• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bersandarkan penelaahan yang peneliti lakukan lewat data pustaka,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bersandarkan penelaahan yang peneliti lakukan lewat data pustaka,"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian terdahulu

Bersandarkan penelaahan yang peneliti lakukan lewat data pustaka, didapati riset serupa dengan yang diteliti oleh peneliti. Daftar penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini sebagai berikut:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. Peneliti & Judul

Penelitian

Hasil Penelitian Relevansi & Perbedaan 1. Djadu Ramadhan

(2018). MAKNA PESAN BUDAYA DALAM FILM (Analisis Semiotik Budaya Bugis-Makassar dalam Film UANG PANAI’

MAHA(R)L)

Pada penelitian Djadu, menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa budaya Bugis-Makassar dalam film Uang Panai’ Maha(r)l diwujudkan melalui penggunaan

setting, wardrobe, gesture, ekspresi, dialog

dan musik yang dimunculkan lewat sejumlah adegan. Kemudian makna pesan budaya pada film ini merantau dan berdagang didasari agar

memperoleh kehidupan yang lebih baik lagi, pernikahan harus

dipikirkan secara matang karena harus siap

mental, jasmani, rohani, dan uang panai’ yang nominalnya besar, siri’ merupakan harga diri

Relevansi yang ada pada riset ini dan yang hendak dianalisis oleh peneliti yakni memfokuskan pada isu budaya yang terdapat di dalam Film.

Bedanya dengan penelitian yang hendak dianalisis oleh penulis yakni pada riset ini lebih memfokuskan budaya Bugis-Makassar, sedangkan peneiti mengkaji budaya Jawa.

(2)

untuk mempertahankan kehormatan (Ramadhan, 2019). 2. Dewi Inrasari (2015). “Representasi Nilai Budaya Minangkabau Dalam Film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (Analisis Semiotika Film)”

Pada penelitian Dewi, menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa simbol-simbol budaya Minangkabau dalam film Tenggelamnya Kapar Van Der Wijck diwujudkan melalui penggunaan bahasa, pakaian, dan adat yang dimunculkan lewat sejumlah adegan. Kemudian makna pesan budaya pada film ini budaya Minangkabau sangat kental dengan nilai-nilai

kebudayaannya,

menjadikan budaya dan materi sebagai pedoman dan tolak ukur dalam menilai segala sesuatu, sebagai perwujudan sebuah budaya, dan Minangkabau menganut sistem matrilineal dan materialistis (Inrasari, 2015).

Relevansi yang ada pada riset ini dan yang hendak dianalisis oleh peneliti yakni memfokuskan pada isu budaya yang terdapat di dalam Film.

Bedanya dengan penelitian yang hendak dianalisis oleh penulis yakni pada riset ini lebih memfokuskan budaya Minangkabau, sedangkan peneiti mengkaji budaya Jawa. Kemudian pada riset ini menggunakan semiotik Charles Sanders Pierce, sedangkan peneliti menggunakan semiotik Roland Barthes. 3. Alvin Marina (2020). RITUAL PERNIKAHAN ADAT JAWA SEBAGAI SIMBOL EKSISTENSI DOA

(Analisis Semiotik pada Film "Mantan-Manten" Karya Farishad Latjuba)

Tujuan penelitian ini menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa ritual pernikahan adat Jawa dalam film Mantan-Manten yang akan diwujudkan melalui penggunaan setting,

wardrobe, gesture,

ekspresi, dialog dan musik yang dimunculkan lewat sejumlah adegan. Kemudian makna simbol

Penelitian yang akan dikaji oleh peneliti adalah berfokus pada isu budaya yang terdapat di dalam Film dan menggunakan semiotika Roland Barthes.

Perbedaan

penelitian dengan yang akan dikaji oleh penulis dengan

(3)

ritual pernikahan adat Jawa pada film ini merupakan simbol dari eksistensi doa.

kedua penelitian diatas adalah dalam penelitian ini penulis ingin mengkaji ritual pernikahan adat Jawa sebagai simbol eksistensi doa.

2.2 Film sebagai media komunikasi massa

Menurut John R. Wenburg dan William W. Wilmot, komunikasi diartikan sebagai usaha untuk memperoleh makna. Sedangkan Stewart L Tubbs dan Sylvia Moss berpendapat jika komunikasi yakni proses pembentukan makna diantara dua orang atau lebih (Mulyana, 2008, hal. 76).

Selain itu, komunikasi juga diklasifikasikan berdasarkan konteksnya. Menurut Joseph A. Devito, konteks komunikasi dibagi menjadi komunikasi intrapersonal, komunikasi antarpersonal, komunikasi publik, serta komunikasi massa (Cangara, 2005, hal. 29). Dalam penelitian ini konteks komunikasi yang terjadi adalah komunikasi massa dimana pembuat film sebagai komunikator menyampaikan pesan kepada khalayak melalui film Mantan-Manten sebagai media massa.

Josep A. Devito mendefinisikan komunikasi massa sebagai komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Dan yang kedua, komunikasi massa ia artikan sebagai komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan atau visual. Komunikasi massa didefinisikan berdasarkan bentuknya, seperti televisi radio, surat kabar, majalah, film, buku, serta pita (Nurudin, 2007, hal. 12).

(4)

merupakan media komunikasi yang bersifat audio visual untuk menyampaikan suatu pesan kepada sekelompok orang yang berkumpul di suatu tempat tertentu (Effendy O. U., 1986, hal. 134).

2.3 Film sebagai media komunikasi kebudayaan

Menurut Raymond William dalam buku James Lull, budaya diartikan sebagai “suatu cara hidup tertentu” yang dibentuk oleh nilai, tradisi, kepercayaan, objek material, dan wilayah (territory) (Lull, 1998, hal. 77). Sedangkan kebudayaan menurut pendapat Roucek dan Warren dalam buku Sukidin, bukan hanya seni dalam hidup, namun juga benda-benda yang ada disekitar manusia yang dibuat manusia. Dengan demikian ia mendefinisikan kebudayaan sebagai cara hidup yang dikembangkan oleh sebuah masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya agar bisa bertahan hidup, meneruskan keturunan dan mengatur pengalaman sosialnya (Sukidin, 2005).

Dari pemaparan tersebut bisa dilihat jika budaya serta kebudayaan merupakan dua hal yang saling melengkapi satu sama lain. Jika dilakukan secara terus-menerus, budaya akan menjadi sebuah kebudayaan. Seperti tradisi sungkem kepada orang tua sebagai tanda bakti dan rasa hormat, jika dilakukan secara terus-menerus hingga anak cucu maka nantinya menjadi suatu kebudayaan.

Didalam film Mantan-Manten sendiri, menampilkan budaya tradisional dan budaya modern. Budaya tradisional ditunjukkan dengan adegan-adegan pernikahan adat Jawa seperti pasang tarub, siraman, ngerik, paes, balangan

gantal, wiji dadi, mijiki, kacar-kucur, dulangan, serta sungkeman. Selain itu

(5)

budaya modern ditunjukkan dengan adegan kehidupan modern di Jakarta yang glamour.

2.4 Macam-macam genre film

Dalam bukunya, Heru Effendy berpendapat film terbagi menjadi berbagai jenis, yaitu:

1. Film dokumenter (documentary films)

Film dokumenter menyajikan realita lewat berbagai cara serta dibuat untuk berbagai macam tujuan. Yaitu memiliki tujuan penyebaran informasi, pendidikan, serta propaganda bagi orang maupun kelompok tertentu.

2. Film cerita pendek (short films)

Durasi dari film cerita pendek ini biasanya kurang dari 60 menit. Biasanya yang memproduksi ialah sekelompok orang yang ingin berlatih membuat film dengan baik. Namun ada pula yang khusus memproduksi film pendek untuk dipasok ke rumah produksi maupun saluran televisi.

3. Film cerita panjang (feature-lenght films)

Durasi dari film ini yakni lebih dari 60 menit, lazimnya ialah 90-100 menit. Film dengan jenis ini biasanya ialah yang diputar di bioskop. Dalam penelitian ini film yang digunakan termasuk dalam jenis film cerita panjang, karena film Mantan-Manten ini berdurasi 102 menit.

(6)

4. Film-film jenis lain

a. Profil perusahaan (corporate profile)

Film jenis ini fungsinya sebagai alat bantu presentasi, yang diproduksi demi kepentingan institusi tertentu berkaitan dengan kegiatan yang mereka kerjakan.

b. Iklan televisi (TV commercial)

Film ini diproduksi untuk menyebarkan informasi produk maupun layanan masyarakat.

c. Program televisi (TV program)

Program ini diproduksi untuk dikonsumsi pemirsa televisi, dan secara umum dibagi menjadi dua jenis yaitu cerita dan noncerita. Jenis cerita dibagi menjadi fiksi, yang memproduksi seperti film serial, FTV, film pendek, dan nonfiksi yang memproduksi program pendidikan, film dokumenter maupun profil tokoh tertentu. Lalu program noncerita memproduksi liputan berita, talkshow, kuis, dll. d. Video klip (music video)

Yakni sarana produser musik untuk memasarkan produknya lewat televisi.dan dipopulerkan pertama kali lewat MTV pada 1981.

2.5 Sifat pesan komunikasi dalam film

Pesan yakni segala bentuk komunikasi baik verbal maupun nonverbal. Komunikasi verbal ialah komunikasi lisan, dan komunikasi nonverbal adalah komunikasi dengan menggunakan simbol, isyarat, sentuhan perasaan dan penciuman (Priyono, 1987). Menurut Lasswell, pada film terdapat tahapan

(7)

dalam menyampaikan pesannya kepada penonton dengan memainkan emosi dan persuasi penontonnya, yaitu dengan babak cerita:

1. Babak 1

Pada babak ini, terdapat opening film untuk mengenalkan kepada penonton siapa pemainnya, bagaimana tokoh si pemain, biasanya juga pada babak ini sudah memunculkan sedikit tentang permasalahan dalam film nantinya.

2. Babak 2

Pada babak ini pesan yang ingin disampaikan mulai muncul. Dari babak sini lah cerita biasanya dimulai. Babak ini menampilkan klimaks pada cerita dan mulai memainkan emosi penonton.

3. Babak 3

Babak ini merupakan babak penyelesaian masalah atau klimaks. Babak ini merupakan bagian ending dari film setelah melewati tahapan klimaks, dalam tahapan inilah penonton dapat menyimpulkan pesan dalam cerita. Pesan didefinisikan sebagai seperangkat simbol verbal dan nonverbal yang mewakili gagasan, nilai, perasaan atau maksud komunikator (Mulyana, 2007, hal. 63).

Pesan verbal ialah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Suatu sistem kode verbal disebut dengan bahasa. Sedangkan bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk dipahami suatu komunitas. Bahasa verbal jadi sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan, serta maksud kita. Bahasa verbal memakai kata-kata yang

(8)

merepresentasikan berbagai aspek realitas individu (Mulyana, 2008, hal. 260-261).

Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter, komunikasi nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) yang dihasilkan oleh individu yang punya nilai potensial bagi pengirim atau penerima pesan (Mulyana, 2008, hal. 343).

Larry dan Richard mengkategorikan pesan nonverbal dalam berbagai bentuk. Bentuk yang pertama adalah perilaku yang bersumber dari penampilan dan pakaian, eskpresi wajah, postur tubuh dan gerakan, sentuhan, para-bahasa, kontak mata, dan bau-bauan. Bentuk yang kedua yaitu waktu, ruang, dan diam (Mulyana, 2008, hal. 352). Konsep inilah yang nantinya dapat membantu peneliti dalam menganalisis pesan nonverbal dalam film Mantan-Manten karya Farishad Latjuba.

2.6 Macam-macam tanda dalam film

2.6.1 Pengertian tanda

Semua yang ada dalam kehidupan kita dipandang sebagai tanda, yakni sesuatu yang harus kita maknai, dan ilmu yang mengkaji tanda tersebut ialah semiotik (Hoed, 2011, hal. 3). Ferdinand de Saussure memahami bahwa tanda sebagai pertemuan antara wujud yang tergambar pada penafsiran seseorang serta maksudnya dimengerti pemakai tanda. Sedangkan Charles Sanders Peierce berpendapat tanda menjadi sesuatu yang menggantikan sesuatu. Kemudian, Roland Barthes mengembangkan teori tanda Ferdinand de

(9)

Saussure untuk menerangkan bagaimana konotasi mendominasi pada kehidupan bermasyarakat (Hoed, 2011, hal. 3-5).

Semiotik Barthes dibagi menjadi dua tingkatan, yaitu denotasi yakni tingkat petanda yang menerangkan relasi penanda dan petanda pada kenyataan, hasilnya menimbulkan maksud tersirat, tepat serta jelas. Kemudian konotasi yakni tingkatan petanda yang menerangkan relasi penanda dengan petanda yang didalamnya terdapat maksud tersurat, tidak langsung serta tak pasti (Kusumarini, 2006, hal. 51).

Bagian lain yang dilihat Barthes dari penandaan ialah “mitos” sebagai ciri kekhasan suatu masyarakat. Barthes berpendapat jika mitos berada di tingkat kedua penandaan. Tanda tersebut akan nampak menjadi petanda baru, selanjutnya punya petanda kedua yang membantu tanda baru sesudah terbentuknya sistem sign-signifier-signified. Pada saat sebuah tanda yang bermakna konotasi lalu berkembang jadi denotasi, sehingga makna denotasi tadi jadi sebuah mitos (Hoed, 2011, hal. 13).

2.6.2 Tanda dalam film

Dalam film tanda semiotika ialah tanda yang ikonis, yaitu tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu (Sobur, 2012, hal. 128). Pada film Mantan-Manten tanda-tanda ini ditunjukkan dengan setting tempat, wardrobe yang dikenakan, properti yang digunakan, gesture, ekspresi, audio, serta jenis

shot yang digunakan.

(10)

tariknya, dan untuk dijelaskan terlalu jauh sangat sulit. Tak seluruh tanda bisa tampak, bunyi, aroma, rasa serta bentuk bisa dikatakan tanda. Namun sejumlah tanda punya aspek visual yang primer untuk mengerti ragam aspek visual tanda, seperti:

1. Pemakaian warna, variasi warna tersebut menjurus timbulnya emosi yang berbeda. Seperti pada pernikahan adat Jawa, paes berwarna hijau tentu akan berbeda maknanya dengan paes berwarna hitam. Kebaya biru, juga akan berbeda maknanya dengan pemakaian kebaya berwarna oranye.

2. Ukuran, yang diperhatikan bukan cuma terpusat pada aspek-aspek yang disajikan, namun pada unsur-unsur sangkutan antara tanda dan sistem tanda pula.

3. Ruang lingkup, disini kita diperkenalkan kaitan unsur-unsur di sistem tanda sebagaimana film.

4. Kontras, diterapkan untuk ketepatan pemahaman, alhasil mengakibatkan tampilan.

5. Bentuk, cukup berperngaruh untuk menampakkan makna dalam film. 6. Detail, suatu tanda dari beberapa fungsi maupun suatu simbol, contohnya

detail itu mengisyaratkan titik temu ibarat butiran-butiran di foto (Berger, 2000, hal. 39-42).

Jadi, pesan disampaikan film secara tidak langsung lewat bahasa film yang bermakna susunan gambar hidup dan juga diam, dicampur bunyi serta

running time lalu ditingkatkan lewat kode-kode khusus dan terbentuklah

gambar. Kemudian massa bisa memahami makna gambar-gambar yang ditampilkan dalam film. Makanya, pembuat cerita film kudu mencermati tiga

(11)

unsur berikut: 1. Gambar

Untuk membentuk cerita pada film sarana utamanya ialah gambar. Unsur pokok pada gambar ada enam, yakni:

a. Setting, untuk memunculkan hal yang diperlukan dalam cerita maka dibangunlah susunan panggung. Pada sebuah film set dinilai penting, jika set tidak sesuai dengan ide maka nilai dramatis pada film akan rusak. Pada film Mantan-Manten terdapat berbagai setting yang menunjukkan ritual pernikahan adat Jawa, seperti halam rumah yang dipasangi tarub, tempat siraman, krobongan (kamar pengantin), serta pelaminan.

b. Properti, dalam film Mantan-Manten terdapat berbagai properti diantaranya tarub, kursi tamu, siwur, tempayan, gantal, dan sebagainya. Dalam setting film juga menggunakan benda-benda penting dalam menyusunnya dibutuhkan gabungan yang tepat, karena juga turut bercerita kepada penonton. Seperti gantal yang dilemparkan, berarti pada adegan tersebut menceritakan ritual balangan gantal dalam pernikahan adat Jawa.

c. Cahaya, inilah aturan lampu pada film. Dalam produksi film terdapat dua pencahayaan yang dipakai, natural light (matahari) serta artificial

light (buatan) seperti lampu. Kemudian ada juga beberapa jenis cahaya

yang dipakai, seperti key light (cahaya utama), fill light (cahaya tambahan) dan back light (dari belakang) (Widagdo & Swajati , 2004, hal. 90).

(12)

d. Obyek, sebuah properti yang memiliki nilai dramatik.

e. Aktor, dalam film Mantan-Manten aktor utamanya ialah Yasnina yang dalam ceritanya akan memerankan asisten dukun manten diperankan Atiqah Hasiholah, aktor pendukungnya ialah dukun manten Budhe Marjanti diperankan Tutie Kirana, pengantun pria bernama Surya diperankan Arifin Iskandar, ayah pengantin pria bernama Iskandar diperankan Tyo Pakusadewo, asisten Yasnina diperankan Marthino Lio, pengantin wanita bernama Salma diperankan Oxcel Paryana. Dan terdapat juga aktor figuran seperti ibu pengantin pria, orang tua pengantin wanita, pengacara, tamu undangan, dan masih banyak lagi. Yang menjadi aktor dalam film tentu saja orang yang punya kemampuan untuk memerankan orang lain.

f. Angle, untuk mengkespose suatu adegan diperlukan teknis pengambilan gambar dari sudut pandang tertentu (Widagdo & Swajati , 2004, hal. 64). Pembeda angle kamera berdasarkan karakterisitik hasil gambar yaitu, straight angle (normal), low angle (lebih rendah dari obyek) dan high angle (lebih tinggi dari obyek). dalam film Mantan-Manten ini angle yang banyak digunakan ialah angle normal, seperti pada ritual siraman, ngerik, memaes, balangan gantal, dsb.

2. Suara

Meskipun bisa mendukung gambar, tapi terkadang suara tidak diperlukan. Hal tersebut tergantung bagaimana naskah skenario disusun oleh penulis. Terdapat tiga pembagian suara, seperti berikut:

(13)

oleh para aktor, sedangkan narasi menggambarkan tindakan atau jalan cerita lewat suara pada soundtrack film (Effendy, 2004, hal. 134&143). Alias, untuk memperlihatkan maupun menerangkan hal-hal yang ditunjukkan secara visual objektif maka digunakanlah dialog. Kemudian di film dokumenter menggunakan narasi. Pada film Mantan-Manten, tidak terdapat narasi sama sekali, namun terdapat dialog. Pada saat melakukan ritual pernikahan adat Jawa dalam film ini yang berdialog ialah dukun manten.

b. Noise, koleksi rekaman suara selain manusia serta musik yang digunakan dalam film.

c. Background musik atau musik yang dipakai pada film yang dapat memberikan informasi kepada massa berkaitan dengan situasi yang muncul di film. Kemudian juga tekanan pada adegan tertentu juga bisa ditandai lewat musik. Pada film Mantan-Manten background musik yang digunakan ialah suara gending Jawa, suara instrumental serta lagu Sal Priadi yang berjudul Ikat Aku di Tulang Belikatmu.

3. Running time

Yakni batasan waktu lamanya sebuah film diputar, yang lazimnya mulai 90 hingga 105 menit. Film Mantan-Manten ini memiliki durasi 102 menit. Kemudian kisaran 5 hingga 30 menit untuk film dokumenter. Batas durasi tersebut sebagai pengikat juga pembatas dua sarana bahasa tadi. Maka dari itu penting ditekankan jika dalam memberikan penjelasan hanya pokoknya saja.

(14)

2.7 Definisi konseptual 2.7.1 Film

Film merupakan media komunikasi yang bersifat audio visual untuk menyampaikan suatu pesan kepada sekelompok orang yang berkumpul di suatu tempat tertentu (Effendy O. U., 1986, hal. 134).

2.7.2 Semiotik

Yakni ilmu yang mengkaji tanda (Hoed, 2011, hal. 3). Menurut Ferdinand de Saussure tanda sebagai pertemuan antara wujud yang tergambar pada penafsiran seseorang serta maksudnya dimengerti pemakai tanda. Sedangkan menurut Charles Sanders Peierce tanda menjadi sesuatu yang menggantikan sesuatu. Kemudian, Roland Barthes membagi tanda menjadi dua tingkatan, yaitu denotasi dan konotasi (Kusumarini, 2006, hal. 51). Bagian lain yang dilihat Barthes dari penandaan ialah “mitos” sebagai ciri kekhasan suatu masyarakat yang berada di tingkat kedua penandaan. Tanda tersebut akan nampak menjadi petanda baru, selanjutnya punya petanda kedua yang membantu tanda baru sesudah terbentuknya sistem sign-signifier-signified. Pada saat sebuah tanda yang bermakna konotasi lalu berkembang jadi denotasi, sehingga makna denotasi tadi jadi sebuah mitos (Hoed, 2011, hal. 13).

(15)

2.7.3 Pernikahan adat Jawa

Didalam budaya Jawa, ketika dipersatukannya seorang pria dan seorang wanita pada sebuah jalinan pernikahan, ada prosesi adat yang mesti dijalankan. Perkawinan menjadi agung, adiluhung dan suci karena dalam upacara perkawinan dua jiwa disatukan menjadi sebuah keluarga dengan akad yang diatur agama (Hariwijaya, 2004, hal. 1). Dalam pelaksanaan pernikahan adat Jawa, terdapat tiga bagian tata cara, yaitu tata cara pra pernikahan, tata cara hari pelaksanaan pernikahan, serta tata cara pasca pernikahan (Pratama & Wahyuningsih, 2018, hal. 20-21). Tata cara sebelum pelaksanaan pernikahan ini dimulai dengan

babat alas atau nakokake, kemudian upacara nontoni, upacara nglamar, upacara srah-srahan atau asok tukon, pasang tarub,

upacara siraman, upacara ngerik, dan upacara midodareni. Sedangkan tata cara hari pelaksanaan har pernikahan ini terdiri dari ijab kabul, serta upacara panggih kemanten, dan diakhiri dengan tata cara pasca pernikahan dengan upacara sepasaran atau

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu  No.  Peneliti & Judul

Referensi

Dokumen terkait

Tabel di atas menggambarkan eksposur maksimum atas risiko kredit bagi Bank Mandiri dan Anak Perusahaan pada tanggal 31 Desember 2012 dan 2011, tanpa memperhitungkan agunan

(1) Laporan Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) disampaikan kepada atasan masing-masing secara berjenjang dan sesuai dengan format dan jadwal yang telah

tersebut, Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah DKI Jakarta memiliki khasanah arsip dalam wujud dan bentuk media rekam yang beragam, salah satunya adalah arsip foto, dalam rangka

Perempuan dapat mengalami haid minimal sejak sejak 9 tahun kurang dari 16 hari dengan hitungan kalender Hijriyah. Perempuan yang mengalami pendarahan beberapa hari sebelum usia

kelamin siswa, serta dapat melihat nilai rata- rata dari tiap sekolah. Berdasarkan uraian di atas maka diambilah sebuah tema data warehouse siswa untuk memetakan

No Judul Jenis Karya Penyelenggara/ Penerbit/Jurnal Tanggal/ Tahun Ketua/ Anggota Tim Sumber Dana Keterangan 1 NA NA NA NA NA NA NA GL. KEGIATAN

Semakin jauh jarak pelanggan dari sentral, maka akan semakin kecil nilai SNR (Signal to Noise Ratio) yang dihasilkan. Hal ini membuktikan bahwa jarak berbanding

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Aktivitas Fisik Sehari-hari Dengan