• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORITIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II URAIAN TEORITIS"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Harga

2.1.1 Pengertian Harga

Salah satu gejala ekonomi yang sangat penting yang berhubungan dengan perilaku petani baik sebagai produsen maupun sebagai konsumen adalah harga.

Harga adalah sinyal dari pasar yang menunjukan tingkat kelangkaan produk relatif;

harga tinggi cenderung mengurangi konsumsi dan mendorong produksi. (McEachern, 2001).

Dalam masyarakat yang masih bersifat tertutup dimana belum menggunakan uang sebagai alat tukar dan pengukur nilai, maka harga dari suatu barang dinyatakan dalam barang lain yang akan dipertukarkan disebut dengan perdagangan barter.

Perdagangan seperti ini kadang masih dilakukan dalam masyarakat terbuka dengan alasan tertentu.

Suatu barang mempunyai harga karena 2 sebab, yaitu karena barang itu berguna dan jumlahnya terbatas. Barang yang berguna bagi manusia dengan jumlahnya terbatas ini disebut barang ekonomi. Barang seperti udara tidak mempunyai harga karena jumlahnya tidak terbatas walaupun ia sangat berguna bagi manusia. Suatu barang mempunyai permintaan karena barang yang bersangkutan berguna,

(2)

sedangkan barang yang mempunyai penawaran hal ini dikarenakan jumlahnya terbatas.

Adanya pergeseran permintaan dan penawaran dikarenakan suatu hal tertentu dapat menyebabkan perubahan harga. Pergeseran kurva permintaan ke kanan berarti adanya kenaikan permintaan akan barang tersebut. Kalau penawaran tidak berubah ini akan mengakibatkan kenaikan harga dan kenaikan jumlah yang terjual/terbeli.

Sebaliknya akan terjadi bila ada penurunan permintaan yaitu pergeseran kurva permintaan ke kiri, seperti pada gambar 2.1 (Sumber :Boediono, 2000).

Gambar 2.1 Pergeseran Kurva Permintaan

Penurunan penawaran ditunjukan oleh pergeseran ke kiri dari kurva penawaran dan ini biasanya mengakibatkan kenaikan harga pasar dan penurunan volume transaksi. Sebaliknya adanya kenaikan penawaran (yang ditunjukan oleh pergeseran ke kanan dari kurva penawaran) akan mengakibatkan penurunan harga

P

S

D' D

0 Q

P

S

D D'

0 Q

(3)

pasar dan kenaikan volume transaksi seperti terlihat pada gambar 2.2 (Sumber:

Boediono, 2000).

Gambar 2.2 Pergeseran Kurva Penawaran

2.1.2 Kebijaksanaan Harga Beras

Kebijaksanaan harga merupakan instrumen pokok kebijaksanaan pangan yang sasarannya adalah:

1. Melindungi produsen dari kemerosotan harga pasar yang biasanya terjadi pada musim panen.

2. Melindungi konsumen dari kenaikan harga yang melebihi daya beli khususnya pada musim paceklik, serta

3. Mengendalikan inflasi melalui stabilisasi harga.

0 Q

S'

S

D P

0 Q

S

S' D

P

(4)

Kebijaksanaan harga mempunyai dua sisi yang menunjang bidang produksi dan sisi lain yang menyangkut bidang distribusi dan konsumsi. Kebijaksanaan harga gabah/beras di Indonesia pertama kali diajukan secara komprehensip dan operasional oleh Mears dan Afif (1969). Falsafah dasar kebijaksanaan tersebut berisikan beberapa komponen sebagai berikut:

1. Menjaga harga dasar yang cukup tinggi untuk merangsang produksi.

2. Perlindungan harga beras tertinggi yang menjamin harga yang wajar bagi konsumen.

3. Perbedaan yang layak antara harga dasar dengan harga batas tertinggi untuk memberikan keuntungan yang wajar bagi swasta untuk penyimpanan.

4. Menjaga hubungan harga yang wajar antar daerah maupun terhadap harga internasional.

Untuk melindungi konsumen, pemerintah (BULOG) menetapkan harga eceran tertinggi lokal dan untuk melindungi produsen, BULOG menetapkan harga dasar gabah terendah. Untuk memenuhi permintaan pada suatu saat dan pada suatu tempat, BULOG melakukan penyebaran persediaan di seluruh Indonesia. Orientasi BULOG dalam distribusi pangan adalah harga, sesuai dengan tugas pokok BULOG untuk menstabilkan harga. Penanganan persediaan pangan oleh BULOG mempunyai tiga tujuan yaitu menjaga variasi harga antar tahun, antar musim dan antar tempat.

Dalam penetapan harga batas tertinggi selalu mempertimbangkan bagaimana mengontrol laju inflasi dan pengaruhnya terhadap perdagangan antar tempat antar waktu tanpa mengenyampingkan tingkat harga yang layak bagi konsumen. Harga

(5)

batas tertinggi ditetapkan berdasarkan harga dasar ditambah dengan biaya-biaya pemasaran seperti biaya pengolahan, biaya penyimpanan dan biaya angkutan, ditambah lagi dengan keuntungan yang wajar bagi pedagang.

Berbeda dengan harga dasar gabah, yang ditetapkan sama untuk semua daerah, harga batas tertinggi beras ditetapkan berbeda antar daerah surplus, swasembada dan defisit beras. Perbedaan harga batas tertinggi ini dimaksudkan agar dapat merangsang aktivitas perdagangan beras antar daerah yang dilakukan oleh pihak swasta. Disamping itu pemerintah juga menerapkan harga khusus, untuk kelompok sasaran yang selektif pada waktu dan tempat tertentu. Kebijaksanaan ini diterapkan untuk mengatasi kemungkinan timbulnya kekurangan pangan penduduk. Hal ini dilakukan karena pemerintah menyadari sepenuhnya kekurangan pangan temporer maupun kekurangan pangan kronis dapat saja timbul pada waktu dan tempat tertentu.

Perbedaan harga pembelian antar daerah juga diterapkan pula terhadap harga pembelian pemerintah sejak beberapa tahun terakhir ini, walaupun hingga kini masih dikenal dengan satu patokan harga dasar. Tujuan memberikan insentif harga yang lebih tinggi di daerah-daerah tertentu di luar Jawa dimaksudkan agar petani di daerah- daerah terpencil memperoleh pendapatan yang lebih tinggi serta mendorong kenaikan produksi disamping menambah cadangan pangan setempat. Perbedaan harga tersebut akan memperlebar perbedaan harga antar daerah, defisit dengan surplus ke daerah defisit yang dilakukan oleh pihak swasta (Amang dan Silitonga, 1989).

Namun dalam pengimplementasiannya, kebijaksanaan harga dasar pembelian pemerintah (HDPP) kurang efektif dalam menjaga stabilisasi harga gabah. Hal ini

(6)

mungkin saja disebabkan masih kurangnya akurasi estimasi pemerintah dalam menentukan atau memperkirakan hal-hal yang berkaitan dengan penerapan harga dasar tersebut. Masalah lainnya adalah dengan kondisi perekonomian global saat ini yang mendorong adanya kompetisi, harga beras di pasar dunia cenderung menurun dan lebih murah dari harga beras dalam negeri. Hal ini yang menyebabkan harga gabah di tingkat petani pada saat panen tertekan. Walaupun telah ada kebijakan tarif impor beras, ternyata hal ini tidak mengurangi masuknya arus impor. Jelas kondisi yang tidak menguntungkan petani tersebut merupakan kenyataan yang terus berulang setiap tahunnya. Belum lagi permintaan beras melalui program “raskin” yang di beberapa daerah mendorong perubahan pola konsumsi pangan pokok yang semua non-beras, turut pula menyebabkan makin bertambahnya permintaan beras secara nasional. Disinilah pemerintah dituntut untuk lebih bekerja secara ekstra guna memecahkan permasalahan yang kian rumit.

2.1.3 Pengendalian Harga Beras Oleh BULOG

Bahan pangan pokok seperti beras pengendaliannya dilakukan oleh BULOG.

Pengendalian harga komoditi pangan pokok seperti beras tidak dapat dihindari karena adanya masalah ketimpangan produksi dan konsumsi antar waktu dan antar daerah, pasar pangan yang tidak sempurna, dan sifat komoditi pangan yang sering terkait tidak saja dengan aspek ekonomi, tetapi juga aspek sosial dan politik. Secara umum, pengendalian harga sejauh mungkin perlu diarahkan kepada mekanisme pasar.

Tetapi, mengingat sifat pasar pangan masih belum sempurna, sehingga melepaskan

(7)

harga pangan pokok seperti beras kepada mekanisme pasar saja akan menimbulkan masalah. Hal ini karena mekanisme pasar sering tidak mampu menjamin stabilitas harga pangan, terutama untuk daerah-daerah terpencil yang sulit transportasinya.

Tidak berlangsungnya mekanisme pasar dengan baik dapat disebabkan karena tidak adanya insentif ekonomi yang cukup bagi swasta untuk melakukan aktivitas perdagangan antar tempat atau tidak cukup tersedianya sarana dan prasarana ekonomi yang memadai. Dengan orientasi mencapai keuntungan bagi modal yang digunakan, maka opportunity cost perdagangan pangan ke daerah terpencil yang daya beli penduduknya rendah sangat sulit transportasinyaadalah sangat tinggi.

Kelemahan dalam mekanisme pasar ini perlu diambil alih oleh pemerintah agar distorsi yang terjadi tidak merugikan masyarakat. Namun peran pemerintah juga tidaklah sempurna. Sebab itu, masalahnya bukanlah pilihan secara kaku antara peranan pemerintah dengan mekanisme pasar , tetapi yang lebih penting adalah selalu memperbaiki atau memodernisasi peran pemerintah dengan cara menugaskan birokrasi untuk melaksanakan kegiatan yang tidak dapat atau sulit dilakukan oleh mekanisme pasar.

Evaluasi terhadap kelemahan mekanisme pasar yang merugikan masyarakat perlu secara terus-menerus dilakukan sehingga dapat dipilih peran pemerintah yang tepat sesuai perkembangan. Dengan demikian, peran pemerintah dalam pengendalian harga disesuaikan dengan sifat-sifat komoditi pangan yang ditangani baik dalam kaitanya dengan aspek produksi, konsumsi maupun perdagangannya. Maka intervensi tersebut sifatnya fleksibel.

(8)

Dalam menentukan suatu tingkat harga berbagai faktor perlu mendapat perhatian. Timmer, (1986) menyebutkan ada 7 aspek yang perlu dipertimbangkan dalam kebijaksanaan menetapkan suatu harga yang tepat, yaitu:

• Bagaimana implementasi harga tersebut dan apa pengaruhnya terhadap pasar domestik seperti dampaknya terhadap imbangan antara peran swasta dan pemerintah;

• Karakteristik pasar internasional komoditi yang bersangkutan;

• Pengaruh harga tersebut terhadap konsumen dan produsen;

• Pengaruh jangka pendek penetapan suatu harga terhadap kebijaksanaan fiskal dan moneter;

• Pengaruh harga komoditi yang ditetapkan terhadap makro seperti nilai tukar mata uang asing;

• Pengaruh harga komoditi tersebut terhadap pasar komoditi lain, pasar input, sektor pertanian atau sektor ekonomi secara keseluruhan;

• Efek dinamis yang ditimbulkan oleh penetapan suatu harga terhadap makro ekonomi seperti tenaga kerja, investasi dan struktur pertumbuhan ekonomi.

Untuk mendapatkan suatu harga yang memberi pengaruh positif kepada semua aspek tersebut adalah sangat kecil kemungkinannya. Sebab itu, dalam menetapkan suatu harga, maka perlu dipilih “prioritas” tujuan yang akan dicapai. Prioritas ini dapat berbeda antar komoditi pada waktu yang sama atau antar waktu untuk komoditi yang sama. Pertimbangan ekonomi saja mungkin tidak cukup untuk memilih suatu

(9)

tingkat harga yang tepat. Namun demikian, pertimbangan yang bersifat ekonomi perlu mendapat porsi yang semakin besar sejalan dengan perbaikan struktur industri dan pasar komoditi tersebut.

2.2 Stok

Salah satu masalah yang ada dalam sistem pangan nasional adalah kecenderungan turunnya elastisitas harga terhadap penawaran dan permintaan pangan. Ini mengindikasikan bahwa potensi fluktuasi harga pangan cukup besar apabila terjadi ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan, meskipun kecil.

Apabila penawaran melebihi kebutuhan, fluktuasi harga akan menyebabkan tekanan yang besar terhadap produsen. Sebaliknya bila penawaran lebih rendah dari kebutuhan, maka konsumen yang tertekan.

Sudah menjadi semacam rumus bahwa kuatnya cadangan pangan nasional suatu negara, baik berupa immediate supply yang berada di tangan penduduk/masyarakat (stok lini I), stok di tangan pemerintah (stok lini II), dan stok yang berada di hutan atau berada di luar negeri karena mampu mengimpor (stok lini III) akan sangat mendukung ketahanan nasional suatu bangsa. Negara adidaya Uni Sovyet (sekarang sudah terpecah diantaranya adalah Rusia, Serbia) menjadi

“berantakan” karena kesulitan dalam masalah pangan, sehingga hal ini dapat menjadi pelajaran buat kita. Ungkapan “weteng ngelih, pikiran ngalih” dapat terjadi di negara besar separti Uni Sovyet. Oleh karena itu tidak mustahil hal tersebut dapat terjadi di tempat lain apabila negara tersebut tidak mampu mencukupi pangan penduduk.

(10)

Ketiga tingkatan stok di atas merupakan hal yang saling menunjang ketahanan pangan nasional. Dengan demikian, apabila titik berat ketahanan pangan tidak seimbang dan banyak menggantungkan pada institusi pemerintah, maka hal tersebut akan sangat mahal. Apabila keadaan tersebut terjadi, pertanyaan yang timbul mampukah pemerintah membiayai.

2.2.1 Kebijaksanaan Persediaan/Stok

Implementasi kebijaksanaan harga dasar dan harga batas tertinggi adalah sebagai berikut. BULOG melakukan pengadaan gabah dan beras dalam negeri selama musim panen untuk menjaga harga dasar dan untuk mengisi persediaan. Jika pengadaan tidak mencukupi untuk kebutuhan penyaluran, BULOG mengadakan impor beras dari luar negeri. pada waktu musim paceklik, dilakukan operasi pasar untuk mengurangi fluktuasi harga beras musiman. Kerangka kebijaksanaan harga beras diilustrasikan oleh gambar 2.3 (Sumber: Amang, 1994)

(11)

Gambar 2.3 Kerangka Kebijaksanaan Harga

Pengadaan gabah dan beras dalam negeri serta penyaluran beras ke pasaran umum tidak dilakukan secara langsung oleh BULOG, akan tetapi melalui pihak ketiga.

Dengan demikian tidak mematikan usaha-usaha yang dilakukan oleh pihak swasta.

Pengadaan gabah dan beras dalam negeri dilakukan melalui Koperasi Unit Desa (KUD) serta pedagang dan penggilingan swasta (non KUD). Jadi BULOG sebagai

Harga Batas Tertinggi Daerah Defisit (Beras)

Harga Batas Tertinggi Daerah Surplus (Beras)

Harga Dasar (Beras)

Harga Dasar (Gabah)

Waktu Biaya Transportasi

Biaya Giling H

A R G

A biaya pengelolaan antar musim(pedagang/penggili ngan swasta

(12)

jaminan pasarnya. Sedangkan penyalur swasta dan koperasi-koperasi. BULOG akan ikut melakukan pengadaan dan penyaluran melalui satuan tugas khusus, jika para pihak swasta tidak mampu untuk mengamankan harga.

Gambar 2.4 Pengontrolan Harga Dasar Pada Waktu Panen

Mekanisme harga dan pengendalian persediaan dalam rangka pengoperasian stabilisasi harga, khususnya beras dipasarkan sebagai berikut. Pada waktu panen padi, penawaran beras di pasaran umum berlimpah, sehingga harga beras sangat rendah. Gambar 2.4 (sumber: Amang, 1994) Menunjukan bahwa tingkat harga keseimbangan adalah OP, yang lebih rendah dibanding dengan harga dasar OF. Agar harga beras berada pada harga dasar OF, maka dilakukan pembelian beras untuk menampung kelebihan penawaran beras sebesar (OX2-OX1). Dengan pembelian ini

Harga

F

P

0

X1 X2 kuantitas

D1 D2

S Harga

F

P

0

X1 X2 kuantitas

D1 D2

(13)

berarti menggeser kurva permintaan dari D1 ke D2 dan harga keseimbangan yang baru pada tingkat OF.

Gambar 2.5 Pengontrolan Harga Maksimum Pada Waktu Paceklik

Sedangkan pada waktu paceklik, harga keseimbangan beras berada pada tingkat OK seperti pada gambar 2.5 (sumber: Amang, 1994) tingkat keseimbangan melebihi harga batas tertinggi yang telah ditentukan, OC. Oleh karena jumlah yang ditawarkan kurang dari jumlah yang diminta, sehingga harga keseimbangan menjadi lebih tinggi. Untuk itu perlu dilakukan penyaluran beras ke pasaran umum, guna menambah penawaran, agar harga beras menurun. Jumlah penyaluran beras yang dilakukan adalah sebesar (OX2-OX1) dan kurva penawaran akan bergeser dari S1 ke S2. Tingkat harga keseimbangan yang baru berada pada harga batas tertinggi, OC.

Dengan kedua gambar tersebut diharapkan harga beras di pasaran umum berada di dalam selang antara harga dasar dengan harga batas tertinggi.

Harga

K

C

0

X1 X2 kuantitas

D S1

S2

(14)

Pada tahun 1985, BULOG mengkategorikan persediaan beras kedalam tiga bagian, yaitu :

1. Operasional stok, yaitu stok untuk kebutuhan operasional BULOG yang jumlahnya sekitar 1,5 juta ton,

2. Iron stok, yaitu stok yang harus ada untuk mengantisipasi kegagalan panen yang jumlahnya diperkirakan sebanyak 1 juta ton, dan

3. Surplus stok, yang merupakan kelebihan stok setelah dikurangi untuk kebutuhan dua pengertian stok di atas (Falcon et. al, 1985).

Biaya pengelolaannya maupun beban bunganya dari persediaan di atas operasional stok dibebankan pada pemerintah cq. Departemen Keuangan.

2.3 Impor

2.3.1 Impor Beras

Secara umum dapat dikatakan bahwa ketahanan pangan mencakup kemampuan untuk menyediakan pangan dalam ragam, kualitas dan jumlah yang cukup pertahun. Sementara itu petani menghadapi tingginya biaya produksi sebagai akibat kenaikan harga masukan (input), tenaga kerja, suku bunga dan sewa lahan.

Proteksi kepada konsumen dilakukan untuk menghindari gejolak harga yang tinggi pada saat-saat paceklik khususnya bagi konsumen yang berdaya beli lemah.

Selama ini harga beras dalam negeri, ada kalanya berada di bawah harga pasar dunia. Akan tetapi fluktuasi harga beras di dalam negeri lebih rendah dibanding fluktuasi harga di pasar dunia yaitu sekitar 15% untuk pasar domestik dan 35% untuk

(15)

pasar dunia. Hal tersebut dimungkinkan karena pemerintah melakukan kebijakan proteksi beras di pasar domestik melalui pemberian hak monopoli impor beras kepada BULOG. Dengan demikian volume dan jadwal impor diatur sesuai dengan situasi produksi dan permintaan dalam negeri. kebijakan ini mengurangi efek langsung pasar beras dunia ke dalam pasar beras domestik.

Sejalan dengan era pelepasan pemasaran pangan melalui pasar bebas, komoditas beras juga terkena, yaitu diserahkannya perdagangan beras kepasar bebas.

Monopoli impor yang dilakukan oleh BULOG dicabut dan diganti dengan memberikan kebebasan kepada sektor swasta untuk mengimpor langsung dengan sistem tarif. Kebijakan tersebut tentu akan membawa pengaruh terhadap sistem perberasan nasional baik kepada petani, konsumen, padagang, anggaran pamerintah maupun prosedur administrasi dan manajemannya.

Pengaruh monopoli impor beras melalui BULOG terhadap sistem perberasan nasional selama ini dapat dievaluasi berdasarkan realisasi harga dan kerja yang telah terjadi. Akan tetapi dampak dari sistem tarif terhadap sistem perberasan nasional belum teruji, kecuali dalam konsep-konsep yang lebih banyak bersifat teoritis.

Pilihan kebijakan yang diambil berupa sistem tarif atau monopoli impor selalu mengandung unsur positif dan negatif. Namun hal tersebut tidak hanya dikaitkan dengan masalah ekonomi, namun juga meliputi masalah sosial dan politik. Dengan demikian parameter yang bersiat ekonomi perlu dikombinasikan dengan parameter- parameter lain yang besifat non ekonomi.

(16)

Apabila sistem tarif ditetapkan, pembebasan bea masuk (BM 0%) beras impor seperti yang telah berlaku pada tahun 1998 secara langsung akan merugikan petani yang sementara panen, mengingat harga beras impor relatif lebih murah dari harga beras domestik . Oleh karena itu tingkat tarif perlu dihitung secara cermat dan fleksibel dengan memperhatikan beberapa faktor seperti; fluktuasi nilai tukar rupiah, fluktuasi harga di pasar domestik sebagai akibat kenaikan biaya produksi dan perubahan harag dasar, serta akibat pola panen antar musim, dan fluktuasi harga di pasar internasional.

Adanya fluktuasi tersebut menyebabkan besarnya tingkat tarif tidak mudah ditetapkan. Apabila digunakan acuan komitmen tarif di WTO (World Trade Organization) maka tingginya tarif yang ekuivalen dengan tingkat proteksi (monopoli impor) selama ini adalah 18%. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM FE-UI). Dimana margin perdagangan beras (dari tingkat produsen hingga tingkat konsumen ditingkat perkotaan) adalah 18%. (Amrullah,2003).

2.3.2 Pengaruh Impor Beras Terhadap Harga Beras Domestik

Dalam menjaga ketersediaan beras, pemerintah merasa perlu untuk mengimpor beras yang secara teoritis berpengaruh terhadap kenaikan harga beras di tingkat domestik melalui kebijakn tarif dan bea masuk impor. Pasa dasarnya impor beras tersebut selain secara fisik mempengaruhi jumlah penawaran dalam negeri sehingga melalui mekanisme pasar dapat mempengaruhi harga dalam negeri atau juga

(17)

merupakan transfer harga dari pasar internasional ke pasar domestik. Transfer harga tersebut sebenarnya terjadi, baik pada saat pasar beras dalam negeri masih diintervensi oleh pemerintah maupun setelah adanya deregulasi.

Pada komoditas bahan makanan pokok, pemerintah akan tetap melakukan pengendalian, meskipun menderita kerugian, agar masyarakat tidak menjadi objek pencari keuntungan. Oleh karena kebijakan pemerintah dalam melindungi harga pangan dalam negeri untuk kepentingan produsen dan konsumen dengan memberlakukan tarif dan bea masuk impor maupun melalui kebijakan stabilitas harga pangan mengakibatkan naiknya harga beras impor yang masuk ke pasar domestik.

2.4 Produksi

Produksi adalah suatu usaha yang dilakukan oleh manusia untuk menghasilkan barang dan jasa. Dimana dalam produksi manusia menggunakan benda-benda yang disediakan oleh alam atau diciptakan oleh manusia yang disebut dengan faktor-faktor produksi yang adakalanya dinyatakan dengan istilah lain, yaitu sumber daya.

Ditinjau dari segi ekonomis, pengertian produksi merupakan suatu proses pendayagunaan sumber-sumber yang telah tersedia sehingga memperoleh hasil kualitas dan kuantitas yang baik sehingga dapat diperdagangkan. Menurut Joesron dan Suharti (2003), produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input.

(18)

Prinsip ekonomi dari kegiatan produksi tergantung dari bagaimana seorang produsen baik pengusaha maupun petani mengalokasikan sarana produksi atau input yang dimiliki seefisien mungkin untuk memaksimumkan keuntungan (profit maximization). Disisi lain, bagaimana pengusaha/petani tetap mencoba meningkatkan keuntungan tersebut dengan kendala terbatasnya biaya usaha tani sehingga harus menekan biaya produksi seminimal mungkin (cost minimization).

2.4.1 Fungsi Produksi

Fungsi produksi merupakan hubungan teknis antara faktor produksi (input) dengan hasil produksi (output). Faktor poduksi merupakan hal yang mutlak dalam proses produksi karena tanpa faktor produksi kegiatan produksi tidak dapat berjalan.

Secara umum fungsi produksi menunjukan bahwa jumlah barang produksi tergantung pada jumlah faktor produksi yang digunakan. Jadi hasil produksi merupakan variabel tidak bebas, sedangkan faktor produksi merupakan variabel bebas.

Fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut:

Q = (K, L, R, T)

Dimana:

Q = Output

K = Kapital/modal L = Labor/tenaga kerja

(19)

R = Resources/sumber daya T = Teknologi

Dari persamaan di atas pada dasarnya berarti bahwa besar kecilnya tingkat produksi sesuatu barang tergantung kepada jumlah modal, jumlah tenaga kerja, jumlah kekayaan alam dan tingkat teknologi yang digunakan. Jumlah produksi yang berbeda-beda tentunya memerlukan faktor produksi yang berbeda-beda pula. Tetapi ada juga bahwa jumlah produksi yang tidak sama akan dihasilkan oleh faktor produksi yang dianggap tetap, biasanya adalah faktor produksi seperti modal, mesin, peralatannya serta bangunan perusahaan. Sedangkan faktor produksi yang mengalami perubahan adalah tenaga kerja.

2.4.2 Teori Produksi Dengan Satu Faktor Berubah

Hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang dalam produksi jangka pendek dikatakan bahwa ada faktor produksi yang bersifat tetap (fixed input) dan ada faktor produksi yang bersifat berubah (variabel input). Jika faktor produksi yang besifat variabel tesebut terus menerus ditambah maka produksi total akan semakin meningkat hingga sampai pada suatu tingkat tertentu (titik maksimum), dan apabila sudah pada tingkat maksimum tersebut faktor produksinya terus ditambah maka produksi total akan terus menurun. Hal ini berarti mulai berlakunya hukum tambahan hasil yang semakin berkurang (law of diminishing returns). Keadaan ini dapat dilihat pada gambar 2.6 (sumber: Nuraini, 2005)

(20)

Tahap 1

Tahap 2

Tahap 3 Q

Q3

Q2

Q1

L1 L2 L3 L4 0

TP

L A

MPL

Gambar 2.6 Kurva produksi total, produksi marginal dan produksi rata-rata

(21)

Gambar di atas merupakan cara lain untuk menggambarkan fungsi produksi yang menggunakan kombinasi faktor produksi tidak sebanding, dimana modal dan teknologi dianggap tetap. Sumbu vertikal menunjukan jumlah produksi yang dihasilkan (output), sumbu horizontal menunjukan jumlah input tenaga kerja, TP merupakan total produksi, L merupakan tenaga kerja, MPL menunjukan produksi batas (marginal product tenaga kerja), dan APL menunjukan rata-rata tenaga kerja (average product)

Berdasarkan gambar diatas dapat dibagi kedalam tiga tahap, yaitu:

a. Tahap I menunjukan penggunan tenaga kerja yang masih sedikit, dan apabila diperbanyak tenaga kerjanya hingga menjadi L2 maka total produksi akan meningkat dari Q1 menjadi Q2. produksi rata-rata dan produksi marginal juga turut meningkat. Produsen yang rasional jelas akan memilih memperbanyak mempergunakan tenaga kerja.

b. Pada tahap II ini merupakan tahap yang efisien untuk berproduksi dikarenakan produksi total yang terus meningkat, sedangkan produksi rata- rata mulai menurun dan produksi marginal bertambah dengan proporsi yang semakin menurun pula hingga pada akhirnya produksi marginal mencapai titik nol (0). Pada tahap II ini berlaku hukum penambahan hasil produksi yang semakin berkurang (law of diminishing returns). Dan jika pada keadaan tersebut tenaga kerja masih saja ditambah maka memasuki tahap III.

(22)

c. Tahap III merupakan penambahan tenaga kerja yang akan menyebakan turunnya total produksi. Jadi penggunaan tenaga kerja sudah terlalu banyak hingga produksi rata-rata menurun dan produksi marginal menjadi negatif.

Oleh karena itu tidak ada pilihan lain kecuali mengurangi penggunaan tenaga kerja.

2.4.3 Teori Produksi Dengan Dua Faktor Berubah

Dalam jangka panjang perusahaan mempunyai lebih banyak kesempatan untuk pemakaian input yang tadinya tidak dapat diubah. Jadi suatu fungsi produksi dikatakan sebagai jangka pendek atau jangka panjang adalah tergantung dari apakah inputnya dapat diubah menjadi variabel. Jika semua input dapat diubah maka dinamakan fungsi produksi jangka, tetapi jika ada satu input tetap, dinamakan fungsi produksi jangka pendek.

Kurva yang menunjukan kombinasi pemakaian input yang berbeda tetapi dapat menghasilkan jumlah output yang sama disebut isoquant.

Fungsi produksi jangka panjang dapat dituliskan sebagai berikut:

Q = f (K,L) Dimana:

Q = Output (fungsi dari perubahan L dan pemakaian K tetap) L = Tenaga kerja (input variabel)

K = Mesin (input variabel)

(23)

Isoquant cembung terhadap titik asal (convex to origin) sehingga slope antara satu titik ke titik lain adalah sama. Slope isoquant dikenal sebagai Marginal Rate Technical Substitution (MRTS) yang menunjukan secara teknis berapa K dan L dapat saling diubah untuk menghasilkan output yang sama.

∆K1>∆K2>∆K3

Gambar 2.7 isoquant produksi

K

AK1

AK2

AK3

∆1 ∆1 ∆1 L

C B

A

D

Isoquant

Gambar

Gambar 2.2 Pergeseran Kurva Penawaran
Gambar 2.3 Kerangka Kebijaksanaan Harga
Gambar 2.4 Pengontrolan Harga Dasar Pada Waktu Panen
Gambar 2.5 Pengontrolan Harga Maksimum Pada Waktu Paceklik
+3

Referensi

Dokumen terkait

AR,js sudah bisa memenuhi harapan para pengrajin batik di kota Pekalongan, maka akan dilakukan pengujian terhadap marker e-label batik yang akan dipindai dari

Manual Prosedur Penggunaan Fasilitas Laboratorium Sains bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme, efisiensi, dan kualitas menejemen administrasi aktivitas layanan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh penyuluhan tentang vulva hygiene terhadap perilaku melakukan vulva hygiene pada siswi kelas XI IPS SMAN 1 Pleret

 Individu dapat mencapai ketergantungan satu sama lain  Kelompok sebaya mengajar moral orang dewasa  Individu dapat mencapai kebebasan sendiri. Masyarakat

[r]

asil dari penelitian pemantauan penggunaan listrik pada peralatan rumah tangga dengan telepon genggam terbagi menjadi 4 bagian yang terdiri dari bagian pemantau, bagian

Perencanaan strategik SI/TI ini dibuat dan dikembangkan dari kondisi Sistem Informasi dan Teknologi Informasi yang ada pada saat sekarang di Universitas

terdapat perselisihan antara masyarakat, perorangan, dan badan hukum (Perusahaan, KUD, dll). 13) Permasalahan lahan murni masyarakat (Genuine Masyarakat) adalah lahan