• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh enzim fitase kompleks dalam ransum berbasis dedak padi terhadap performans itik.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh enzim fitase kompleks dalam ransum berbasis dedak padi terhadap performans itik."

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

PENAMBAHAN ENZIM FITASE KOMPLEKS DALAM RANSUM

BERBASIS DEDAK PADI TERHADAP PERFORMANS ITIK

OLEH:

ANAK AGUNG PUTU PUTRA WIBAWA, SPt.MSi (0022066902) NI MADE WITARIADI, SPt., MP (0004117202)

Dibiayai Oleh DIPA PNBP Universitas Udayana sesuai dengan Surat PerjanjianPenugasan Pelaksanaan Penelitian Nomor:

246-103/UN14.2/PNL.01.03.00/2015 Tanggal 21 April 2015

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

PENAMBAHAN ENZIM FITASE KOMPLEKS DALAM RANSUM BERBASIS DEDAK PADI TERHADAP PERFORMANS ITIK

A.A.P. PUTRA WIBAWA, N.M. WITARIADI, DAN I. B. G. PARTAMA

Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar E-mail: aputrawibawa@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan enzim fitase kompleks (Phylazime) dalam ransum berbasis dedak padi terhadap pertumbuhan, perlemakan, dan karkas itik umur 5-10 minggu. Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan, yaitu ransum basal dengan 10% dedak padi sebagai kontrol (A), ransum dengan 20% dedak padi (B), dan ransum dengan 20% dedak padi dengan suplementasi 0,30% enzim Phylazime (C). Setiap perlakuan terdiri dari enam ulangan dan tiap ulangan menggunakan enam ekor itik Bali jantan umur 5 minggu dengan bobot badan relatif homogen, sehingga terdapat 18 unit percobaan. Ransum disusun isokalori (ME: 2900 kkal/kg) dan isoprotein (CP: 17%). Ransum dan air minum selama periode penelitian diberikan secara ad libitum. Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi: konsumsi ransum, berat badan akhir, pertambahan berat badan, feed conversion ratio (FCR), berat karkas, lemak abdomen, dan kadar kolesterol darah itik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan 20% dedak padi dalam ransum ternyata tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum, akan tetapi secara nyata (P<0,05) menurunkan pertambahan berat badan, karkas, efisiensi penggunaan ransum, lemak abdomen, dan kadar kolesterol serum darah itik dibandingkan dengan kontrol. Penambahan 0,30% enzim Phylazime dalam ransum yang mengandung 20% dedak padi nyata (P<0,05) meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi penggunaan ransum dibandingkan dengan tanpa penambahan enzim. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan 20% dedak padi dalam ransum ternyata menurunkan pertumbuhan, karkas, dan efisiensi penggunaan ransum dibandingkan dengan kontrol (10% dedak padi). Sebaliknya dengan suplementasi 0,30% enzim Phylazim dalam ransum yang menggunakan 20% dedak padi memberikan hasil yang sama dengan kontrol (ransum dengan 10% dedak padi).

Kata kunci: enzim phytase kompleks, dedak padi, penampilan, itik

AN ADDITION OF PHYTASE COMPLEX ENZYME IN RICE BRAN BASED DIETS ON PERFORMANS OF BALI DRAKE

ABSTRACT

(3)

different (P<0.05) on body weight gains, carcass weight, feed efficiency, abdominal-fat, and serum cholesterol contents than control group.Supplementation of 0.30 % Phylazim enzymes in rise bran based diets (20% rise bran) were increased significantly different (P<0.05) on growth and feed efficiency rather than unsupplemented enzymes, but the same effect (P>0,05) than control. It was concluded that used of 20% rice bran in diets were decreased body weight gains, carcass, and feed efficiency than control diets (10% rice bran). On the other hand, supplemented of 0.30% phytase complex enzymes in rice bran based diets were indicated the same effect than control diets (10% rice bran).

(4)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan Syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas Rachmat yang diberikan

kepada penulis, sehingga penelitian sampai penyusunan laporan ini dapat terselesaikan tepat

pada waktunya.Pada kesempatan ini, kami tim peneliti dan penyusun laporan ini tidak lupa

mengucapkan terimakasih kepada:

1. Rektor Universitas Udayana, melalui Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian

kepada Masyarakat (LPPM) Unud, atas dana yang diberikan, sehingga penelitian

sampai penyusunan laporan ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

2. Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana, atas dana, ijin, dan fasilitas yang

diberikan selama penelitian.

3. Kepala Laboratorium Nutrisi dan Bahan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan,

Unud., atas ijin dan fasilitas yang diberikan selama penelitian.

4. Teman-teman yang telah banyak membantu selama pengambilan data penelitian.

Semoga laporan hasil penelitian ini ada manfaatnya bagi kita semua.Segala saran dan

kritik untuk kesempurnaan laporan ini, sangat kami harapkan.Sebelum dan sesudahnya,

penulis ucapkan banyak terimakasih.

Denpasar, Juli 2015

Hormat Kami,

(5)

DAFTAR ISI

2.1 Manfaat Enzim pada Ransum ……….……….. 4

2.2 Dedak Padi ………..….……….. 6

III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN……….. 9

(6)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Tingkat penggunaan dedak padi pada ternak unggas ……… 11

2. Komposisi kimia berbagai dedak padi ………... 11

3. Komposisi bahan pakan dalam ransum itik umur 5-10 minggu ... 16

4 Komposisi zat makanan dalam ransum itik umur 5-10 minggu ... 17

(7)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Biaya produksi dalam suatu usaha peternakan, hampir 70% bersumber dari biaya

pakan, sehingga perlu diusahakan pemanfaatan sumber pakan yang tersedia dengan

memanfaatkan sebanyak mungkin limbah industri pertanian sebagai upaya penyediaan bahan

pakan yang cukup dan berkelanjutan.

Mahalnya biaya produksi yang bersumber dari biaya ransum tersebut, dapat

dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satu diantaranya adalah pemakaian bahan baku impor,

seperti bungkil kacang kedelai dan tepung ikan. Setelah jagung kuning, maka dedak padi

merupakan bahan pakan yang paling banyak digunakan di dalam penyusunan ransum untuk

ayam. Dedak padi merupakan limbah proses pengolahan gabah dan tidak dikonsumsi oleh

manusia. Kelemahan utama dedak padi adalah kandungan serat kasarnya yang cukup tinggi,

yaitu 13,0% dan adanya senyawa fitat yang dapat mengikat mineral dan protein sehingga sulit

dapat dimanfaatkan oleh enzim pencernaan. Inilah yang merupakan faktor pembatas

penggunaannya di dalam penyusunan ransum. Namun demikian, dilihat dari kandungan

proteinnya yang berkisar antara 12-13,5% menjadikan bahan pakan ini sangat diperhitungkan

di dalam penyusunan ransum unggas. Dedak padi mengandung energi termetabolis berkisar

antara 1640 – 1890 kkal/kg. Kelemahan lain pada dedak padi adalah kandungan asam

aminonya rendah, demikian juga halnya dengan vitamin dan mineral, sehingga penggunaanya

dalam ransum maksimal 20% (Bidura et al., 2010).

Upaya mengatasi rendahnya kandungan nutrisi dedak adi tersebut dapat dilakukan

melalui penggunaan enzim. Menurut Mastika (2000), penambahan enzim biasanya dilakukan

pada bahan pakan yang kecernaannya rendah, sehingga dapat meningkatkan penggunaan

(8)

memecah senyawa fitat pada dedak padi, carbohidrase (memecah karbohidrat kompleks),

dan protease (menghidrolisis protein pakan), sehingga penggunaannya dalam ransum dapat

mengatasi kelemahan nutrisi dedak padi.

Xuan et al. (2001) melaporkan bahwa pemberian 0,10-0,30% enzym kompleks dalam

ransum nyata dapat meningkatkan pertumbuhan, dan efisiensi penggunaan ransum.

Dilaporkan juga bahwa enzim kompleks merupakan gabungan beberapa enzim seperti

alfa-amilase, xilanase, beta-glukonase, protease, lipase, dan phytase. Suplementasi enzim phytase

dalam ransum nyata dapat meningkatkan kecernaan bahan kering, lemak kasar, P, Zn, Mg,

dan Cu, serta dapat meningkatkan retensi nitrogen, mineral Ca, P, Mg, dan Zn (Lim et al.,

2001), dapat meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi penggunaan ransum (Selle et al.,

2003).

Dari uraian tersebut perlu kiranya diamati pengaruh penambahan enzim fitase

kompleks dalam ransum berbasis dedak padi (bahan lokal) dilihat dari aspek kuantitas dan

kualitas produksi telur ayam, sehingga masalah pakan khususnya dedak padi dalam dunia

peternakan dapat diatasi, karena dedak padi ketersediaannya cukup banyak serta tidak

bersaing dengan manusia.

1.2 Perumusan Masalah

Tingginya harga ransum, apakah mungkin dapat diturunkan dengan cara

memanfaatkan bahan pakan lokal semaksimal mungkin dalam penyusunan ransum, yaitu

dedak padi. Karena ketersediaan dedak padi cukup banyak dan tidak bersaing dengan

manusia. Namun, penggunaan dedak padi yang tinggi dalam ransum (diatas 15%),

menyebabkan nilai cerna ransum menjadi rendah yang akan berdampak pada penurunan

produktivitas ayam. Akan tetapi, dengan menambahkan enzim fitase kompleks, diharapkan

akan dapat meningkatkan nilai cerna ransum itu sendiri dilihat dari performans danefisiensi

(9)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji bahwa penggunaan enzim fitase

kompleks dapat meningkatkan nilai nutrisi dedak padi, dilihat dari performans dan efisiensi

(10)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manfaat Enzim pada Ransum

Mierop dan Ghesquire (l998) menyatakan bahwa penambahan enzim dalam ransum

dapat meningkatkan efisiensi penggunaan ransum, karena enzim mempunyai peranan penting

dalam proses pencernaan bahan pakan yang tidak tercerna sebelumnya. Penambahan enzim

kompleks (protease, cellulase, dan hemicellulase) ternyata dapat meningkatkan pertumbuhan

dan efisiensi penggunaan ransum (Selle et al., 2003).

Simbaya et al. (2003) menyatakan bahwa suplementasi enzim phytase, carbohidrase,

dan protease dalam ransum ternyata dapat meningkatkan pertambahan berat badan dan

efisiensi penggunaan ransum. Dilaporkan juga bahwa kecernaan zat-zat makanan meningkat

dengan adanya suplementasi ketiga enzim tersebut. Hasil penelitian Peng et al. (2003)

melaporkan bahwa penambahan enzim xylanase yang dikombinasikan dengan phytase dalam

ransum ternyata dapat meningkatkan pertambahan berat badan dan efisiensi penggunaan

ransum pada ayam dan dapat meningkatkan energi metabolis.

Hasil penelitian pada babi yang dilakukan oleh Park et al. (2003) mendapatkan bahwa

penambahan 0,10% enzim xylanaseke dalam ransum secara nyata dapat meningkatkan

penampilan ayam, meningkatkan efisiensi penggunaan ransum, dan meningkatkan kecernaan

nutrien. Hal yang sama dilaporkan juga oleh Shim et al. (2003) bahwa suplementasi 0,10%

enzim phytase dan 0,10% enzim carbohydrase dalam ransum secara nyata dapat

meningkatkan efisiensi penggunaan ransum yang disebabkan karena meningkatknya

kecernaan zat-zat makanan, energi termetabolis, energi tercerna, kecernaan protein, ekstrak

eter, mineral Ca, dan meningkatnya kecernaan mineral fosfor (P).

Xuan et al. (2001) melaporkan bahwa pemberian 0,10 - 0,30% enzym kompleks dalam

(11)

penggunaan ransum. Dilaporkan juga bahwa enzim kompleks merupakan gabungan beberapa

enzim seperti alfa-amilase, xilanase, beta-glukonase, protease, lipase, dan phytase.

Dilaporkan juga oleh Lim et al. (2001) bahwa suplementasi enzim phytase ke dalam ransum

secara nyata dapat meningkatkan kecernaan bahan kering, lemak kasar, P, Zn, Mg, dan Cu,

serta dapat meningkatkan retensi nitrogen, mineral Ca, P, Mg, dan Zn. Sebastian et al. (1996)

melaporkan bahwa suplementasi “phytase microbial” ke dalam ransum secara nyata dapat

meningkatkan konsumsi ransum, pertambahan berat badan, dan efisiensi penggunaan ransum.

2.2 Dedak Padi

Dedak padi merupakan bahan pakan yang paling banyak digunakan di dalam

penyusunan ransum. Dedak padi merupakan limbah proses pengolahan gabah dan tidak

dikonsumsi oleh manusia. Kelemahan utama dedak padi adalah kandungan serat kasarnya

yang cukup tinggi, yaitu 13,0%. Inilah yang merupakan faktor pembatas penggunaannya di

dalam penyusunan ransum. Namun demikian dilihat dari kandungan proteinnya yang

berkisar antara 12-13,5% menjadikan bahan pakan ini sangat diperhitungkan di dalam

penyusunan ransum unggas. Dedak padi mengandung energi termetabolis berkisar antara

1640-1890 kkal/kg.

Tabel 1. Tingkat penggunaan dedak padi pada ternak unggas

Jenis unggas Level Penggunaan

(12)

Tabel 2. Komposisi kimia berbagai jenis dedak padi

Komponen (%) Dedak Kasar Dedak Halus Bekatul

Pabrik Kampung

Air 10,50 10,90 11,70 12,55

Protein Kasar 6,10 13,60 10,10 10,80

Lemak Kasar 2,30 6,20 4,90 2,90

Serat kasar 26,80 8,00 15,30 4,90

Nitrogen - 50,80 48,10 61,30

Abu 15,50 8,50 9.90 7,55

Sumber Rasyaf (2002)

Dedak dapat dihasilkan dari penyosohan beras pecah kulit menjadi beras, termasuk di

dalamnya lapisan kutikula dan sebagian kecil lembaga. Penggunaan dedak padi dalam

ransum unggas ada batasannya, yaitu 0-15% untuk ayam petelur fase starter; 0-20% untuk

ayam petelur fase grower; dan 0-20% ayam petelur fase layer. Untuk ayam broiler berkisar

antara 5-20%, dan tidak lebih dari 20% karena akan dapat menurunkan produktivitas ayam.

Kelemahan lain pada dedak padi adalah kandungan asam aminonya rendah, demikian juga

halnya dengan vitamin dan mineral.

Kandungan protein dedak padi umumnya disebut oryzem, dan protein ini memiliki

nilai gizi yang tinggi karena banyak mengandung asam amino essesnsial. Dedak padi

mengandung minyak sekitar 10-30%, dan asam lemak tidak jenuh yang cukup tinggi, yaitu

berkisar antara 75-80%. Kandungan karbohidrat pada dedak pada dapat mencapai 40-49%

(13)

III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji bahwa penggunaan enzim fitase

kompleks dapat meningkatkan nilai nutrisi dedak padi, dilihat dari performans dan efisiensi

penggunaan ransum itik bali jantan umur 5-10 minggu.

3.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi data ilmiah untuk

penelitian-penelitian lebih lanjut, khususnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan,

teknologi, dan seni.Disamping itu, juga diharapkan dapat memecahkan masalah

pembangunan khususnya dalam masalah penyediaan pakan untuk itik Bali jantan, khususnya

(14)

IV. METODOLOGI

4.1 Materi

4.1.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kandang penelitian milik petani ternak di daerah Tabanan

Bali.Lama penelitian selama enam bulan mulai dari persiapan sampai penyusunan laporan.

4.1.2. Kandangdan Itik

Kandang yang digunakan adalah kandang sistem battery colony dari kawat, dengan

ukuran panjang 100 cm, lebar 40 cm, dan tinggi 40 cm. Tiap petak kandang sudah dilengkapi

dengan tempat pakan dan air minum.

Itik yang digunakan adalah itik bali jantan umur lima minggu yang diperoleh dari

peternak itik lokal disekitar tempat penelitian dengan berat badan homogeny.

4.1.3. Enzim Fitase Kompleks

Sebagai sumber enzim fitase kompleks digunakan enzim Phylazime dalam bentuk

bubuk yang terdiri dari campuran beberapa enzim, yaitu enzim phytase, amilase,dan

proteinase yang diproduksi oleh IP2TP, Denpasar bekerjasama dengan Bappeda Tk. I Bali.

4.1.4. Ransum

Ransum yang digunakan disusun berdasarkan perhitungan menurut tabel komposisi

zat-zat makanan dari Scott et al. (l982) yang terdiri dari: jagung kuning, dedak padi, bungkil

kelapa, kacang kedele, tepung ikan, dan garan dapur (NaCl). Ransum disusun isokalori

(ME: 2900 kkal/kg) dan isoprotein (CP: 17%).

Tabel 3. Komposisi bahan pakan dalam ransum itik umur 5-10 minggu

Komposisi Pakan Perlakuan1)

A B C

(15)

Dedak padi 10,00 20,00 20,00

1. Ransum basaldengan 10% dedak padi (sebagai kontrol (A); dengan 20% dedak padi(B); dan ransum dengan 20% dedak padiyang disuplementasi 0,30% enzim Phylazim (C)

Tabel 4. Komposisi zat makanan dalam ransum itik umur 5-10 minggu1)

Zat Makanan Perlakuan3) Standar2)

1. Berdasarkan perhitungan Scott et al. (1982)

2. Berdasarkan standar Farrell (1995)

3. Ransum basal dengan 10% dedak padi (sebagai kontrol (A); dengan 20% dedak padi(B); dan ransum dengan 20% dedak padiyang disuplementasi 0,30% enzim Phylazim (C)

4.1.5 Alat-alat

Alat–alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan merk “tanita“

kapasitas 3.000 g kepekaan 10 g, digunakan untuk menimbang ayam dan menimbang

ransum. Timbangan “tricle brand“ kapasitas 500 g kepekaan 0,10 g digunakan untuk

menimbang komposisi tubuh dan bagian–bagian lemak tubuh, serta penimbangan enzim

Phylazime. Kantong plastik sebagai tempat ransum jadi, ember plastik, pisau bedah, talenan,

(16)

4.2 Metode

4.2.1. Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan

dan enam kali ulangan. Tiap ulangan (unit percobaan) menggunakan enam ekor itik bali

jantan umur lima minggu dengan berat badan homogen. Ke empat perlakuan tersebut adalah:

 Ransum basal dengan kandungan dedak padi 10% tanpa suplementasi enzim

Phylazim sebagai kontrol (A)

 Ransum basal dengan kandungan dedak padi 20% tanpa suplementasi enzim

Phylazim sebagai kontrol (C).

 Ransum dengan dengan kandungan dedak padi 20% dan dengan suplementasi 0,30%

enzim Phylazime (D).

4.2.3 Prosedur Penelitian

Dari 200 ekor itik bali jantan, diambil sampel secara acak sebanyak 50 ekor untuk

ditimbang dan dicari bobot rata-rata (x). Bobot rata–rata tersebut dipakai untuk membuat

kisaran berat badan, yaitux  5 %. Itik yang dipakai adalah itik yang bobot badannya masuk

dalam kisaran bobot badan yang dibuat. Kemudian itik disebar secara acak pada

masing-masing petak kandang yang jumlahnya 18 buah, dan setiap petak kandang terisi enam ekor

itik, sehingga mendapatkan 108 ekor itik yang mempunyai bobot badan yang relatif

homogen.

Sebelum itik dimasukkan ke dalam kandang, terlebih dahulu kandang dibersihkan dan

disemprot dengan antiseptik. Pada permulaan pemeliharaan itik yang baru tiba diberi

vitachick selama tiga hari dengan tujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh.Vaksinasi

(17)

4.2.2. Pencampuran Ransum

Pencampuran ransum diawali dengan penimbangan bahan ransum, kemudian

dilanjutkan dengan penimbangan enzim Phylazime sebanyak 0,30%. Pencampuran

ransum dilakukan di atas lembaran plastik, kemudian dibagi menjadi empat bagian

yang sama dan dicampur rata. Selanjutnya dicampur silang sehingga diperoleh

campuran yang homogen. Campuran yang telah jadi dimasukkan ke dalam kantong

plastik kemudian diberi kode sesuai dengan perlakuan, dan selanjutnya ditimbang

kembali. Pencampuran ransum dilakukan seminggu sekali.

4.2.3. Pemberian Ransum dan Air Minum

Ransum dan air minum diberikan ad libitum. Pemberian ransum dilakukan dengan

cara mengisi ¾ bagian dari tempat ransum untuk menghindari tercecernya ransum

pada saat itik makan. Air minum yang diberikan berasal dari PAM. Penambahan air

minum dilakukan setiap air minum hampir habis, dan penggantian air minum

dilakukan setiap pagi.

4.2.4. Pemotongan Itik

Pengambilan itik yang akan dipotong dilakukan pada akhir penelitian, yaitu semua itik

perlakuan, jadi jumlah itik yang dipotong sebanyak 108 ekor. Sebelum ditimbang, semua itik

dipuasakan selama 12 jam. Itik dipotong pada bagian Vena jungularis yang terletak diantara

tulang kepala dengan ruas tulang leher pertama (USDA, 1977).

4.2.5 Pemisahan Bagian-bagian Tubuh

Pemisahan bagian-bagian tubuh didahului dengan pencabutan bulu, dengan

mencelupkan itik yang telah mati ke dalam air dingin kemudian ke dalam air panas dengan

suhu 70o-80oC selama 0,5-1,0 menit. Selanjutnya dilakukan pengeluaran saluran pencernaan,

pengeluaran organ dalam, dan pemilahan serta penimbangan lemak tubuh, yaitu lemak yang

(18)

4.2.4. Variabel yang Diamati

Variabel yang diamati atau di ukur dalam penelitian ini adalah:

1. Konsumsi ransum: konsumsi ransum diukur setiap dua minggu sekali, yaitu selisih antara

jumlah ransum yang diberikan dengan sisa ransum.

2. Berat badan akhir dan pertambahan berat badan itik: berat badan akhir diperoleh dengan

menimbang semua itik pada akhir penelitian. Pertambahan berat badan merupakan selisih

antara berat badan akhir dengan berat badan awal. Sebelum penimbangan berat badan,

itik terlebih dahulu dipuasakan lebih kurang selama 12 jam, sedangkan air minum tetap

diberikan.

3. Feed Conversion Ratio (FCR): merupakan perbandingan antara jumlah ransum yang

dikonsumsi dengan pertambahan berat badan. Merupakan tolok ukur untuk menilai

tingkat efisiensi penggunaan ransum. Semakin rendah nilai FCR, semakin tinggi efisiensi

penggunaan ransumnya, demikian sebaliknya.

4. Distribusi lemak pada tubuh itik, yaitu lemak bantalan, lemak mesenterium, lemak

empedal, dan lemak abdominal.

5. Kolesterol darah: pengambilan darah dilakukan dua kali, yaitu sebelum perlakuan

diberikan (pre-treatment) dan minggu ketiga setelah perlakuan diberikan (

post-treatment). Sampel darah diambil dari pembuluh vena di bagian sayap, mempergunakan

spuit dengan jarum No. 25, sebanyak 1,5 ml, dibiarkan membeku, selanjutnya di pusing

dan serumnya diambil untuk pemeriksaan: kolesterol total (Smith dan Mangkoewidjojo,

(19)

4.2.5. Analisis Statistik

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, dan apabilia diantara perlakuan

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05) dilanjutkan dengan uji jarak berganda

(20)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1Hasil

5.1.1. Konsumsi Ransum

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan jumlah ransum yang dikonsumsi oleh

oleh itik yang diberi perlakuan kontrol adalah 5027,48 g/ekor/5 minggu (Tabel 5). Rataan

jumlah ransum yang dikonsumsi selama lima minggu oleh perlakuan B dan C

masing-masing: 5,64% dan 0,30% lebih rendah daripada kontrol dan secara statistik tidak berbeda

nyata (P>0,05).

5.1.2. Berat Badan Akir dan Pertambahan Berat Badan

Berat badan akir itik perlakuan kontrol adalah 1606,35 g/ekor (Tabel 5). Berat badan

akhir itik yang mendapat perlakuan B adalah 8,53% nyata (P<0,05) lebih rendah daripada

kontrol, sedangkan berat badan itik perlakuan C adalah 0,65% tidak nyata (P>0,05) lebih

rendah daripada kontrol.

Rataan pertambahan berat badan selama lima minggu penelitian pada itik yang

mendapat perlakuan kontrol adalah 1054,72 g/5 minggu (Tabel 5). Pertambahan berat badan

itik yang mendapat perlakuan B sebesar 13,17% nyata (P<0,05) lebih rendah daripada

perlakuan A, sedangkan perlakuan C adalah sebesar 1,20% tidak nyata (P>0,05) lebih rendah

daripada kontrol (A).

5.1.3. Feed Conversion Ratio (FCR)

Nilai FCR rata-rata selama lima minggu pada itik yang mendapat perlakuan ransum

kontrol adalah 4,77/ekor (Tabel 5). Rataan nilai FCR pada itik perlakuan B adalah 8,60%

nyata (P<0,05) lebih tinggi dari pada itik kontrol, sedangkan rataan nilai FCR pada itik

(21)

Tabel 5. Suplementasi enzim fitase kompleks (Phylazime) dalam ransum yang Menggunakan 20% dedak padi terhadap performans, karkas, lemak abdomen, dan kadar kolesterol darah itik itik Bali jantan umur 10 Minggu.

Variabel Perlakuan 1) SEM 2)

A B C

Konsumsi ransum (g/ekor/5 minggu) 5027,48a3) 4743,89a 5012,45a 108,312

Berat badan akhir(g/ekor) 1606,35a 1469,37b 1595,92a 32,081

Pertambahan berat badan (g/ekor/5 minggu) 1054,72a 915,81b 1042,09a 30,752

FCR 4,77a 5,18b 4,81a 0,105

Bobot potong(g/ekor) 1661,72a 1470,36b 1598,27a 34,724

Berat karkas(g/ekor) 1012,15a 898,39b 979,73a 26,036

Lemak abdomen (% berat badan) 3,27a 2,85b 2,92b 0,092

Kolesterol serum darah (mg/dl) 191,07a 172,62b 169,39b 4,907

Keterangan :

1. Ransum basal dengan 10% dedak padi (sebagai kontrol (A); dengan 20% dedak padi (B); dan ransum dengan 20% dedak padi yang disuplementasi 0,30% enzim Phylazime (C) 2. SEM : “Standard Error Of The Treatment Means”

3. Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

5.1.4. Bobot Potong

Rataan berat potong itik yang mendapat perlakuan control adalah 1661,72 g/ekor

(Tabel 5). Berat potong itik perlakuan B adalah 11,52% nyata (P<0,05) lebih rendah daripada

control, sedangkan rataan berat potong itik perlakuan C adalah 3,82% tidak nyata (P>0,05)

lebih rendah daripada control.

5.1.5. Berat Karkas

Berat karkas itik yang mendapat perlakuan control adalah 1012,15 g/ekor (Tabel 5).

Berat karkas itik yang mendapat perlakuan B adalah 11,24% nyata (P<0,05) lebih rendah

daripada control dan berat karkas itik perlakuan C adalah 3,20% tidak nyata (P>0,05) lebih

(22)

5.1.6. Abdominal-Fat

Rataan jumlah lemak abdomen pada itik perlakuan A adalah 3,27% berat badan

(Tabel 5). Rataan jumlah lemak abdomen pada itik perlakuan B dan C adalah 12,84% dan

10,70% nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada kontrol.

5.1.7. Kolesterol Serum Darah

Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa kadar kolesterol serum darah itik

yang mendapat perlakuan kontrol adalah 191,07mg/dl (Tabel 5). Sedangkan kadar kolseterol

serum darah itik perlakuan B dan C masing-masing: 9,66% dan 11,35% nyata (P<0,05) lebih

rendah daripada kontrol.

5.2 Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan dedak padi dalam

ransum dari 10% menjadi 20% dengan maupun tanpa suplementasi enzim Phylazime ternyata

tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah ransum yang dikonsumsi oleh itik. Hal ini

disebabkan karena kandungan energi pada ketiga perlakuan sama. Itik mengkonsumsi ransum

adalah untuk memenuhi kebutuhan energi. Seperti dilaporkan oleh Rasyaf (1994), bahwa

kandungan energi ransum sangat mempengaruhi tingkat konsumsi ransum. Hal ini

disebabkan karena ternak unggas mengkonsumsi ransum untuk memenuhi kebutuhan akan

energi.

Berat badan akhir dan pertambahan berat badan itik menurun secara nyata dengan

meningkatnya penggunaan dedak padi dalam ransum (perlakuan B). Hal ini disebabkan

karena tingginya kandungan serat kasar dan asam fitat dalam dedak padi, menyebabkan

protein dan fosfor yang terkandung di dalamnya tidak dapat diserap oleh ternak unggas (Scott

et al., 1982). Hal inilah yang menyebabkan dedak padi tidak dapat digunakan secara

berlebihan (Rasyaf, 1990). Pada perlakuan C pertambahan berat badan yang dihasilkan nyata

(23)

kompleks yang berfungsi meningkatkan proses pencernaan zat-zat makanan dalam saluran

pencernaan itik, sehingga meningkatkan penyerapan zat-zat makanan yang menyebabkan

peningkatan berat badan (Anon., 2002). Dilaporkan oleh Setiawan (2002), bahwa

penambahan enzim kompleks 0,20% pada ransum komersial dapat meningkatkan berat badan

broiler dibandingkan tanpa penggunaan enzim kompleks. Enzim lipaseyang terkandung

dalam enzim Phylazime mampu mengubah lemak menjadi asam lemak dan gliserol yang

berfungsi membantu proses pencernaan, sehingga proses penyerapan zat-zat makanan dapat

meningkat dan mampu menyamai kontrol.

Meningkatan penggunaan dedak padi dalam ransum nyata menurunkan efisiensi

penggunaan ransum. Hal ini disebabkan karena pada perlakuan B pertambahan berat badan

lebih rendah walaupun konsumsi ransumnya sama, yang menyebabkan nilai FCR tinggi,

karena FCR adalah perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan

pertambahan berat badan. Wenk dan Hadorn (1994), melaporkan bahwa penambahan enzim

lipase dalam ransum secara nyata meningkatkan efisiensi penggunaan ransum. Efisiensi

penggunaan ransum pada ayam perlakuan C lebih tinggi dibandingkan dengan ayam

perlakuan B. Hal ini disebabkan karena adanya enzim kompleks yang terdiri dari enzim

protease, phytase, dan lipase yang berfungsi memperbaiki efisiensi ransum yang nantinya

dapat mengoptimalkan proses pencernaan bahan makanan sehingga dapat meningkatkan

pertambahan berat badan. Hal yang sama dilaporkan oleh Setiawan (2002), bahwa

penambahan 0,20% enzim kompleks pada ransum komersial dapat memperbaiki efisiensi

penggunaan ransum pada ayam sebesar 12,20% lebih tinggi dibandingkan tanpa penggunaan

enzim kompleks. Sedangkan pada perlakuan C angka FCR berbeda tidak nyata dibandingkan

perlakuan A. Hal ini disebabkan karena peranan enzim kompleks pada perlakuan C memberi

pertambahan berat badan sama. Graham (1996) menegaskan bahwa pemberian enzim lipase

(24)

Penambahan enzim mampu meningkatkan effisiensi pencernaan ransum, sehingga zat-zat

makanan lebih mudah diserap tubuh khususnya protein, karena protein merupakan zat

makanan yang berpengaruh terhadap metabolisme tubuh, membangun jaringan tubuh, dan

sebagai sistem enzim yang dibutuhkan untuk proses pencernaan, produksi, dan reproduksi

(Anon., 2000). Dilaporkan oleh Selle et al. (2003) bahwa penambahan enzim xylanase dan

phytase ke dalam ransum dapat meningkatkan bobot badan ayam.

Tingginya kandungan kalsium dan fosfor dalam dedak padi yang diikat dalam bentuk

asam fitat menyebabkan fosfor yang terkandung didalamnya tidak dapat dicerna dan

dimanfaatkan oleh itik, sehingga menyebabkan terhambatnya pertumbuhan yang pada

akhirnya akan menurunkan berat karkas. Hanafi (2001) melaporkan bahwa adanya

kandungan asam fitat yang berada dalam bentuk kompleks dengan protein, pektin, dan

polisakarida bukan pati menyebabkan penggunaan dedak padi menjadi terbatas, sehingga

untuk mengatasinya digunakan enzim.

Suplementasi 0,30% enzim Phylazime dalam ransum yang menggunakan 20% dedak

padi (perlakuan C) ternyata dapat menghasilkan bobot potong dan bobot karkas dibandingkan

dengan perlakuan B (tanpa enzim Phylazime) dan mendekati sama dengan kontrol (A). Hal

ini disebabkan karena adanya penambahan enzim, sehingga dapat memperbaiki mutu ransum

yang berkualitas rendah seperti dedak padi.

Berat potong dan berat karkas itik menurun pada perlakuan B. Hal ini disebabkan

karena peningkatan konsumsi serat kasar. Serat kasar tidak dapat dicerna oleh ternak unggas

sehingga secepatnya dikeluarkan dari saluran pencernaan. Dilaporkan oleh Bidura et al.

(l996) bahwa laju aliran ransum dalam saluran pencernaan ayam semakin cepat dengan

semakin tingginya kandungan serat kasar dalam ransum, sehingga peluang penyerapan zat

(25)

kandungan serat kasar ransum dapat menyebabkan penurunan kecernaan energi (Siri et al.,

1992) dan penyerapan lemak (Sutardi 1997).

Suplementasi 0,30% enzim Phylazime dalam ransum yang menggunakan 20% dedak

padi ternyata dapat menurunkan persentase pad fat, lemak empedal, lemak abdominal,

dibandingkan dengan tanpas suplementasi pada ransum yang menggunakan 20% dedak padi

(perlakuan B). Hal ini disebabkan adanya enzim lipase dalam Phylazime yang mampu

mendegradasi lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Asam lemak masuk ke dalam siklus

krebs, sehingga menghasilkan energi yang digunakan untuk memecah asam amino dengan

bantuan enzim protease berguna untuk mensintesa protein daging. Protein merupakan

komponen utama untuk sintesis daging sehingga pada akhirnya menurunkan penimbunaan

lemak dalam tubuh dan meningkatkan persentase daging. Menurut Hanafi (2001), enzim

lipase mampu meningkatkan energi metabolis dedak padi sehingga mampu meningkatkan

penggunaan dedak padi dalam ransum.

Serat kasar sangat efektif dalam mengencerkan garam empedu dan derivatnya,

sehingga penyerapan lemak berkurang dengan semakin meningkatnya konsumsi serat kasar.

Garam-garam empedu tersebut sangat dibutuhkan sekali untuk mengemulsikan lemak dan

kolesterol yang dimakan sehingga bisa dicerna oleh enzim lipase (Siregar et al., 1982).

Menurut Seaton et al. (l978), konsumsi protein, asam amino lysine, dan metionin yang

meningkat menyebabkan penurunan deposisi lemak dalam tubuh. Dilaporkan oleh Hussein

dan Al-Batshan (l999) bahwa meningkatnya konsumsi protein secara nyata menyebabkan

menurunnya jumlah lemak abdomen, serta meningkatnya persentase karkas ayam.

Dilaporkan juga oleh Jorgensen et al. (l996) bahwa meningkatnya konsumsi serat kasar oleh

ayam pedaging menyebabkan energi pakan yang diretensi dalam tubuh lebih banyak

(26)

Suryani et al. (2000) yang mendapatkan bahwa distribusi lemak dalam tubuh menurun

dengan semakin meningkatnya kandungan serat kasar dalam ransum.

Penggunaan 20% dedak padi dalam ransum dengan dan tanpa suplementasi 0,30%

enzim Phylazime nyata dapat menurunkan kandungan kolesterol dalam serum darah itik. Hal

ini disebabkan karena kandungan serat kasar ransum dan konsumsi serat kasar meningkat

yang menyebabkan laju aliran ransum meningkat dan sebagai akibatnya kolesterol di dalam

ransum akan keluar melalui gerakan usus, sedangkan garam empedu akan diserap kembali ke

dalam darah untuk diedarkan kembali sebagai kolesterol (Suhendra, l992). Pendapat ini

didukung oleh Linder (l985) dan Menge et al. (l974) bahwa fraksi serat kasar, yaitu pektin

ternyata dapat mengikat asam empedu dan kolesterol, sehingga meningkatnya ekskresi asam

empedu dan kolesterol dalam feses. Kolesterol ini kemudian berfungsi untuk membentuk

asam empedu yang sangat diperlukan untuk mengemulsikan lemak yang dimakan, sehingga

bisa dicerna di dalam usus (Abubakar, l992). Disamping itu, adanya kemampuan fraksi

selulosa yang mampu mengikat kolesterol di dalam saluran pencernaan sebesar empat kali

berat molekul dari selulosa itu sendiri (Anon., l996 dalam Bidura et al., l996). Lebih lanjut

dilaporkan juga bahwa lemak makanan yang dimakan dalam usus dicerna oleh enzim

pancreas dan diemulsikan oleh garam empedu menjadi micelles atau kilomikron. Micelles

inilah yang diserap oleh tubuh sebagai sumber tenaga, bahan dasar pembentuk kolesterol

yang kemudian didefositkan pada bagian organ tubuh tertentu seperti daging. Menurut

Linder (l985), penurunan kolesterol serum darah, juga disebabkan karena serat kasar

mengikat kolesterol secara langsung, juga mengikat asam empedu intraluminal dan

menghambat sirkulasi enterohepatik asam empedu. Dilaporkan juga oleh Anderson (l994)

bahwa aksi utama yang menyebabkan penurunan penyerapan kolesterol pada ransum berserat

tinggi adalah sebagai akibat meningkatnya akskresi emak, asam empedu dan kolesterol dari

(27)

kulit kacang kedele dalam ransum ternyata dapat menurunkan kadar LDL dan trigliserida

darah (Bakhit et al., l994) dan menurunkan kadar kolesterol, trigliserida dan LDL darah

(28)

VI. SIMPULAN DAN SARAN

6. 1 Simpulan

Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut ini.

1. Suplementasi 0,20% enzim fitase kompleks (Phylazime) dalam ransum yang

menggunakan 20% dedak padi dapat meningkatkan pertambahan berat badan, berat

badan akhir, berat karkas, dan efisiensi ransum, serta menurunkan jumlah lemak

abdomen dan kadar kolesterol serum darah itik Bali jantan umur 5-10 minggu

dibandingkan dengan perlakuan ransum dengan 20% dedak padi tanpa suplementasi

enzim fitase kompleks

2. Penggunaan 20% dedak padi dalam ransum itik Bali jantan umur 5-10 minggunyata

menurunkan pertambahan berat badan, karkas, dan efisiensi penggunaan ransum, serta

meningkatkan lemak dan konsentrasi kolesterol serum darah itik dibandingkan dengan

kontrol (ransum dengan 10% dedak padi).

6.2 Saran

 Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan bahwa dengan penggunaan 20% dedak

padi dalam ransum itik Bali jantan umur 5-10minggu dapat direkomendasikan apabila

disuplementasi dengan 0,20% enzim fitase kompleks (Phylazim).

 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang level optimal penggunaan enzim Phylazim

(29)

DAFTAR PUSTAKA

Bidura, I.G.N.G., D.A. Candrawati, dan D.P.M.A. Candrawati. 2010. Pakan Unggas. Konvensional dan Inkonvensional. Penerbit Udayana University Press, Denpasar.

Essary, E.O., B.W. Sheldon and L.C. Sharon. l977. Relationship Between Shell and Shell Mambrane Strength and Other Egg Shell Characteristics. Poultry Sci. 56: 1882-1888.

Hughes, R.J. l974. The Assesment of Egg Quality. International Training Course in Poultry Husbandry Dept. of Agric. NSW.

Kubena, L.F., J.W. Deaton, F.C. Chen and F.N. Reece. l974. Factors Influencing The Quality af Abdominal Fat in Broilers. 2. Cage Versus Floor Rearing. Poultry Sci. 53: 574-576

Lim, H. S., H. Namkung, J. S. Um, K. R. Kang, B. S. Kim, and I. K. Paik. 2001. The Effects of Phytase Supplementation on The Performance of Broiler Chickens Fed Diets with Different Levels of Non-Phytase Phosphorus. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 14 (2): 250 – 257

Mastika, I M. 2000. Ilmu Nutrisi Unggas. Penerbit Universitas Udayana, Denpasar

Mierop, V. D. and Ghesquiere. 1998. Enzymes have a Long Life. World Poultry No. 11 Vol 14: 13

Park, J. S., I. H. Kim, J. D. Hancock, C. L. Wyatt, K. C. Behnke, and G. A. Kennedy. 2003. Effects of Expander Processing and Enzyme Supplementation of Wheat Based Diets for Finishing Pigs. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 16 (2): 248 – 256

Peng, Y. L., Y. M. Guo, and J. M. Yuan. 2003. Effects of Microbial Phytase Replacing Partial Inorganic Phosphorus Supplementation and Xylanse on The Growth Performance and Nutrient Digestibility in Broiler Fed Wheat-Based Diets. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 16 (2): 239-247 Publishing by: M.L. Scott and Assoc. Ithaca, New York.

(30)

Selle, P. H., K. H. Huang and W. I. Muir. 2003. Effect of Nutrient Specifications and Xylanase plus Phytase Supplementation of Wheta Bared Diets on Growth Performance and Carcass Traits of Broiler Chicks. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 16 (10): 1501 - 1509

Shim, Y. H., B. J. Chae, and J. H. Lee. 2003. Effects of Phytase and Carbohydrases Supplementation to Diets with Partial Replacement of Soybean Meal with Rapeseed and Cottonseed Meal on Growth Performance and Nutrient Digestibility of Growing Pigs. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 16 (9): 1339-1347.

Simbaya, J., B. A. Slominski, W. Guenter, A. Morgan and L. D. Cambell. 1996. The Effects of Protease and carbohydrase on The Nutritive Value of Canola Meal for Poultry : In Vitro and In Vivo Studies. Anim. Feed. Sci. Technoll. 61: 219-234

Stadelman, W.J. and O.J. Cotterill. l973. Egg Science and Technology. The AVI Publishing Co. Inc., Westport, Connecticut.

Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. l989. Principles and Procedures of Statistics. 2nd Ed. McGraw-Hill International Book Co., London.

USDA. l977. Poultry Grading Manual. U.S. Goverment Printing Office Washington, D.C. 20402

Gambar

Tabel 1. Tingkat penggunaan dedak padi pada ternak unggas
Tabel 2. Komposisi kimia berbagai jenis dedak padi
Tabel 5. Suplementasi enzim fitase kompleks (Phylazime) dalam ransum yang Menggunakan 20% dedak padi terhadap performans, karkas, lemak abdomen, dan kadar kolesterol darah itik itik Bali jantan umur 10 Minggu

Referensi

Dokumen terkait

Pemerintah Jepang menggunakan Budaya Pop untuk promosi pariwisata karena melalui Budaya pop, citra Jepang sebagai negara militer perlahan berubah menjadi Jepang sebagai

Sebagai pelobi, dengan mengetahui kecerdasan yang me- nonjol dari sasaran lobi kita atau bernegosiasi dengan orang terse- but akan mengefisienkan waktu kita dalam memberikan

operasional sebagai risiko kerugian yang disebabkan leh kegagalan atau ketidakcukupan (tidak memadainya) proses internal, manusia dan sistem atau dari kejadian eksternal.. 

Dengan demikian penilaian prestasi kerja karyawan Sekolah Permata Harapan II Batam berpengaruh signifikan terhadap promosi jabatan sehingga dapat memotivasi karyawan untuk

Abstrak: Manajemen pembelajaran Al-Qur¶an yang efektif dan efesien merupakan salah satu faktor pendukung tercapainya tujuan pembelajaran Al-Qur¶an di sekolah untuk

Dalam kebanyakan agen nirlaba, Public Relations bertujuan untuk (1) mendefinisikan atau memberi brand organisasi, mendapat penerimaan misinya, dan melindungi reputasi

Puji syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi

Terkait dengan hal tersebut, maka salah satu upaya dari P3M adalah dengan melaksanakan sebuah Program Penguatan Budaya Pengabdian dalam bentuk penugasan semi-kompetisi