• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fistula Oroantral pada Sinusitis Maksilaris Kronis.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Fistula Oroantral pada Sinusitis Maksilaris Kronis."

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1

Fistula Or oantr al pada Sinusitis Maksilar is Kr onis

Bestari Jaka Budiman, Jon Pr ijadi

Bagian Telinga Hidung Tenggor ok Bedah Kepala Leher (THT-KL) Fakult as Kedokt er an Univer sit as Andalas / RSUP Dr . M. Djamil Padang

Abstr ak

Fistula oroantral adalah saluran antara antr um dan r ongga mulut yang mer upakan salah satu komplikasi dari ekstr aksi gigi bagian lateral atas yang tidak teridentifikasi dan diobati dengan baik. Fistula ter sebut dapat menyebabkan masuknya mikr oorganisme dar i r ongga mulut ke dalam antr um sehingga ter jadi sinusitis maksilar is. Fistula or oantral biasanya makin ber tambah besar apabila infeksi pada sinus maksila tidak dihilangkan. Penanganan fistula or oantral mencakup penutupan fistula dengan ber bagai jenis jabir dan ter api sinusitis dengan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF).

Satu kasus pasien laki-laki berusia 48 tahun didiagnosis sebagai fistula or oantral akibat ekstraksi gigi molar kiri atas dengan sinusitis maksilar is kr onis odontogenik dan telah dilakukan tindakan penutupan fistula dengan jabir alveolar dan BSEF.

Kata kunci : Fistula or oantral, ekstraksi gigi bagian lateral atas, jabir alveolar, BSEF

Abstract

Or oant r al fist ula is t he canal bet w een ant r um and or al cavit y which is one of t he complicat ion of upper lat er al t eet h ext r act ion. Fist ula can lead t o t he ent r y of micr oor ganisms fr om t he or al cavit y int o t he maxillar y sinus causing maxillar y sinusit is. Or oant r al fist ula can usually be lar ger w hen an infect ion in t he maxillar y sinus is not r emoved. Ther efor e, t he t r eat ment of or oant r al fist ula should include closing t he fist ula w it h var ious flap and maxillar y sinusit is t her apy w it h Funct ional Endoscopic Sinus Sur ger y (FESS).

A case of 48 year s old man pat ient w as diagnosed as or oant r al fist ula due t o upper left molar t oot h ext r act ion w it h odont ogenic chr onic maxillar y sinusit is and have been per for med closing t he fist ula by alveolar flap and FESS.

Key wor ds: Or oant r al fist ula,upper lat er al t eet h ext r act ion, alveolar flap, FESS

Pendahuluan

Fistula or oantral mer upakan suatu salur an yang menghubungkan r ongga dasar sinus maksilar is dengan r ongga mulut. Fistula oroantral ini mer upakan suatu komplikasi akibat tindakan pencabutan gigi molar 1, 2 atau pr emolar 2. Selain itu, dapat juga diakibatkan oleh tr auma iatr ogenik, infeksi, tumor ganas, osteomyelitis dan sifilis.1,2,3

Dikutip dar i Sokler K4, Guven pada tahun 1998 menemukan bahwa fistula or oantral banyak ter jadi pada usia dekade ketiga. Dikutip dar i Meir elles5, Lin pada tahun 1991, melapor kan bahwa per kembangan r ongga sinus pada w anita lebih besar dan dasar r ongga sinus lebih tipis dar ipada pria sehingga fistula or oantral lebih banyak ter jadi pada pria.

Sinus maksilaris mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan akar gigi premolar dan molar atas. Bila ter jadi infeksi atau kondisi patologis lainnya ber upa kista r adikuler atau granuloma per iapikal pada ujung akar gigi dapat menyebabkan ter jadinya penipisan tulang dasar sinus maksilaris. Setelah dilakukan ekstr aksi gigi pr emolar dan molar atas dapat menyebabkan ter jadinya fistula or oantral sehingga kuman dar i rongga mulut dapat masuk ke dalam sinus yang menimbulkan ter jadinya sinusitis maksilaris.5

Pada dasar sinus maksilaris ter dapat tiga jenis fistula yaitu fistula or onasal, or oantral dan

or oantr onasal5. Fistula or oantr al dapat diklasifikasikan ber dasar kan ukurannya, ukur an kecil (kurang dari 2 mm), ukuran sedang (3-5 mm) dan ukur an besar (lebih dari 5 mm). Pada ukuran kecil (kur ang 2 mm) cender ung akan menutup dengan sendir inya, tetapi bila dalam w aktu tiga minggu tidak ter jadi penutupan per lu dilakukan tindakan operasi.5,6

Gejala yang ditimbulkan ber upa sekret pur ulen melewati fistula yang berasal dari r ongga sinus maksilaris dan pada saat minum pasien ter asa adanya cairan yang masuk ke dalam hidung melewati fistula.4,7

Pemeriksaan r adiologi ber upa foto polos panor amik ber guna untuk melihat keadaan akar gigi sehingga setelah tindakan ekstr aksi gigi tidak ter jadi fistula or oantral. Pada tomografi komputer ditemukan diskontinuitas dinding dasar sinus maksilaris, tampak adanya per selubungan opak di sinus maksilaris dan atr ofi fokal alveolar (Gambar 1). Atr ofi tulang alveolar ter lihat di segmen yang ber dekatan dengan fistula.5

(2)

2

dari 5 mm dilakukan penutupan fistula or oantral dengan

teknik palatal flap.6

Gambar 1. Tampak gambaran opak dan er osi pada dinding tulang sinus maksilaris bagian bawah5

Lapor an Kasus

Pada tanggal 8 Desember 2011, seor ang laki-laki usia 48 tahun datang ke poliklinik THT-KL rujukan dari RSUD Pariaman dengan keluhan utama hidung sebelah kiri ber bau busuk sejak 6 bulan yang lalu. Pasien mengeluhkan nyeri pada gigi kir i atas sejak 6 bulan yang lalu dan sudah dilakukan pencabutan gigi 2 bulan setelahnya. Setelah pencabutan, keluar nanah dari gigi yang dicabut yang dirasakan hingga saat ini. Pada saat minum, pasien mer asakan adanya cairan masuk ke dalam hidungnya. Wajah kiri terasa berat dan ter kadang nyeri ser ta ter dapat sakit kepala yang hilang timbul. Hidung ter sumbat, hidung berair, gangguan penciuman dan demam tidak dikeluhkan pasien. Pasien telah ber obat di RSUD Pariaman selama 2 minggu dengan nama obat tidak diketahui pasien.

Dari pemeriksaan telinga tidak ditemukan kelainan. Pada pemer iksaan r inoskopi anterior kavum nasi kir i cukup lapang, konka infer ior dan konka media eutr ofi, adanya sekret mukopur ulen di meatus media dan deviasi septum ke kiri. Pada kavum oris tampak fistula di molar dua kiri atas berukur an kurang dari 2 mm dan tidak ter dapat sekret mukopur ulen (Gambar 2). Pada r inoskopi poster ior dan dinding posterior or ofar ing tampak post nasal dr ip (PND). Pasien didiagnosis dengan fistula or oantral dengan sinusitis kr onis odontogenik. Pasien diber ikan ter api tablet sipr ofloksasin 500 mg dua kali sehari, kapsul loratadin 5 mg dan Pseudoefedr in 120 mg dua kali sehari dan tablet ambr oxol 30 mg 3 kali sehari.

Gambar 2.Fistula or oantral akibat ekstraksi gigi molar dua kiri atas

Pemeriksaan kultur dan sensitifitas kuman dilakukan pada sekret dimeatus media dan didapatkan hasil pada tanggal 12 Desember 2011 tidak ditemukan kuman. Pemer iksaan kultur dan sensitifitas kuman diulang kembali pada tanggal 14 Desember 2011 dan didapatkan hasil (17 Desember 2011) St aphylococcus epider midis dengan obat yang sensitif yaitu amoksisilin klavulanat, tetrasiklin, kloramfenikol, sulfametoksazol, dan netilmisin.

Pada tanggal 12 Desember 2011, didapatkan hasil tomografi komputer sinus paranasal (SPN) potongan aksial dan kor onal tampak gambaran per selubungan di sinus fr ontalis kiri, maksilar is kiri dan etmoidalis kiri. Osteomeatal komplek kanan dan kiri ter buka. Sinus sphenoid ber sih. Tidak tampak penebalan mukosa. Septum deviasi ke kiri. Rongga nasofar ing ber sih. Tampak diskontinuitas dinding dasar sinus maksilaris. Tidak tampak pembesaran kelenjar getah bening leher ( Gambar 3 ). Kesannya multisinusitis sinistra dengan septum deviasi dan fistula or oantral.

Pasien didiagnosis pasti dengan fistula or oantral sinistra dengan multisinusitis kr onis dan deviasi septum sinistra. Pasien dir encanakan untuk tindakan penutupan fistula dan BSEF. Sebagai per siapan pr e-operatif, dilakukan pemer iksaan laborator ium dan didapatkan hasil dalam batas normal.

Gambar 3. Tomografi komputer sinus paranasal (SPN) potongan aksial dan kor onal

(3)

3

pemer iksaan kultur dan sensitifitas kuman. Ostium sinus

maksilaris dilebar kan. Dengan menggunakan scope 30° dan 70° tampak jaringan gr anulasi di dekat ostium sinus maksilaris dan diber sihkan. Etmoidektomi anter ior dilakukan dan tampak sinus etmoid dalam keadaan ber sih. Ostium sinus fr ontal dibuka dan tidak tampak sekret pada sinus fr ontal. Pemasangan tampon handscoon dilakukan pada kavum nasi sinistra dan difiksasi. Oper asi selesai.

Setelah operasi, pasien diberikan terapi injeksi sefotaksim 2x1 gram, injeksi tramadol (dr ip) 80 mg/ kolf dalam 8 jam dan injeksi deksametason 3x1 ampul. Pasca operasi pasien dianjurkan makan makanan lunak dengan mengunyah pada sisi sebelah kanan, menghindari sikat gigi sisi kiri atau mengenai luka bekas operasi dengan lidah, hindari hembusan dari hidung dan jangan menggunakan pr otesa gigi selama 7 hari.

Pada follow up har i per tama (6 Januar i 2012), pasien merasakan nyeri pada hidung kiri, darah ter asa mengalir di tenggor ok, darah tidak mengalir keluar dari hidung kanan. Pada hidung kiri terpasang tampon anterior dan tidak ter dapat dar ah mengalir. Pada pemer iksaan kavum oris, jahitan fistula tidak ter dapat tanda infeksi. Pada or ofar ing tidak ditemukan darah mengalir . Pasien diber ikan ter api injeksi sefotaksim 2x1 gram, tablet asam mefenamat 3x500 mg dan injeksi deksametason 3x1 ampul.

Pada follow up hari kedua, tidak ter dapat keluhan pada pasien. Pada pemeriksaan kavum oris, jahitan fistula tidak ter dapat tanda infeksi. Tampon hidung kiri diangkat dan tidak ter dapat per darahan dar i hidung kir i. Pasien dibolehkan pulang dan diberikan terapi tablet Amoxicillin klavulanat 3x625 mg, kapsul loratadin 5 mg dan pseudoefedrin 120 mg 2x1, tablet ambroxol 3x30 mg dan tablet asam mefenamat 3x500 mg.

Pasien kontr ol ke poliklinik THT-KL 1 minggu pasca operasi dengan keluhan kepala terasa berat, keluar lendir campur dar ah dar i hidung sebelah kiri dan ter asa lendir mengalir ke tenggor ok. Pada pemer iksaan r inoskopi anterior kavum nasi kanan dalam batas nor mal dan r inoskopi anterior kavum nasi kiri didapatkan kavum nasi cukup lapang, ter dapat clot t ing dan kr usta minimal, tidak ter dapat darah mengalir. Pada kavum oris jahitan fistula tidak tampak tanda infeksi. Pasien membawa hasil pemer iksaan kultur dan sensitifitas didapatkan kuman Streptococcus α hemolitikus dengan antibiotik yang sensitif er itr omisin, kloramfenikol dan mer openem. Pasien didiagnosis dengan post BSEF dan penutupan fistula dengan jabir alveolar atas indikasi fistula or oantral dan multisinusitis kr onis sinistra. Pasien diberikan terapi tablet eritromisin 2x500 mg, kapsul lor atadine 5 mg dan pseudoefedrin 120 mg, tablet ambr oxol 3x30 mg, cuci hidung (NaCI 0,9%) 2 kali sehar i dan pasien dianjur kan kontr ol tiap minggu.

Pada kontrol minggu ke-2 pasca oper asi, pasien tidak mengeluhkan hidung ter sumbat, lendir yang mengalir di hidung dan tenggor ok. Pada saat minum, tidak ter dapat sensasi cair an pada hidung. Pemer iksaan

r inoskopi anter ior kir i ditemukan kr usta minimal. Pemeriksaan kavum or is, jahitan fistula tidak tampak tanda infeksi. Pasien didiagnosis dengan post BSEF dan penutupan fistula dengan jabir alveolar atas indikasi fistula or oantr al dan multisinusitis kr onis sinistra. Pasien diberikan terapi tablet eritr omisin 2x500 mg, kapsul lor atadine 5 mg dan pseudoefedrin 120 mg dan cuci hidung (NaCl 0,9%) 2 kali sehari.

Pada kontrol minggu ke-3 pasca oper asi, pasien tidak ada keluhan pada hidung. Rinoskopi anter ior didapatkan kedua kavum nasi lapang, konka infer ior dan media eutrofi, tidak didapatkan kr usta ataupun sekr et. Pasien didiagnosis dengan post BSEF dan penutupan fistula dengan jabir alveolar atas indikasi fistula or oantral dan multisinusitis kr onis sinistra. Pasien diberikan terapi tablet eritr omisin 2x500mg, kapsul loratadine 5 mg dan pseudoefedrin 120 mg dan cuci hidung (NaCl 0,9%) 2 kali sehari.

Diskusi

Telah dilapor kan satu kasus fistula or oantral pada seorang laki-laki ber umur 48 tahun. Dar i penelitian pada Pergur uan Tinggi Kedokteran Gigi Khyber , dilapor kan bahwa kasus fistula or oantral banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan wanita.1 Ber dasarkan penelitian yang dikutip dar i Khitab U3, per sentase laki-laki sebesar 62% dan w anita 38% dengan usia yang terbanyak antara 31-40 tahun (44,8%) diikuti usia 41-50 tahun (24,1%).

Fistula or oantral termasuk kasus yang jar ang akibat komplikasi tindakan bedah mulut. Dikutip dari Hernando J8, Pur w ontikor n menemukan 87 or ang (0,31%) mengalami fistula oroantral dari 27.984 or ang yang dilakukan tindakan pencabutan gigi. Ber dasar kan penelitian yang dikutip dari Khitab U3, penyebab paling sering adalah ekstraksi gigi sebanyak 25 pasien (86.5%) diikuti oleh kista sebanyak 2 or ang (67%), dan trauma sebanyak 2or ang (6.7%).

Fistula or oantral akibat komplikasi tindakan ekstr aksi atau pencabutan gigi poster ior rahang atas dekat dengan antr um (80%). Penyebab ter jadinya fistula or oantral lainnya adanya kista maksilaris (10-15%), tumor jinak atau ganas (5-10%) dan trauma (2-5%).9 Pada kasus ini ter bentuknya fistula or oantr al akibat tindakan pencabutan gigi molar 2 rahang atas.3

(4)

4

cairan yang keluar dari hidung. Fistula oroantral juga

dapat diketahui dengan melakukan tes tiup dengan cara pasien meniup dengan hidung ter tutup dan mulut ter buka. Pada keadaan telah ter jadi fistula or oantral, akan ter dengar hembusan udara melalui daerah yang mengalami ker usakan, dan pada soket gigi akan ter lihat gelembung udara seper ti busa.7

Pada pemeriksaan kultur kuman awal didapatkan St aphylococcus epider midis. Hasil pemer iksaan kultur dan sensitifitas kuman spesimen pus saat oper asi didapatkan hasil Streptococcus α hemolit icus. Hal ter sebut sesuai bahwa pada saat itu ter jadi sinusitis maksilar is kr onis yang ber asal dar i gigi. Kuman pada sinusitis maksilaris kr onis, dapat ber upa kuman aer ob fakultatif, anaer ob ser ta gabungan (mix). Pada penelitian yang dikutip dari Br ooke10, ditemukannya kuman yang ter banyak ber asal dari kuman gabungan (aer ob fakultatif dan anaer ob) sebanyak 14 sampel (50%), ur utan kedua kuman anaer ob sebanyak 11 sampel (39%), dan urutan ketiga kuman aer ob fakultatif sebanyak 3 sampel (11,6%). Pada kasus ini ter dapat 2 jenis kuman aer ob fakultatif ber upa St aphylococcus epider midis dan Streptococcus α hemolit ikus (aer ob fakultat if)6,10

Secar a radiologis, biasanya ter lihat diskontinuitas dari dasar sinus, opasifikasi sinus, atr ofi fokal alveolar dan penyakit per iodontal yang ter kait ter lihat ketebalan mukosa antr um dan defek pada dasar tulang.11 Pada pasien ini dilakukan pemer iksaan tomografi komputer untuk melihat keadaan sinusitisnya dan tampak adanya diskontinuitas dar i dasar sinus maksilaris sehingga terbentuk celah yang menghubungkan r ongga sinus dengan r ongga mulut. panjangnya fistula. 3.Dapat melihat defek yang kecil menggunakan tomografi komputer dengan potongan 3-5 mm.

Fistula or oantral berdasarkan ukuran diameter nya terbagi3. Ukuran ≤ 2 mm, ukuran 3-4 mm dan ukuran ≥ 5 mm.6 Pada pasien ini fistula or oantral ber ukuran kur ang dari 2 mm. Dikutip dari Sokler K4, menurut Hanazawe fistula oroantral yang ber ukuran diameter kurang 2 mm, kemungkinan akan menutup secara spontan. Menur ut Martensson (1957), kecil kemungkinan fistula or oantr al akan menutup spontan bila selama 3-4 minggu atau saat diameter nya lebih dari 5 mm. Penutupan fistula or oantral akan menutup secara spontan dalam 48 jam, angka keberhasilannya 90-95%.13 Bila diameter fistula or oantral lebih dar i 3 mm akan mengalami gangguan penyembuhan secara spontan. Bila fistula or oantr al ber ukuran diameter 3-4 mm, penanganan selanjutnya dilakukan buccal flap, bila ber ukuran diameter ≥5 mm dilakukan palatal flap.6 Menur ut Gullane dan Arena14 tindakan palatal flap memberikan keuntungan ber upa suplai darah yang baik

ke jaringan lokal mobilitas baik, sedikit ada gangguan ber bicara dan tingkat keber hasilan 96%. Ker ugiannya ber upa pr oses terbentuknya epitelisasi palatum dur um r elatif cukup lama.

Pada fistula or oantral ukur an kurang dari 2 mm cender ung akan menutup dengan sendir inya, tetapi bila dalam waktu tiga minggu tidak ter jadi per lu dilakukan operasi menutup fistula.3 Oper asi FESS dilakukan untuk meningkatkan fungsi ventilasi dan aerasi dar i sinus maksilaris. Von Wow er n5 menyelidiki 90 kasus dan menyimpulkan bahwa penutupan spontan fistula or oantral dari berbagai ukur an jar ang, dan pada akhir nya dibutuhkan tindakan operasi untuk menutup fistula.

Keber hasilan operasi penutupan fistula or oantral ter gantung pada teknik yang digunakan, lokasi dan ukuran dari fistula dan ada atau tidaknya infeksi pada sinus. Penyakit pada sinus biasanya ditatalaksana secara teknik Caldwell-Luc atau BSEF.3 Pada pasien ini ukuran fistula kurang dari 2 mm dan tampak adanya multisinusitis kr onik dan direncanakan dilakukan BSEF dan penutupan fistula dengan mukosa sekitar celah. Pasien ini dilakukan teknik penutupan fistula or oantral sesuai dengan gambar4 .

Gambar 4. A: Menunjukkan daerah yang akan diinsisi, B: Insisi, C: Penjahitan.7

Penutupan fistula or oantr al yang ter letak diantara gigi dilakukan dengan insisi melibatkan mukoper iosteum di daerah distal gigi di anter ior kemudian melewati daer ah fistula or oantr al dilanjutkan ke daer ah mesial gigi di posterior .7 Alveolar flap dapat dilakukan untuk menutup fistula yang kecil (< 2 mm) bila tidak ter jadi penutupan fistula or oantral secar a spontan. Khusus dalam tindakan ini yang har us diper hatikan hindari ter jadinya luka pada duktus Stenon. Ker ugian akibat tindakan alveolar flap, flap melew ati dan menutupi sebagian sulkus gingivolabial, sehingga sulit untuk menggunakan pr ostesis, flap ini juga berada di bawah tekanan bibir dan gerakan pipi.5

(5)

5

Anti Inflamasi Non Ster oid (AINS), disar ankan untuk

menghindari sikat gigi atau mengenai luka bekas oper asi dengan lidah, hindari hembusan dar i hidung atau jangan menggunakan pr otesa gigi selama tujuh hari. Follow up pasien dilakukan pada minggu ke-2, minggu ke-4 dan empat bulan berikutnya.2,3,7

Daftar Pustaka

1. Kamadjaja DB. The r ole of pr oper treatment of maxillar y sinusitis in the healing of per sistent or oantral fistula. Majalah Kedokteran gigi. Dental J. 2008;41:3.

2. Yilmaz T, Suslu AE, Gur sel B. Treatment of Or oantr al Fistula: Exper ience With 27 Cases. Am J Otolar yngol.2003;24(4):221-3.

3. Khitab U, Khan A, Tar iqkhan M, Alishah AM. Treatment of Or oantral Fistula- a study. Pakistan Oral & Dental J. 2010;30(2):299-302.

4. Sokler K, Vuksan V, Lauc T Treatment of Oroantral

Fistula.Acta Stomatol Cr oat. 2001;36(1):136-40. 5. Meirelles RC, Mochado R, Pinto N. Oroantral fistula

and genian mucosal flap: ar eview of 25 cases. Rev Br as Otorr inolar ingol. 2008;74(1):85-90.

6. Lor e JM, Medina JE. An Atlas of Head & Neck Surger y. 4th ed. Elsevier Saunder s: Phyladelphia, Pensylvania. 2005. p. 256-57

7. Sulastra IW. Oroantral Fistula sebagai salah satu komplikasi pencabutan dan peraw atannya. J PDGI. 2009;58(1):7-11

8. Hernando J, Gallego L, Junquera L, Villareal P. Or oantr al communications. A retr ospective analysis. Med Oral Patol Or al Cir Bucal. 2010;15(3):499-503.

9. Kale TP, Ur olagin S, Khur ana V, Kotrashetti SM. Treatment of Or oantr al Fistula using palatal flap-A case r epor t and technical note. J Int Or al Health. 2010;2 (3):77-82.

10. Br ook I. Microbiology of Acute and Chronic Maxillary Sinusitis Associated w ith an Odontogenic Origin. Lar ingoscope. 2005; 115:823-5.

11. Adeyemo WL, Ogunlew e MO, Ladeinde AL, James O. Closur e of oro-antr al fistula w ith pedicled buccal fat pad. A case repor t and review of literature. J Oral Health. [last r evised Feb 15, 2012; cited Feb 20, 2012]. Available fr om: http:/ / w w w .ajoh.or g

12. Abr aham JJ, Berger SB. Oral-Maxillary Sinus Fistula (Or oantraiol Fistula): Clinical Features and Findings on Multiplanar CT. American J.Roentgen. 1995;165:1273-6.

13. Mar tin Junior JC, Keim FS, Kreibich MS. Closure of Or oantr al Communication Using Buccal Fat Pad Gr aft- Case Repor t. Intl Ar ch Otor hinolar yngol. 2008; 12(3):450-3

Gambar

Gambar 3. Tomografi komputer sinus paranasal (SPN) potongan aksial dan koronal

Referensi

Dokumen terkait

Jika seorang pasien rawat inap atau rawat jalan minta untuk keluar dari rumah sakit tanpa persetujuan dokter maka pasien harus diberitahu tentang risiko medis oleh dokter yang

Barisan bilangan yang suku-suku berikutnya diperoleh dari hasil kali suku sebelumnya dengan bilangan tetap yang tidak sama dengan nol dinamakan barisan geometri.. Bilangan yang tetap

Densitas merupakan perbandingan antara dua besaran pokok, yaitu massa dan volume. Dengan kata lain, semakin tinggi massa jenis atau densitas dari suatu benda, maka massa setiap

ZAF, perempuan, usia 12 tahun, penduduk Desa Gerung Utara, Kecamatan Gerung, Kabupaten Lombok

“What Works in Character Education.” Journal of Research in Character Education, Educational Leadership, vol 5 No.. Berkowitz, Marvin dan

untuk karakter merupakan hal yang penting, namun menemukan ekspresi yang mungkin tidak dilakukan oleh karakter tersebut sama pentingnya... Salah satu hal yang penting

1) Perubahan pada otot, dimana kepadatan pembuluh kapiler di otot menjadi meningkat maka adanya latihan intensitas rendah dalam waktu yang lama (sampai titik kelelahan)

punishment terhadap kinerja karyawan Home Industri Citra Putera Utama.. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Dharma bahwa faktor yang mempengaruhi