Volume 10, number 1 ---- Februari
2021
Caraka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia serta Bahasa Daerah 21
MASALAH BUNYI DALAM BAHASA MASYARAKAT INDONESIA
Umi Kulsum
Institut Pendidikan Indonesia (IPI) Garut
Jl. Pahlawan No. 32 Sukagalih, Tarogong Kidul, Garut
Surel: umikulsum@institutpendidikan.ac.id Abstrak
Fonologi merupakan ilmu yang mempelajari fonem dalam sebuah bahasa. Fonem sendiri memiliki fungsi sebagai pembeda arti. Problematika yang terjadi dalam masyarakat ialah banyaknya kosakata yang digunakan dengan arti dan maksud yang sama akan tetapi terdapat perbedaan fonem dari kosakata bakunya. Gejala ini, dapat terlihat dalam komunikasi lisan dalam hal pengucapan atau pelafalan dan komunikasi tulis dalam penulisan kata. Seperti yang diketahui, fonem atau bunyi bahasa dalam bahasa Indonesia terdiri dari vokal, konsonan, diftong ‘vokal rangkap’, dan kluster ‘gugus konsonan’. Perbedaan fonem ini mengubah ragam bahasa yang baku menjadi tidak baku, ragam bahasa formal menjadi tidak formal. Problematika fonologis yang dimaksud ialah perubahan fonem baik vokal, konsonan, diftong atau klaster menjadi fonem yang lain. Selain itu, penghilangan dan pemunculan fonem pun menjadi problematika dalam bahasa Indonesia. Problematika fonologis pun terjadi pada proses pembentukan kata atau afiksasi atau dikenal dengan istilah morfofonologis. Problematika fonologis tersebut bila dibiarkan saja tentu permasalahan ini akan terus berkembang dan akan membuat goyah kaidah kebahasaan bahasa Indoneisa. Pemunculan kembali materi mengenai kaidah ketatabahasaan dalam kurikulum merupakan langkah yang berarti dalam memperbaiki bahasa masyarakat.
Kata kunci: problematika bahasa, fonologis, morfofonologis PENDAHULUAN
Bahasa merupakan alat komunikasi berupa rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar. Bunyi bahasa dipelajari dalam fonologi dan memiliki suatu sistem. Salah satu fungsi fonem dalam sistem bahasa ialah untuk membedakan arti kata. Seperti yang diketahui, keadaan kebahasaan di Indonesia ialah adanya bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan negara, bahasa daerah sebagai alat penghubung antardaerah, dan bahasa asing sebagai alat penghubung dengan negara lain dan sebagai perkembangan iptek. Ketiga bahasa tersebut saling mempengaruhi satu sama lain.
Dalam menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi baik lisan maupun tulis, terkadang terjadi permasalahan dalam hal pelafalan maupun penulisan. Masalah atau problematika yang terjadi dalam masyarakat ialah banyaknya kosakata yang digunakan dengan arti dan maksud yang sama akan tetapi terdapat perbedaan fonem dari kosakata bakunya. Problematika ini terjadi karena sifat bahasa yang terbuka dan dinamis dan wajar terjadi bagi pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia. Akan tetapi, problematika ini tentu harus disikapi secara arif agar bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang menjadi bahasa yang memiliki kemapanan kaidah, sehingga bahasa indonesia tidak hanya sebagai alat
Volume 10, number 1 ---- Februari
2021
Caraka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia serta Bahasa Daerah 22
komunikasi masyarakat dan pemersatu bangsa tetapi memiliki juga sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan bahasa ilmiah. Maka, apabila bahasa dalam ilmu pengetahuan tidak sesuai dengan sistem pembunyian atau fonem, tentu penulis atau pembicara akan kehilangan kewibawaannya.
Masalahnya saat ini ialah tidak dipelajarinya lagi kaidah ketatabahasaan Indonesia dalam pelajaran bahasa Indonesia. Pembelajaran saat ini, berbasis teks yang menekankan pada penguasaan siswa membuat dan menganalisis teks. Padahal saat ini, teks yang berkembang dalam masyarakat terdapat berbagai problematika kebahasaan. Misalnya, bentuk yang digunakan apakah autodidak atau otodidak? Bentuk terpercik atau tepercik? Hal dasar mengenai ketatabahasaan tersebut sudah jarang sekali diulas.
Kajian Pustaka
A. Pengertian Fonologi
Sebagai sebuah ilmu, fonologi lazim diartikan sebagai bagian dari kajian linguistik yang mempelajari, membahas, membicarakan, dan menganalisis bunyi‐bunyi bahasa yang diproduksi oleh alat‐alat ucap manusia (Chaer, 2013;1). Bunyi bahasa dalam fonologi disebut juga fonem yang memiliki fungsi sebagai pembeda arti. Fonem dalam fonologi dielajari dalam fonemik, yaitu cabang kajian fonologi yang mengkaji bunyi‐bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsinya sebagai pembeda arti. Untuk lebih jelasnya apabila disimak dengan baik bunyi [e] pada kata kata [serta] dan kata [pesta] adalah tidak sama. Sebaliknya bunyi [a] dan [u] pada kata [kata] dan [kutu] menyebabkan kedua kata itu memiliki makna yang berbeda. Inilah yang menjadi objek kajian fonemik.
B. Jenis Fonem dalam Bahasa Indonesia
Fonem dalam bahasa Indonesia dikenal adanya fonem vokal, konsonan, diftong, dan klaster. Keempat fonem tersebut merupakan bunyi bahasa dalam bahasa Indonesia yang membentuk kata‐kata dalam bahasa Indonesia dan tentunya membedakan arti dalam setiap kata.
1. Vokal
Vokal ialah bunyi bahasa yang diwujudkan dalam lafal tanpa pergeseran. Fonem vokal diantaranya /a/, /i/, /u/, /e/, /o/. Fonem /e/ ada dua macam ada /e/ pepet pada kata [sate] dan /e/ teleng pada kata [serta].
2. Konsonan
Konsonan ialah bunyi bahasa yang dapat berada pada tepi suku kata dan tidak sebagai inti suku kata. Konsona disebut juga huruf mati yang tidak dapat berdiri sebagai suku kata.
Volume 10, number 1 ---- Februari
2021
Caraka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia serta Bahasa Daerah 23
Fonem konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas /b/, /c/, /d/, /f/,/ g/, /h/, /j/, /k/, /l/, /m/, /n/, /p/, /q/, /r/, /s/, /t/, /v/, /w/, /x/, /y/, dan /z/.
3. Diftong
Diftong ialah bunyi vokal rangkap yang tergolong dalam satu suku kata. Diftong yang tercatat dalam bahasa Indonesia berdasarkan Ejaan Bahasa Indonesia ialah /ai/, /oi/, /au/, dan /ei/.
4. Klaster
Klaster disebut juga dengan gugus konsonan merupakan gabungan huruf konsonan yang masing‐masing melambangkan satu bunyi konsonan. Klaster yang tercatat dalam Ejaan Bahasa Indonesia diantaranya /kh/, /ng/, /ny/, dan /sy/. Klaster yang lainnya yaitu /st/, /tr/, /ks/, /pr/, dan lain‐lain.
C. Problematika Bahasa Indonesia pada Aspek Fonologi
Problematika berasal dari kata problem atau masalah, menurut KBBI problematika ialah permasalahan yang masih belum dapat dipecahkan. Hal-hal yang dianggap sebagai problematika bahasa Indonesia adalah berbagai gejala kebahasaan yang meliputi aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik yang bersifat problematik dalam ranah penggunaan bahasa Indonesia. Dalam hal ini, problematika bahasa Indonesia yang dibahas adalah problematika pada aspek fonologi.
Seperti yang diketahui fonem‐fonem dalam bahasa indonesia memiliki fungsi sebagai pembeda arti. Akan tetapi masalah yang terjadi dalam masyarakat ialah banyaknya kosakata yang digunakan dengan arti dan maksud yang sama akan tetapi terdapat perbedaan fonem dari kosakata bakunya. Gejala ini, dapat terlihat dalam komunikasi lisan dalam hal pengucapan atau pelafalan dan komunikasi tulis dalam penulisan kata. Kesalahan pelafalan seperti ini dimungkinkan terjadi karena ketidaktahuan atau bahkan kesengajaan.
PEMBAHASAN
Problematika bahasa Indonesia dalam aspek fonologi meliputi kesalahan pengucapan atau pelafalan dan kesalahan dalam penulisan. Gejala yang terjadi ialah adanya perubahan, penghilangan, dan pemunculan.
Seperti yang diketahui bahwa fonem baik vokal, konsonan, maupun klaster berfungsi sebagai pembeda arti. Dalam pembahasan ini fonem tersebut tidak berfungsi demikian. Hal ini dikarenakan, fonem dalam sebuah kata mengalami perubahan namun tetap dalam kata yang memiliki makna yang sama.
Volume 10, number 1 ---- Februari
2021
Caraka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia serta Bahasa Daerah 24
Beberapa gejala dalam bahasa Indonesia tersebut dipandang sebagai kasus yang bersifat problematik fonologis. Gejala ini terjadi dalam masyarakat berbahasa baik dalam ragam formal maupun nonformal. Berikut ini dipaparkan problematika fonologis dalam bahasa Indonesia.
1. Perubahan Fonem
Gajala perubahan fonem ialah gejala yang mengubah fonem vokal, konsonan, bahkan diftong menjadi fonem yang lain. Berikut ini beberapa gejala perubahan fonem yang terjadi. a. Perubahan Fonem Vokal
Problematika fonologis yang terjadi pada tataran vokal yang mengubah vokal dalan suatu kata menjadi fonem yang lain. Perubahan fonem tersebut diantaranya.
1) Bunyi /e/ pepet dilafalkan dengan bunyi /e/ teleng. Contoh: Seharusnya Dilafalkan esa ésa Askes askés Pegang pégang Pemda pémda
2) Bunyi /e/ teleng dilafalkan dengan bunyi /e/ pepet. Misalnya, pada kata [péka] dilafalkan [peka]
3) Bunyi vokal /i/ menjadi /e/ Contoh: Seharusnya Dilafalkan nasihat nasehat hakikat hakekat air aer praktik praktek
4) Bunyi vokal /u/ menjadi /o/ Contoh:
Volume 10, number 1 ---- Februari
2021
Caraka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia serta Bahasa Daerah 25
telur telor
mangkuk mangkuk
mabuk mabok
5) Bunyi vokal /a/ menjadi /e/ Contoh: Seharusnya Dilafalkan lapar laper akta akte pedas pedes segar seger tangka tangkep
6) Bunyi vokal /u/ menjadi konsonan /w/ Contoh Seharusnya Dilafalkan kuitansi kwitansi kualitas kwalitas kuantitas kwantitas pantau Pantaw b. Perubahan diftong
Perubahan diftong ini meliputi diftongisasi dan monoftongisasi. Diftong ialah vokal rangkap sedangkan monoftong ialah vokal tunggal.
1) Monoftongisasi
Monoftongisasi ialah perubahan diftong menjai monoftong. Dari vokal rangkap menjadi vokal tunggal. Contoh: Seharusnya Dilafalkan saudara sodara cabai cabe sampai sampe autodidak otodidak
Volume 10, number 1 ---- Februari
2021
Caraka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia serta Bahasa Daerah 26
2) Diftongisasi
Diftongisasi ialah perubahan bunyi vokal tunggal menjadi bunyi voka rangkap atau diftong. Contoh: Seharusnya Dilafalkan topan taupan teladan tauladan setan saitan tobat taubat
c. Perubahan Fonem Konsonan
Perubahan fonem ini terjadi pada fonem konsonan, fonem konsonan dalam suatu kata menjadi bunyi konsonan yang lain. Perubahan fonem disini dapat berupa perubahan yang utuh maupun terjadi pelemahan fonem.
1) Bunyi /b/ pada akhir setiap kata umumnya dilafalkan dengan bunyi /p/. Contoh:
Seharusnya Dilafalkan Lembab lembap Sebab sebap Sembab sembab
2) Pertukaran Bunyi /f/, /p/, dan bunyi /v/. Problematika ini dijumpai pada hampir semua penutur bahasa Indonesia
Contoh: Seharusnya Dilafalkan aktif aktip pasif pasip vokal pokal venus penus verifikatif peripikatip aktivitas aktifitas efektivitas efektivitas Napas nafas
Volume 10, number 1 ---- Februari
2021
Caraka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia serta Bahasa Daerah 27
3) Bunyi /z/ dilafalkan seperti bunyi /s/ atau /j/. Contoh: Seharusnya Dilafalkan Zaman jaman Zamrud jamrud Khazanah hasanah Azas asas Nazar nasar
4) Bunyi /d/ di akhir kata umumnya dilafalkan seperti bunyi /t/. Contoh: Seharusnya Dilafalkan abjad abjat jasad jasat maksud maksut wujud wujut
5) Bunyi /k/ keras di akhir kata dilafalkan seperti k lemah. Contoh: Seharusnya Dilafalkan makna ma’na rakyat ra’yat mangkrak mangkra? abstrak abstra? katarak katara?
6) Bunyi /c/ dilafalkan menjadi /c/ ejaan bahasa Inggris
Seharusnya Dilafalkan ABC abese vitacimin vitasimin
WC wese
7) Bunyi /v/ dilafalkan menjadi /v/ ejaan bahasa Inggris. Misalnya pada TV dilafalkan [tivi].
Volume 10, number 1 ---- Februari
2021
Caraka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia serta Bahasa Daerah 28
Perubahan ini terjadi pada klaster yang ditulis atau dilafalkan menjadi konsonan tunggal.
1) Bunyi /sy/ dilafalkan seperti bunyi /s/. Contoh: Seharusnya Dilafalkan syarat sarat isyarat isarat syahdu sahdu syahwat sahwat
2) Bunyi /kh/ dilafalkan seperti bunyi /k/ atau /h/. Contoh: seharusnya dilafalkan Khas has khazanah hasanah khotbah hotbah 2. Penambahan Fonem
Problematika penambahan fonem ini banyak terjadi akibat adanya pengaruh bahasa daerah. Akan tetapi, ada beberapa yang bukan pengaruh bahasa daerah.
Contoh: seharusnya dilafalkan mama mamah papa papah silakan silahkan saya sayah mi mie 3. Penghilangan Fonem
Problematika penghilangan fonem terjadi akibat adanya pengaruh bahasa lisan terhadap bahasa tulis.
Volume 10, number 1 ---- Februari
2021
Caraka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia serta Bahasa Daerah 29
Contoh: seharusnya dilafalkan menteri mentri kompleks komplek ambulans ambulan tahu tau bapak bapa bakso baso 4. Problematika Morfofonologi
Morfofonologi merupakan sebuah persimpangan antara morfologi dan fonologi. Gejala ini terjadi pada proses pembentukan kata atau morfologi. Dalam proses pembentukan kata tersebut terjadi gejala fonologis. Gejala fonologis tersebut diantaranya penambahan, peluluhan, penghilangan, perubahan, dan pergeseran. Problematika yang banyak terjadi yaitu pada peluluhan, penghilangan, dan penambahan.
1) Peluluhan pada fonem yang harusnya tidak luluh. Contoh seharusnya dilafalkan mentraktir menraktir memproduksi memroduksi mengkreasikan mengreasikan penstandaran penyetandaran mencuci menyuci mencuri menyuri mencolek Menyolek
2) Tidak terjadinya peluluhan pada fonem yang harusnya luluh. Contoh:
seharusnya dilafalkan
menyukseskan mensukseskan mengoreksi mengkoreksi
3) Penambahan fonem pada penggunaan alomorf dengan eka suku Contoh:
Seharusnya digunakan
Volume 10, number 1 ---- Februari
2021
Caraka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia serta Bahasa Daerah 30 mengetik mentik
mengecat mencat mengebom membom
4) Problematika alomorf afiks per‐, ter‐, dan ber‐
Afiks per‐, ter‐, dan ber‐ memiliki alomorf. Misalnya afiks per‐ dapat menjadi per‐, pe‐, dan pel‐. Masalah yang terjadi pada alomorf ini.
Contoh: Seharusnya digunakan tepercaya terpercaya tepercik terpercik becermin bercermin Beserta berserta peternakan perternakan
Masalah‐masalah tersebut berkembang dalam penggunaan bahasa masyarakat. Apabila dibiarkan saja tentu permasalahan ini akan terus berkembang dan akan membuat goyah kaidah kebahasaan bahasa Indoneisa.
Faktor Penyebab Problematika Bahasa Indonesia
Apabila diidentifikasi berdasarkan problematika bahasa Indonesia yang telah dipaparkan maka terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya hal tersebut. faktor‐faktor tersebut diantaranya.
1. Kebiasaan dan kelumrahan. 2. Adanya pengaruh bahasa asing. 3. pengaruh bahasa daerah.
4. pengaruh bahasa lisan ke dalam bahasa tulis. 5. Adanya analogi bahasa.
6. Pengaruh penyerapan bahasa asing.
Beberapa Solusi untuk Mengatasinya
Problematika fonologis yang terjadi perlu diatasi dengan serius karena akan mengacaukan kaidah kebahasaan. Beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu
Volume 10, number 1 ---- Februari
2021
Caraka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia serta Bahasa Daerah 31
2. penyususnan sistem fonetis menggunakan satu lambang grafemis untuk melambangkan satu bunyi,
3. adanya konsistensi penerapan kaidah penulisan kosakata bahasa indonesia, maupun kosakata asing,
4. pembinaan yang intensif di lembaga pendidikan formal mengenai kaidah penulisan dan pengucapan,
5. pembinaan yang intensif melalui media massa dan penerapan kaidah penulisan yang benar, dan
6. pembinaan dan sosialisasi melalui media yang khusus mengenai kaidah penulisan dan pengucapan.
Selain solusi di atas, Pemunculan kembali materi mengenai kaidah ketatabahasaan dalam kurikulum merupakan langkah yang berarti dalam memperbaiki bahasa masyarakat.
SIMPULAN
Problematika dalam aspek fonologis yang terjadi dalam masyarakat menunjukan bahwa bahasa bersifat dinamis dan mudah terpengaruh, hal tersebut merupakan ciri bahasa Indonesia yang sedang berkembang. Seperti yang diketahui fonem dalam bahasa indonesia berfungsi sebagai pembeda arti. Hal ini berbeda dengan gejala yang terjadi dalam masyarakat yaitu fonem yang berbeda akan tetapi tidak mengubah makna atau maksud kata tersebut. Perbedaan fonem ini hanya mengubah ragam bahasa yang baku menjadi tidak baku, ragam bahasa formal menjadi tidak formal. Problematika yang dimaksud ialah perubahan fonem baik vokal, konsonan, diftong atau klaster menjadi fonem yang lain. Selain itu, penghilangan dan pemunculan fonem pun menjadi problematika dalam bahasa Indonesia. Problematika fonologis pun terjadi pada proses pembentukan kata atau afiksasi atau dikenal dengan istilah morfofonologis. Problematika fonologis tersebut bila dibiarkan saja tentu permasalahan ini akan terus berkembang dan akan membuat goyah kaidah kebahasaan bahasa Indoneisa. Oleh karena itu tugas kita sebagai pengguna bahasa untuk mencari solusinya.
Volume 10, number 1 ---- Februari
2021
Caraka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia serta Bahasa Daerah 32
Daftar Pustaka
Alwi, Hasan dkk. (2005). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. (Edisi III). Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa – Balai Pustaka.
Chaer, Abdul. (2013). Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Chaer, Abdul. (2008). Tata Bahasa Indonesia Baku. Jakarta: Rineka Cipta.
Matanggui, Junaiyah H. (2014). Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia. Tangerang: Pustaka Mandiri.
Santoso, Kusno Budi. (1990). Problematika Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Tarigan, Henry Guntur dan Jago Tarigan. (1990). Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
_______. (2015). Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Jakarta: Kementerian pendidikan dan kebudayaan.
_______. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Edisi V). Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.