• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. MOISTURE BATUBARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "1. MOISTURE BATUBARA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1. MOISTURE BATUBARA

Pada dasarnya air yang terdapat di dalam batubara maupun yang terurai dari batubara apabila dipanaskan sampai kondisi tertentu, terbagi dalam bentuk-bentuk yang menggambarkan ikatan serta asal mula air tersebut di dalam batubara. Ada dua bentuk/wujud moisture pada batubara yakni air yang terdapat di dalam batubara dalam bentuk H2O dan air hasil penguraian zat organik yang ada dalam batubara karena adanya oksidasi terhadap batubara tersebut.

Air yang terdapat dalam batubara dalam bentuk H2O dibagi dalam 3 bentuk yakni.

1. Inherent moisture ialah air yang secara fisik terikat di dalam rongga-rongga kapiler serta pori2 batubara yang relatif kecil, serta mempunyai tekan uap air yang lebih kecil jika dibandingkan dengan tekanan uap air yang terdapat pada permukaan batubara.

2. Adherent moisture ialah air yang terdapat permukaan batubaraatau di dalam pori2 batubara yang relatif besar. Air dalam bentuk ini mudah menguap pada suhu ruangan.

3. Air kristal ialah air yang terikat secara kimia pada mineral-mineral dalam batubara. Bentuk ini menguap pada suhu yang cukup tinggi, tergantung dari jenis mineral yang mengikatnya, penguapan pada umumnya mulai terjadi pada suhu diatas 450 derajat celcius. Beberapa badan standarisasi international membuat metode untuk penetapan air kristal ini, namun jarang orang mempergunakannya, amerika menetapkan bahwa air kristal yang terdapat di dalam batubara ialah 8%

dari kadar abu batubara, sedangkan negara-negara eropa menetapkan sebesar 9%

dari kadar abu batubara.

Moisture pada batubara bukanlah seluruh air yang terdapat dalam pori-pori batubara baik besar maupun kecil dan yang terbentuk dari penguraian batubara selama pemanasan. Moisture batubara ialah air yang menguap dari batubara apabila dipanaskan sampai pada suhu 105 – 110 derajat celcius.

Berdasarkan pengertian diatas, serta melihat kembali kepada bentuk2 air yang terdapat di dalam batubara, maka hanya air dalam bentuk inherent dan bentuk adherent sajalah yang dapat dikategorikan sebagai moisture batubara, sedangkan 2 bentuk lainnya, yaitu air kristal mineral dan air hasil penguaraian zat organik karena oksidasi, tidak termasuk sebagai air batubara.

1. Inherent moisture

Inherent moisture ialah moisture yang dianggap terdapat di dalam rongga- rongga kapiler dan pori-pori batubara yang relatif kecil, pada kedalaman aslinya yang secara teori dinyatakan bahwa kondisi tersebut ialah kondisi dengan tingkat kelembapan 100% serta suhu 30 derajat celcius. Karena sulitnya mengsimulasi kondisi batubara di kedalaman aslinya, maka badan-badan standarisasi menetapkan

(2)

kondisi pendekatan untuk dipergunakan pada metode standar pengujian di laboratorium.

Standar internasional, British, Australia dan Amerika menetapkan bahwa kondisi pendekatan tersebut ialah kondisi dengan tingkat kelembapan 96 – 97 % dengan suhu 30 derajat celcius. sedangkan standar jepang menetapkan kondisi tersebut pada tingkat kelembapan 67 % dengan suhu 30 derajat celcius. sehingga hasil yang diperoleh dengan standar jepang selalu lebih kecil dibandingkan dengan hasil yang didapat dengan standar lainnya. Banyaknya jumlah inherent moisture dalam suatu batubara dapat dipergunakan sebagai tolok ukur tinggi rendahnya tingkat rank batubara tersebut. Semakin tinggi nilai inherent moisture suatu batubara, semakin rendah tingkat rank batubara tersebut.

Bed moisture ialah istilah lain inherent moisture yang banyak dipakai, sedangkan moisture holding capacity (MHC) ialah istilah yang dipakai oleh international standard (ISO), British Standard (BS) dan Australia Standard (AS), sedangkan American Standard (ASTM) mempergunakan istilah Equipment moisture, Moisture Holding Capacity dan equilibrium moisture ialah istilah yang dipergunakan untuk nama pengujian.

2. Adherent moisture

Adherent moisture ialah moisture yang dianggap terdapat pada permukaan batubara dan pori-pori batubara yang relatif besar. Surface moisture ialah istilah yang dipergunakan oleh international standard (ISO),BS,AS sedangkan ASTM mempergunakan istilah free moisture. Nilai adherent moisture diperoleh dari pengurangan nilai total moisture oleh nilai inherent moisture (Adherent moisture = total moisture – inherent moisture). Keberadaan adherent moisture pada batubara dimungkinkan terjadi dalam beberapa situasi, antara lain :

1. Bercampurnya air tanah dengan batubara pada waktu penambangan maupun pada kondisi asalnya di dalam tanah.

2. Taburan air hujan pada tumpukan batubara

3. sisa-sisa air yang tertinggal pada permukaan batubara setelah proses pencucian.

4. Air yang disemprotkan untuk mengurangi debu pada tumpukan batubara.

Keberadaan adherent moisture ini dapat dikurangi jumlahnya dengan proses penirisan (drainage), centrifuge, pengeringan di udara terbuka, pengeringan dengan pemanasan.

Oleh karena sebagian besar moisture ini terdapat pada permukaan batubara, maka semakin luas permukaan suatu batubara, semakin besar pula jumlah surface moisture- nya, ini berarti bahwa semakin halus suatu batubara, semakin besar pula surface moisture-nya. Pada batubara yang halus, keberadaan surface moisture-nya sangat

(3)

kuat, karena adanya ikatan antara moisture pada permukaan partikel-partikelnya, yang disebut dengan “bridging” sehingga sulit sekali untuk dikurangi, dan apabila mencapai jumlah yang cukup besar terlebih lagi kalau mengandung mineral cukup besar pula, maka akan menimbulkan masalah yang serius pada penanganan batubara tersebut (coal handling), oleh karena itulah pada waktu pembelian batubara selalu diperiksa jumlah partikel halusnya.

1.Total Moisture ialah seluruh jumlah air yang terdapat pada batubara dalam bentuk inherent dan adherent pada kondisi saat batubara tersebut diambil contohnya (as sampled) atau pada pada kondisi saat batubara tersebut diterima (as received). Nilai total moisture diperoleh dari hasil perhitungan niali free moisture dengan nilai residual moisture dengan rumus.

% TM = % FM + % RM x (1 – % FM/100)

Nilai-nilai free moisture dan residual moisture diperoleh dari hasil analisis penetapan total moisture metode dua tahap (two state determination).

a. Free Moisture (FM) ialah jumlah air yang menguap apabila contoh batubara yang baru diterima atau yang baru diambil, dikeringkan dalam ruangan terbuka pada kondisi tertentu sampai didapat berat konstannya. Berat konstan ialah berat penimbangan terakhir apabila pada dua penimbangan terakhir dicapai perbedaan berat

< 0,1%/jam. Free moisture istilah yang dipakai ISO, BS dan AS sedangkan ASTM mempergunakan istilah air dry loss (ADL) . Pada ASTM dikenal juga istilah free moisture akan tetapi istilah tersebut mempunyai pengertian yang berbeda dengan istilah free moisture yang dipergunakan oleh ISO, BS, AS.

b. Residual Moisture ialah jumlah air yang menguap dari contoh batubara yang sudah kering (setelah free moisturenya menguap) apabila dipanaskan kembali pada suhu 105 – 110 derajat celcius, proses pengerjaan untuk mendapatkan nilai residual moisture merupakan tahap kedua dari penetapan total moisture (metode dua tahap).

1. Free Moisture (informatif) ialah istilah yang dipergunakan untuk mengambarkan persen jumlah air yang menguap dari contoh batubara yang dikeringkan pada kondisi ruangan (suhu dan kelembapan ruangan) yang kadang2 dibantu dengan hembusan kipas angin. Pengeringan tidak perlu dilakukan sampai dicapai berat konstan.

Pengeringan justru harus mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh metode standar.

Hal ini dilakukan agar pengeringan tidak terlalu berlebihan karena akan terjadi oksidasi terhadap batubara tersebut sehingga mengurangi nilai calorific value. Air dry

(4)

loss ialah istilah yang dipergunakan dalam ASTM . Nilai free moisture ini sifatnya hanya informatif dan nilainya dari satu laboratorium ke laboratorium lainnya tidak selalu harus sama.

2. Air dried moisture, ISO, BS dan AS mempergunakan ukuran partikel -212 um, sedangkan ASTM mempergunakan partkel ukuran -250 um. Air dried moisture ialah air yang menguap dari contoh yang halus apabila dipanaskan pada suhu 105 – 110 derajat celcius dan penetapannya merupakan bagian dari analisis proximate, istilah lain yang banyak dipergunakan ialah moisture in the analysis sample atau moisture saja. Nilai moisture ini hanya dipergunakan untuk menghitung hasil-hasil analisis lainnya, yang ada hubungannya dengan moisture ke dalam basis yang diinginkan. Hal ini perlu dilakukan apabila kita akan memperbandingkan dua hasil analisis dari contoh yang sama atau diperlukan juga untuk pengklasifikasian batubara tersebut.

Keberadaan moisture dalam contoh batubara yang halus sangat dipengaruhi oleh tingkat oleh tingkat kelembapan serta suhu dimana contoh tersebut berada, oleh karena itu nilainya dari waktu ke waktu dan dari suatu tempat ke tempat lainnya dapat berubah mengikuti perubahan kondisi di mana contoh tersebut berada.

Inherent moisture bukanlah istilah yang tetap untuk moisture ini, walaupun begitu banyak orang yang tetap mempergunakannya. Residual moisture yang diperoleh pada penetapan total moisture tahap kedua ialah nilai yang hampir sama dengan nilai moisture ini, adapun yang membedakannnya ialah :

1. Pengeringan

- Pada residual moisture, moisture dilakukan sampai diperoleh berat konstan

- pada moisture (proximate) tidak perlu dilakukan sampai diperoleh berat konstan tetapi sampai contoh tersebut cukup kering untuk digiling, dibagi dan dihaluskan saja, pengeringannya pun harus mengikuti aturan yang terdapat di dalam metode standar.

2. Ukuran partikel contoh

- Pada residual moisture, standar ISO, BS dan AS mempergunakan partikel -3 mm sedangkan ASTM mempergunakan beberapa ukuran partikel tergantung dari metode yang dipergunakannya, ukuran tersebut antara lain 2.36 mm, 0,850 mm dan 0,250 mm.

- Pada moisture (proximate) standar ISO, BS dan AS mempergunakan partikel -212 um sedangkan ASTM mempergunakan partikel berukuran -250 um

3. Sebelum dianalisis

- Pada residual moisture contoh tidak boleh di equilize

- Pada moisture (proximate) contoh sebaiknya di equilize terlebih dahulu selama tidak lebih dari 45 menit.

(5)

2. ABU

1. Kadar Abu

Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Kadar abu ditentukan berdasarkan kehilangan berat setelah pembakaran dengan syarat titik akhir pembakaran dihentikan sebelum terjadi dekomposisi dari abu tersebut (Sudarmadji 2003).

2. Pengabuan dan Pengarangan

Pengarangan merupakan salah satu tahapan dalam analisis kadar abu. Pengarangan dilakukan sebelum bahan uji diabukan. Pengarangan dilakukan dengan cara memanaskan bahan uji dalam cawan porselen di atas api. Hal ini dilakukan untuk menguapkan zat organik dalam bahan pangan (Khopkar 2003).

Pengabuan adalah tahapan utama dalam proses analisis kadar abu suatu bahan. Pada tahap ini menggunakan tanur.

Terdapat 3 jenis pengabuan, yaitu pembakaran dalam tanur, pembakaran api terbuka, dan wet combustion. Pada analisis kadar abu dan serat seringkali digunakan jenis pengabuan dalam tanur. Pengabuan sering memerlukan waktu yang lama untuk mempercepat proses pengabuan dapat dilakukan beberapa cara yaitu menambah bahan dengan kwarsa murni sebelum pengabuan untuk memperluas permukaan dan menambah porositas, menambahkan gliserol-alkohol sehingga akan terbentuk kerak yang porosus dan proses oksidasi semakin cepat, dan menambahkan hydrogen peroksida untuk mempercepat oksidasi (Khopkar 2003).

3. Analisis Proksimat

Analisis proksimat merupakan pendekatan analisis komponen kimia untuk melakukan identifikasi karbohidrat, protein, lemak, mineral (abu), dan air dalam bahan pangan.

Kadang juga diukur juga kandungan serat kasar sehingga bila kadar serat dikurangkan maka diperoleh total karbohidrat tanpa serat kasar yang dikenal sebgan Nitrogen Free Extract (NFE) (Khopkar 2003).

4. Gravimetri

Gravimetri adalah metode analisis kimia secara kuantitatif dimana jumlah analit ditentukan dengan mengukur bobot substansi murni yang hanya mengandung analit (Skoog 2004). Penentuan kadar zat berdasarkan pengukuran berat analit atau senyawa yang mengandung analit dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode

(6)

pengendapan melalui isolasi endapan sukar larut dari suatu komposisi yang tak diketahui dan metode penguapan dimana larutan yang mengandung analit diuapkan, ditimbang, dan kehilangan berat dihitung (Harvey 2000). Berdasarkan cara mengukur fase, gravimetri dibedakan menjadi dua jenis, yaitu gravimetri evolusi langsung dan gravimetri evolusi tidak langsung. Gravimetri evolusi langsung berfungsi untuk mengukur fase gas secara langsung, sedangkan gravimetri evolusi tidak langsung berfungsi untuk mengukur fase gas dan fase padat dari padatan yang terbentuk (Skoog 2004).

1. Penentuan kadar abu secara langsung

Prinsip pengabuan cara langsung yaitu semua zat organik dioksidasi pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500-600oC, kemudian zat yang tertinggal setelah proses pembakaran ditimbang. Mekanisme pengabuan cara langsung yaitu cawan porselen dioven terlebih dahulu selama 1 jam kemudian diangkat dan didinginkan selama 30 menit dalam desikator. Cawan kosong ditimbang sebagai berat a gram. Setelah itu, bahan uji dimasukan sebanyak 5 gram ke dalam cawan, ditimbang dan dicatat sebagai berat b gram. Pengabuan dilakukan dalam 2 tahap, yaitu pemanasan pada suhu 300oC agar kandungan bahan volatil dan lemak terlindungi hingga kandungan asam hilang.

Pemanasan dilakukan hingga asam habis. Selanjutnya, pemanasan pada suhu bertahap hingga 600oC agar perubahan suhu secara tiba-tiba tidak menyebabkan cawan menjadi pecah.

2. Penentuan kadar abu secara tidak langsung

Prinsip pengabuan cara tidak langsung yaitu bahan ditambahkan reagen kimia tertentu sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol alkohol atau pasir bebas anorganik yang selanjutnya dipanaskan dalam suhu tinggi. Pemanasan menyebabkan gliserol alkohol membentuk kerak sehingga menyebabkan terjadinya porositas bahan menjadi besar dan memperbesar oksidasi.

Pemanasan pada pasir bebas dapat membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan memperbesar porositas sehingga proses pengabuan semakin cepat.

Mekanisme pengabuan cara tidak langsung yaitu cawan porselen dioven terlebih dahulu selama 1 jam kemudian diangkat dan didinginkan selama 30 menit dalam desikator. Cawan kosong ditimbang sebagai berat a gram. Setelah itu, bahan uji dimasukan sebanyak 5 gram ke dalam cawan, ditimbang dan dicatat sebagai berat b gram. Gliserol alkohol ditambahkan dalam cawan sebanyak 5 ml dan dimasukan dalam tanur pengabuan hingga putih keabu-abuan. Abu yang terbentuk dibiarkan dalam muffle selama 1 hari. Cawan porselen dioven terlebih dahulu untuk mengeringkan air yang mungkin terserap saat disimpan dalam muffle lalu dimasukan ke desikator. Penimbangan cawan setelah pengabuan dicatat sebagi berat c gram.

Suhu yang tinggi menyebabkan elemen abu yang volatil, seperti Na, S, Cl, K dan P menguap. Pengabuan juga menyebabkan dekomposisi tertentu, seperti K2CO3 dan CaCO3. Pengeringan dengan metode ini bertujuan mendapatkan berat konstan.

(7)

3. ZAT TERBANG

Vaolatile adalah zat terbang zat organik yang akan menguap jika dipanaskan pada suhu tertentu, yang merupakan gugus hidrocarbon gugus alipatik yang akan mudah putus menjadi methana atau ethana jika dipanaskan tanpa udara. Kadar volatile matter dalam batubara dipengaruhi oleh peringkat batubara, semakin tinggi peringkat batubara semakin kecil nilai volatile matternya. Volatile Matter sering dijadikan sebagai indikasi reaktifitas batubara dalam pembakaran.

Prinsip pengerjaannya sejumlah tertentu batubara ukuran 0.212 mm atau 0.250 dipanashkan pada suhu 915°C tanpa udara bebas. Kehilangan berat setelah dikurangi moisture saat analisa di laboratorium adalah kadar volatile matter. Kenapa harus dikurangi moisture saat analisa di laboratorium? Jawabannya adalah harena saat penetapan volatile matter moisture tersebut akan ikut menguap.

Zat terbang terdiri dari gas-gas yang mudah terbakar seperti H2, CO, dan metan serta uap-uap yang mengembun seperti tar, juga gas CO2 dan H2O. zat terbang sangat erat hubungannya dengan peringkat batubara. Makin kecil kadar zat terbang, maka makin tinggi peringkat batubara. Pada pembakaran batubara, kandungan zat terbang yang tinggi akan lebih mempercepat pembakaran karbon padatnya dan sebaliknya zat terbang yang lebih rendah mempersulit proses pembakaran. Zat Terbang (Volatile Matter ) adalah bagian sampel batubara yang kering udara (air dried ) yang dikeluarkan dalam bentuk gas selama tes pemanasan standar. Zat terbang merupakan unsur positif untuk batubara termal tapi dapat menjadi sesuatu yang negatif untuk batubara kokas. Kandungan VM mempengaruhi kesempurnaan pembakaran dan intensitas api. Hal ini didasarkan pada rasio atau perbandingan antara kandungan karbon (fixed carbon) dengan zat terbang, yang disebut dengan rasio bahan bakar (fuel ratio). Semakin tinggi nilai fuel ratio, maka jumlah karbon di dalam batubara yang tidak terbakar juga semakin banyak. Jika perbandingan tersebut nilainya lebih dari 1,2 maka pengapian akan kurang bagus sehingga mengakibatkan kecepatan pembakaran menurun

4. KALORI BATUBARA

Calorivic Value adalah nilai kalori yang dihasilkan dalam pembakaran batubara. Ini adalah hal yang paling penting dalam suatu bahan bakar termasuk batubara karena nilai inilah yang di jual dari batubara. Satuannya biasa di tulis dalam Kkal/Kg, Cal/gram, MJ/kg, Btu/lb. Sifat kalori tergantung pada peringkat batubara, semakin tingi peringkat batubara semakin tinggi nilai kalorinya.

Nilai kalori sangat dipengaruhi oleh kadar abu dan kadar air suatu batubara, dalam batubara yang sama semakin besar kadar air dan atau abu maka nilai kalori akan semakin kecil. Prinsip pengerjaannya batubara dengan ukuran dan berat tertentu di bakar dan hasil radiasi panasnya di gunakan untuk menaikan suatu zat yang setabil, sehingga dapat diketahui berapa kenaikan suhunya yang di sebabkan oleh pembakaran batubara tersebut. Dengan demikian bisa di hitung berapa kalorinya persatuan berat.

Penentuan kualitas batu bara dapat dilakukan berdasarkan kadar air dan nilai kalorinya. Untuk dapat mengetahui kadar air dan nilai kalori batu bara, umumnya dilakukan pengukuran menggunakan bomb calorimeter atau melalui analisis

(8)

proksimat dan ultimat yang didasarkan pada standar ASTM. Dari bidang tomografi telah dikembangkan sistem electrical capacitance volume tomography (ECVT) yang merupakan sistem berbasis pengukuran kapasitansi objek. Penelitian inii bertujuan untuk mengaplikasikan sistem ECVT sehingga dapat digunakan sebagai metode baru dalam menentukan kadar air dan nilai kalori batubara dengan lebih efisien. Dilakukan pengukuran nilai kapasitansi relatif (Cp) sampel batu bara dengan data kadar air dan nilai kalori yang diketahui dari pengujian standar ASTM sebagai pembanding.

Selanjutnya, ditentukan hubungan matematis antara kapasitansi relatif terukur dengan kadar air dan nilai kalori dengan metode regresi linear sederhana. Persamaan yang diperoleh kemudian dianalisis dengan uji statistik berupa koefisien korelasi, determinasi dan standar deviasi untuk menentukan kriterianya.

Referensi

Dokumen terkait

Bidang Program dan Informasi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pengkajian dan pengembangan program dan model pendidikan

Berdasarkan pembahasan yang dilakukan dalam penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa aplikasi perangkat lunak ini dapat membantu user dalam informasi tentang

SMK Negeri 1 Karanganyar, sebagai sekolah eks RSBI khususnya jurusan Busana Butik, dari hasil konseling siswa yang datang pada guru BK, sebagian besar

4          Prinsip tanggung jawab pidana secara individual ini dalam praktek pengadilan telah diakui oleh majelis hakim dalam beberapa putusannya, terutama dalam membuktikan

Tamhahkan 30 ml KMnO 4 1 ke dalam saringan, panaskan di atas penangas air selama 15 menit Angkat Erlenmeyer dan tetesi dengan larutan H2O2 3 % yang mengandung 1 ml asam

Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa perkembangan moral dan nilai-nilai agama terhadap perilaku belajar anak pada kelas eksperimen sebelum

Ketersediaan Dokumen KKB atau PP Tidak dapat dinilai, N/A Kelompok Tani Hutan (KTH) Manunggal Lestari merupakan kelompok hutan yang berada pada tanah yang dibebani

Dua hal umum yang patut diperhatikan pada keadaan diare akut karena infeksi adalah faktor kausal (agent) dan faktor penjamu (host). Faktor penjamu adalah kemampuan