui proses penyempurnaan-penyempurnaan sebelumnya.
Tulisan yang melalui proses demikian akan berbeda kualitasnya
dengan tulisan tanpa proses penyempurnaan atau revisi.
Adapun latar belakang proses kreatif subjek lebih
mencermin-kan manifestasi dari pengetahuan, pengalaman, kecepatan berpikir,
dan .keberanian subjek. Semua itu berpengaruh terhadap berlang
sungnya proses kreatif subjek. Subjek yang kurang berani•mengemu
kakan gagasan-gagasannya tentu memperoleh hasil yang kurang baik
tinimbang subjek yang mempunyai keberanian. Jadi, faktor kebera
nian mengungkapkan gagasan yang tampaknya masih menjadi kendala
subjek,- di samping faktor pengetahuan dan pengalaman.
Sikap merupakan salah satu faktor yang amat besar pengaruh
subjek
terhadap pemakaian bahasa dapat dijabarkan
lagi
menjadi
sikap
terhadap
profesi guru, sika[ terhadap
kegiatan
menulis,
sikap terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional, dan
si
kap
subjek terhadap bahasa daerah sebagai bahasa
ibu.
Meskipun
demikian,
jika
diamati secara lebih khusus,
ada
kecenderungan
bahwa persentase skor siswa pada setiap kiasifikasi sikap
menun
jukkan perbedaan. Kecenderungari yang tampak berbeda
dibandingkan
dengan
ketiga
sikap yang lainnya, yakni sikap
subjek
terhadap
kegiatan menulis.Sesungguhnya
kecenderungan sikap subjek
terhadap
kegiatan
menulis.
itu
sudah dapat diramalkan sebelumnya.
Walaupun
sikap
subjek
terhadap kegiatan menulis termasuk positif,
namun
hasil
yang
dicapainya tidak menunjukkan sebagaimana
yang
ditunjukkan
dengan
sikapnya. Hal ini berarti sikap subjek terhadap
kegiatan
menulis perlu ditingkatkan dan diarahkan. Sehingga ada
keselaras-an antara ekspresi sikap dan ekspresi dalam wujud bahasa tulis.Memang,
banyak
faktor yang mempengaruhi seseorang
untuk
dapat
menulis
dengan
baik. Dengan demikian,
tampaknya
sikap
subjek
terhadap
kegiatan
menulis merupakan salah satu
indikator
yang
mempengaruhi kemampuan subjek dalam menulis.
Sikap positif yang telah dimiliki subjek terhadap kegiatan
menulis
itu dapat diarahkan kepada kegiatan menulis dalam
wujud
yang nyata. Oleh karena itu, subjek perlu dilibatkan secara
5. 2 B_aJ__asa__ __.ss.g_k. Logika. dar. Assfi-Ji lirtguistik. dalam Bahasa ___Lr_la
Hal
yang perlu dicatat dewasa ini ialah bahwa bahasa
Sunda
sebagai
salah
satu bahasa daerah di
Indonesia
masih
memegang
peranan
penting dalam hubungan tindak berbahasa masyarakat
Jawa
Barat.
Bahasa Sunda merupakan salah satu puncak
warisan
budaya
Jawa
Barat atau masyarakat Sunda. Sampai sekarang
bahasa
Sunda
masih
tetap
terpelihara dengan baik.
Dalam
masyarakat
Sunda,
bahasa Sunda masih memegang fungsi utama dalam situasi dan
peris-tiwa tertentu. Misalnya, pada upacara adat perkawinan Sunda
akan
lebih mantap jika dinyatakan dalam bahasa Sunda.Bahasa
Sunda di Jawa Barat tetap terpelihara
sebab
bahasa
Sunda dijadikan sebagai mata pelajaran di sekolah dari TK
hingga
SLTP, bahkan sampai di perguruan tinggi pun (khususnya IKIP Ban
dung)
diselenggarakan program bahasa Sunda. Bahasa Sunda
adalah
landasan
dan kerangka budaya yang paling mendasar.
Oleh
karena
itu,
di
samping
menempatkan bahasa
Indonesia
sebagai
bahasa
nasional,
seyogyanya seorang siswa bisa mengekspresikan
dirinya
dalam
bahasa
Sunda. Dalam bagian ini akan dibahas
sejauh
mana
kemampuan subjek menguasai bahasa Sunda, baik dilihat dari
aspek
logika maupun aspek linguistiknya. Kedua aspek ini sangat berpen
garuh terhadap kualitas komposisi yang dihasilkan subjek.
Keterampilan
berbahasa
Sunda, terutama
bagi
keterampilan
produktif tertulis akan lebih efektif apabiia didukung oleh kedua
aspek
tersebut, yaitu penguasaan dan penggunaan linguistik
yang
bermanfaat untuk menghindarkan diri dari kerancuan berbahasa dan
aspek kedua menghindarkan diri dari timbulnya makna implisit yang
bertentangan dengan kenyataan dan kebenaran umum.
Berikut
ini
akan dibahas penilaian
kedua
aspek
tersebut
dalam komposisi bahasa Sunda yang dijadikan sampel dalam
peneli
tian ini. Dalam penilaian komposisi ini digunakan kriteria penilaian yang telah disusun oleh Jacobs, dan kawan-kawan.
5.2.1 Aspek Logika Komposisi Bahasa Sunda
Menulis
sebagai produk bahasa sangat erat kaitannya
dengan
logika. Logikaitu sendri merupakan ilmu yang mempelajari
pikiran
yang yang dinyatakan dalam bahasa. Jadi, menulis adalah alat yang
sekaligus
merupakan produk logika dalam arti
proses
penalaran
atau proses berpikir. Hardjono (1988:29) menyatakan bahwa
proses
berpikir
dalam bahasa asing dilihat dari segi psikologi
berbeda
dengan proses berpikir dalam bahasa ibu. Hal ini dilatarbelakangi
struktur bahasa asing berbeda dengan struktur bahasa ibu. Perbedaan itu tampaknya berlaku pula pada struktur bahasa Indonesia
sebagai bahasa kedua dengan struktur bahasa Sunda
sebagai
bahas ibu.
diorg&ni-sasikan secara baik dan logis.
a. Komoonen I__i_
Penilaian pada komponen isi lebih ditekankan kepada,pengeta huan penulis tentang topik yang dibahasnya; isi komposisi mengan dung hal-hal pokok yang relevan dengan topik; dan pengembangan
tesis yang mendalam. Semua itu diklasifikasikan kedalam kelompok
kriteria penilaian dari kurang sekali hingga sangat baik ke
memuaskan.
1) Kriteria Kurang Sekali
Kriteria ini memiliki rentangan skor 12 sampai 16. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa dari 59 komposisi bahasa Sunda yang dijadikan sampel dalam penelitian ini terdapat 2 subjek yang isi komposisinya termasuk ke dalam kriteria kurang sekali. Persentase kelompok yang termasuk ke dalam kriteria ini sebesar 3,39%. Berdasarkan kriteria penilaian, kriteria ini menunjukkan bahwa
isi komposisi sama sekali tidak menggambarkan pengetahuan penulis
tentang topik yang harus ditulisnya. Selain itu, komposisinya tidak mengandung hal-hal pokok sehingga tidak memadai untuk dinilai. Salah satu komposisi yang termasuk ke daiam kriteria ini
ialah komposisi nomor 23.
Mahasiswa jurusan basa sunda, sabenernamah saruarua wae jeung jurusan anu liana. Kukitu kuring milih jurusan basa sunda teh,
lain ngan ukur formalitas wae. Loba anu ngomong yen basa sun da teh prospekna goreng. Kuring la_.r. ngan sa ukur asup ka ieu IKIP teh. Pedah paguron luhur negri, tapi di lain pihak kuring hayang ngamumule basa sorangan.
komposisi
ini
hanya
terdiri atas
kalimat-kalimat
yang
tidak
didukung secara jelas oleh kalimat-kalimat berikutnya dan pengem
bangan tesisnya tidak terlihat. Di samping itu, tampaknya penulis
tidak memiliki pengetahuan tentang topik secara baik. Isi
kompo
sisi
yang
diharapkan ialah
uraian
tentang tugas
utama
seorang
mahasiswa dan alasan mengapa ia memilih Jurusan Pendidikan Bahasa
Daerah
(bahasa
Sunda)
Akan tetapi, dalam
komposisi
ini,
isi
komposisi
yang diharapkan tidak begitu terlihat dan
masih
jauh
dari memadai. Hal-hal pokok yang dibicarakan dalam komposisi
ini
terlalu
umum dan melenceng dari sasaran sehingga tidak
memiliki
urutan logis.
Alasan
mengapa ia memilih Jurusan Pendidikan Bahasa
Daerah
dikemukakan dengan gaya yang sama seperti pada paragraf
pertama,
yaitu
dengan menyuguhkan hal-hal yang sangat
umum,
sebagaimana
terlihat
pada paragraf selanjutnya dari komposisi itu
di
bawah
ini .
Basa
sunda kiwari teh
geus aya
anu jadi, mis basa sunda teh
geus dibawa ka luar negri, misalna wae Jepang. Malah di Jepang
mah geus beredar
kamus basa Sunda. Jadi ku
kituna
asup basa
Sunda teh lain saukur hayang ka puji tapi hayang ngamumule ba
sa Sunda eta sorangan.Jadi, secara keseluruhan isi komposisi ini dapat ditafsirkan
bahwa
penulis
tidak memiliki pengetahuan tentang
topik
secara
baik.
Isi komposisi tidak mengandung hal-hal pokok yang
relevan
dengan topik. Pengembangan tesisnya tidak mendalam. Dengan
demi
kian, penilaian isi komposisi ini dikategorikan ke dalam kriteria
2) Kriteria Kurang ke Sedang
Kriteria. ini memiliki rentangan skor 17 sampai 21. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa dari 59 komposisi bahasa Sunda yang dijadikan sampel dalam penelitian ini terdapat 28 subjek yang isi komposisinya termasuk ke dalam kriteria kurang ke sedang. Persen tase kelompok yang termasuk ke dalam kriteria ini cukup besar, yakni 47,46%. Besarnya persentase ini membbuktikan bahwa ke cenderungan kemampuan subjek dalam mengembangkan isi komposisi berada pada kriteria ini. Berdasarkan kriteria penilaian, krite ria ini menunjukkan bahwa penulis komposisi kelompok ini memi
liki pengetahuan topik yang sangat terbatas. Isi komposisinya
hanya sedikit mengandung hal-hal pokok dan perkembangan tesisnya terbatas. Hal ini dapat ditafsirkan pula sebagai' identifikasi kualitas isi komposisi dari keseluruhan komposisi subjek.
Salah satu komposisi yang termasuk pada kriteria ini ialah komposisi nomor 18. Gambaran isi komposisi tersebut dapat dilihat dari kutipan paragraf berikut ini. *
Salaku mahasiswa lain kuliah wae nu kudu dilakonan teh, tapi
oge urang kudu bisa rancage dina widang sejen, saperti dina
organisasi, gamelan jeung kagiatan sejena. Mahasiswa kudu be-ner-bener rancage, binangkit dina sagala widang sangkan cita-cita laksana bari nyugemakeun. Salian nyugemakeun keur maha siswa sorangan oge keur pamarentah. Sangkan nu jadi tujuan teh
kahontal.
Pada paragraf tersebut, penulis hanya bercerita tentang
tu-gas-tugas mahasiswa secara umum dan pentingnya memiliki keteram pilan lainnya, selain bidang ilmu yang sedang digelutinya. Tugas
utama mahasiswa tidak diuraikan secara mencalam dan mendetail.
demikian, dapatlah disimpulkan bahwa komposisi ini hanya mengan dung sedikit hal-hal pokok dengan perkembangan topik yang sangat
terbatas. Begitu pula tesis dikembangkan secara terbatas.
3) Kriteria Cukup ke Baik
Kriteria ini memiliki rentangan skor 22 sampai 26. Hasil
perhitungan menunjukkan bahwa dari 59 komposisi bahasa Sunda yang
dijadikan sampel dalam penelitian ini terdapat 25 subjek yang isi
komposisinya termasuk ke dalam kriteria cukup ke baik. Persentasekelompok
yang
termasuk ke dalam kriteria
ini
sebesar
42,37%.
Berdasarkan kriteria penilaian, kriteria ini menunjukkan bahwa kelompok penulis komposisi ini memiliki beberapa pengetahuan tentang
topik. Liputan isi komposisinya memadai dan
cukup
relevan
dengan topik, walaupun masih kurang mendetail serta