• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Minimasi Resiko pada Proses Pengembangan Produk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Strategi Minimasi Resiko pada Proses Pengembangan Produk"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Strategi Minimasi Resiko pada Proses Pengembangan Produk

Imam Santoso1), Dyan Fitrisari1),Arif Hidayat1)

1) Jurusan Teknologi Industri Pertanian FTP – UB Korespondensi : imamsantoso@ub.ac.id

ABSTRAK

Pengembangan produk merupakan usaha terencana, untuk memperbaiki produk yang sedang berjalan atau menambah jenis yang ada. Usaha pengembangan produk bukanlah hal yang mudah dilakukan, banyak resiko yang dapat menghambat pelaksanaan pengembangan produk. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk meminimumkan resiko melalui analisis resiko, serta menentukan strategi yang dapat meminimasi resiko.

Studi kasus analisis risiko pengembangan produk baru sosis coklat berbahan baku daging ayam di PT X.

Metode yang dapat digunakan adalah dengan cara melakukan pembobotan kriteria evaluasi dengan menggunakan metode Fuzzy Analitycal Hierarchy Process, kemudian dipilih tiga fase yang memiliki bobot resiko paling besar. Selanjutnya, dirumuskan strategi pengelolaan risiko pada tiga fase yang memiliki resiko paling besar menggunakan metode Analitycal Hierarchy Process.Tujuan penelitian ini menganalisis resiko serta menentukan strategi minimasi resiko pada proses pengembangan produk sosis coklat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor resiko pada setiap fase pengembangan produk memiliki bobot yang berbeda-beda tergantung dari pengaruh yang ditimbulkan oleh tiap faktor resiko tersebut. Berdasarkan analisa resiko, tiga fase yang memiliki bobot resiko paling tinggi adalah fase 0 (perencanaan), fase 4 (pengujiandan perbaikan), dan fase 5 (produksi awal).Prioritas strategi minimasi resiko pada fase 0 adalah mengevaluasi peluang produk baru secara tepat (23,5%). Prioritas pada fase 4 adalah mengestimasi biaya yang dibutuhkan dalam proses pengujian (37,8%), prioritas pada fase 5 adalah menjaga aliran cashflow tetap positif (27,5%).

Kata Kunci : Pengembangan Produk; Minimasi Resiko; Fuzzy AHP; AHP

PENDAHULUAN

Persaingan pemasaran yang ketat dengan kompetitor, menuntut perusahaan untuk senantiasa menghadirkan inovasi dalam pengembangan produknya. Dengan terus melakukan inovasi tanpa henti, perusahaan akan siap bersaing secara sehat di pasar. Perusahaan dituntutterus melakukan pengembangan produk.

Proses pengembangan produk umumnya diawali dengan fase perencanaan, fase pengembangan konsep, fase perancangan tingkat sistem, fase perancangan detail, fase pengujian dan perbaikan, dan fase akhir yaitu produksi awal (Choi, 2009). Usaha pengembangan produk memiliki banyak resiko yang dapat menghambat pelaksanaan pengembangan produk. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk meminimumkan resiko melalui analisis resiko untuk menentukan bobot resiko, serta menentukan alternatif strategi yang dapat meminimasi resiko pada proses pengembangan produk. Terdapat sejumlah metode yang dapat digunakan untuk menganalisa risiko dan merumuskan strategi minimasi risiko. Salah satu yan dapat digunakan adalah bobot resiko dalam usaha pengembangan produk baru adalah dengan cara melakukan pembobotan kriteria evaluasi dengan menggunakan metode Fuzzy Analitycal Hierarchy Process, dan kemudian dari bobot resiko yang telah dihitung, dipilih tiga bobot resiko yang paling besar. Kemudian dari tiga bobot resiko yang paling besar tersebut dilanjutkan dengan menggunakan metode Analitycal Hierarchy Process untuk menentukan alternatif strategi untuk meminimasi resiko yang terjadi pada proses pengembangan produk.

Metode Fuzzy AHP digunakan dalam menganalisa bobot resiko dalam pengembangan produk, dengan cara melakukan pembobotan kriteria evaluasi dari berbagai faktor yang sangat konflik pada pengembangan produk. Metode Fuzzy AHP merupakan penyempurnaan dari metode AHP yang diterapkan pada pemilihan keputusan yang sifatnya kabur atau tidak tentu (Setiyoko, 2005).metode AHP adalah suatu metode yang digunakan untuk pengambilan keputusan dengan menggabungkan antara data obyektif dan data subyektif, dengan menggunakan skala penilaian perbandingan berpasangan, (Saaty, 1994).

(2)

Tujuan dari penelitian ini adalah: (i)menganalisis resiko pada proses pengembangan produk, (ii) menentukan strategi minimasi resiko pada proses pengembangan produk.

METODE

Penelitian dilakukan dengan menggunakan studi kasus pengembangan produk sosis coklat di PT X. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, yaitu suatu analisis dengan cara mendeskripsikan secara menyeluruh tentang proses pengembangan produk sosis coklat pada PT X berdasarkan data dari hasil survey di lapang.Responden ahli yang digunakan terdiri dari Plant Manager, Group Sales Manager, Kepala Bagian Produksi, Kepala Subbagian PPIC, dan Kepala Subbagian Quality Control.

Penelitian ini akan menggunakan dua analisis data, yaitu dengan metode Fuzzy Analytical Hierarchy Process (FAHP) untuk menentukan bobot resiko pada tahapan proses pengembangan produk sosis coklat, dan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan prioritas strategi minimasi resiko.Pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Resiko pada Proses Pengembangan Produk Sosis Coklat

Faktor resiko pada setiap fase pengembangan produk memiliki bobot yang berbeda-beda.

Survey Awal

Pengolahan dan Analisis Data

1. Hasil survey pakar kuesioner 1 untuk menentukan resiko yang mungkin muncul dan bobot resiko tertinggi pada tahapan proses pengembangan produk sosis coklat. Dianalisis dengan menggunakan metode Fuzzy Analytical Hierarchy Process (FAHP)

2. Hasil survey pakar kuesioner 2 untuk menentukan prioritas strategi minimasi resiko pada proses pengembangan produk sosiscoklat, dengan memperhatikan tiga bobot resiko tertinggi pada tahapan proses pengembangan produk sosis coklat dari kuesioner 1. Dianalisis dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP)

Perumusan Masalah

Kesimpulan dan Saran Pengumpulan Data Penentuan Jumlah dan Kriteria

Responden Pembuatan

Kuesioner

Penentuan Variabel dan Parameter Penelitian Study Literatur

(3)

faktor resiko. Menurut Cooper (2003), mengidentifikasi faktor-faktor resiko sebelum melakukan proses pengembangan produk dapat membantu perusahaan dalam meminimasi peluang terjadinya kegagalan dalam pengembangan suatu produk. Pengembangan produk pada PT X dibagi menjadi beberapa fase (tahapan), mulai dari perencanaan, pengembangan konsep, perancangan tingkat sistem, perancangan detail, pengujian dan perbaikan, serta produksi awal. Fase-fase tersebut sama dengan tahapan pengembangan produk menurut John (1995). Faktor resiko potensial dalam proses pengembangan produk perlu diklasifikasikan menurut urutan tahapan prosesnya, supaya memudahkan dalam perhitungan bobot resiko.

Analisis Resiko pada Fase 0 Perencanaan

Resiko yang dapat terjadi pada fase awal pengembangan produk sosis coklat antara lain yaitu pengidentifikasian kebutuhan dan keinginan konsumen, ketersediaan bahan baku, adanya kompetisi dengan pesaing, kebutuhan mesin dan peralatan industri, serta kemungkinan terjadinya bencana ekonomi.

Besarnya nilai resiko yang ada pada setiap faktor resiko berturut-turut adalah sebesar 0,387;

0,258; 0,257; 0,378; 0,313; dan 0,152. Berdasarkan nilai resiko pada masing-masing faktor resiko tersebut dapat dihitung bahwa besar rata-rata resiko pada fase perencanaan pengembangan produk sosis coklat adalah sebesar 0,263. Nilai resiko yang ada pada fase awal pengembangan produk ini merupakan nilai resiko yang paling besar dibandingkan dengan nilai resiko yang ada pada fase lainnya dalam proses pengembangan produk. Menurut Ulrich (2000), fase awal perencanaan pengembangan produk memegang peranan penting dalam proses pengembangan produk itu sendiri.

Karena fase ini merupakan kunci pokok sukses tidaknya proses pengembangan produk yang dilakukan dalam perusahaan. Menurut Ngai (2005), tujuan dari perencanaan produk baru adalah membuat supaya peluang produk baru dapat sukses dipasar pada tahap komersialisasi menjadi lebih besar.

Analisis Resiko pada Fase 1 Pengembangan Konsep

Resiko yang dapat terjadi pada fase 1 pengembangan konsep antara lain adalah pemunculan konsep-konsep produk yang akan dibuat, pengevaluasian dari alternatif konsep-konsep produk yang akan dibuat, kemungkinan perubahan keinginan konsumen, prakiraan biaya, serta bencana ekonomi.

Hasil analisis menunjukkan faktor yang paling beresiko dalam tahap pengembangan konsep pada proses pengembangan produk sosis coklat adalah faktor pengevaluasian dari alternatif konsep-konsep produk yang akan dibuat yaitu sebesar 0,426. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Crawford (1993), bahwa walaupun tim pengembangan produk memunculkan atau menawarkan konsep-konsep produk yang hebat dan sangat inspiratif, proses evaluasi dari masing- masing konsep produk harus tetap dilaksanakan. Proses evaluasi tersebut perlu dilaksanakan supaya produk tetap focus pada tujuan memuaskan keinginan konsumen dan menjaga supaya produk yang nantinya dihasilkan akan digemar oleh banyak konsumen. Pengevaluasian konsep- konsep produk juga termasuk mengevaluasi spesifikasi produk dari tiap-tiap konsep produk yang ditawarkan. Spesifikasi produk tersebut harus dievaluasi mulai dari bahan baku yang digunakan sampai pada proses produksinya (Kim, 2008).

Secara berturut-turut nilai I dari masing-masing faktor resiko adalah 0,627; 1; 0,359; 0,427;

0,242. Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa besarnya probabiitas yang ada pada fase pengembangan konsep adalah sebesar 0,369. Besarnya nilai resiko yang ada pada setiap faktor resiko masing-masing adalah sebesar 0,231; 0,369; 0,132; 0,158; 0,089. Berdasarkan nilai resiko pada masing-masing faktor resiko tersebut dapat dihitung bahwa besar rata-rata resiko pada fase perencanaan pengembangan produk sosis coklat adalah sebesar 0,155. Nilai resiko yang ada pada fase pengembangan konsep ini memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai resiko yang ada pada fase awal pada proses pengembangan produk. Maka hal tersebut sesuai dengan distribusi gamma, bahwa nilai resiko pada tahapan pengembangan produk semakin lama akan semakin kecil dibandingkan dengan besar resiko di tahapan proses sebelumnya (Choi, 2009).

(4)

Analisis Resiko pada Fase 2 Perancangan Tingkat Sistem

Resiko yang mungkin terjadi pada fase 2 perancangan tingkat sistem antara lain adalah pemilihan konsep produk yang akan dibuat, pendefinisian kenampakan desain dari produk yang dibuat, kemungkinan perubahan konsep produk yang akan dibuat, prakiraan biaya, serta bencana ekonomi.

Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor resiko yang memiliki bobot paling tinggi pada fase perancangan tingkat sistem adalah faktor pemilihan konsep produk yang akan dibuat, yaitu sebesar 0,354. Pemilihan konsep produk harus melalui beberapa pertimbangan dalam memilih konsep produk mana yang terbaik dan dapat sukses dipasar, serta dapat mencapai tujuan dan sasaran perusahaan (John, 1995). Secara berturut-turut nilai I (impact values) pada faktor resiko adalah 1;

0,816; 0,342; 0,873; dan 0,249. Besarnya probabilitas yang ada pada fase perancangan tingkat sistem pengembangan produk adalah sebesar 0,374.

Besarnya nilai resiko yang ada pada setiap faktor resiko adalah 0,374; 0,305; 0,128; 0,327;

serta 0,093. Berdasarkan nilai resiko pada masing-masing faktor resiko tersebut dapat dihitung bahwa besar rata-rata resiko pada fase perancangan tingkat sistem pengembangan produk sosis coklat adalah sebesar 0,181. Nilai resiko yang ada pada fase perancangan tingkat sistem pengembangan produk ini merupakan nilai resiko yang yang lebih besar dibandingkan dengan nilai resiko yang ada pada fase awal pada proses pengembangan produk. Berarti dapat disimpulkan bahwa kejadian resiko pada proses pengembangan produk ini tidak mengikuti distribusi gamma karena nilai resiko pada tahapan pengembangan produk bukan semakin lama akan semakin kecil, melainkan fluktuatif. Tetapi hal tersebut sesuai dengan yang dikatakan Choi (2009), bahwa pada proses pengembangan produk secara nyata di perusahaan-perusahaan, probabilitas terjadinya resiko tidak sesuai dengan ketentuan yang ada pada distribusi gamma.

Analisis Resiko pada Fase 3 Perancangan Detail

Resiko yang mungkin dapat terjadi pada fase perancangan detail pada proses pengembangan produk yaitu pengidentifikasian bahan baku dan bahan tambahan yang dibutuhkan, pengidentifikasian sistem produksi, ketersediaan uang tunai siap pakai, serta bencana ekonomi.

Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor resiko yang memiliki bobot paling besar adalah faktor pengidentifikasian bahan baku dan bahan tambahan yang dibutuhkan. Bobot yang dimiliki faktor tersebut adalah sebesar 0,398. Bahan baku merupakan salah satu unsur penting dalam proses produksi. Tersedianya bahan baku dalam jumlah dan waktu yang tepat akan memperlancar proses produksi dalam perusahaan, sehingga diharapkan dengan lancarnya proses produksi tersebut dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen baik jumlah dan waktunya.

Sebaliknya jika proses produksi kurang lancar akan dapat menghasilkan produk yang kurang memuaskan konsumen dan konsumen sendiri akan berpindah ke produsen lain, apabila ini terjadi maka perusahaan akan kehilangan konsumennya. Akibatnya volume penjualan akan turun dan laba yang diraih akan berkurang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan tersedianya bahan baku dengan jumlah dan waktu yang tepat akan dapat menjamin kelangsungan hidup perusahaan (Nangoi, 1994).

Secara berturut-turut nilai I dari masing-masing faktor resiko pada tahap perancangan detail adalah 1; 0,92; 0,678; 0,374. Sedangkan besarnya probabilitas yang ada pada fase perancangan detail adalah sebesar 0,145. Besarnya nilai resiko yang ada pada setiap faktor resiko secara berturut-turut adalah sebesar 0,145; 0,133; 0,098; 0,054. Berdasarkan nilai resiko pada masing- masing faktor resiko tersebut dapat dihitung bahwa besar rata-rata resiko pada fase perancangan detail pengembangan produk sosis coklat adalah sebesar 0,093.

Analisis Resiko pada Fase 4 Pengujian dan Perbaikan

Resiko yang mungkin dapat terjadi pada fase pengujian dan perbaikan pada proses pengembangan produk antara lain yaitu ketidaksesuaian pembuatan prototype awal, kemungkinan terjadinya Trade Off, ketersediaan uang tunai siap pakai, proses produksi tidak berjalan efektif, serta bencana ekonomi.

Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor resiko yang memiliki bobot paling besar adalah faktor ketersediaan uang tunai siap pakai. Bobot faktor tersebut adalah sebesar 0,317. Menurut Ulrich (2000), proses pengujian dan perbaikan merupakan salah satu tahap dalam proses

(5)

pengembangan produk yang menghabiskan banyak dana. Oleh sebab itu, beberapa perusahaan memutuskan untuk tidak melewati proses pengujian ini. Tetapi pada pengembangan produk sosis coklat yang dilakukan oleh PT X, mereka tetap melakukan tahap pengujian dan perbaikan. Karena, meskipun produk berkualitas tetapi tidak layak jual, hal tersebut tidak ada artinya. Oleh karena itu, tim pengembangan produk harus melakukan estimasi biaya secara tepat supaya proses pengujian berjalan dengan lancar dan berguna untuk dapat menjamin nilai produk (Crawford, 1993).

Secara berturut-turut nilai I dari masing-masing faktor resiko pada tahap perancangan detail adalah 0,981; 0,779; 1; 0,76; 0,265. Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa besarnya probabilitas yang ada pada fase pengujian dan perbaikan adalah sebesar 0,345. Sedangkan besarnya nilai resiko yang ada pada setiap faktor resiko berturut-turut adalah sebesar 0,338; 0,269; 0,345;

0,262; 0,091. Berdasarkan nilai resiko dapat dihitung bahwa besar rata-rata resiko pada fase pengujian dan perbaikan pengembangan produk sosis coklat adalah sebesar 0,21.

Analisis Resiko pada Fase 5 Produksi Awal

Resiko yang mungkin terjadi pada fase produksi awal dan berpotensi menghambat jalannya proses pengembangan produk antara lain adalah kemungkinan adanya perusahaan yang akan meniru setelah peluncuran produk, sistem produksi, ketersediaan uang tunai siap pakai, bencana ekonomi, serta proses evaluasi produk awal.

Hasil analisis menunjukkan faktor resiko yang memiliki bobot tertinggi dan berpotensi mengganggu jalannya proses pengembangan produk adalah ketersediaan uang tunai siap pakai.

Bobot dari faktor resiko ini adalah sebesar 0,32. Proses produksi awal juga membutuhkan dana yang tidak sedikit. Hal ini disebabkan karena perusahaan memproduksi produk baru dalam skala besar yang sebenarnya. Setelah proses pengujian kembali dilakukan dan diterima oleh masyarakat, hal yang dilakukan selanjutnya adalah memproduksi secara massal produk baru tersebut.

Perusahaan harus memenuhi kebutuhan kualitas dan kuantitas produk terhadap konsumen (Cooper, 2003).

Secara berturut-turut nilai I dari masing-masing faktor resiko pada tahap produksi awal adalah 0,928; 0,778; 1; 0,744; 0,25. Faktor resiko ketersediaan uang tunai siap pakai memiliki nilai I (impact values) yang paling tinggi dibandingkan dengan faktor resiko lainnya dalam fase produksi awal pada proses pengembangan produk sosis coklat. Hal ini dikarenakan bobot resiko yang dimiliki faktor resiko tersebut juga lebih tinggi. Besarnya bobot resiko berbanding lurus dengan besarnya nilai I (impact values) dalam proses pengembangan produk (Kim, 2008).

Sedangkan besarnya probabilitas yang ada pada fase pengujian dan perbaikan adalah sebesar 0,331.Besarnya nilai resiko adalah sebesar 0,307; 0,258; 0,331; 0,256; 0,083. Berdasarkan nilai resiko pada masing-masing faktor resiko tersebut dapat dihitung bahwa besar rata-rata resiko pada fase produksi awal pengembangan produk sosis coklat adalah sebesar 0,20.

Nilai resiko yang ada pada fase produksi awal ini memiliki nilai yang sedikit lebih kecil dibandingkan dengan nilai resiko yang ada pada fase sebelumnya pada proses pengembangan produk. Hal tersebut semakin menegaskan bahwa kejadian resiko pada proses pengembangan produk ini tidak mengikuti distribusi gamma karena nilai resiko pada tahapan pengembangan produk bukan semakin lama akan semakin kecil, melainkan fluktuatif.

Resiko Tertinggi pada Proses Pengembangan Produk Sosis Coklat

Urutan mulai dari fase yang memiliki bobot paling tinggi sampai fase yang memiliki bobot paling rendah berturut-turut adalah fase 0 perencanaan, fase 4 pengujian dan perbaikan, fase 5 produksi awal, fase 2 perancangan tingkat sistem, fase 1 pengembangan konsep, dan fase 3 perancangan detail. Dengan bobot resiko berturut-turut sebesar 0,263; 0,210; 0,200; 0,181; 0,155;

serta 0,093. Berdasarkan hierarki pula, dapat diketahui bahwa tiga fase dalam proses pengembangan produk yang memiliki bobot resiko paling tinggi adalah Fase 0 perencanaan, Fase 4 pengujian dan perbaikan, serta Fase 5 produksi awal. Bobot resiko pada tiga fase tersebut berturut- turut yaitu sebesar 0,263; 0,210; dan 0,200. Hasil yang didapat tersebut sesuai dengan yang dikatakan Choi (2009), bahwa distribusi nyata dari kejadian resiko dapat memiliki besaran nilai yang berbeda-beda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya, tergantung dari lingkungan atau konsep dari perusahaan tersebut.Dari tiga fase yang memiliki bobot resiko paling tinggi

(6)

tersebut, selanjutnya akan dicari strategi minimasi resikonya masing-masing, dan dianalisis menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP).

Analisis Strategi Minimasi Resiko Pengembangan Produk Sosis Coklat

Seperti yang telah disebutkan pada penjelasan sebelumnya, bahwa penelitian ini hanya membatasi pada tiga fase yang memiliki bobot tertinggi yang akan ditentukan berdasarkan Ulrich (2000), Crawford (1993), serta diskusi dengan pakar atau praktisi pengembangan produk yang ahli dan sering berhubungan dengan proses pengembangan produk, khususnya produk sosis. Hasil prioritas strategi minimasi resiko pada proses pengembangan produk dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) menunjukkan bahwa prioritas strategi minimasi resiko pada fase 0 perencanaan proses pengembangan produk adalah mengevaluasi peluang produk baru secara tepat (23,5%). Hal tersebut dikarenakan dalam evaluasi peluang produk baru telah mencakup hal- hal penting dalam proses pengembangan produk baru seperti mengevaluasi ukuran pasar, mengevaluasi tingkat pertumbuhan pasar, mengevaluasi intensitas persaingan, kedalaman pengetahuan terhadap pasar yang ada, kedalaman pengetahuan terhadap teknologi yang ada, serta mengevaluasi mengenai potensi untuk mendapatkan paten atau rahasia perdagangan (Cooper, 2003). Oleh karena itu, strategi ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan utama yang harus diperhatikan untuk mengatasi resiko yang mungkin muncul pada fase awal proses pengembangan produk sosis coklat.

Prioritas strategi minimasi resiko pada fase 4 pengujian dan perbaikan adalah mengestimasi biaya yang dibutuhkan dalam proses pengujian (37,8%). Atmadja (1999) menyatakan tim pengembangan produk harus bisa mengestimasi berapa dana yang kira-kira dibutuhkan untuk pengembangan produk sosis coklat supaya investasi yang akan dilakukan dapat berjalan lancar dan tidak terjadi kegagalan yang timbul akibat ketidakcukupan dana. Oleh karena itu, strategi ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan utama yang harus diperhatikan untuk mengatasi resiko yang mungkin muncul pada fase pengujian dan perbaikan proses pengembangan produk sosis coklat.

Prioritas strategi minimasi resiko pada fase 5 produksi awal adalah menjaga aliran cashflow tetap positif (27,5%). Oleh karena itu, strategi ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan utama yang harus diperhatikan untuk mengatasi resiko yang mungkin muncul pada fase produksi awal proses pengembangan produk sosis coklat. Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan sistem cash and delivery dalam proses pemasaran produk.

KESIMPULAN

Hasil analisis resiko dengan menggunakan metode Fuzzy Analytical Hierarchy Process (FAHP) menunjukkan bahwa pada proses pengembangan produk pada sosis coklat memiliki bobot resiko yang berbeda-beda pada setiap tahapan pengembangan produknya. Sedangkan untuk rata- rata bobot resiko pada tiap tahapan fasenya mulai dari fase 0 sampai fase 5 berturut-turut memiliki bobot resiko yaitu sebesar 0,263; 0,155; 0,181; 0,093; 0,210; dan 0,200. Hasil analisa resiko tersebut dipilih tiga tahapan yang memiliki resiko paling tinggi untuk dicari strategi minimasi resikonya. Fase yang memiliki resiko paling tinggi adalah fase 0, fase 4, dan fase 5.

Hasil prioritas strategi minimasi resiko pada proses pengembangan produk dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) menunjukkan bahwa prioritas strategi minimasi resiko pada fase 0 perencanaan proses pengembangan produk adalah mengevaluasi peluang produk baru secara tepat (23,5%). Prioritas strategi minimasi resiko pada fase 4 pengujian dan perbaikan adalah mengestimasi biaya yang dibutuhkan dalam proses pengujian (37,8%), sedangkan prioritas strategi minimasi resiko pada fase 5 produksi awal adalah menjaga aliran cashflow tetap positif (27,5%).

DAFTAR PUSTAKA

Choi, D. W, J. S. Kim, and H. G. Choi. 2009. Determination of Integrated Risk Degree in Product Development Project. Proceeding of The World Congress on Engineering and Computer Science Vol II. San Fransisco, USA

(7)

Cooper, L. P. 2003. A Research Agenda to Reduce Risk in New Product Development Through Knowledge Management: A Practitioner Perspective. Journal of Engineering and Technology Management, vol. 23, pp. 311-331

Crawford, C. M. 1993. New Product Management. Richard D. Irwin Inc. USA

Handojo. A, dan J. Buliali. 2007. Perancangan Aplikasi Penilaian Pegawai di Universitas dengan Metode Fuzzy. Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi V. Program Studi MMT-ITS. Surabaya

Hirdinis, M. 2009. Perencanaan Produk Baru. http://umb-pkk/09.mark-stra.doc. Diakses pada tanggal 22 mei 2011.

Hsieh, Lu, and Tzeng. 2004. Fuzzy Multi Criteria Decision Making Approach for Planning and Design Tenders Selection in Public Office Building. International Journal of Project Management. Elsevier

Jani, R, dan I.N. Sutapa. 2002. Aplikasi Fuzzy Analytical Hierarchy Process dalam Seleksi Karyawan. Jurnal Teknik Industri IV (2). Halaman 82-92.

John, C. 1995. Manage Risk in Product and Process Development and Avoid Unpleasant Surprises.

Engineering Management Journal. pp. 35-38

Kim, J. S, J. O. Ahn, H. S. Jeung, and H. G. Choi. 2008. A Framework for Managing Risk on Concurrent Engineering Basis. International Conference on Management of Innovation and Technology. pp. 293-298

Nangoi, R. 1994. Pengembangan Produksi dan Sumber Daya Manusia. PT Raja Grafindo Persada.

Jakarta.

Ngai, E. W. T, F. K. T. Wat. 2005. Fuzzy Decision Support System for Risk Analysis in E- Commerce Development. Decision Support System, vol. 40, pp. 235-255

Saaty. T. L. 1993. Decision Making for Leaders: The Analytical Hierarchy Process (AHP) for Decision in Complex World. Alih Bahasa Liana Setiono. RWS Publications. USA.

. 1994. Highlight and Critical Points in The Theory and Application of The Analytical Hierarchy Process. Europe Journal Operation Research.

Setiyoko, A.S., U. Ciptomulyono, dan K. Gunarta. 2005. Pendekatan Fuzzy Analytical Hierarchy Process dan Fuzzy Multi Criteria Decision Making untuk Pengalokasian Fasilitas.

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi I. ITS. Surabaya.

Supriyono. W, dan Sudaryo. 2007. Sistem Penilaian Pejabat Struktural dengan Metode AHP.

Seminar nasional III. Yogyakarta

Ulrich. K. T, and D. Steven. 2000. Product Design and Development. Mc Graw Hill. USA.

Gambar

Gambar 1. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Rumah sakit seyogyanya mempertimbangkan bahwa pelayanan di rumah sakit merupakan bagian dari suatu pelayanan yang terintegrasi dengan para profesional dibidang pelayanan kesehatan

Penelitian sebelumnya pernah dilakukan oleh Luhur Adi Pramono (2012) dengan judul Analisis Pengaruh Kuali- tas Pelayanan Terhadap Loyalitas Pelanggan Dengan Kepuasan

Begitu juga dengan sifat-sifat yang telah disepakati atau kesesuaian produk untuk aplikasi tertentu tidak dapat disimpulkan dari data yang ada dalam Lembaran Data Keselamatan

PANGKAJENE KEPULAUAN SULAWESI SELATAN... SELAYAR

Berdasarkan ciri-ciri karakteristik wanita dan pria diatas, dapat disimpulkan bahwa setelah kematian pasangan hidupnya wanita cenderung memiliki tingkat loneliness yang tinggi hal

pelanggan Shopee di Kota Medan akan dapat dicapai. Dapat disimpulkan bahwa e-service quality berpengaruh signifikan terhadap e-loyalty pelanggan Shoope di Kota

Hasil uji toksisitas diperoleh bahwa semakin tinggi konsentrasi air pori dari sediment maka semakin rendah laju penyerapan kuning telur Laju pertumbuhan relatif