• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Profil Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2012"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL PENELITIAN

PROFIL PENDERITA SINUSITIS MAKSILARIS KRONIS

DI RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN

PADA TAHUN 2012

OLEH:

Andri Winata Sitepu

090100300

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

ABSTRAK

Sinusitis maksilaris kronis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari, bahkan dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia, Data dari DEPKES RI (2003) menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Peneliti tertarik untuk meneliti Profil Penderita sinusitis maksilaris kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012.

Rancangan penelitian yang dilakukan adalah retrospektif deskriptif. Dengan mengunakan data sekunder. Lokasi penelitian dilakukan di bagian rekam medis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Populasi dari penelitian ini sebanyak 497 penderita. berdasarkan umur yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis umur 30-39 tahun sebanyak 174 penderita (35%) dan yang paling sedikit menderita sinusitis kronis umur < 9 tahun sebanyak 3 penderita (0,6%). Berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis adalah perempuan sebanyak 318 penderita (64%) dan yang paling sedikit adalah laki-laki sebanyak 179 penderita (36%). Berdasarkan keluhan utama yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis adalah hidung tersumbat sebanyak 323 penderita (65%) dan yang paling sedikit adalah hidung berdarah dan nyeri pipi masing-masing sebanyak 9 penderita (1,8%). Berdasarkan etiologi yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis adalah rhinogen sebanyak 362 penderita (72,8%) dan yang paling sedikit adalah dentogen sebanyak 135 penderita (27,2%). Berdasarkan penatalaksanaan yang paling banyak penderita sinusitis maksilaris kronis diberikan penanganan Farmakologi sebanyak 278 penderita (55,1%) dan yang non farmakologi sebanyak 223 penderita (44,9%).

(4)

ABSTRACT

Chronic maxillary sinusitis is a disease that found in the medical practice even cause the health problem in the global level. Based on data issued by Health Ministry of Indonesia (2003) the nose and sinus diseases is on the 25th rank of 50 main diseases or about 102.817 outpatient in hospitals. The researcher interests to study the profile of patients with chronic maxillary sinusitis at otolaryngology polyclinic of Central General Hospital of Haji Adam Malik Medan in 2012.

Research design is a descriptive retrospective using secondary data. The location of research is a medical record of Central General Hospital of Haji Adam Malik Medan. The population is 497 samples. Based on age, more of patient with chronic maxillary sinusitis have age of 30 – 39 years old for 174 patients (35%) and a few of patient with chronic maxillary sinusitis who have age < 9 years for 3 patients (0.6%). Based on the gender, more of patient with chronic maxillary sinusitis are female for 318 samples (64%) and a few of them are male for 179 patients (36%). Based on te main complain, more of patient with chronic maxillary sinusitis is gagged nose for 323 patients (65%) and a few of them is nosebleed and cheek pain for 9 patients (1.8%). Based on etiology, more of patient of chronic maxillary sinusitis is rhinogen for 362 patients (72.8%) and a few of them is dentogen for 135 patients (27.2%). Based on treatment, more of patient with chronic maxillary sinusitis treated by pharmacology for 278 patients (55.1%) and treated by non-pharmacology for 223 patients (44.9%).

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan proposal penelitian yang berjudul : ”Profil Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik Rumah Sakit Haji Adam

Malik Medan Pada Tahun 2012”.

Dalam penyelesaian penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu dr. T.Sofia Hanum Sp.THT-KL(K), sebagai Dosen Pembimbing saya yang telah banyak memberi arahan dan masukan kepada penulis, sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Bapak dr. Muhammad Rusda Sp.OG(K) dan bapak dr. Farhat Sp.THT-KL(K) selaku Dosen Penguji yang telah meluangkan waktu dan pemikiran untuk kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.

4. Para dosen dan staf pegawai di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5. Rasa hormat dan terima kasih yang tiada terhingga saya persembahkan kepada kedua orang tua saya, Ayahanda drs.H.Darwin Sitepu M.AP dan Ibunda saya drg.Hj.Juliati serta adik saya Nina Angraini Sitepu dan Baskoro Adianta Sitepu, dan seluruh keluarga besar dari orang tua saya, yang menjadi motifasi saya untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini atas doa, semangat dan bantuan yang diberikan kepada penulis selama ini 6. Seluruh teman-teman saya khususnya teman-teman Stambuk 2009 yang

tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama mengikuti pendidikan.

(6)

Untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat berguna bagi kita semua.

Medan, November 2013

Penulis,

(7)

DAFTAR ISI

2.5 Sinusitis Maksilaris Kronis ... 9

2.5.1 Defenisi ... 9

2.5.2 Klasifikasi ... 9

2.5.3 Etiologi dan Faktor Predisposisi ... 9

(8)

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN ... 16

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 18

4.3.1 Populasi ... 18

4.3.2 Sampel ... 18

4.4 Metode Pengumpulan Data ... 19

4.5 Pengolahan dan Analisis Data ... 19

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 20

5.1. Hasil Penelitian ... 20

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 20

5.1.2 Deskripsi Karekteristik Responden ... 20

5.2. Pembahasan ... 23

5.2.1. Deskripsi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 Berdasarkan Umur. ... 23

5.2.2. Deskripsi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 Berdasarkan Jenis Kelamin ... 24

5.2.3. Deskripsi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 Berdasarkan Keluhan Utama ... 24

5.2.4. Deskripsi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 Berdasarkan Etiologi. ... 25

5.2.5. Deskripsi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 Berdasarkan Penatalaksanaan. ... 25

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 27

6.1. Kesimpulan ... 27

6.2 Saran ... 27

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1. Deskripsi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 Berdasarkan Umur. ... 21 Tabel 5.2. Deskripsi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik

THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

pada tahun 2012 Berdasarkan Jenis Kelamin ... 21 Tabel 5.3. Deskripsi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik

THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

pada tahun 2012 Berdasarkan Keluhan Utama ... 22 Tabel 5.4. Deskripsi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik

THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

pada tahun 2012 Berdasarkan Etiologi ... 22 Tabel 5.5. Deskripsi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik

THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

(10)

DAFTAR GAMBAR

(11)

DAFTAR SINGKATAN

P1 Premolar

P2 Premolar

M1 Molar

M2 Molar

M3 Molar

C Gigi Taring

THT Telinga Hidung Tenggorok KOM Kompleks Ostio Meatal

ISPA Infeksi Saluran Pernafasan Atas CWL Caldwell-Luc

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 RIWAYAT HIDUP

LAMPIRAN 2 SURAT IZIN SELESAI PENELITIAN LAMPIRAN 3 SURAT ETICHAL CLEARANCE LAMPIRAN 4 DATA INDUK

(13)

ABSTRAK

Sinusitis maksilaris kronis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari, bahkan dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia, Data dari DEPKES RI (2003) menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Peneliti tertarik untuk meneliti Profil Penderita sinusitis maksilaris kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012.

Rancangan penelitian yang dilakukan adalah retrospektif deskriptif. Dengan mengunakan data sekunder. Lokasi penelitian dilakukan di bagian rekam medis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Populasi dari penelitian ini sebanyak 497 penderita. berdasarkan umur yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis umur 30-39 tahun sebanyak 174 penderita (35%) dan yang paling sedikit menderita sinusitis kronis umur < 9 tahun sebanyak 3 penderita (0,6%). Berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis adalah perempuan sebanyak 318 penderita (64%) dan yang paling sedikit adalah laki-laki sebanyak 179 penderita (36%). Berdasarkan keluhan utama yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis adalah hidung tersumbat sebanyak 323 penderita (65%) dan yang paling sedikit adalah hidung berdarah dan nyeri pipi masing-masing sebanyak 9 penderita (1,8%). Berdasarkan etiologi yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis adalah rhinogen sebanyak 362 penderita (72,8%) dan yang paling sedikit adalah dentogen sebanyak 135 penderita (27,2%). Berdasarkan penatalaksanaan yang paling banyak penderita sinusitis maksilaris kronis diberikan penanganan Farmakologi sebanyak 278 penderita (55,1%) dan yang non farmakologi sebanyak 223 penderita (44,9%).

(14)

ABSTRACT

Chronic maxillary sinusitis is a disease that found in the medical practice even cause the health problem in the global level. Based on data issued by Health Ministry of Indonesia (2003) the nose and sinus diseases is on the 25th rank of 50 main diseases or about 102.817 outpatient in hospitals. The researcher interests to study the profile of patients with chronic maxillary sinusitis at otolaryngology polyclinic of Central General Hospital of Haji Adam Malik Medan in 2012.

Research design is a descriptive retrospective using secondary data. The location of research is a medical record of Central General Hospital of Haji Adam Malik Medan. The population is 497 samples. Based on age, more of patient with chronic maxillary sinusitis have age of 30 – 39 years old for 174 patients (35%) and a few of patient with chronic maxillary sinusitis who have age < 9 years for 3 patients (0.6%). Based on the gender, more of patient with chronic maxillary sinusitis are female for 318 samples (64%) and a few of them are male for 179 patients (36%). Based on te main complain, more of patient with chronic maxillary sinusitis is gagged nose for 323 patients (65%) and a few of them is nosebleed and cheek pain for 9 patients (1.8%). Based on etiology, more of patient of chronic maxillary sinusitis is rhinogen for 362 patients (72.8%) and a few of them is dentogen for 135 patients (27.2%). Based on treatment, more of patient with chronic maxillary sinusitis treated by pharmacology for 278 patients (55.1%) and treated by non-pharmacology for 223 patients (44.9%).

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sinusitis maksilaris kronis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari, bahkan dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia (Mangunkusumo & Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011), Sedangkan menurut Dorland (2000) sinusitis merupakan suatu peradangan membran mukosa yang dapat mengenai satu ataupun beberapa sinus paranasal.

Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsikan karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid, dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang (Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011).

Sinus paranasal terdiri dari empat pasang rongga bertulang yang dilapisi oleh mukosa hidung dan epitel kolumnar bertingkat semu yang bersilia. Rongga udara ini dihubungkan oleh serangkaian duktus yang mengalir ke dalam rongga hidung. Sinus paranasal terdiri dari, sinus frontalis, sinus etmoidalis, sinus sfenoidalis, dan sinus maksilaris (Brunner & Suddarth, 2001).

(16)

Sinus maksila atau antrum highmore, merupakan sinus paranasal yang terbesar, dan yang pertama terbentuk, diperkirakan pembentukan sinus tersebut terjadi pada hari ke 70 masa kehamilan. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml, yang kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal yaitu 15 ml pada saat dewasa (Mangunkusumo & Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011).

Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus merupakan permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya merupakan permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya merupakan dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya adalah dasar orbita dan dinding inferiornya adalah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada disebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus seminularis infundibulum etmoid (Mangunkusumo & Soetjipto, 2011).

Sebagian besar kasus sinusitis melibatkan lebih dari satu sinus paranasal dan yang paling sering yaitu sinus maksilaris dan sinus etmoidalis. Hal ini disebabkan sinus maksila adalah sinus yang terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi dari dasarnya, dimana dasarnya merupakan dasar akar gigi sehingga sinusitis maksilaris sering berasal dari infeksi gigi (Manjoer, 2000).

Berdasarkan perjalanan penyakit sinusitis maksilaris terbagi atas sinusitis akut, terjadi bila infeksi beberapa hari sampai beberapa minggu, sinusitis subakut, terjadi bila infeksi beberapa minggu sampai beberapa bulan, dan sinusitis kronik, terjadi bila infeksi beberapa bulan sampai beberapa tahun (Adams dalam Manjoer, 2000).

Insiden sinusitis didapat antara 1,3 - 1,5 per 100 kasus orang dewasa pertahun. Peneliti dari Norwegia mengemukakan insiden sinusitis yaitu 3,5 per 100 kasus pada orang dewasa dengan 7% pasien memiliki dua kali kunjungan dan 0,5% memiliki tiga kali atau lebih kunjungan selama periode 12 bulan (Hickner, 2005).

(17)

Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3, bahkan akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis, sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita, Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase hanya tergantung dari gerak silia, disamping itu drainase melalui infundibulum yang sempit, dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis (Mangunkusumo & Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011).

Keluhan utama pasien berupa hidung tersumbat dan disertai dengan nyeri tekan pada pipi dan ingus purulen, bisa disertai dengan gejala sistemik seperti demam. Pada sinusitis maksilaris kronis terdapat rasa penuh pada pipi dan nyeri ketok pada gigi. Dan gejala lainnya adalah sakit kepala, hipomia/anosmia, dan halitosis (Mangunkusumo & Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011).

Sinusitis maksilaris diawali dengan sumbatan ostium sinus akibat proses inflamasi pada mukosa rongga hidung. Proses inflamasi ini akan menyebabkan gangguan aerasi dan drainase sinus. Kejadian sinusitis ini dipermudah oleh faktor-faktor predisposisi baik lokal atau sistemik (Mangunkusumo & Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011).

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti Profil Penderita sinusitis maksilaris kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012.

1.2. Rumusan Masalah

(18)

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui profil penderita sinusitis maksilaris kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012.

1.3.2 Tujuan Khusus

• Mengetahui distribusi kelompok umur penderita sinusitis maksilaris kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012.

• Mengetahui distribusi jenis kelamin penderita sinusitis maksilaris kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012.

• Mengetahui keluhan utama penderita sinusitis maksilaris kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012. • Mengetahui distribusi etiologi sinusitis maksilaris kronis di Poliklinik THT

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012.

• Mengetahui distribusi penatalaksanaan sinusitis maksilaris kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai penambahan dan pengembangan bagi kurikulum pendidikan khususnya di bidang Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok, Bedah Kepala dan Leher untuk membuat diagnosa kedokteran yang optimal.

1.4.2 Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat digunakan sebagai penelitian pemula, dan data yang didapat dari penelitian ini dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.

1.4.3 Bagi Masyarakat

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi

Hidung terdiri dari bagian internal dan eksternal. Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan kartilago. Lubang hidung merupakan ostium sebelah luar dari rongga hidung. Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut septum. Masing-masing rongga hidung dibagi menjadi tiga saluran oleh penonjolan turbinasi dari dinding lateral. Rongga hidung dilapisi dengan membrane mukosa yang sangat banyak mengandung vascular yang disebut mukosa hidung. Lender disekresi secara terus-menerus oleh sel-sel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia (Brunner & Suddarth, hal; 508, 2001).

Gambar 2.1.1 Anatomi Sinus Maksila Dikutip dari: Paranasal Sinuses: Atlas of Human Anatomy (Netter, F.H., 2006) Available from :

(20)

2.2 Embrio

Perkembangan rongga hidung secara embriologi yang mendasari pembentukan anatomi sinonasal dapat menjadi dua proses. Pertama, embrional bagian kepala berkembang membentuk dua bagian rongga hidung yang berbeda, kedua bagian dinding lateral hidung yang kemudian berinvaginasi menjadi kompleks padat, yang dikenal dengan konka (turbinate), dan membentuk rongga-rongga yang disebut sebagai sinus. Sejak kehamilan berusia empat hingga delapan minggu, perkembangan embrional anatomi hidung mulai terbentuk dengan terbentuknya rongga hidung sebagai bagian yang terpisah yaitu daerah frontonasal dan bagian pertautan prosesus maksilaris. Daerah frontonasal nantinya akan berkembang hingga ke otak bagian depan, mendukung pembentukan olfaktori. Bagian medial dan lateral akhirnya akan menjadi nares (lubang hidung). Septum nasal berasal dari pertumbuhan garis tengah posterior frontonasal dan perluasan garis tengah mesoderm yang berasal dari daerah maksilaris (George, 1997).

2.3 Persarafan

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari nervus etmoidalis anterior, yangmerupakan cabang dari nervus nasosiliaris, yang berasal dari nervus oftalmikus. Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari nervus maksila melalui ganglion stenopalatinum. Ganglion stenopalatinum selain memberikan persarafan sensoris juga

memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut-serabut sensoris dari nervus maksila, serabut parasimpatis dari nervus potrosus superfisialis mayor dan serabut-serabut simpatis dari nervus profundus. Ganglion stenopalatinum terletak di belakang dan sedikit di atas ujung

posterior konka media (Soetjipto & Wardani dalam Soepardi dkk, 2011).

2.4 Fisiologi hidung dan sinus

2.4.1 Fisiologi Hidung

(21)

mengatur kondisi udara (air conditioning), penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik lokal, fungsi penghidu, karena terdapatnya mukosa olfaktorius (penciuman) dan reservoir udara untuk menampung stimulus penghidu, fungsi fonetik yang berguna untuk resonasi suara, membantu proses berbicara dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang, fungsi statistik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap trauma dan pelindung panas, refleks nasal (Soetjipto & Wardani dalam Soepardi dkk, 2011).

2.4.2 Fisiologi Sinus

(22)

lain sebagai pengatur keseimbangan tekanan udara, peredam kejutan (shock absorbent), protector suara antara organ vokal dengan telinga, sebagai tambahan

ruang rugi (dead space) dan penyesuaian proporsi pertumbuhan kranium dan wajah (Mangunkusumo, 2011).

2.4.3 Histologi Sinus

Mukosa sinus maksila merupakan lanjutan mukosa saluran napas bagian atas, Mempunyai epitel torak bertingkat bersilia dengan sel-sel goblet diantaranya. Dibandingkan dengan mukosa rongga hidung, mukosa sinus maksila lebih tipis, epitelnya lebih kuboid, sel goblet dan pembuluh darah lebih sedikit, sehingga secara mikroskopis warnanya tampak pucat. Silia tampak semakin banyak ke arah muara (Mangunkusumo, 2011).

Di bawah lapisan epitel terdapat stroma yang terdiri dari tiga lapisan Mangunkusumo dalam Soepardi dkk (2011) yaitu :

1. Membran basalis yang sangat tipis, jika terjadi penebalan akan tampak adanya lapisan hialin yang berwarna kuning. Kadang–kadang di bawahnya terdapat lapisan tipis serabut elastin.

2. Tunika propria merupakan lapisan tipis yang terdiri dari jaringan ikat longgar, bentuknya seperti spons dan berisi cairan, sehingga mudah membengkak bila mendapat rangsangan. Jaringan ini berfungsi sebagai jaringan penunjang, alat nutrsi epitel diatasnya dan fagosit jika terjadi infeksi. Dinding medial sinus maksila mempunyai lamina propria yang paling tebal diantaranya dinding mukosa sinus maksila. Lapisan ini mengandung serabut kolagen dan fibril yang tipis dan mudah mengalami ruptur, sehingga mudah terbentuk kista. Ditemukan pula infiltrasi sel fibroblas dan histiosit yang bila terjadi peradangan akan berubah menjadi makrofag. Kelenjar seromusinogen dan sel goblet yang memproduksi mukus pada lapisan ini sangat jarang dan sedikit jumlahnya, serta hamper semuanya terdapat di daerah muara sinus maksila. 3. Lapisan periosteum tulang terdiri dari serat kolagen yang tebal dan serat

(23)

2.5 Sinusitis Maksilaris Kronis

2.5.1 Defenisi

Sinusitis maksilaris kronis adalah pembengkakan selaput lendir dalam hidung dengan menyumbat ostium di sekitar daerah kompleks ostio meatal (Broek & Feestra, 2011).

2.5.2 Klasifikasi

Menurut Adams dalam Mansjoer (2000), berdasarkan perjalanan penyakitnya sinusitis terbagi atas tiga bagian yaitu :

1. Sinusitis akut ialah bila infeksi beberapa hari sampai beberapa minggu 2. Sinusitis sub akut ialah bila infeksi beberapa minggu sampai beberapa bulan 3. Sinusitis kronik ialah bila infeksi beberapa bulan sampai beberapa tahun.

2.5.3 Etiologi dan Faktor Predisposisi

Etiologi dan faktor predisposisi dapat di bagi dalam 2 tipe: 2.5.3.1 Rhinogen

Pada umumnya penyebab rinosinusitis adalah rinogenik, yang merupakan perluasan infeksi dari hidung (Hilger, 1997)

(24)

Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam rhinitis terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindroma Kartagener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik. Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan dan menyembuhkan sinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin, dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-kelamaan menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia (Mangunkusumo & soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011).

2.5.3.2 Dentogen

Sinusitis dentogen merupakan salah satu penyebab penting sinusitis maksilaris kronis,dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, ronga sinus maksila hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan terkadang tanpa tulang pembatas. dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3, bahkan akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis, sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita, Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase hanya tergantung dari gerak silia, disamping itu drainase melalui infundibulum yang sempit, dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis (Mangunkusumo & Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011).

(25)

2.5.4 Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh potensi osteum sinus dan lancarnya mukosiliar klirens di dalam KOM, mucus juga mengandung antimikrobial dan zat yang fungsinya sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk dalam saluran pernafasan. Organ yang membentuk KOM sangat berdekatan letaknya dan bila terjadi edema, maka mukusa yang saling berdekatan akan bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak sehingga osteum akan tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif didalam rongga sinus yang dapat menyebabkan terjadinya transudasi, kondisi ini disebut sebagai rinosinusistis non bakterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari. dan bila kondisi ini menetap, maka sekret yang terkumpul dalam sinus menjadi media yang baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri, sekret akan berubah menjadi puluren dan keadaaan ini disebut rinosinusitis bakterial dan memerlukan terapi antibiotik. Jika terapi tidak berhasil, proses inflamasi akan berlanjut dan terjadi hipoksia, bakteri anaerob akan berkembang sehingga mukosa bertambah bengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar, sampai perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertofi, polipoid atau pembentukan kista. Sinusitis maksilaris kronik merupakan lanjutan dari sinusitis akut yang tidak terobati secara adekuat (Mangunkusumo & Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011).

2.5.5 Gejala Klinis/ Tanda klinis

Gejala sinusitis maksilaris kronik terdiri dari sekret nasal purulen persisten, batuk, nyeri dan rasa penuh di wajah unilateral, kongesti hidung, pembengkakan di maksila atau periorbita, dan nyeri kepala. (Greenberg, 2004).

(26)

Hidung tersumbat merupakan salah satu faktor presdiposisi terjadinya

sinusitis maksilaris kronis. Hidung tersumbat biasanya akibat edema selaput lendir

konka yang disebabkan oleh alergi serta sekret yang mengental karena infeksi

sekunder sebelum terjadinya sinusitis maksilaris kronis. Penyebab lain hidung

tersumbat bisa dikarenakan oleh deviasi septum, hipertrofi konka, polip kavum nasi, tumor hidung (Ballenger, 1994; Higler, 1997).

Gejala lain adalah hiposmia atau anosmia, halitosis, post-nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak (Mangunkusumo & Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011).

Menurut Multazar (2008), pada penelitiannya di RSUP. Haji Adam Malik Medan, menyebutkan bahwa keluhan utama terbanyak yang di rasakan penderita sinusitis maksilaris kronis adalah hidung tersumbat. Dan menurut Kumala (2011) menyebutkan keluhan yang paling tersering dirasakan penderita sinusitis adalah hidung tersumbat.

2.5.6 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaa fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Pada sinusitis maksilaris kronis dan etmoid anterior dan frontal tanda khas ialah adanya pus di meatus medius atau di meatus superior untuk sinusitis etmoid posterior dan sphenoid. Pemeriksaan yang terpenting adalah foto polos atau CT scan. Foto polos posisi Waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus besar seperti sinus maksila dan frontal (Mangunkusumo & Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011).

(27)

2.5.7 Terapi

2.5.7.1 Farmakologi

Terapi farmakologi sinusitis maksilaris adalah mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi, dan mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan adalah membuka sumbatan ostium meatal sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami. Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis maksilaris bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus. Antibiotika yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amksisilin. Pada sinusitis, antibiotik diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang. Sedangkan pada sinusitis maksilaris kronik diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman gram negatif dan anaerob. Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberiakan jika diperlukan, seperti mukolotik, steroid oral/topikal, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan (Mangunkusumo & Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011).

Menurut Multazar (2008) pada penelitiannya di RSUP. Haji Adam Malik medan, menyebutkan bahwa penatalaksaan yang paling sering di lakukan adalah dengan farmakologi sebanyak 229 penderita. dan menurut Stephen (2011) menyebutkan bahwa penatalaksanaan paling sering di lakukan adalah farmakologi sebanyak 146 penderita.

2.5.7.2 Non Farmakologi

(28)

2.5.8 Insiden

Insiden sinusitis menurut data dari Departemen Kesehatan RI pada tahun 2003 menyatakan bahwa sekitar 102.817 penderita penyakit sinus dan hidung melakukan pengobatan rawat jalan di rumah sakit (Mangunkusumo & Soetjipto, 2011).

Menurut Jones (2004) menyebutkan bahwa perempuan lebih banyak terinfeksi sinusitis maksilaris kronis dibandingkan dengan laki-laki.

Menurut Hellgren (2008), meningkat kejadian sinusitis maksilaris kronis pada umur dewasa muda dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor lingkungan (alergen, polutan), perubahan gaya hidup, pola makan serta infeksi.

Menurut Multazar (2008) menyebutkan insidensi penyakit sinusitis di RSUP. Haji Adam Malik Medan lebih banyak pada perempuan sebanyak 169 penderita dan pada laki-laki sebanyak 127 penderita. Dan menurut Kumala (2011) insidensi pada perempuan sebanyak 244 penderita, pada laki-laki sebanyak 179 penderita.

Menurut Paramasivan (2010) di RSUP. Haji Adam Malik Medan, menyebutkan bahwa kelompok umur paling tersering terkena sinusitis adalah umur 30-39 tahun. Dan menurut Privina (2011), usia tersering adalah 31-45 tahun. 2.5.9 Komplikasi

Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbital atau intrakanial. Komplikasi ini terdiri dari :

1. Kelainan orbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita). Yang paling sering ialah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah edema palpebra, selulitis

orbita, abses subperiostal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi thrombosis sinus kavernosus.

(29)

3. Kelainan paru, seperti bronkritis dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkritis. Selain itu dapat juga menyebabkan kambuhnya asma bronchial yang sukar dihilangkan sbelum sinusitisnya disembuhkan (Manjoer, 2000).

2.5.10 Prognosis

Prognosis dari sinusitis maksilaris kronis, jika dilakukan pencegahan dan pengobatan dini maka akan mendapatkan hasil yang baik (Greenberg, 2004).

(30)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

Dari hasil tinjauan kepustakaan serta kerangka teori tersebut serta masalah penelitian yang telah dirumuskan tersebut, maka dikembangkan suatu kerangka konsep penelitian. Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Notoadmojo, 2005).

Berdasarkan hal tersebut, maka kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut:

Skema 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Profil Penderita sinusitis maksilaris : - Usia

- Jenis kelamin - Keluhan utama - Etiologi

- Penatalaksanaan

(31)
(32)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1Jenis Penelitian

Rancangan penelitian yang dilakukan adalah retrospektif deskriptif. dengan mengunakan data sekunder.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1 Lokasi

Lokasi penelitian ini dilakukan di bagian rekam medis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

4.2.2 Waktu

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli-Oktober tahun 2013 di bagian rekam medis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita sinusitis maksilaris kronis yang di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

4.3.2 Sampel

(33)

a. Kriteria Inklusi

Seluruh pasien penderita Sinusitis Maksilaris Kronis yang telah ditegakan diagnosa berdasarkan pemerikasaan CT scan pada periode Januari-Desember 2012.

b. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah apabila data rekam medik tidak lengkap, pasien dengan diagnosis sinusitis maksilaris yang melibatkan sinus yang lain seperti etmoid, sphenoid,frontalis dan tidak menderita polip, keganasan, sedang hamil, diabetes militus.

4.4 Metode Pengumpulan Data

Data-data yang diperlukan diperoleh dari rekam medik penderita sinusitis maksilaris kronis di Instalasi THT RSUP Haji Adam Malik Medan. Data dikumpulkan dari bulan Januari 2012 hingga Desember 2012. Cara pengumpulan data berdasarkan observasi dari rekam medis.

4.5 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data hasil penelitian ini ditransformasikan dengan menggunakan langkah-langkah berikut :

1. Editing : untuk melengkapi kelengkapan, konsistensi, dan kesesuaian

antara kriteria yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian.

2. Coding : untuk mengkuantifikasi data kualitatif atau membedakan aneka

karakter. Pemberian kode ini sangat diperlukan terutama dalam rangka pengolahan data, baik secara manual maupun dengan menggunakan komputer.

3. Data Entry : data dalam bentuk kode akan dimasukkan ke dalam program

komputer.

4. Cleaning : pemeriksaan data yang sudah dimasukkan ke dalam program

(34)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan yang berlokasi di Jalan Bunga Lau no. 17, kelurahan Kemenangan Tani, kecamatan Medan Tuntungan. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 355/ Menkes/ SK/ VII/ 1990. Dengan predikat rumah sakit kelas A, RSUP Haji Adam Malik Medan telah memiliki fasilitas kesehatan yang memenuhi standar dan tenaga kesehatan yang kompeten. Selain itu, RSUP Haji Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/ Menkes/ IX/ 1991 tanggal 6 September 1991, RSUP Haji Adam Malik Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5.1.2 Deskripsi Karekteristik Responden

Sampel pada penelitian ini sebanyak 497 penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2012. Data dikumpulkan dari bulan Januari 2012 hingga Desember 2012. Deskripsi umum penderita sinusitis maksilaris kronis seperti yang tertera pada tabel di bawah ini:

(35)

Tabel 5.1. Distribusi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik

THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada

tahun 2012 Berdasarkan Umur.

Usia Frekuensi Persentase (%)

<9 tahun 10-19 tahun 20-29 Tahun

3 19 169

0.6 3.8 34

30-39 Tahun 174 35

40-49 Tahun 69 13,9

50-59 Tahun 50 10,1

>60 Tahun 13 2,6

Total 497 100

Dari data di atas dapat dilihat berdasarkan umur yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis umur 30-39 tahun sebanyak 174 penderita (35%) dan yang paling sedikit menderita sinusitis kronis umur < 9 tahun sebanyak 3 penderita (0,6%).

Distribusi berdasarkan jenis kelamin penderita sinusitis maksilaris kronis dapat di lihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.2. Distribusi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik

THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada

tahun 2012 Berdasarkan Jenis Kelamin.

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Laki – laki 179 36

Perempuan 318 64

Total 497 100

(36)

Distribusi berdasarkan Keluhan Utama penderita sinusitis maksilaris kronis dapat di lihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.3. Distribusi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik

THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada

tahun 2012 Berdasarkan Keluhan Utama.

Keluhan Utama Frekuensi Persentase (%)

Bersin 83 16,7

Hidung Berair 25 5

Hidung Berbau 20 4

Hidung Berdarah 9 1,8

Hidung Gatal 28 2,4

Hidung Tersumbat 323 65

Nyeri di Pipi 9 1,8

Total 497 100

Dari data di atas dapat dilihat berdasarkan keluhan utama yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis adalah hidung tersumbat sebanyak 323 penderita (65%) dan yang paling sedikit adalah hidung berdarah dan nyeri pipi masing- masing sebanyak 9 penderita (1,8%).

Distribusi berdasarkan Etiologi penderita sinusitis maksilaris kronis dapat di lihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.4. Distribusi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik

THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada

tahun 2012 Berdasarkan Etiologi.

Etiologi Frekuensi Persentase (%)

Rhinogen 362 72,8

Dentogen 135 27,2

(37)

Dari data di atas dapat dilihat berdasarkan etiologi yang paling tersering menyebabkan sinusitis maksilaris kronis adalah rhinogen sebanyak 362 penderita (72,8%) dan dentogen sebanyak 135 penderita (27,2%).

Distribusi berdasarkan Penatalaksanaan penderita sinusitis maksilaris kronis dapat di lihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.5. Distribusi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik

THT Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada

tahun 2012 Berdasarkan Penatalaksanaan.

Penatalaksanaan Frekuensi Persentase (%)

Farmakologi 274 55,1

Non-Farmakologi 223 44,9

Total 497 100

Dari data di atas dapat dilihat berdasarkan penatalaksanaan yang paling banyak mendapat pengobatan sinusitis maksilaris kronis adalah dengan farmakologi sebanyak 274 penderita (55,1%) dan non farmakologi sebanyak 223 penderita (44,9%).

5.2. Pembahasan

5.2.1. Deskripsi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012

Berdasarkan Umur.

(38)

5.2.2. Deskripsi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012

Berdasarkan Jenis Kelamin.

Berdasarkan penelitian paling banyak adalah perempuan sebanyak 318 penderita (64%) dibandingkan dengan laki-laki sebanyak 179 penderita (36%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Multahzar (2008) dimana insiden pada perempuan sebanyak 169 penderita (57,9%) dan laki-laki sebanyak 127 penderita (42,91%), Kumala (2011) dimana insidensi penyakit sinusitis pada perempuan sebanyak 244 penderita (58,2%) sedangkan pada lelaki mencapai 179 penderita (41,8%). Menurut kutipan dari Jones (2004) menyebutkan bahwa perempuan lebih banyak terinfeksi sinusitis maksilaris kronis dibandingkan dengan laki-laki, penderita sinusitis maksilaris kronis perempuan pada penelitian ini dimungkinkan karena perempuan lebih peduli dengan keluhan sakit sehingga lebih cepat datang berobat.

5.2.3. Deskripsi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012

Berdasarkan Keluhan Utama.

(39)

5.2.4. Deskripsi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012

Berdasarkan Etiologi.

Berdasarkan penelitian ini etiologi tersering penyebab sinusitis maksilaris kronis adalah rhinogen sebanyak 362 penderita (72,8%) dan dentogen sebanyak 135 penderita (27,2%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Paramasivan (2010) dimana faktor rhinogen paling mendominan sebanyak 328 penderita (82,4%). Pada penelitian ini didapati kejadian sinusitis dentogen sebanyak 135 penderita (27,2%) dikarenakan tingkat kesadaran masyarakat di Indonesia terhadap kesehatan gigi dan mulut masih rendah jika dibandingkan dengan masyarakat luar. Kejadian sinusitis maksilaris yang paling sering menandakan bahwa selain faktor rinogen atau tersumbatnya KOM, faktor dentogen juga memainkan peranan yang penting sebagai salah satu penyebab sinusitis maksilaris kronis. Anatomi sinus maksilaris sedemikian rupa sehingga menyebabkan ia mudah terinfeksi. Dasar sinus maksilaris terletak lebih rendah dari ostium sehingga ia harus bergantung sepenuhnya pada pergerakan silia untuk mengeluarkan kuman atau benda asing yang masuk bersama udara pernafasan. Hambatan pada pergerakan silia akan menyebabkan sekret terkumpul dalam sinus yang seterusnya menjadi media pembiakan bakteri (Mangunkusumo & Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2011).

5.2.5 Deskripsi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik THT

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012

Berdasarkan Penatalaksanaan.

Berdasarkan Penelitian Penatalaksanaan yang paling sering digunakan adalah farmakologi sebanyak 274 penderita (55,1%). Hal ini sejalan dengan penelitian Multazar (2008) penatalaksanaan paling banyak adalah dengan farmakologi sebanyak 229 penderita (77,3%), dan Stephen (2011) penatalaksaan yang paling terbanyak adalah farmakologi 146 sebanyak penderita (77,7%).

(40)
(41)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu :

1. Berdasarkan umur yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis umur 30-39 tahun sebanyak 35% dan yang paling sedikit menderita sinusitis kronis umur < 9tahun sebanyak 0,6%.

2. Berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis adalah perempuan sebanyak 64% dan yang paling sedikit adalah laki-laki sebanyak 36%.

3. Berdasarkan keluhan utama yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis adalah hidung tersumbat sebanyak 65% dan yang paling sedikit adalah hidung berdarah dan nyeri pipi masing-masing sebanyak 1,8%

4. Berdasarkan etiologi yang paling banyak menderita sinusitis maksilaris kronis adalah rhinogen sebanyak 72,8% dan yang paling sedikit adalah dentogen sebanyak 27,2%.

5. Berdasarkan penatalaksanaan yang paling banyak di berikan pada penderita sinusitis maksilaris kronis secara farmakologi sebanyak 55,1% dibandingkan dengan non farmakologi sebanyak 44,9%.

6.2 Saran

1. Bagi tempat penelitian diharapkan agar dapat memberikan penyuluhan terhadap masyarakat tentang penyebab terjadinya sinusitis, agar kedepan nya insiden sinusitis menjadi berkurang

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Adams, George L. Boies: buku ajar penyakit THT (Boeis fundamentals of otolaryngology). Edisi ke-6. Jakarta: EGC, hal; 174, 240-247, 1997.

Arivalagan Privina, Gambaran Rinosinusitis Kronis di RSUP HAM Pada Tahun

2011

Ballenger JJ, 1994, Aplikasi Klinis Anatomi dan Fisiologi Hidung dan Sinus Paranasal dalam Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Jilid satu. Edisi 13. Binarupa Aksara. Jakarta. hal: 1-27.

Dhawan VK. Otitis externa otitis media sinusitis. In: Yoshikawa TT, Norman DC, editors. Infectious disease in the aging: a clinical handbook (Second Edition). Los Angeles: Humana press; 2009 [dalam journal e-Biomedik

(eBM),

Hilger PA, 1997, Penyakit Sinus Paranasalis dalam Boies Buku Ajar Penyakit THT-KL. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. hal: 240-59. Hellgren J, 2008, Ocupational Rhinosinusitis. In: Current Allergy and Asthma

Reports. Department of ear, Nose and Throat and head and Neck Surgery. 8 ed. p: 234-9.

Jones R, 2004, Ear, Nose and Throat Problem. In: Oxford Textbook of Primary Medical Care. Clinical Management, Publish In United States. Vol. 2. p: 724-8

Greenberg I Michael, Kedokteran Kedaruratan, Jilid I, Penerbit Erlangga: Jakarta, hal;124, 2004

Lindbakc M. Hickner. Ear Nose and Throat problems. In: Jones R, Britten N Culpepper L, grol R, Mant D, Silagy C, et al, editors. Oxford textbook of primary medical care. 2nd volume. New York: Oxford University, 2005

[dalam journal e-Biomedik (eBM)

2013].

Lund, V.J. and Jones, J.R., 2008. Surgical management of rhinosinusitis. In: Browning G.G., et al. Scott-Brown's Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery. 7th ed. Great Britain: Hodder Arnold, 1481-1495.

(43)

Mangunkusumo E, Soetjipto D, Dalam Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta: FK UI, hal; 150, 154-155, 145-153, 2011. Mangunkusumo E, Rifki N, 2000, Sinusitis dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorok. Edisi Keempat. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. hal: 121-5.

Mansjoer dkk, Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke-3 Jilid I, Media Aesculapius, Jakarta: FKUI, hal; 102, 2000.

Mehra, P. and Murad, H., 2004. Maxillary sinus disease of odontogenic origin. Otolaryngologic Clinics of North America. Vol 37. 347-364

Michael Beniger MD. Nasal endoscopy. It’s Role in Office Diagnosis. American Journal of Rhinology Vol.II, No. March-April 1977

Multazar Agus, Karakteristik Penderita Rinosinusitis Kronik di RSUP. HAM

T

Nerwan Dorland WA. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi ke-5. Indonesia: EGC,

2000 [dalam journal e-Biomedik (eBM)

April 2013].

Paramasivan Kharuna Malar, Gambaran Penderita Sinusitis di RSUP HAM Pada

Tahun 2010

Prastyo Stephen Jhon, Karakteristik Penderita Rinosinusitis Kronik di RSUP.

HAM T

2013

Rifk Nusjirwan. Sinusitis kronis dan Sinusitis akut berulan, Konsep Patofisiologi saat ini dan Penatalaksaannya. Dalam pendidikan Dokter Berkelanjutan PKB Uji Diri, yayasan penerbit IDI, 1995.

Smeltzer, Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi ke-8. Jakarta: EGC, hal; 508, 2001.

Thaariq Kumala at, Karakteristik Penderita Sinusitis di RSUP. HAM Pada Tahun

2011

(44)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Riwayat Pribadi

Nama : Andri Winata Sitepu

Nim : 0900100300

Tempat/tgl lahir : Medan, 06 Oktober 1991

Agama : Islam

Nama Ayah : drs.H.Darwin Sitepu M.AP Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil Nama Ibu : drg.Hj.Juliati

Pekerjaan : dokter gigi

Alamat : Jl. Bakaran Batu No.30a Lubuk Pakam

B. Riwayat Pendidikan

(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)

88 MN 22 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung berdarah

(52)

132 NH 32 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 147 BGJ 38 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 148 LKU 55 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Bersin

149 RTG 59 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 150 HTY 42 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 151 LKI 39 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat

158 WJM 45 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 159 LEP 27 Perempuan Dentogen Obat – obatan Nyeri pipi

160 JM 25 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 161 RE 29 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Bersin

(53)

176 DF 39 Perempuan Dentogen Obat – obatan Bersin 182 SDR 39 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 183 ERD 30 Perempuan Rhinogen bedah Hidung gatal 195 LKM 29 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 196 DLT 28 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Bersin

197 DE 39 Perempuan Dentogen Obat – obatan Bersin

(54)

220 NY 39 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung berbau 243 DWS 22 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 244 KRP 24 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung tersumbat 253 DES 12 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 254 LSM 39 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat

261 SKK 45 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 262 FG 17 Perempuan Dentogen Obat – obatan Nyeri pipi

(55)

264 STN 29 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Bersin

265 WND 33 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 266 SBR 25 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 267 SSL 34 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Nyeri pipi 277 LAS 27 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 278 DSL 28 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Bersin

279 LMN 17 Perempuan Dentogen Obat – obatan Bersin

280 MNF 23 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 281 VMN 47 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 282 DPR 33 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 291 BHF 27 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 292 TPK 27 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 293 LER 28 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Bersin

294 TRP 39 Perempuan Dentogen Obat – obatan Bersin

295 ZRP 23 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 296 VTR 47 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 297 EWE 33 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 298 TW 35 Laki-Laki Dentogen Obat – obatan Hidung Berair 299 EMN 37 Laki-Laki Dentogen bedah Hidung tersumbat 300 MON 31 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat

(56)

308 LLK 26 Perempuan Rhinogen bedah Hidung gatal 315 CNT 45 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 316 KPT 38 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 332 ERM 32 Perempuan Rhinogen Bedah Hidung tersumbat 333 VFT 36 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 347 TUD 38 Perempuan Dentogen Bedah Hidung tersumbat 348 LK M 55 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Bersin

(57)

352 BD 17 Laki-Laki Rhinogen Bedah Hidung tersumbat

358 LKA 45 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 359 RTD 27 Perempuan Dentogen Obat – obatan Nyeri pipi

360 PMN 25 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 361 MNE 29 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Bersin

362 VVI 33 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 363 EOI 25 Laki-Laki Dentogen Obat – obatan Hidung tersumbat 371 PLE 27 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 372 LW 19 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 373 KE 28 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Bersin

374 ZP 39 Perempuan Dentogen Obat – obatan Bersin

(58)

396 PWT 38 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 397 PLN 39 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung berbau 398 BRZ 38 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung tersumbat 399 NZL 34 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Bersin

400 SND 56 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 401 MC 54 Laki-Laki Dentogen bedah Hidung tersumbat 420 PRT 22 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 421 LTE 24 Laki-Laki Rhinogen bedah Hidung tersumbat

429 SWP 59 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 430 VMS 42 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 431 SLP 39 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat

(59)

440 SPM 25 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Hidung tersumbat 441 MNI 29 Laki-Laki Rhinogen Obat – obatan Bersin

442 ANJ 33 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 443 BWE 25 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 444 SSN 34 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Nyeri pipi 454 LWI 27 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 455 JL 27 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 456 DP 28 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Bersin

457 NM 39 Perempuan Dentogen Obat – obatan Bersin

(60)

484 PPT 27 Perempuan Rhinogen bedah Hidung tersumbat 485 WND 27 Perempuan Dentogen bedah Hidung tersumbat 486 RZK 28 Perempuan Rhinogen Obat – obatan Bersin

487 RR 39 Perempuan Dentogen Obat – obatan Bersin

(61)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid <9 tahun 3 0.6 0.6 0.6

10 - 19 tahun 19 3.8 3.8 4.4

20 - 29 tahun 169 34.0 34.0 38.4

30 - 39 tahun 174 35.0 35.0 73.4

40 - 49 tahun 69 13.9 13.9 87.3

50 - 59 tahun 50 10.1 10.1 97.4

> 60 tahun 13 2.6 2.6 100.0

Total 497 100.0 100.0

(62)

Gambar

Tabel 5.1.  Distribusi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik
Tabel 5.3.  Distribusi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik
Tabel 5.5.  Distribusi Penderita Sinusitis Maksilaris Kronis di Poliklinik

Referensi

Dokumen terkait

Dalam berbagai hal benda-benda kerja yang dibentuk melalui proses pengecoran memiliki keunggulan baik sifat maupun efisiensi pembentukannya, bahkan tidak dimiliki

tindak lanjut dari permintaan yang belum dipenuhi, penolakan permintaan informasi publik disertai dengan alasan penolakannya dan waktu yang diperlukan dalam memenuhi

[r]

Membuat persamaan logika sesuai tabel kebenaran hasil penuangan karateristik rangkaian yang diinginkan dengan teliti, jujur, dan tanggung jawab1. Menerapkan kaidah-kaidah

Pembelajaran Problem Solving yang diterapkan di SDN Suko I Sidoarjo dalam memecahkan masalah soal cerita dapat berjalan dengan efektif karena adanya kemampuan guru

Sehubungan hal tersebut di atas, maka Pokja akan melakukan verifikasi terhadap semua data dan informasi yang ada dalam formulir isian kualifikasi dengan memperlihatkan dokumen

satisfaction of retailers and, on the contrary, poor quality service will cause dissatisfaction; second, service quality has positive influence on trust, which means that good or

Sebelumnya ustadz/ustadzah menjelaskan tujuan mempelajari ilmu tajwid beserta hukumnya kepada santri agar santri senantiasa membaca Al-Qur’an sesuai dengan kaidah