• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PEMBELAJARAN MUSIK ANGKLUNG PADAENG PADA KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DI TINGKAT PERGURUAN TINGGI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL PEMBELAJARAN MUSIK ANGKLUNG PADAENG PADA KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DI TINGKAT PERGURUAN TINGGI."

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

vi DAFTAR ISI

PERNYATAAN

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iv

BAB I PENDAHAULUAN 1

A. LATAR BELAKANG MASALAH 1

B. RUMUSAN MASALAH 19

C. TUJUAN PENELITIAN 24

D. MANFAAT PENELITIAN 25

G. SISTEMATIKA PENULISAN 28

BAB II KAJIAN PUSTAKA 30

A. MUSIK ANGKLUNG PADAENG 30

B. PARADIGMA PENDIDIKAN MUSIK ANGKLUNG

PADAENG 53

C. PERKEMBANGAN MUSIK ANGKLUNG PADAENG DARI PERSPEKTIF PENDIDIKAN, POLITIK,

SOSIAL, DAN EKONOMI 60

D. PROSES PEMBELAJARAN MUSIK ANGKLUNG

PADAENG 74

E. MODEL PEMBELAJARAN 80

F. MUSIK ANGKLUNG PADAENG PADA KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DI PERGURUAN

(2)

vi

BAB III METODE PENELITIAN 86

A. DESAIN PENELITIAN 86

B. DEFINISI OPERASIONAL 91

C. INSTRUMEN PENELITIAN 96

D. PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENELITIAN 98

E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA 101

F. TEKNIK ANALISIS DATA 105

G. PROSEDUR DAN TAHAP-TAHAP PENELITIAN 108

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN 111

A. PETA PEMBELAJARAN PEMBELAJARAN MUSIK ANGKLUNG PADAENG PADA KEGIATAN

EKSTRAKURIKULER DI TINGKAT PERGURUAN TINGGI 111

B. PROSES PEMBELAJARAN MUSIK ANGKLUNG PADAENG PADA KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DI TINGKAT

PERGURUAN TINGGI 138

C. MODEL PEMBELAJARAN MUSIK ANGKLUNG PADAENG PADA KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DI TINGKAT

PERGURUAN TINGGI 198

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 218

A. KESIMPULAN 218

B. REKOMENDASI 231

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Di Jawa Barat, musik angklung dibagi menjadi dua kelompok yaitu angklung tradisional dan angklung Padaeng. Angklung tradisional tersebar dibeberapa daerah di Jawa Barat diantaranya: Angklung Baduy dari Baduy – Banten; Dog-dog Lojor dari Sukaresmi – Sukabumi; Angklung Buncis dari Arjasari – Banjaran, Ujung Berung – Bandung; Angklung Gubrag dari Cipining– Bogor; Angklung Sered dan Angklung Badud dari Ciamis/ Tasikmalaya; Angklung

Bungko dari Cirebon; Angklung Badeng dari Sanding – Garut.

Angklung-amgklung tersebut semuanya memiliki tangganada atau laras hampir mirip dengan laras salendro dalam karawitan (musik tradisi Sunda). Angklung Padaeng adalah angklung yang lebih dikenal di kalangan masyarakat pendidikan dan masyarakat pencinta dunia seni pertunjukan (entertainment) yang sering disebut juga angklung diatonis. Sampai sekarang jenis angklung inilah yang paling populer dan berkembang khususnya di Jawa Barat, umumnya di seluruh pelosok tanah air bahkan sampai ke berbagai belahan dunia.

(4)

ekstrakurikuler saja, belum masuk ke dalam sebuah kurikulum yang dibakukan. Selain itu proses kegiatan pembelajaran dengan menggunakan angklung hanya untuk kegiatan siswa dalam mencapai sebuah tujuan pertunjukan.

Angklung Padaeng adalah sebuah alat musik bambu yang namanya diambil dari penciptanya yaitu Daeng Soetigna. Penamaan Angklung Padaeng menurut Sanu’i (Sumasono dan Garnasih, 2009:296) adalah hasil usulan dalam konferensi PGRI tahun 1964, di mana tiga orang tokoh pendidikan yang berjasa seperti Rd. Mahjar Koesoemadinata, Daeng Soetigna, dan Koko Koswara mendapat Anugrah Presiden dalam bentuk Satya Lencana Kebudayaan, kemudian dalam konferensi tersebut diproklamirkan pula nama angklung diatonis menjadi Angklung Padaeng.

(5)

harmoni. Selain dapat menjadi sarana hiburan, sebagai alat komunikasi dan diplomasi, juga dapat menjadi salah satu alat atau media pendidikan. Dari sisi garapan musik yang dihasilkan angklung ini memperluas ‘repertoar’ musiknya, misalnya dapat menampilkan berbagai jenis musik, seperti: pop, keroncong, rock, jazz, dangdut bahkan jenis musik kontemporer dan musik klasik.

Sampai saat ini, popularitas angklung Padaeng sudah cukup baik. Di lain pihak timbul berbagai wacana tentang musik angklung tersebut, misalnya, musik angklung itu memiliki nilai pendidikan yang tinggi seperti, gotong royong, kerja kolektif, kebersamaan, tanggung jawab, disiplin, toleransi, menghargai orang lain, melatih konsentrasi, pendidikan musik dan medium untuk ‘character building’. Hal ini terjadi karena, musik angklung Padaeng adalah jenis musik orkestra atau ensambel yang melibatkan banyak orang sehingga, di dalamnya terdapat komunikasi dan interaksi sosial diantara sesamanya.

Proses terjadinya transformasi pengetahuan atau pengalaman dalam bentuk verbal maupun non verbal (teknis/ praktek) pada manusia, menggunakan beragam teknik, metode, model, dan sebagainya. Contohnya seperti pengembangan kualitas diri dalam hidup bersosialisasi di tengah masyarakat, dan dalam mempertahankan kelangsungan hidup. Hal itu dilakukan secara sadar, tanpa disadari, secara formal, maupun non formal.

(6)

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Rusman (2011:3) juga mengemukakan bahwa “dalam proses pendidikan diperlukan ‘pendidik’ yang memberikan keteladanan, membangun kemauan, serta mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik.”

Pengajaran diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan guru dalam menyampaikan pengetahuan kepada siswa. Pengajaran berlangsung sebagai suatu proses yang saling mempengaruhi antara guru dan siswa. Sedangkan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran diartikan juga usaha guru untuk menciptakan suasana yang menyenangkan untuk belajar, yang memikat siswa merasa terpanggil untuk belajar.

(7)

merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran, yang dipergunakan guru untuk mencapai sebuah tujuan pendidikan sebagai seorang tenaga professional.

Rusman (2010:132) mengemukan juga bahwa proses pembelajaran adalah sebuah upaya bersama antara guru, pendidik, dosen, atau orang dewasa dengan siswa, peserta didik, mahasiswa atau orang yang belum dewasa untuk berbagi dan mengolah informasi dengan tujuan agar pengetahuan yang terbentuk

ter-internalisasi dalam diri peserta didik dan menjadi landasan belajar secara mandiri

dan berkelanjutan. Maka kriteria keberhasilan sebuah proses pembelajaran adalah munculnya kemampuan belajar berkelanjutan secara mandiri.

Sebuah proses pembelajaran yang baik, paling tidak harus melibatkan tiga aspek, yaitu: aspek psikomotorik, aspek kognitif, dan aspek afektif, karena dari ke tiga aspek tersebut merupakan inti dari sebuah tujuan pembelajaran seperti dikemukakan oleh Bloom dan Krathwohl dan Blomm yang sering dikutip oleh beberapa penulis buku tentang pendididkan termasuk oleh Rusman (2010:171) bahwa tujuan pembelajaran diklasifikasikan menjadi tiga ranah/ domain, yaitu:

Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang

menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pemahaman, Aplikasi, Analisis, Sintesis, dan evaluasi.

Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan

aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri, serta memiliki lima tingkatan dari rendah sampai tinggi, yaitu: penerimaan, responding, penilaian, pengorganisasian, dan karakterisasi.

Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang

(8)

Proses

Pem-belajaran

Aspek kognitif difasilitas melalui berbagai aktifitas penalaran dengan tujuan terbentuknya penguasaan intelektual atau pengetahuan. Aspek afektif dilakukan lewat aktifitas pengenalan dan kepekaan lingkungan dengan tujuan terbentuknya kematangan emosional. Sedangkan aspek Psikomotorik dapat difasilitasi lewat adanya praktikum-praktikum dengan tujuan terbentuknya ketrampilan praktis. Ketiga aspek tersebut bila dapat dijalankan dengan baik akan membentuk kemampuan berfikir kritis dan munculnya kreativitas. Dua kemampuan inilah yang mendasari problem solving skill (kemampuan mengatasi masalah) yang diharapkan terwujud dalam diri mahasiswa. Apabila digambarkan dalam sebuah pola model pembelajaran, adalah sebagai berikut:

Gambar. 1. MODEL PEMBELAJARAN

Beberapa tokoh seperti Kemp, Dick, Carey, dan Roy Kellen yang dikutip oleh Rusman (2010:132) mengemukakan bahwa model pembelajaran pada dasarnya

PENDEEATAN

STRATEGI

MATERI

METODE

MEDIA

TUJUAN

EOGNITIF

AFEETIF

(9)

merupakan pengelolaan dan pengembangan yang dilakukan terhadap komponen-komponen pembelajaran, seperti: metode, pendekatan, strategi, materi, media dan sebagainya. Pembelajaran merupakan interaksi antara guru dengan siswa, baik secara langsung seperti kegiatan tatap muka di kelas maupun secara tidak langsung, dengan menggunakan berbagai media untuk mencapai tujuan pendidikan.

Joyce dan Weil (2009) menyusun model pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip pendidikan, teori-teori psikologis, sosiologis, psikiatri, analisis sistem, dan atau teori-teori lain. Lebih lanjut Joyce dan Weil mempelajari model-model pembelajaran berdasarkan teori belajar yang dikelompokkan menjadi empat model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial, (2) model pemrosesan informasi, (3) model personal (personal models), (4) model modifikasi tingkah laku (behavioral). Empat jenis model pembelajaran tersebut masing masing memiliki ciri khas, karakteristik, pendekatan, strategi, metoda, dan sebagainya.

Sama halnya seperti yang dilakukan oleh Daeng Soetigna sebagai seorang guru yang professional. Terilhami oleh sebuah tuntutan bahwa agar tujuan pembelajaran dapat tercapai, maka ia menciptakan alat musik angklung. Daeng Soetigna dengan angklungnya dapat mengajak semua siswa menjadi aktif dalam satu permainan musik, yang mana dalam prosesnya tidak memerlukan suatu keahlian khusus dari setiap peserta didik, cukup dengan kemauan, dapat bekerjasama, dan rasa percaya diri yang kuat.

(10)

dalam bentuk buku atau tulisan sebagai acuan bagi generasi penerusnya. Proses regenerasi pengajar atau pelatih yang terjadi sampai saat ini adalah, seseorang yang dapat menjadi pelatih atau pengajar angklung, adalah mereka yang pernah menjadi pemain angklung serta memiliki kemampuan dan kemauan untuk berani tampil di depan peserta atau pemain angklung.

Sosok Daeng Soetigna di mata murid-muridnya begitu sangat ‘disegani’ (bukan berarti ditakuti). Antara guru dan murid seolah ada pembatas. Seorang murid yang memiliki kesulitan dalam belajar terkadang segan untuk bertanya langsung kepada gurunya, sehingga timbul sebuah paradigma seperti ‘pakem’. Figur seorang guru menjadi tauladan bagi siswa, bahkan semua yang dikatakan oleh guru itu adalah benar, menyimpang sedikit saja seolah melanggar sebuah aturan. Hal ini terjadi terus menerus sampai sekarang layaknya sebuah peribahasa “guru itu harus digugu dan ditiru”.

(11)

sehingga, si anak tersebut dapat menemukan atau memecahkan masalahnya sendiri.

Berdasarkan pada klasifikasi Angklung Padaeng terdapat dua jenis angklung, yaitu angklung melodi, dan angklung pengiring. Angklung melodi adalah alat musik yang mempunyai satu nada, setiap orang minimal memegang satu buah angklung. Ketika akan memainkan sebuah lagu, tentunya lagu tersebut merupakan hasil penyusunan nada-nada, kemudian menjadi melodi dan akhirnya menjadi sebuah lagu. Apabila lagu tersebut dimainkan secara keseluruhan, maka harus dibangun oleh setiap individu yang telah memegang angklung. Apabila satu nada tidak berbunyi berarti lagu tersebut tidak berhasil. Jelaslah dalam proses memainkan lagu memerlukan sebuah tanggungjawab setiap individu, disiplin pada tugas masing-masing, saling menghargai, di mana kita berbunyi, dan di mana orang lain berbunyi, serta bersama-sama mencapai satu tujuan yaitu menjadikan lagu tersebut dapat didengar dan diapresiasi.

(12)

Kegiatan atau proses pembelajaran musik angklung di perguruan tinggi adalah salah satu kegiatan yang termasuk dalam kegiatan ekstrakurikuler dengan istilah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang biasanya di bawah pembinaan Pembantu Rektor atau Direktorat Bidang Kemahasiswaan.

Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) adalah wadah atau organisasi aktivitas kemahasiswaan untuk mengembangkan minat, bakat dan keahlian tertentu bagi para anggotanya. Seperti yang tercantum dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tahun 1998 Bab I ketentuan umum diantaranya:

Organisasi kemahasiswaan intra perguruan tinggi adalah wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa ke arah perluasan wawasan dan peningkatan kecendekiawanan serta integritas kepribadian untuk mencapai tujuan perguruan tinggi”

Organisasi kemahasiswaan adalah wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa untuk menanamkan sikap ilmiah, pemahaman tentang arah profesi dan sekaligus meningkatkan kerjasama, serta menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan

Organisasi kemahasiswaan diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh dan untuk mahasiswa dengan memberikan peranan dan keleluasaan lebih besar kepada mahasiswa. (Pedoman Kegiatan Kemahasiswaan UPI, 2010:84)

Secara umum kegiatan kemahasiswaan berorientasi kepada peningkatan kualitas mahasiswa untuk mendukung pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi. Hal tersebut dilaksanakan guna memperoleh dan memperkaya kompetensi professional, kepribadian dan sosial, sehingga dapat memperkuat citra kelembagaan.

(13)

Indonesia (UPI) dengan KABUMI UPI, dan Sekolah Tinggi Bahasa Asing (STBA-ABA) Yapari Bandung dengan Gentra Seba. Keluarga Paduan Angklung Institut Teknologi Bandung (KPA ITB) adalah sebuah unit kegiatan mahasiswa (UKM) yang memfokuskan pada alat musik tradisional sunda angklung. KPA ITB berdiri pada 17 Maret 1972 dan merupakan pecahan dari unit Paduan Suara Mahasiswa. KPA ITB memiliki kegiatan dwitahunan yang secara rutin dilakukan setiap 2 tahun sekali secara begantian, yaitu Festival Paduan Angklung dan Konser Paduan Angklung. Konser terakhir dilaksanakan pada bulan Nopember 2010, bertemakan When The Legends Come Alive Through Angklung. Pada tahun 2009 diadakan Festival Paduan Angklung XII. Kegiatan rutin lainnya dari KPA ITB adalah mengisi acara pada sidang terbuka Wisuda, Dies Natalis, dan Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) ITB, serta penampilan – penampilan lain baik di luar maupun di dalam kampus ITB. KPA ITB juga telah merambah dunia internasional, yaitu dengan tampil di acara Cultural Journey di Malaysia, pada bulan Agustus 2007, dalam rangka memperingati hari kemerdekaan Indonesia dan Malaysia, dan di Jerman dalam acara Museum Sufer Fest di Frankfurt tahun 2008, dan terakhir, pada bulan Maret 2011, tampil pada acara open house sebuah perusahaan di Singapura.

(14)

menampilkannya di Jerman dan negara-negara Eropa lainnya. Usul itu didasarkan pada kenyataan bahwa masyarakat Eropa pada umumnya hanya mengenal tari Jawa dan Bali saja sebagai citra seni budaya Indonesia. Kabumi UPI merupakan salah satu organisasi kemahasiswaan yang berada dibawah pembinaan dan pengembangan Unit Pelaksana Teknis Kebudayaan UPI dan Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama UPI yang menganut azas kekeluargaan sehingga sifat keangotaannya “volunteer” atau sukarela. Dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari, KABUMI tidak luput dari visi, misi, tujuan KABUMI, kode etik dan janji KABUMI.

Sebagai grup kesenian mahasiswa, Kabumi bisa dibilang mempunyai pengalaman dan prestasi yang luar biasa. Ada beberapa penilaian baik itu secara kuantitatif maupun kualitatif terhadap kegiatan Kabumi UPI. Dari sekian banyak pengalaman yang memiliki nilai prestasi yang patut dibanggakan dua diantaranya adalah: sejak tahun 1986 – 2004 Kabumi selalu mengisi acara kenegaraan di Istana Negara Jakarta untuk menjamu tamu kenegaraan dalam jamuan santap malam, kemudian sejak tahun 1986 – 2009 sebanyak 17 kali mengirim tim kesenian ke luar negeri dalam misi kebudayaan, dan menjadi salah satu peserta International Folklore Festival di beberapa Negara di Asia, Eropa Barat, Eropa Timur, dan Afrika Selatan.

(15)

be ; get it dan learning to live together ; socialized it

“(http://www.unesco.org/delors/: 1999). Hal ini dimaksudkan agar tidak terlepas

dari proses dinamika dan kebangkitan Indonesia dalam pembentukan bangsa yang utuh, penuh persatuan dan kesatuan untuk mendapatkan jati dirinya agar dapat hidup bersama, berdampingan dalam kesetaraan dan keharmonisan dengan bangsa-bangsa lain di dunia sebagai manusia.

(16)

Padaeng (KPAP). Prestasi yang sudah diraih sangat banyak baik dalam tingkat lokal, regional, nasional maupun internasional.

Kelompok Paduan Angklung Padaeng (KPAP) Gentra Seba sangat maju dan berkembang dengan baik, karena secara kebetulan proses pembelajarannya dilatih oleh dua orang murid Daeng Soetigna yang sampai sekarang masih aktif dalam musik angklung yaitu Bapak Obby AR. Wiramiharja dan Bapak Edi Permadi. Prestasi yang pernah dialami pada tahun 1994 di dukung oleh lima orang penari dalam rangka misi kebudayaan ke Jepang, pada tahun 1995 berangkat ke Malayasia, dan terakhir pada tahun 1997 memenuhi undangan untuk kolaborasi dengan musik lain dari berbagai Negara yang diselenggarkan di Jepang.

Berdasarkan prestasi yang telah dicapai oleh ketiga perguruan tinggi tersebut di atas, kegiatan musik angklung sangat berdampak positif, baik kepada mahasiswa, maupun kepada lembaga itu sendiri. Keberhasilan tersebut tentu akan sangat membantu bagi popularitas dan pengembangan bagi lembaga tersebut. Pengembangan disetiap lembaga perguruan tinggi selalu didasari oleh visi, misi dan tujuan yang intinya selalu mengutamakan peningkatan kualitas pencitraan lembaga dan mencari jalinan kemitraan dengan yang lain.

(17)

untuk sementara tidak dapat dipungkiri bahwa musik angklung Padaeng memiliki nilai pendidikan yang tinggi, apalagi ditunjang dengan sebuah proses pembelajaran yang baik.

Nilai positif yang lainnya adalah, tidak semua lembaga perguruan tinggi dapat dengan mudah masuk istana negara, gedung pemerintahan, mendapat undangan dari pihak pemerintahan atau swasta untuk mengisi suatu acara baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Perguruan tinggi adalah salah satu lembaga yang dapat membantu proses regenerasi bagi pendidik-pendidik angklung. Sampai saat ini sudah terbukti bahwa, beberapa tenaga pelatih atau pengajar musik angklung sudah tersebar di berbagai tingkatan sekolah yang tersebar di beberapa wilayah Jawa Barat, Jakarta, dan luar Jawa bahkan sampai ke manca negara, berasal dari mahasiswa atau alumni unit kegiatan mahasiswa dalam bidang musik angklung. Meskipun tidak secara formal, proses peregenarasian dilakukan, tetapi paling tidak untuk menjadi seorang guru (pelatih) nampaknya harus dari pribadi yang sudah dewasa tingkat pemahaman dan pemikirannya. Oleh karena itu, hal ini harus terus diupayakan sehingga dapat membantu program pengembangan dan pelestarian dari musik angklung itu sendiri. Lebih jauh lagi konstribusi musik angklung terhadap dunia pendidikan akan semakin membaik.

(18)

ini, tetapi dampak positifnya sekarang banyak lembaga-lembaga pendidikan menyertakan angklung sebagai salah satu kegiatan dalam lembaga itu, bahkan lahir ide-ide untuk menyelenggarakan kegiatan lomba, festival dan sebagainya. Hal ini cukup baik apabila dilihat dari aspek pelestarian, tetapi sebuah lembaga pendidikan tidak cukup sebatas pelestarian, harus ada aspek-aspek pendidikan yang terkandung di dalamnya. Bahkan dari banyaknya lembaga pendidikan yang menyertakan musik angklung terutama angklung Padaeng, maka mereka mempunyai harapan supaya angklung dapat dijadikan dan dimasukan sebagai salah satu kegiatan intrakurikuler dengan kurikulum yang resmi dilegalisasi oleh pemerintah terkait, sehingga tujuan pendidikan dapat lebih tersosialisasi dengan baik dan terencana dan akhirnya pendidikan musik angklung dapat sejajar dengan pendidikan seni yang lainnya.

Selain itu, dampak lain timbul pada lembaga pemerintahan dan masyarakat secara umum, yang berupaya untuk mensosialisasikan angklung ini supaya dapat diakui bahwa alat ini adalah milik bangsa Indonesia. Dari upaya tersebut akhirnya terwujud dalam pengakuan dunia seperti yang baru-baru ini yaitu pengukuhan angklung oleh Unesco sebagai daftar perwakilan warisan budaya tak benda milik manusia (Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity) Pada Sesi Evaluasi Nominasi untuk Inskripsi 2010 tentang Representative List of

the Intangible Cultural Heritage of Humanity, Sidang ke-5 Inter-Governmental

(19)

Intingable Cultural Heritage of Humanity" (ROSI INC. www.rosi-inc.com:

2010)

Angklung dinilai Unesco mengandung nilai-nilai dasar kerjasama, saling menghormati, dan kaya akan nilai harmoni sosial, yang menjadi identitas budaya masyarakat Jawa Barat dan Banten. Unesco juga menilai, angklung hanya ditemukan di Indonesia, yang tercatat dalam Prasasti Cibadak tahun 1030 Masehi. Prasasti itu mencatat, angklung biasanya digunakan raja Sunda Sri Jaya Bupati untuk acara keagamaan. Pengakuan Unesco ini memperpanjang daftar warisan asli budaya Indonesia yang diakui dunia setelah sebelumnya keris, batik dan wayang. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata menargetkan 10 warisan budaya Indonesia lainnya untuk diakui dunia hingga tahun 2014.

Keberhasilan angklung setelah diakui dunia yang berasal dari Indonesia, sungguh suatu prestasi yang luar biasa, tetapi tidak cukup dengan itu saja. Angklung bukan saja diupayakan untuk dilestarikan, tetapi bentuk pengembangan dan peningkatan kualitas juga harus terus diupayakan sehingga dapat memberikan konstribusi yang lebih baik bagi dunia pendidikan di negara kita.

(20)

menemukan bagaimana sebuah formula yang paling efektif seperti model pembelajaran musik angklung, sehingga dapat memberikan sebuah acuan bagi generasi-generasi atau bagi mereka yang ingin memiliki kegiatan musik angklung di berbagai kalangan atau lingkungan.

Berdasarkan pada beberapa permasalahan tersebut, sebagai salah satu upaya untuk memberikan alternatif pemecahannya, peneliti melakukan sebuah kajian dan pengamatan terhadap proses pembelajaran musik angklung Padaeng yang diselenggarakan di perguruan tinggi yang memilki unit kegiatan mahasiswa dalam bidang musik angklung Padaeng seperti: KPA ITB, KABUMI UPI, dan Gentra Seba STBA-ABA Yapari Bandung. Pilihan ketiga kelompok tersebut berdasarkan pada prestasi yang telah diraih sampai saat ini, kemudian kelangsungan kegiatan mereka sampai saat ini terus berjalan dan terus melahirkan generasi-generasi baru, baik dari kepelatihan maupun anggota secara umum.

(21)

B.RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pada latar belakang tersebut di atas, studi pendahuluan dan pengalaman saya selama mengeluti proses pembelajaran musik angklung, ditemukan beberapa hal diantaranya bahwa proses pembelajaran musik angklung yang terselenggara di tiga perguruan tinggi sampai saat ini masih terus berjalan dan melahirkan generasi-geransi berikutnya baik sebagai pelatih maupun peserta latihan. Proses pembelajaran cenderung lebih terfokus pada satu tujuan yaitu, terselenggaranya sebuah pertunjukan musik angklung atas dasar permintaan atau pesanan dari sebuah lembaga pemerintah atau instansi swasta sebagai pelengkap dalam sebuah perayaan, penyambutan tamu, dan sebagainya. Selain itu tujuan akhir dari proses pembelajaran hanya memenuhi target capaian dalam sebuah

event pertunjukan atau lomba.

Hal tersebut di atas terjadi karena sampai saat ini belum ada sebuah pola untuk menjadi acuan tentang bagaimana sebuah proses pembelajaran musik itu diselenggarakan. Selain itu, paling tidak menjadi pedoman dasar seperti yang ditemukan dalam kegiatan yang berlangsung di tiga perguruan tinggi serta mengambil sisi positifnya sesuai dengan tujuan pendidikan secara umum.

(22)

Seperti yang dikemukakan Joyce dan Weil (2009) bahwa setiap model pembelajaran memiliki ciri-ciri dan karakter diantaranya: berlatar belakang teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu; dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas; memiliki bagian-bagian model dalam pelaksanaan, yaitu: (1) urutan langkah-langkah pembelajaran

(syntax), (2) adanya prinsip-prinsip reaksi, (3) sistem sosial, dan (4) sistem

pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran; memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi: (1) dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur dan (2) dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang; membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedomaan model pembelajaran yang dipilihnya

Seperti yang dikemukakan di atas bahwa model pembelajaran dikelompokkan menjadi empat yaitu: (1) model interaksi sosial, (2) model pemrosesan informasi, (3) model personal (personal models), dan (4) model modifikasi tingkah laku (behavioral). Selain itu jenis model pembelajaran sampai sekarang terus berkembang seperti yang dibahas oleh Rusman (2010) bahwa jenis model pembelajaran yang lain diantaranya: model pembelajaran kontekstual (contextual

teaching and learning), model pembelajaran kooperatif (cooperative learning),

model pembelaaran berbasis masalah (PBM), model pembelajaran tematik, model pembelajaran berbasis komputer, model pembelajarn PAKEM, model pembelajaran berbasis web (e-learning), model pembelajaran mandiri, dan model

(23)

Di dalam penelitian studi kasus ini model pembelajaran yang paling mendekati dalam prosesnya adalah model pembelajaran kooperatif, karena Musik angklung Padaeng adalah salah satu bentuk kegiatan yang melibatkan banyak orang. Di dalam pelaksanaanya tentu akan terjadi sebuah interaksi diantara anggotanya baik dalam memainkan karya musik angklung maupun dalam kegiatan diluar musik angklung. Interkasi yang terjadi tidak hanya sekedar komunikasi melalui nada-nada tetapi dapat pula menimbulkan rasa kebersamaan, gotong royong, disiplin dan sebagainya. Selain itu, proses pembelajaran antara siswa atau peserta didik lebih mengutamakan belajar dan bekerja dalam kelompok, serta selain aktivitas dan kreativitas yang diharapkan juga dituntut interaksi dan komunikasi yang seimbang antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa, dan guru dengan siswa, seperti juga oleh Rusman (2011:203) disebut “multi way traffic comunication”

Kemudian, sebagai salah satu upaya menindaklanjuti hasil pengukuhan angklung oleh Unesco sebagai “Representative List of the Intangible Cultural

Heritage of Humanity” sehingga angklung tidak hanya sekedar pelestarian saja,

tetapi diperhatikan juga aspek pengembangan dan mengoptimalkan angklung sebagai salah satu alat musik yang dapat menjadi salah satu alternatif dalam proses pendidikan musik khususnya dan pendidikan seni pada umumnya.

(24)

Dari judul penelitian yang diajukan, terdapat beberapa variabel yang menjadi focus dalam kajian penelitian ini diantaranya, Model pembelajaran, Musik

angklung Padaeng, dan Perguruan Tinggi. Dari variable penelitian kemudian saya akan membatasi beberapa istilah dalam bentuk definisi operasional, diantaranya:

Model Pembelajaran:

Dalam kamus umum Bahasa Indonesia, model adalah sebuah rencana, representasi, atau deskripsi yang menjelaskan suatu objek, sistem, atau konsep, yang seringkali berupa penyederhanaan atau idealisasi. Bentuknya dapat berupa model fisik (maket, bentuk prototipe), model citra (gambar rancangan, citra komputer), atau rumusan matematis. Model dapat juga merujuk pada konsep dan teori

Pembelajaran dapat diartikan sebagai proses kerja sama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada dibalik potensi yang bersumer dari dalam diri siswa itu sendiri seperti minat, bakat dan kemampuan dasar yang dimiliki termasuk gaya belajar maupun potensi yang ada di luar siswa seperti lingkungan, sarana dan sumber belajar sebagai upaya untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Sebagai suatu proses kerja sama, pembelajaran tidak hanya menitikberatkan pada kegiatan guru atau kegiatan siswa saja, akan tetapi guru dan siswa secara bersama-sama berusaha mencapai tujuan pembelajaran yang ditentukan.

(25)

diantaranya adalah sebagai pedoman bagi guru dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran

Musik Angklung Padaeng:

Musik angklung Padaeng adalah salah satu jenis musik angklung dari sekian banyak jenis musik angklung yang terdapat di Jawa Barat khususnya, umumnya di Indonesia dan beberapa negara yaitu: suatu kegiatan bermain musik angklung yang dilakukan secara berkelompok dengan melibatkan banyak orang, yang mana dalam prosesnya akan terjadi komunikasi dan interaksi diantara anggotanya.

Di dalam penelitian ini penyelenggaraan pendidikan bukan dalam bentuk formal seperti mata kuliah dan sebagainya tetapi lebih pada kegiatan mahasiswa yang bias juga disebut kegiatan ekstrakurikuler sehingga tenaga pendidik tidak dikatakan dosen tetapi lebih pada pelatih atau guru.

Perguruan Tinggi

Perguruan tinggi adalah satuan pendidikan penyelenggara pendidikan tinggi. Peserta didik perguruan tinggi disebut mahasiswa, sedangkan tenaga pendidik perguruan tinggi disebut dosen. Menurut jenisnya, perguruan tinggi dibagi menjadi dua: Perguruan tinggi negeri adalah perguruan tinggi yang pengelolaan dan regulasinya dilakukan oleh negara, kemudian Perguruan tinggi swasta adalah perguruan tinggi yang pengelolaan dan regulasinya dilakukan oleh swasta.

(26)

Untuk menjawab semua permasalahan yang dimaksudkan di atas, maka diperlukan sebuah rumusan dalam bentuk pertanyaan penelitian diantaranya adalah:

1. Bagaimana proses pembelajaran musik angklung Padaeng yang diselenggarakan di KPA ITB?

2. Bagaimana proses pembelajaran musik angklung Padaeng yang diselenggarakan di KABUMI UPI?

3. Bagaimana proses pembelajaran musik angklung Padaeng yang diselenggarakan di KPAP Gentra Seba STBA-ABA Yapari Bandung?

4. Bagaimana model pembelajaran musik angklung Padaeng yang diselenggarakan di Tingkat Perguruan Tinggi?

C.TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah pertama penulis dapat memahami bagaimana proses dan model pembelajaran musik angklung yang paling efektif diselenggarakan di lembaga pendidikan khususnya pada tingkat perguruan tinggi. Inti dari penelitian ini adalah mendeskripsikan proses yang terjadi pada saat pembelajaran musik angklung dilaksanakan, kemudian hasilnya akan dikaji dan dianalisa, sehingga mendapatkan satu model pembelajaran yang dapat dievaluasi dan dikembangkan untuk kepentingan dan pengembangan musik angklung khususnya dalam bidang pendidikan.

(27)

atau formula untuk pegangan bagi guru atau pelatih musik angklung yang sampai saat ini belum paham dan kurang mengetahui bagaimana proses pemelajaran music angklung itu dilakukan.

Disesuaikan dengan rumusan masalah, dan pertanyaan penelitian maka penelitian ini bertujuan juga untuk ;

A. Mendeskripsikan proses pembelajaran musik angklung padaeng yang diselenggarakan di Kelompok Paduan Angklung Institut Teknologi Bandung. B. Mendeskripsikan proses pembelajaran musik angklung padaeng yang

diselenggarakan di Keluarga Besar Bumi Siliwangi Universitas Pendidikan Indonesia?

C. Mendeskripsikan proses pembelajaran musik angklung padaeng yang diselenggarakan di Kelompok Paduan Angklung Padaeng Sekolah Tinggi Bahasa Asing – ABA Yapari Bandung?

D. Memperoleh gambaran dan menemukan model pembelajaran musik angklung Padaeng yang diselenggarakan di Perguruan Tinggi?

D.MANFAAT PENELITIAN

Keberhasilan dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Peneliti.

(28)

luas mengenai aspek-aspek pendidikan dalam pendidikan seni pada umumnya dan pendidikan musik pada khususnya.

2. Objek yang diteliti dan masyarakat secara umum

Musik angklung yang selama ini hanya berupa sebuah alat untuk mencari nilai prestise, politik dan ekonomi saja menjadi lebih bermanfaat bagi semua bidang terutama bidang pendidikan. Selain itu bentuk pelestarian dari musik ini tidak hanya sebatas pendokumentasian dan makin banyak orang yang menggeluti musik angklung ini, tetapi lebih mengarah pada pengembangan dan pengefektifan materi seni. Ketika dibutuhkan sebuah acuan untuk sebuah pengembangan maka data-data yang telah diperoleh menjadi sumber utama atau sebagai salah satu pembanding bagi yang lainnya sehingga harapan ke arah yang lebih baik akan cepat terwujud khususnya dalam musik angklung, tidak hanya sekedar diwacanakan atauu diasumsikan oleh masyarakat secara umum.

Memberikan wawasan yang lebih bersifat akademis tentang musik angklung itu sendiri yang selama ini belum secara umum mengetahui dan mengenal musik angklung secara mendalam.

(29)

3. Lembaga Pendidikan

Sampai saat ini beberapa lembaga pendidikan formal mulai dari pra sekolah sampai tingkat perguruan tinggi bahkan lembaga pendidikan yang menghasilkan calon-calon pendidik, dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan alat musik angklung belum memiliki sebuah metoda atau model yang dijadikan sebuah acuan dalam pelaksanaannya.

Selain itu, untuk dapat dijadikan salah satu sumber rujukan atau bahan dalam kajian model-model pembelajaran sehingga akan lebih memaksimalkan segala sesuatu yang telah dan akan dilakukan penelitian atau penemuan-penemuan baru dalam rangka proses belajar mengajar.

4. Instansi Lain

(30)

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Tesis ini terdiri dari lima bab, yang masing-masing bab terdiri dari bab pendahuluan, bab landasan teoretis, bab metodologi penelitian, bab hasil penelitian dan pembahasan dan bab kesimpulan/rekomendasi. Secara terperinci tentang isi dari bab-bab tersebut adalah sebagai berikut.

Bab I Pendahuluan, membahas tentang latar belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah, definisi operasional, tujuan penelitian, manfaat penelitian, gambaran singkat tentang metode penelitian yang akan dilakukan, serta sistematika panulisan tesis.

Bab II Kajian Teoretis, membahas konsep-konsep dan teori-teori yang mendukung tentang proses pembelajaran dan model pembelajaran. Selain itu, dibahas pula tentang perkembangan dari setiap unit kegiatan mahasiswa tersebut, terutama dalam masalah tujuan dan keanggotaan termasuk pelatih-pelatih yang lahir dan pelatih yang aktif diunit terebut.

Bab III Metodologi Penelitian, membahas tentang prosedur penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik-teknik pengumpulan data, serta panduan dalam mengolah dan menganalisa data hasil penelitian.

(31)
(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif jenis studi kasus terhadap proses pembelajaran musik angklung Padaeng pada Unit Kegiatan Mahasiswa di tiga perguruan tinggi di Bandung yaitu, Kelompok Paduan Angklung Institut Teknologi Bandung (KPA ITB), Keluarga Besar Bumi Siliwangi Universitas Pendidikan Indonesia (KABUMI UPI), dan Kelompok Paduan Angklung Padaeng Gentra Seba Sekolah Tinggi Bahasa Asing- ABA Yapari Bandung (KPAP GS STBA-ABA Yapari).

Studi kasus bukanlah sebuah pilihan metodologis, namun lebih sebagai pilihan objek yang diteliti. Studi kasus adalah salah satu dari lima macam metode penelitian kualitatif interaktif. Seperti yang dikemukakan oleh Sukmadinata (2010:61- 62) bahwa “Metode kualitatif secara garis besar dibedakan dalam dua macam, yaitu kualitatif interkatif dan non interaktif…..ada lima macam metode kualitatif interaktif, yaitu etnografik; fenomenologis; studi kasus; teori dasar; dan studi kritikal.”

(33)

Selain itu McMillan dan Scumacher (2001:57) mengemukakan bahwa

Studi kasus menguji “sistem-loncat” atau kasus di seluruh rincian waktu, menggunakan sumber data yang ada dalam rancangan yang beragam. Kasus tersebut dapat berupa program kegiatan, dan aktivitas, atau loncatan waktu dan tempat individu. Kasus tidak dipilih untuk pencampaian; kasus dapat dipilih karena keunikannya atau dapat digunakan untuk menggambarkan beberapa kesungguhan.

Berdasarkan batasan tersebut dapat dipahami bahwa batasan studi kasus meliputi: (1) sasaran penelitiannya dapat berupa manusia, peristiwa, latar, dan dokumen; (2) sasaran-sasaran tersebut ditelaah secara mendalam sebagai suatu totalitas sesuai dengan latar atau konteksnya masing-masing dengan maksud untuk mernahami berbagai kaitan yang ada di antara variabel-variabelnya.

Di dalam penelitian ini peneliti mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena yang terjadi dan mengkaji bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan dan perbedaannya dengan fenomena lain berdasarkan kasus yang terjadi pada ketiga Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dalam bidang musik angklung atau kelompok paduan angklung (KPA). Seperti yang dikemukakan Sukmadinata (2010:72) “penelitian dalam bidang pendidikan dan kurikulum-pengajaran merupakan hal yang cukup penting. Mendeskripsikan fenomena-fenomena kegiatan pendidikan, pembelajaran, implementasi kurikulum pada berbagai jenis, jenjang dan satuan pendidikan.”

(34)

wawancara, catatan lapangan, gambar, foto rekaman video dan lain-lain.seperti yang dikemukan oleh Alwasilah dalam bukunya Pokoknya Kualitatif.

Penelitian deskripsi adalah gambaran verbal ihwal manusia, objek, penampilan, pemandangan, atau kejadian. Cara penulisan ini menggambarkan sesuatu sedemikian rupa sehingga pembaca dibuat mampu (seolah merasakannya, melihat, mendengar, atau mengalami) sebagaimana dipersepsi oleh panca indera. (Alwasilah 2007:114).

demikian pula yang dikemukakan oleh Kuntjaraningrat (1983:30),

Penelitian yang bersifat deskriptif, memberi gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu. Adakalanya penelitian demikian bertolak dari beberapa hipotesa tertentu, adakalanya tidak. Seringkali arah penelitian dibantu oleh adanya hasil penelitian sebelumnya. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mempertegas hipotesa-hipotesa sehingga akhirnya membatu pembentukan teori baru memperkuat teori lama.

Dalam mengunakan metode tersebut di atas peneliti mengutamakan data yang di dapat dari lapangan langsung terjun sebagai pengajar/ pelatih atau sebagai peserta didik, dan sebagai pengamat.

Alasan pemilihan metode jenis studi kasus adalah ingin memberikan konstribusi terhadap perkembangan musik angklung Padaeng dengan ditemukannya sebuah model pembelajaran yang efektif dapat dipergunakan di lembaga perguruan tinggi. Seperti yang dikemukakan oleh Sukmadinata (2010:78) bahwa:

(35)

Gambar 3. Keterangan:PPMAP=Proses Pembelajaran Musik Angklung Padaeng

MPMAP=Model Pembelajaran

Musik Angklung Padaeng

Selain itu dari ketiga objek penelitian nampaknya banyak sekali kasus-kasus yang dapat dijadikan bahan untuk dianalisis sebagai lintas kasus sehingga berbagai temuan menjadi lebih mendukung dalam upaya menyimpulkan hasil penelitian, seperti kepada alumni dari lembaga tersebut, tokoh-tokoh musik angklung, para pelatih di luar lembaga itu dan sebagainya, guna dijadikan bahan untuk melakukan proses dan prosedur triangulasi. Oleh karena itu selain studi kasus juga dilengkapai dengan studi multi kasus.

Pemilihan tingkat perguruan tinggi karena, dari ketiga perguruan tinggi ini sudah terbukti banyak menghasilkan pelatih/ guru musik angklung yang tersebar di beberapa wilayah regional, lokal, bahkan internasional, baik di lembaga pendidikan formal, non formal, maupun informal. Kemudian dari lembaga ini sangat memungkinkan lahir generasi-generasi pendidik dalam bidang musik angklung, karena pada tingkat yang lebih rendah belum terbukti adanya pelatih, meskipun kegiatan musik angklung ini popular juga di jenjang pra-sekolah, sekolah dasar, tingkat menegah pertama dan menengah tingkat atas.

(36)

Kabumi UPI di jalan Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung; dan Gentra Seba Sekolah Tinggi Bahasa Asing - ABA Yapari Bandung di Jalan Cihampelas No. 194 Bandung 40131.

Adapun pemilihan populasinya berdasarkan pada keberlangsungan (continuity) kegiatan pembelajaran musik angklung Padaeng di tingkat perguruan tinggi yang sampai saat ini terus berkembang, bahkan tidak pernah berhenti sampai sekarang. Kegiatannya selalu terlaksana minimal satu kali dalam seminggu meskipun tidak ada tujuan event atau pertunjukan. Selain itu, prestasi yang telah diraih perlu diberikan apresiasi yang tinggi, pengalaman yang telah didapat sudah menunjukan sebuah profesionalisme dalam bidang ini, terbukti mereka sering pertunjukan di berbagai kalangan pemerintahan negeri maupun swata, di tingkat lokal, regional, nasional dan internasional.

Apabila ditinjau dari tema penelitian maka, ketiga perguruan tinggi ini memberikan beberapa contoh mekanisme proses pembelajaran yang secara terus menerus terselenggara dengan berbagai kelebihan dan kekurangnanya, tetapi dari setiap perguruan tinggi dapat saling memberikan konstribusi bagi sebuah pola yang diambil untuk dijadikan pedoman khusus bagi ketiga perguruan tinggi tersebut, umumnya bagi lembaga-lembaga yang lain.

(37)

B. DEFINISI OPERASIONAL Variabel penelitian, diantaranya:

Proses Pembelajaran

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pengertian proses adalah urutan pelaksanaan atau kejadian yang terjadi secara alami atau didesain, mungkin menggunakan waktu, ruang, keahlian atau sumber daya lainnya, yang menghasilkan suatu hasil. Suatu proses mungkin dikenali oleh perubahan yang diciptakan terhadap sifat-sifat dari satu atau lebih objek di bawah pengaruhnya.

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Target belajar dapat diukur melalui perubahan sikap dan kemampuan siswa melalui proses belajar.

(38)

tetapi guru dan siswa secara bersama-sama berusaha mencapai tujuan pembelajaran yang ditentukan.

Di sisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat memengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seorang peserta didik, namun proses pengajaran ini memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja. Sedangkan pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan peserta didik.

Kegiatan pembelajaran terjadi karena adanya suatu interaksi komunikasi antara dua pelaku, yaitu siswa dengan guru. Perilaku guru adalah mengajar dan perilaku siswa adalah belajar. Kegiatan tersebut tidak lepas dari tujuan pembelajaran yang telah disusun dan direncanakan sebelumnya sehingga, arah dan pola kegiatannya tidak menyimpang dan selalu diupayakan supaya berhasil. Semua upaya tersebut adalah sebuah proses yang terkadang hasil yang diperoleh tidak langsung terwujud/ ‘instan’, melainkan terbukti setelah beberapa waktu kemudian.

(39)

Guna tercapainya sebuah tujuan pembelajaran, tidak sepenuhnya tanggung jawab guru, karena di dalam proses pembelajaran guru lebih terfokus pada saat pertemuan di dalam kelas, sedangkan tugas dan tanggung jawab berikutnya adalah keluarga, masyarakat secara umum, serta siswa itu sendiri. Oleh karena itu, untuk memberikan stimulus yang efektif guru harus memiliki berbagai pendekatan; strategi; metode; teknik; taktik; dan model pembelajaran.

Model Pembelajaran:

Model adalah sebuah rencana, representasi, atau deskripsi yang menjelaskan suatu objek, sistem, atau konsep, yang seringkali berupa penyederhanaan atau idealisasi. Bentuknya dapat berupa model fisik (maket, bentuk prototipe), model citra (gambar rancangan, citra komputer), atau rumusan matematis. Model dapat juga merujuk pada konsep dan teori

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain (Joyce dan Weill, 2009). Selanjutnya Joyce menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarah kepada desain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

Musik Angklung Padaeng:

(40)

Padaeng adalah suatu kegiatan bermain musik angklung yang termasuk kedalam jenis ensambel yang dilakukan secara berkelompok dengan melibatkan banyak orang, yang mana dalam prosesnya akan terjadi komunikasi dan interaksi diantara anggotanya.

Musik Angklung Padaeng adalah jenis musik angklung yang lebih dikenal di kalangan masyarakat lingkungan pendidikan dan masyarakat pencinta dunia seni pertunjukan (entertainment) yang sering disebut juga angklung ’modern’ atau

diatonis. Jenis angklung ini paling populer dan berkembang khususnya di Jawa

Barat, umumnya di seluruh pelosok tanah air ini bahkan ke berbagai belahan dunia.

Sampai saat ini banyak yang mengemukakan bahwa penulisan angklung Padaeng adalah angklung Pak Daeng, secara terpisah, padahal penulisan tersebut (Angklung Padaeng) adalah sesuai dengan nama dari alat musik itu sendiri, yang mana diambil dari nama penciptanya yaitu Daeng Soetigna. Penamaan Angklung Padaeng adalah hasil dari sebuah konperensi seperti yang diceritakan oleh Sanu’i (Sumarsono dan Garnasih. 2009:296) bahwa

dalam sebuah hasil konperensi PGRI tahun 1964 (beliau termasuk wakil anggota dari Bandung) yang mana mengusulkan 3 orang tokoh pendidikan yang berjasa seperti Rd. Mahjar Koesoemadinata, Daeng Soetigna, dan Koko Koswara untuk mendapat Anugrah Presiden dalam bentuk Satya Lencana Kebudayaan dan usulan tersebut mendapat persetujuan. Selain itu, dalam konperensi tersebut, juga diproklamirkan nama angklung diatonis hasil ciptaan Daeng Soetigna menjadi Angklung Padaeng.

(41)

istilah ‘modern’ (meskipun istilah ini masih perlu dicari sebab akibat/ alasannya serta tolok ukurnya) maka orang pun menyebut angklung Padaeng dengan sebutan lain yaitu, ‘angklung modern’.

Hal lain, ada juga yang mengemukakan bahwa sebutan nama alat musik ini berdasarkan pada tangga nada yang diciptakan yaitu tangga nada diatonik, maka angkkung ini pun disebut dengan angklung diatonis.

Akhirnya sesuai dengan hasil konferensi serta sebagai penghargaan terhadap penggagasnya, penamaan angklung ‘modern’ atau angklung diatonik disebut Angklung Padaeng baik dalam menyebutkan maupun dalam penulisan.

Di dalam penelitian ini penyelenggaraan pendidikan bukan dalam bentuk formal seperti mata kuliah dan sebagainya tetapi lebih pada kegiatan mahasiswa yang bias juga disebut kegiatan ekstrakurikuler sehingga tenaga pendidik tidak dikatakan dosen tetapi lebih pada pelatih atau guru.

Perguruan Tinggi

(42)

Di dalam penelitian ini perguruan tinggi yang dimaksud adalah perguruan tinggi yang memiliki unit kegiatan mahasiswa dalam bidang musik angklung Padaeng serta telah memiliki prestasi dan perkembangan yang cukup siginifikan.

C.INSTRUMEN PENELITIAN

Dalam mengumpulkan data-data peneliti membutuhkan alat bantu (instrumen penelitian). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tiga instrumen penelitian dalam bentuk pedoman, yaitu :

1. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Pedoman ini disusun tidak hanya berdasarkan tujuan penelitian, tetapi juga berdasarkan teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

(43)

pelatihan yang kecenderung berasal dari unit-unit itu sendiri, sedang peserta pelatihan adalah anggota yang aktif dalam setiap kelompok dan kebanyakan adalah anggota angkatan terbaru (angkatan 2010) ditambah dengan dua sampai tiga tahun angkatan sebelumnya.

2. Pedoman Observasi

Pedoman observasi digunakan agar peneliti dapat melakukan pengamatan sesuai dengan tujuan penelitian. Pedoman observasi disusun berdasarkan hasil observasi terhadap perilaku subjek selama wawancara dan observasi terhadap lingkungan, serta pengaruhnya terhadap perilaku subjek dan informasi yang muncul pada saat berlangsungnya wawancara.

Pedoman observasi berdasarkan pada beberapa pertanyaan yang dikemukakan di dalam pedoman wawancara sebagai upaya untuk membuktikan apa yang telah ditemukan dalam sebuah wawancara, praktek, terutama menyangkut masalah proses pembelajaran baik dari sisi peserta latihan atau dari sisi pelatih.

3. Alat Perekam

(44)

D. PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENELITIAN

Di dalam penelitian ini diperlukan isntrumen-instrmen penelitian yang tela memenuhi persyaratan tertentu. Persyaratan tersebut diantaranya adalah validitas. Validitas

Dalam konteks perencanaan penelitian, istilah validitas berarti tingkat di mana penjelasan ilmiah terhadap suatu fenomena sesuai dengan realitas yang ada. Validitas berbicara dalam tataran kebenaran atau kesalahan beragam proporsi yang dimunculkan dalam penelitian. McMillan dan Schumacher (2007:243).

Sementara itu Sukmadinata (2011:228) mengemukakan “bahwa validitas instrumen menunjukkan bahwa hasil dari suatu pengukuran menggambarkan segi atau aspek yang diukur.”

Menurut Sukmadinata (2011: 228) Validitas memiliki karakteristik diantaranya: (1) validitas sebenarnya menunjuk kepada hasil dari penggunaan instrument tersebut bukan pada instrumennya. Suatu instrument dikatakan valid bila dapat mengukur aspek atau segi yang akan diukur; (2) validitas menunjukkan suatu derajat atau tingkatan; (3) validitas instrument juga memiliki spesifikasi tidak berlaku umum.

Dalam studi kasus ini menggunakan tiga jenis validitas yaitu: validitas isi (content validity), validitas konstruk (construct validity), dan validitas criteria (criterion validity). Sukmadinata (2011:229)

1. Validitas isi (content validity) berkenaan dengan ketepatan ukuran dalam isi dan format dari instrument, misalnya butir pertanyaan yang dipersiapkan dalam pedoman wawancara.

(45)

ukur khusus, tetapi lebih dititik beratkan pada observasi terhadap sikap, tingkah laku dan sebagainya dari nara sumber, ketika proses pembelajaran berlangsung dan di luar proses pembelajaran.

3. Validitas criteria (criterion validity) berkenaan dengan tingkat ketepatan instrumen mengukur segi yang akan diukur dibandingkan dengan hasil pengkuran dengan isntrumen lain yang menjadi kriteria yang diperoleh dilapangan.

Apabila dalam kenyataannya validitas ini belum tepat untuk memenuhi sebuah keputusan maka, validitas ini juga dapat dicapai dengan proses pengumpulan data yang tepat. Salah satu caranya adalah dengan proses triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.

Proses triangulasi menggunakan beberapa sumber diantaranya data hasil wawancara disingkronkan dengan proses observasi, kemudian dilandasi dengan teori-teori yang berkaitan dengan permaslahannya. Tetapi, apabila masih dianggap kurang valid maka langkah berikutnya adalah melalukan proses diskusi atau

sharing dengan nara sumber lain yang dianggap memiliki kapabilitas dalam

permasalahan ini, atau melalui proses bimbingan dengan dosen pembimbing dalam penulisan ini. Hal ini dilakukan seperti yang dikemukakan Patton (dalam Sulistiani 1999 ) yaitu: ada empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan untuk mencapai keabsahan, yaitu :

a. Triangulasi data

(46)

dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda, misalnya tokoh pendiri unit kegiatan, pejabat terkait dan sebagainya.

b. Triangulasi Pengamat

Adanya pengamat di luar peneliti yang turut memeriksa hasil pengumpulan data. Dalam penelitian ini, dosen pembimbing studi kasus bertindak sebagai pengamat (expert judgement) yang memberikan masukan terhadap hasil pengumpulan data.

c. Triangulasi Teori

Penggunaan berbagai teori yang berlainan untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan sudah mememuhi syarat. Pada penelitian ini, berbagai teori telah dijelaskan pada bab II untuk dipergunakan dan menguji terkumpulnya data tersebut.

d. Triangulasi metode

(47)

E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Dalam penelitiaan ini, peneliti menggunakan 2 teknik pengumpulan data, yaitu :

1. Wawancara

Menurut Prabowo (1996) wawancara adalah metode pengambilan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada seseorang responden, caranya adalah dengan bercakap-cakap secara tatap muka.

Seperti yang telah dikemukakan dalam instrumen penelitian, bahwa proses wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara yang terdiri dari beberapa pertanyaan berkaitan dengan keperluan data untuk menjawab pertanyaan penelitian secara umum. Wawancara ini dilakukan dengan beberapa nara sumber dari tiga unit kegiatan mahasiswa dalam bidang musik angklung Padaeng, diwakili oleh 10 orang setiap unitnya ditambah dengan dua sampai tiga orang pelatih yang samapai sekarang masih aktif dalam proses pelatihan pada unit tersebut.

Semua nara sumber ditentukan berdasarkan kepada aktifitas sampai sekarang, dan kebanyakan diantara mereka adalah anggota terbaru (tahun angkatan 2010) ditambah dengan anggota dua sampai tiga tahun terakhir. Sedangkan nara sumber pelatih ditentukan berdasarkan pada keaktifan mereka dalam proses yang terlenggara sampai saat ini.

(48)

tampa menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin tidak terbentuk pertanyaan yang eksplisit.

Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan interviewer mengenai aspek-aspek apa yang harus dibahas, juga menjadi daftar pengecek (check list) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Dengan pedoman demikian interviwer harus memikirkan bagaimana pertanyaan tersebut akan dijabarkan secara kongkrit dalam kalimat Tanya, sekaligus menyesuaikan pertanyaan dengan konteks actual saat wawancara berlangsung (Patton dalam poerwandari, 1998).

Kerlinger (dalam Hasan, 2000) menyebutkan 3 hal yang menjadi kekuatan metode wawancara :

a. Mampu mendeteksi kadar pengertian subjek terhadap pertanyaan yang diajukan. Jika mereka tidak mengerti bisa diantisipasi oleh interviewer dengan memberikan penjelasan.

b. Fleksibel, pelaksanaanya dapat disesuaikan dengan masing-masing individu. c. Menjadi stu-satunya hal yang dapat dilakukan disaat tehnik lain sudah tidak

dapat dilakukan.

Menurut Yin (2003) disamping kekuatan, metode wawancara juga memiliki kelemahan, yaitu :

a. Retan terhadap bias yang ditimbulkan oleh kontruksi pertanyaan yang penyusunanya kurang baik.

b. Retan terhadap terhadap bias yang ditimbulkan oleh respon yang kurang sesuai.

c. Probling yang kurang baik menyebabkan hasil penelitian menjadi kurang

akurat.

(49)

2. Observasi

Disamping wawancara, penelitian ini juga melakukan metode observasi. Menurut Nawawi & Martini (1991) observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistimatik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala dalam objek penelitian.

Proses observasi dilakukan dengan cara mengamati berbagai proses pembelajaran yang berlangsung berdasarkan pada hasil wawancara yang telah dilakukan sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk membuktikan apakah semua jawaban yang dikemukakan oleh nara sumber sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan.

Proses pengamatan lebih dititik beratkan pada proses pembelajaran yang diselenggarakan terutama berkaitan dengan hal-hal yang dilakukan oleh pelatih dan peserta latihan. Bagaimana mereka mempersiapkan, melaksanakan dan mengakhiri proses latihan tersebut. Hal-hal lain yang diamati adalah sikap, tingkah laku, interaksi diantara sesamanya, komunikasi dan sebagainya.

(50)

tersebut dinyatakan berhasil dimainkan. Setelah itu bagaimana dan kegiatan apa yang mereka lakukan setelah satu buah lagu dinyatakan selesai dipelajari. Biasanya melakukan proses latihan untuk jenis atau judul lagu yang berbeda berikut tahapan-tahapannya.

Dalam penelitian ini observasi dibutuhkan untuk dapat memehami proses terjadinya wawancara dan hasil wawancara dapat dipahami dalam konteksnya. Observasi yang akan dilakukan adalah observasi terhadap subjek, perilaku subjek selama wawancara, interaksi subjek dengan peneliti dan hal-hal yang dianggap relevan sehingga dapat memberikan data tambahan terhadap hasil wawancara.

Menurut Patton (dalam Poerwandari 1998) tujuan observasi adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian di lihat dari perpektif mereka yang terlihat dalam kejadian yang diamati tersebut. Menurut Patton (dalam Poerwandari 1998) salah satu hal yang penting, namun sering dilupakan dalam observasi adalah mengamati hal yang tidak terjadi. Dengan demikian Patton menyatakan bahwa hasil observasi menjadi data penting karena : a. Peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks dalam hal

yang diteliti akan atau terjadi.

b. Observasi memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka, berorientasi pada penemuan dari pada pembuktiaan dan mempertahankan pilihan untuk mendekati masalah secara induktif.

c. Observasi memungkinkan peneliti melihat hal-hal yang oleh subjek penelitian sendiri kurang disadari.

d. Observasi memungkinkan peneliti memperoleh data tentang hal-hal yang karena berbagai sebab tidak diungkapkan oleh subjek penelitian secara terbuka dalam wawancara.

(51)

E. Teknik Analisis Data

Marshall dan Rossman mengajukan teknik analisa data kualitatif untuk proses analisis data dalam penelitian ini. Dalam menganalisa penelitian kualitatif terdapat beberapa tahapan-tahapan yang perlu dilakukan (Marshall dan Rossman dalam Kabalmay, 2002), diantaranya :

1. Mengorganisasikan Data

Peneliti mendapatkan data langsung dari subjek melalui wawancara mendalam (indepth inteviwer), dimana data tersebut direkam dengan tape recoeder dibantu alat tulis lainya. Kemudian dibuatkan transkipnya dengan mengubah hasil wawancara dari bentuk rekaman menjadi bentuk tertulis secara verbatim. Data yang telah didapat dibaca berulang-ulang agar penulis mengerti benar data atau hasil yang telah di dapatkan.

2. Pengelompokan berdasarkan Kategori, Tema dan pola jawaban

(52)

Sistem coding yang dikembangkan adalah memilih dan memilah berbagai hasil wawancara dan observasi disesuaikan dengan kebutuhan data yang akan dijadikan landasan guna menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian terutama berkaitan dengan urutan proses pembelajaran yang diselenggarakan dari setiap perguruan tinggi. Tahap awal coding adalah bagaimana data-data tentang bagaimana rencana pembelajaran. Kemudian data-data tentang pelaksanaan proses pembelajaran mulai dari bagaimana pemanasan dilakukan, proses mengenalkan lagu, mengawali memainkan lagu, memainkan bagian-bagain (frase) lagu, menghapal lagu, memoles lagu dan seterusnya sampai lagu tersebut berhasil dimainkan dengan baik. Selain itu coding juga dilakukan untuk mengelompokan data-data di luar proses latihan, seperti sikap, perilaku, interaksi, komunikasi dan sebagainya.

Dari sistem pengelompokan (coding) tersebut peneliti menggunakan simbol dengan kata, angka atau huruf. Misalnya rencana dengan angka huruf (Rc), pemanasan (Panas), mengenalkan lagu (Kenal), memainkan lagu (main), bagian-bagian lagu (frase), menghapal lagu (hapal), memoles lagu (Poles) dan sebagainya. Sedang untuk tingkah laku dan sebagainya dengan menggunakan kata (sikap).

(53)

kuncinya. Sehingga peneliti dapat menangkap penagalaman, permasalahan, dan dinamika yang terjadi pada subjek.

3. Menguji Asumsi atau Permasalahan yang ada terhadap Data

Setelah kategori pola data tergambar dengan jelas, peneliti menguji data tersebut terhadap asumsi yang dikembangkan dalam penelitian ini. Pada tahap ini kategori yang telah didapat melalui analisis ditinjau kemabali berdasarkan landasan teori yang telah dijabarkan dalam bab II, sehingga dapat dicocokan apakah ada kesamaan antara landasan teoritis dengan hasil yang dicapai. Walaupun penelitian ini tidak memiliki hipotesis tertentu, namun dari landasan teori dapat dibuat asumsi-asumsi mengenai hubungan antara konsep-konsep dan factor-faktor yang ada.

4. Mencari Alternatif Penjelasan bagi Data

(54)

5. Menulis Hasil Penelitian

Penulisan data subjek yang telah berhasil dikumpulkan merupakan suatu hal yang membantu penulis unntuk memeriksa kembali apakah kesimpulan yang dibuat telah selesai. Dalam penelitian ini, penulisan yang dipakaiadalah presentase data yang didapat yaitu, penulisan data-data hasil penelitian berdasarkan wawancara mendalam dan observasi dengan subjek yang lain. Proses dimulai dari data-data yang diperoleh dari subjek dan significant other, dibaca berulang kali sehinggga penulis mengerti benar permasalahanya, kemudian dianalisis, sehingga didapat gambaran mengenai penghayatan pengalaman dari subjek. Selanjutnya dilakukan interprestasi secara keseluruhan, dimana di dalamnya mencakup keseluruhan kesimpulan dari hasil penelitian.

F. PROSEDUR DAN TAHAP-TAHAP PENELITIAN

Dalam penelitian terdapat dua tahap penelitian, yaitu : 1. Tahap Persiapan Penelitian

(55)

terhadap pedoman wawancara dan mempersiapkan diri untuk melakukan wawancara.

Tahap persiapan selanjutnya adalah peneliti membuat pedoman observasi yang disusun berdasarkan hasil observasi terhadap perilaku subjek selama wawancara dan observasi terhadap lingkungan atau setting wawancara, serta pengaruhnya terhadap perilaku subjek dan pencatatan langsung yang dilakukan pada saat peneliti melakukan observasi. Namun apabila tidak memungkinkan maka peneliti sesegera mungkin mencatatnya setelah wawancara selesai.

Peneliti selanjutnya mencari subjek yang sesuai dengan karakteristik subjek penelitian. Untuk itu sebelum wawancara dilaksanakan peneliti bertanya kepada subjek tentang kesiapanya untuk diwawancarai. Setelah subjek bersedia untuk diwawancarai, peneliti membuat kesepakatan dengan subjek tersebut mengenai waktu dan temapat untuk melakukan wawancara.

2. Tahap pelaksanaan penelitiaan

Peneliti membuat kesepakatan dengan subjek mengenai waktu dan tempat untuk melakukan wawancara berdasarkan pedoman yang dibuat. Setelah wawancara dilakukan, peneliti memindahakan hasil rekaman berdasarkan wawancara dalam bentuk deskripsi.

(56)

penafsiran yang berbeda dari beberapa sumber, maka akan dialkuakn triangulasi data. setelah itu, peneliti membuat dinamika psikologis dan menginterpreatsikan sesuai dengan situasi dan kondisi yang emmungkinkan untuk dimabil sebuah keputusan.

Setelah semua berhasil maka akhirnya peneliti akan memberikan sebuah kesimpulan sebagai hasil dari penelitian yang dilakukan dan kemudian peneliti memberikan saran-saran untuk penelitian selanjutnya.

3. Tahap pelaporan

(57)

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, C. (2008). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya.

Creswell. J.W. (2002). Research Design Qualitative & Quantitative Approaches

Alih Bahasa Habibah. N. desain Penelitian Pendekatan Kualitatif dan

Kuantitatif. Edisi Revisi Cetakan Ke-2. Jakarta: KIK Press.

Joyce. B .dkk. (2009). Models of Teaching (model-model pengaaran).Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kuncaraningrat. (1973). Metodolgi Penelitian Masyarakat. Jakarta. LIPI. Masunah. J. Dkk. (2005). Metodologi Pengajaran Angklung. Bandung.P4ST. Masunah.J. Dkk (2005). Angklung Jawa Barat. Sebuah Perbandingan. Bandung. P4ST.

McMillan. J. H. (2001). Research In Education A Conceptual Introduction

Terjemahan Penelitian Dalam Pendidikan Pengantar Konsep. New

York & London: Longman

Rusman. (2010). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme

Guru. Jakarta: Rajawali Press. PT Raja Grafindo Persada.

Saepulloh, A. (1996). Mengenal Seni Angklung. Studi Kasus Mengenal Angklung

Jawa Barat. Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI).

Sanjaya. W. H. Prof. Dr. M.Pd. (2010). Perencanaan dan Desain Sistem

Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

Saprudin. (1997). Sejarah Perkembangan Angklung Di Jawa Barat. Studi Analisis

Komposisi Musik Dari 5 Jenis Musik Angklung. Bandung. (Skripsi: tidak

diterbitkan)

Soedarsono R.M. (2002). Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press)

Soedarsono R.M. (2003). Seni Pertunjukan Indonesia Dari Perspektif Politik,

Sosial, dan Ekonomi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press)

(58)

Sumarsono. T. dan Pirous E.G., (2007) Membela Kehormatan Angklung – Sebuah

Biografi dan Bunga Rampai Daeng Soetigna. Bandung: Serambi Pirous.

Sutisna O. Prof. Dr. , MSc. (1989) Makalah. Musik Angklung Padaeng Sebagai

Alat Pendidikan Musik dalam buku Sumarsosno T. Pirous E.G. Membela

Kehormatan Angklung – Sebuah Biografi dan Bunga Rampai Daeng

Soetigna. Bandung: Serambi Pirous.

Supanggah R. (1995). Etnomusikologi. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya. MSPI.

Tanpa nama. (2010) Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia

Wiramiharja O. A. R (2007: 271-274) Makalah. Pasang Surut Angklung dalam buku Sumarsosno T. Pirous E.G. (2007). Membela Kehormatan

Angklung – Sebuah Biografi dan Bunga Rampai Daeng Soetigna.

Gambar

Gambar. 1.                        MODEL PEMBELAJARAN
Gambar  3.                                                                                     Musik Angklung Padaeng

Referensi

Dokumen terkait

Sebelum melaksanakan pembelajaran dikelas eksperimen, rangkaian persiapan yang harus dibuat lebih banyak dibanding pada kelas kontrol, tidak hanya mempersiapkan

Kurva polarisasi PEMFC dengan rasio stoikiometri 2 oleh Wei Yuan et al (2008) Dari kurva-kurva polarisasi yang dihasilkan dapat dilihat bahwa, walaupun pada

Pada masa ter- sebut adalah masa keemasan umat Islam, dimana banyak para ilmuwan muslim berhasil memberikan karya- karya ilmiah yang signifikan, salah satunya

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan suatu sistem otomatisasi monitoring pH berbasis mikrokontroler arduino untuk proses konversi LCPKS

Penggunaan iris mata dalam format .bmp yang diambil dari 64 individu yang masing- masing diambil 1 sampel menghasilkan tingkat pengenalan yang lebih besar

Feedforward feedback control merupakan suatu pengontrol yang dapat digunakan secara efektif untuk mempercepat tanggapan sistem pengendalian sehingga sesuai dengan

[2] Joo-Young Jeong, Sung-Min Son, Jun-Hyeon Pyon, Joo-Yang Park, “Performance Comparison Between Mesophilic and Thermophilic Anaerobic Reactors for Treatment of

[r]