PENDAFTARAN MEREK DAGANG DENGAN MENGGUNAKAN KATA UMUM YANG MEMILIKI PERSAMAAN DENGAN
MEREK DAGANG YANG SUDAH DIDAFTARKAN
(STUDI PADA MEREK MAKANAN CRUNCHY BANANA MEDAN)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
Sarah Agnestika Sihotang NIM : 150200308
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2019
ABSTRAK
Merek dagang suatu produk tidak hanya bermakna sekedar nama atau tulisan, akan tetapi lebih jauh juga mengandung arti dan maksud yang dapat berhubungan langsung dengan produk yang bersangkutan. Pemilik merek dagang mendaftarkan merek dagang mereka berdasarkan undang-undang yang relevan, tetapi pendaftaran mungkin tidak diperlukan agar merek dagang itu dilingungi.
Adapun rumusan masalahnya adalah bagaimanakah pendaftaran merek dagang berdasarkan ketentuan Undang-Undang Merek, bagaimanakah akibat pendaftaran merek yang mengandung kata telah menjadi milik umum (Studi pada Merek Makanan Crunchy Banana Medan) dan bagaimanakah pengaturan kriteria merek yang mengandung kata umum.
Jenis penelitian yang diterapkan adalah penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Sumber data yang digunakan adalah data primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka (library research) dan kemudian melakukan wawancara pemilik usaha Crunchy Banana Medan Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian penulis adalah pendaftaran merek dagang berdasarkan ketentuan Pasal 6, Pasal 50 dan Pasal 51 Undang-Undang No. 15 tahun 2001 Tentang Merek dan perubahan mengenai merek dagang yang tidak dapat didaftar dan ditolak berdasarkan Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang No.
20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Perlindungan Hukum Hak Atas Merek Dagang di hubungkan dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis seharusnya mempunyai kekuatan hukum untuk melindungi si pemegang merek, seharusnya pada saat permohonan merek harus ditolak pendaftaranya karena memiliki persamaaan pada pokok atau keseluruhanya dengan pihak lain. Akibat Hukum terhadap merek Crunchy Banana Medan secara yuridis normatif tidak bisa didaftarkan, karena bertentangan dalam undang-undang merek terbaru yaitu Undang-undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Merek Crunchy Banana terdaftar dapat dilakukan penolakan merek sebagaimana diatur dalam Pasal 20 dana Pasal 21 yang menetukan tentang Merek yang tidak dapat didaftar dan ditolak.
Kriteria merek yang berindikasi generik berdasarkan Undang-undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis dapat disimpulkan bahwa kriteria atau indikator merek generik yaitu merek yang bersifat secara umum, merek yang bersifat sugestif, dan merek yang bersifat deskriptif, sehingga merek Crunchy Banana Medan termasuk dalam kriteria merek generik yang bersifat deskriptif.
Kata kunci : Merek dagang, persamaan merek, memiliki kata umum
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang merupakan karya ilmiah dengan judul “Pendaftaran Merek Dagang dengan Menggunakan Kata Umum yang Memiliki Persamaan dengan Merek Dagang yang sudah didaftarkan (Studi pada Merek Makanan Crunchy Banana Medan)” yang disusun dan diajukan untuk memenuhi syrarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara.
Pelaksanaan penulisan skripsi ini diakui banyak mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari dosen pembimbing, maka penulisan ini dapat diselesaikan dengan baik. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada kedua orang tua atas segala perhatian, dukungan, doa dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, tidak lupa dengan segala hormat penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada::
1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. OK Saidin, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus Pembimbing I yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan masukan, arahan-arahan serta bimbingan didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini.
3. Ibu Puspa Melati, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Dr. Jelly, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
5. Dr. Rosnidar Sembiring, SH, M.Hum,SH,M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan
6. Bapak Syamsul Rizal, SH, M.Hum selaku pembimbing II Penulis, yang selalu memberikan inspirasi beserta dorongan kepada saya dalam penyusunan skripsi ini
7. Seluruh Staf Dosen dan Staf Administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pembelajaran dan membimbing Penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
8. Kepada orangtua yaitu papa Benny Harianto Sihotang dan mama Dame Duma Sari Hutagalung, suami Mario Samuel Sitinjak, saudara kandung Frans Martin Sihotang dan Anita Christine Sihotang beserta seluruh keluarga besar yang telah mendukung dan memberikan semangat dan mendoakan saya dalam menyelesaikan skripsi ini
9. Kepada sahabat terbaik selama ini tidak dapat penulis sebut satu persatu, terima kasih buat semangat, doa dan dukungannya dalam perkuliahan selama ini.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, atas segala kesalahan dan kekurangan saya mohon maaf. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Medan, 22 Juli 2019 Penulis
Sarah Agnestika Sihotang NIM : 150200308
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
BAB I : PENDAHULUAN A. LatarBelakang ... 1
B. Rumusan Masalah... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Tinjauan Penulisan ... 8
F. Keaslian Penulisan ... 11
G. Metode Penelitian ... 12
H. Sistematika Penulisan ... 14
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG MEREK A. Sejarah pengaturan merek di Indonesia ... 16
B. Pengertian, Fungsi dan Ruang Lingkup Merek ... 25
1. Pengertian Merek ... 25
2. Fungsi Merek ... 26
3. Ruang Lingkup Merek ... 27
C. Jenis-jenis merek ... 31
D. Hak atas merek ... 33
E. Perlindungan hukum terhadap merek ... 34
BAB III : PENDAFTARAN MEREK DI INDONESIA ... 43
A. Sistem Pendaftaran Merek ... 43
B. Syarat Pendaftaran Merek ... 46
C. Tata Cara Permohonan Pendaftaran Merek ... 48
D. Pemeriksaan Kelengkapan Persyaratan Pendaftaran Merek ... 52
E. Pengumuman Pendaftaran Merek ... 55
F. Penghapusan dan Pembatalan Pendaftaran Merek ... 57
BAB IV : ANALISIS HUKUM MEREK CRUNCHY BANANA MEDAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS A. Tinjauan Umum Tentang Merek Crunchy Banana Medan ... 62
B. Akibat Pendaftaran Merek yang memiliki Kata Umum ... 66
C. Pengaturan Kriteria Merek yang Mengandung Kata Umum .... 72
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 89
A. Kesimpulan... 89
B. Saran ... 90 DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Merek adalah sesuatu (gambar atau nama) yang dapat digunakan mengidentifikasi suatu produk atau perusahaan di pasaran.1 Peraturan mengenai merek dibuat di Indonesia salah satunya adalah untuk mencegah terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat. Dengan adanya merek, suatu barang dapat dibedakan keasliannya. Kadangkala, yang membuat suatu produk itu mahal bukan produknya itu sendiri, tetapi mereknya. Merek itu sendiri merupakan benda immateril, karena yang dapat dinikmati adalah produknya atau benda materilnya.
Sedangkan merek sebagai benda immateril hanya dapat memberikan kepuasan atau prestige pada pembeli saja.2
Di dunia bisnis dan perdagangan, nama juga berpengaruh untuk kemajuan suatu usaha. Nama pengusaha adalah merek, bisa dijadikan merek dagang atau merek jasa. Sesungguhnya bagi pengusaha, merek bukanlah sekedar nama tanpa arti, tapi merek adalah produk bernilai tinggi. Karena suatu merek dapat menghasilkan keuntungan yang berbeda dibandingkan dengan merek lain.
Meskipun pada praktiknya cara ini kerap digunakan dalam membangun suatu merek yang melekat pada konsumen walaupun tidak sehat, yaitu dengan cara
“menumpang” nama pada suatu merek yang sudah terdaftar atau terkenal di
1 Tim Lindsey, Eddy Damian, Simon Butt dan Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Alumni, 2003), hlm 131
2 OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta : Penerbit Rajawali Press, 2013), hlm 330
pasaran. Cara seperti ini melanggar prosedur akuisisi suatu merek demi tujuan perdagangan dan jasa.
Orang lain dapat menggunakannya tanpa seizin pemiliknya, sebab merek tersebut masih menjadi milik umum (public domain). Untuk menjadi milik pribadi (private domain), maka pemiliknya harus mendaftarkannya pada Kantor Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Kementrian Hukum dan HAM RI (selanjutnya disingkat menjadi Kemenkumham). Hal ini sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 3 Undang-Undang No.20 Tahun 2016 tentang Merek Dan Indikasi Geografis (selanjutnya disebut UU Merek dan IG) yang mensyaratkan bahwa pendaftaran merek merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh pemilik merek agar hak mereknya dilindungi oleh Negara.
Merek yang tidak dapat didaftarkan yaitu merek yang bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum, tanda-tanda yang tidak mempunyai daya pembeda, tanda atau kata milik umum, dan merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang akan didaftarkan.3 Syarat mutlak suatu merek harus dipenuhi oleh setiap orang atau badan hukum yang ingin memakai sebuah merek yaitu bahwa merek tersebut harus mempunyai daya pembeda yang cukup. Dengan kata lain, tanda yang dipakai harus sedemikian rupa, sehingga mempunyai cukup kekuatan untuk membedakan barang hasil produksi seseorang dengan barang hasil produksi orang lain.4
3 Serian Wijatno, Pengantar Entrepreneurship, (Jakarta : Penerbit Grassindo, 2014), hlm 143
4 Suyud Margono, Hak Milik Industri: Pengaturan dan Praktik di Indonesia, (Bogor : Penerbit Ghalia Indonesia, 2011), hlm 67
Kata-kata yang mengandung keterangan jenis barang atau jasa tidak boleh dipergunakan menjadi merek karena larangan ini menyangkut persoalan daya pembeda. Apabila setiap merek dagang atau jasa semata-mata terdiri dari kata- kata keterangan jenis barang atau jasa maka dianggap sangat lemah daya pembedanya. Kata-kata seperti itu bersifat umum karena tidak mampu memberikan indikasi identitas khusus baik mengenai sumber dan kualitas yang dimiliki oleh barang atau jasa yang bersangkutan. Nama dari jenis barang tidak dapat dipakai sebagai merek. Nama jenis dari sesuatu barang (soortnaam) yang sudah lazim dipakai oleh perusahaan, tidak dapat dipakai sebagai merek, Maksud dari merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimintakan pendaftarannya, misalnya merek “Crunchy Banana atau gambar Crunchy Banana” untuk produk Crunchy Banana. Ini maksudnya agar pihak konsumen tidak keliru, sebab jika hal itu dibenarkan ada kemungkinan orang lain akan menggunakan merek yang sama oleh karena bendanya, produknya atau gambarnya sama dengan mereknya. Juga tidak dapat dianggap sebagai merek perkataan-perkataan yang mengandung keterangan tentang macam barang, seperti misalnya perkataan-perkataan asin atau manis, harum dan sebagainya Kata-kata yang menunjukkan bentuk dari sesuatu barang, misalnya persegi, bundar, lonjong dan sebagainya, tidak dapat digunakan sebagai merek yang dapat didaftarkan, juga kata-kata yang hanya mengkedepankankan tujuan dari barang, misalnya lukisan tentang “orang yang sedang mencukur jenggotnya”, tidak dapat dipakai sebagai tanda merek dari pisau silet.
Kata-kata yang menunjukkan ukuran sesuatu barang tidak dapat dipakai sebagai merek, misalnya ukuran large, small, medium dan sebagainya, selain itu kata-kata tentang berat barang misalnya 100 gram, atau 1 Kg, 1 liter dan sebagainya, semua ini bukan merupakan kata-kata untuk merek. Merek terdaftar yang mengandung unsur berupa merek yang merupakan keterangan atau berkaitan dengan produk barang atau jasa yang dimintakan pendaftarannya merupakan alasan permohonan pembatalan merek.
Undang-Undang Merek yang baru masih menganut sistem konstitutif sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yang berbunyi “hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya”.
Merek dikatakan berbeda apabila tidak memiliki unsur-unsur persamaan dengan merek lainnya untuk barang dan jasa sejenis yang sudah terdaftar. Unsur- unsur persamaan merek itu bisa keseluruhan atau pada pokoknya, yaitu adanya kemiripan yang disebabkan oleh unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dengan merek yang lainnya.5
Merek dagang suatu produk tidak hanya bermakna sekedar nama atau tulisan, akan tetapi lebih jauh juga mengandung arti dan maksud yang dapat berhubungan langsung dengan produk yang bersangkutan, disamping itu merek atau nama yang tertulis pada suatu produk juga dapat merupakan ciri atau
5 Hery Firmansyah, Perlindungan Hukum Terhadap Merek, (Yogyakarta : Penerbit Medpress, 2013), hlm 31
pembeda dari daerah mana (dalam negeri) atau dari negara mana (Iuar negeri) asal-usul produk tersebut.6
Permohonan pendaftaran merek oleh seseorang, tentu harus memenuhi persyaratan administratif dan subtantif. Untuk syarat administratif berupa formulir, kelengkapan berkasberkas dan perihal mengenai biaya-biaya. Adapun persyaratan Subtantif Menurut ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Tentang Merek disebutkan bahwa Merek tidak dapat didaftar atas dasar Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang beritikad tidak baik, kemudian syarat subtantif sesuai dengan pasal 5 hurf b, c dan d yang intinya suatu merek agar dapat didaftarkan sebagai merek, maka merek tersebut haruslah mempunyai daya pembeda yang cukup atau tanda yang dipakai ini harus sedemikian rupa, sehingga mempunyai cukup kekuatan untuk membedakan barang hasil produksi seseorang dengan barang hasil produksi orang lain dan Merek tidak dapat didaftar, apabila Merek tersebut telah menjadi milik umum ataupun merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.7
Produk makanan yang telah memiliki nilai jual (brand image) di Indonesia banyak memiliki kemiripan dengan produk lain yang sejenis, hal ini dilakukan oleh para pihak untuk mengangkat nilai jual suatu produk barang yang diproduksinya dengan memberi atau mencantumkan merek yang memiliki kemiripan dengan merek lain sejenis yang telah mempunyai nilai jual dimata
6 Karlina Perdana, Kelemahan Undang-Undang Merek Dalam Hal Pendaftaran Merek (Studi Atas Putusan Sengketa Merek Pierre Cardn), Privat Law Vol. V No 2 Juli-Desember 2017
7 Ari Wibowo & Hernawan Hadi, Penerapan Prinsip Itikad Baik dan Daya Pembeda dalam Pendaftaran Merek Dagang yang Bersifat Keterangan Barang (Descriptive Trademark) Berdasarkan Undang-undang Nomor 15 tahun 2001 Tentang Merek, Privat Law Edisi 07 Januari - Juni 2015
konsumen. Beberapa contoh kasus merek dagang dengan menggunakan kata umum yang memiliki persamaan dengan merek dagang yang sudah didaftarkan pada produk makanan yaitu Makanan Crunchy Banana Medan.
Merek Makanan Crunchy Banana Medan perlu dicermati apakah produk yang dihasilkan menggunakan kata umum yang memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek dari produk lain atau kandungan dari bahan produknya yang dalam hal ini diasumsikan sebagai bahan produk makanan.
Hal ini penting karena jika menggunakan merek pihak lain dalam produksi sejenis yang diperdagangkan meskipun tidak secara keseluruhan menyerupai, maka tindakan yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran ketentuan UU Merek, yakni khususnya ketentuan Pasal 100 ayat (2) UU Merek yang berbunyi:
Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Pada umumnya, undang-undang merek dagang berupaya melindungi konsumen agar tidak kebingungan tentang siapa yang menyediakan, mendukung, atau berafiliasi dengan sebuah produk atau layanan tertentu. Guna menghindari situasi semacam itu, pemilik merek dagang dapat membatasi penggunaan merek dagangnya (atau yang serupa) tanpa izin agar tidak menimbulkan kebingungan.
Tidak semua istilah dapat dilindungi sebagai merek dagang berdasarkan undang- undang. Perlindungan tergantung pada banyak faktor, termasuk seberapa unik, umum, atau deskriptif merek dagang tersebut serta cara penggunaannya. Selain itu, banyak pemilik merek dagang mendaftarkan merek dagang mereka
berdasarkan undang-undang yang relevan, tetapi pendaftaran mungkin tidak diperlukan agar merek dagang itu dilingungi.
Dengan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk membuat karya tulis dalam bentuk skripsi dengan judul “Pendaftaran Merek Dagang dengan Menggunakan Kata Umum yang Memiliki Persamaan dengan Merek Dagang yang sudah didaftarkan (Studi pada Merek Makanan Crunchy Banana Medan).”
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Pendaftaran merek dagang berdasarkan ketentuan Undang- Undang Merek?
2. Bagaimanakah akibat pendaftaran merek yang mengandung kata telah menjadi milik umum (Studi pada Merek Makanan Crunchy Banana Medan)?
3. Bagaimanakah pengaturan kriteria merek yang mengandung kata umum?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan peneliti melaksanakan penulisan ini adalah :
a. Untuk mengetahui pendaftaran merek dagang berdasarkan ketentuan Undang-Undang Merek.
b. Untuk mengetahui akibat pendaftaran merek yang mengandung kata telah menjadi milik umum (Studi pada Merek Makanan Crunchy Banana Medan).
c. Untuk mengetahui pengaturan kriteria merek yang mengandung kata umum.
D. Manfaat Penelitian
Skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi kepentingan teoritis maupun kepentingan praktis.:
a. Secara teoretis
Dalam penelitian ini peneliti berharap hasilnya mampu memberikan penjelasan dan pemahaman mendalam mengenai pendaftaran merek dagang dengan menggunakan kata umum yang memiliki persamaan dengan merek dagang yang sudah didaftarkan berdasarkan UU Merek dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia sehingga dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi Ilmu Hukum, khususnya Hukum Dagang yaitu mengenai Merek dagang.
b. Secara Praktis
Skripsi ini diharapkan juga mampu memberikan sumbangan secara praktis, yaitu:
1) Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan kepada masyarakat agar lebih memahami pentingnya pendaftaran atas merek dagang; dan
2) Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran dan saran bagi pengembangan Ilmu Hukum, khususnya Hukum Dagang di bidang HKI.
E. Tinjauan Penulisan
Merek (trademark) sebagai hak atas kekayaan intelektual pada dasarnya ialah tanda untuk mengidentifikasikan asal barang dan jasa (an indication of origin) dari suatu perusaaan dengan barang dan/atau jasa perusahaan lain. Merek merupakan ujung tombak perdagangan barang dan jasa. Melalui merek, pengusaha dapat menjaga dan memberikan jaminan akan kualitas (a guarantee of quality) barang dan/atau jasa yang dihasilkan dan mencegah tindakan persaingan (konkurensi) yang tidak jujur dari pengusaha lain yang beriktikad buruk yang bermaksud membonceng reputasinya. 8
Merek sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Merek meliputi merek dagang dan merek jasa. Walaupun dalam UU Merek digunakan istilah merek dagang dan merek jasa, sebenarnya yang dimaksudkan dengan merek dagang adalah merek barang karena merek yang digunakan pada barang dan digunakan sebagai lawan dari merek jasa. Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama- sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.9
8 Rahmi Jened, Hukum Merek (Trademark Law) dalam Era Global dan Internal Ekonomi, (Jakarta : Penerbit Prenadamedia Group, 2015), hlm 3
9 Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum dalam Bisnis, (Jakarta : Penerbit Rineka Cipta, 2007), hlm 89
Para pemilik merek yang terdaftar akan mendapatkan hak merek, yaitu hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk dalam jangka waktu tertentu menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan lisensi atau izin kepada pihak lain. Berdasarkan hak merek tersebut, para pemilik merekakan mendapat perlindungan hukum sehingga dapat mengembangkan usahanya dengan tenang tanpa takut mereknya diklaim oleh pihak lain. Pemberian lisensi merek kepada pihak lain dapat mendatangkan penghasilan berupa pembayaran royalti.10
Merek harus didaftar dengan iktikad baik. Iktikad baik ini sangat penting dalam hukum merek karena berhubungan dengan persaingan bisnis dan reputasi pemilik merek. di dalam UU Merek Indonesia diatur mengenai indikasi geografis dan indikasi asal. Indikasi geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang berdasarkan faktor lingkungan geografis.11
Salah satu prinsip umum HKI adalah melindungi usaha intelektual yang bersifat kreatif berdasarkan pendafaran. Secara umum, pendaftaran merek merupakan salah satu syarat kekayaan intelektual yang dihasilkan oleh seseorang.
Beberapa cabang HKI yang mewajibkan seseorang untuk melakukan pendaftaran yang salah satunya adalah Merek. Hal ini sebagaimana yang termuat dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek Dan Indikasi Geografis perubahan atas Undang-undang nomor 15 tahun 2001 tentang Merek, yaitu hak
10 Rahmi Jened Op.Cit, hlm 68
11 Endang Purwaningsih, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan Lisensi, (Bandung : Penerbit Mandar Maju, 2012), hlm 49-50
atas merek diperoleh setelah merek tersebut di daftarkan. Dengan didaftarkannya merek, pemiliknya mendapat hak atas merek yang dilindungi oleh hukum.12
Kemudian Pasal 4 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis perubahan atas Undang-undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek, menyatakan bahwa permohonan pendaftaran merek diajukan oleh pemohon atau kuasanya kepada Menteri secara elektronik atau nonelektronik dalam bahasa indonesia. Dengan demikian, hak atas merek memberikan hak yang khusus kepada pemiliknya untuk menggunakan atau memanfaatkan merek terdaftarnya untuk barang atau jasa tertentu dalam jangka waktu tertentu.13
Menurut Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Idikasi Geografis, permohonan ditolak jika diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik. Pemohon merek yang beritikad baik adalah pemohon yang mendaftarkan mereknya secara layak dan jujur tanpa ada niat apa pun untuk membonceng, meniru, menjiplak ketenaran merek pihak lain itu atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh, atau menyesatkan konsumen. Asas-asas di atas membawa konsekuensi dalam pendaftaran merek yang didaftarkan dengan itikad tidak baik (bad faith). Itikad tidak baik banyak terjadi pada pendaftaran merek. Padahal ketika seseorang mendaftarkan merek, pemohon pendaftaran merek membuat surat pernyataan yang isinya bahwa tidak meniru merek orang lain baik untuk seluruhnya atau pun pada pokoknya.14
12 Pasal (3) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis
13 Pasal (4), Ibid
14 Agus Mardianto, Penghapusan pendaftaran merek berdasarkan gugatan Pihak Ketiga, Jurnal Dinamika Hukum vol, 10. No 1 Januari 2010, hlm 47.
Tanda-tanda yang bersifat umum dan menjadi milik umum juga tidak dapat diterima sebagai merek. Misalnya tanda tengkorak di atas dua tulang yang bersilang, yang secara umum diketahui sebagai tanda bahaya. Tanda seperti itu adalah tanda yang bersifat umum dan telah menjadi milik umum dan selayaknya tidak dapat dieprgunakan sebagai suatu tanda tertentu untuk keperluan pribadi seseorang. Demi kepentingan umum, tanda-tanda seeprti itu harus dapat dipergunakan secara bebas di dalam masyarakat. Oleh karena itu, tanda-tanda yang demikian tidak dapat digunakan sebagai merek.15
F. Keaslian Penulisan
Dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, diangkatlah suatu materi yaitu mengenai “Pendaftaran Merek Dagang dengan Menggunakan Kata Umum yang Memiliki Persamaan dengan Merek Dagang yang sudah didaftarkan (Studi pada Merek Makanan Crunchy Banana Medan)”.
Dalam proses pengajuan judul skripsi ini harus didaftarkan terlebih dahulu ke departemen hukum perdata dan telah diperiksa dan disahkan oleh Ketua Departemen Hukum Keperdataan. Atas dasar pemeriksaan tersebut diyakini bahwa judul yang diangkat termasuk pembahasan yang ada di dalamnya belum pernah ada penulisan sebelumnya dan merupakan karangan ilmiah yang memang benar atau dibuat tanpa menjiplak dari skripsi lain, khususnya pada Fakultas
15 Tomy Pasca Rifai, Kesiapan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean, Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 10 Number 4, October-December 2016
Hukum Universitas Sumatera Utara, sehingga dapat dipertanggungjawabkan keaslian penulisannya.
Kalaupun ada pendapat dan kutipan dalam penulisan ini, semata-mata adalah sebagai faktor pendukung dan pelengkap dalam usaha menyusun dan menyelesaikan tulisan ini karena hal tersebut memang sangat dibutuhkan untuk menyempurnakan tulisan ini.
G. Metode Penelitian
Penulisan skripsi ini membutuhkan adanya data dan keterangan yang dapat dijadikan bahan analitis untuk dapat membahas masalah. Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data dan keterangan tersebut penulis menggunakan metode sebagai berikut:
1. Jenis penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Penelitian hukum normatif yang didasarkan pada bahan hukum sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan16 yang berkaitan dengan pendaftaran merek dagang dengan menggunakan kata umum yang memiliki persamaan.
2. Sumber Data penelitian
Materi dalam skripsi ini diambil dari data sekunder seperti dimaksud dibawah ini :
a. Bahan hukum primer
16 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Penerbit Sinar Grafika, 2014), hlm 107
Berbagai bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan di bidang hukum perdata yang mengikat, antara lain Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 67 Tahun 2016 Tentang Pendaftaran Merek.
b. Bahan hukum sekunder
Data Sekunder yaitu data yang diperolah melalui studi kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum meliputi bahan hukum Primer, maupun bahan hukum Sekunder (buku-buku, majalah, jurnal, surat kabar, internet).
c. Bahan Hukum Tertier
Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum17, ensiklopedia, surat kabar, majalah mingguan, bulletin dan internet juga dapat menjadi bahan bagi penelitian ini sepanjang memuat informasi yang relevan dengan objek kajian penelitian hukum ini.
3. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara : penelitian kepustakaan (Library Research). Dalam hal ini mengumpulkan penelitian atas sumber- sumber atau bahan-bahan tertulis berupa buku-buku karangan para sarjana dan ahli hukum yang bersifat teoritis ilmiah yang berkaitan dengan masalah
17 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 14-15
yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini dan kemudian melakukan wawancara pemilik usaha Crunchy Banana Medan.
4. Analisis data
Analisis data dengan menggunakan kualitatif yaitu dengan mendeskripsikan permasalah hukum yang ditemukan melalui penelitian kepustakaan dengan menggunakan peraturan-peraturan di bidang merek.
H. Sistematika Penulisan
Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN, bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan penulisan, keaslian penulisan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG MEREK. Bab ini berisikan tentang sejarah pengaturan merek di Indonesia, pengertian, fungsi dan ruang lingkup merek, jenis-jenis merek, hak atas merek dan perlindungan hukum terhadap merek.
BAB III : PENDAFTARAN MEREK DI INDONESIA. Bab ini berisikan tentang sistem pendaftaran merek, syarat pendaftaran merek, tata cara permohonan pendaftaran merek, pemeriksaan kelengkapan persyaratan pendaftaran merek, pengumuman pendaftaran merek dan penghapusan dan pembatalan pendaftaran merek.
BAB IV : ANALISIS HUKUM MEREK CRUNCHY BANANA MEDAN BERDASARKAN UU NO.20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS. Bab ini berisi tentang tinjauan umum tentang merek Crunchy Banana Medan, akibat pendaftaran merek yang memiliki kata umum dan pengaturan kriteria merek yang mengandung kata umum.
BAB V : Kesimpulan dan Saran. Merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran.
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG MEREK
A. Sejarah pengaturan merek di Indonesia
Dalam sejarah perundang-undangan merek di Indonesia dapat dicatat bahwa pada masa kolonial Belanda berlaku Reglement Indutriele Eigendom (RIE) yang dimuat dalam Stb 1912 No.545 Jo. Stb 1913 No.214. Setelah Indonesia merdeka peraturan ini dinyatakan terus berlaku, berdasarkan Pasal II aturan peralihan UUD 1945. Ketentuan itu masih terus berlaku, hingga akhirnya sampai pada akhir tahun 1961 ketentuan tersebut diganti dengan UU No.21 Tahun 1961 tentang Merek perusahaan dan merek perniagaan yang diundangkan pada tanggal 11 Oktober 1961 dan dimuat dalam lembaran negara RI No.290 dan penjelasannya dimuat dalam tambahan lembaran negara RI No.2341 yang mulai berlaku pada bulan November 1961.18
Berikutnya diganti pula dengan Undang-undang Nomor 19 tahun 1992 Tentang Merek dan diubah dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 Tentang Merek, pada tahun 2001 diganti pula dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis.
1. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan
Indonesia setelah lepas dari penjajahan, baru pada tahun 1961 kembali melaksanakan perlindungan hukum terhadap merek, yaitu semenjak
18 OK. Saidin, Op.Cit, hlm 331
berlakunya Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan. Undang-undang tersebut menganut asas First do Use System atau dengan kata lain menganut Stelsel Deklaratif, artinya siapa yang memakai pertama kali dari suatu merek, dialah yang berhak mendapatkan perlindungan hukum.19
Materi undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan bertitik tolak dari konsepsi hukum merek yang tumbuh pada masa sekitar perang dunia II. Oleh karenanya, masih cukup sederhana, terlihat dari pengaturan yang ada di dalamnya, seperti pengaturan upaya hukum bagi pemilik merek yang sah, untuk memperoleh hak atas mereknya kembali diatur secara singkat, juga masih didasarkan pada gugatan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer), sedangkan tuntutan ganti rugi ataupun tuntutan pidana belum diatur.20
Kesederhanaan konsepsi dan pengoperaan materi yang terkandung dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan dapat dibaca dari konsideransnya. Meskipun Undang- undang Nomor 21 Tahun 1961 tersebut dimaksudkan sebagai upaya pembaruan dari Reglement Industrieele Eigendom Koloniem 1912, kenyataannya banyak ketentuan dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 ini merupakan pengoperan dari ketentuan-ketentuan Reglement Industrieele Eigendom Koloniem 1912 peninggalan zaman Hindia Belanda.
19 Muhamad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual : Sejarah, Teori dan Praktik di Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2014), hlm 210
20 Ibid, hlm 211
Perbedaannya hanya terletak pada masa berlakunya perlindungan merek, yaitu 10 tahun menurut Udang-undang Nomor 21 Tahun 1961 dan 20 tahun menurut Reglement Industrieele Eigendom Koloniem 1912. Perbedaan ini adalah adanya penggolongan barang-barang dalam 35 kelas dalam Undang- undang Nomor 21 Tahun 1961 yang hal ini tidak dikenal dalam Reglement Industrieele Eigendom Koloniem 1912.21
Dalam kesederhaannya Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan, maka tidak memerlukan peraturan lebih lanjut tentang peraturan pelaksanaannya.
2. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek
Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek yang mulai diberlakukan sejak tanggal 1 April 1993 merupakan pengganti Undang- undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan. Dengan konsep yang baru mulai menganut Stelsel Konstitutif yang lebih populer dengan asas First do File System, di mana pemilik hak atas merek yang dianggap sah adalah pemilik hak atas merek yang telah mendaftar di Kantor Merek terlebih dahulu sampai dibuktikan apakah pendaftaran hak atas merek dilakukan atas iktikad baik atau buruk.
Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek mulai mengatur ketentuan gugatan ganti rugi, gugatan pembatalan ataupun tuntutan perdana karena dalam konsiderasinya mencantumkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Selain itu, diatur pula perlindungan
21 Ibid
hukum terhadap merek jasa dan merek kolektif serta lisensi merek di mana dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan belum diatur.
Hal lain yang juga cukup penting dipandang baru dalam Undang- undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek yaitu mengenal cara atau prosedur pendaftaran yang tidak bersifat sebagai pemeriksaan formal saja, tetapi juga dijalankan dengan pemeriksaan substantif. Dalam hal pendaftaran ini juga diatur penerapan hak prioritas.
3. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek
Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek mengalami perubahan pada tahun 1997. Hal itu dilakukan karena beberapa alasan, di antaranya, karena ketentuan persetujuan putaran Uruguay yang telah ditanda tangani oleh Indonesia pada tahun 1994 di Maroko. Dengan di tandatanganinya persetujuan tersebut Indonesia harus berusaha menegakkan prinsip-prinsip pokok yang terkandung di dalam termasuk TRIPS yaitu aspek-aspek dagang yang terkait dengan hak milik intelektual termasuk perdagangan barang palsu).
Persetujuan TRIPS memuat beberapa ketentuan yang harus ditaati oleh negara penanda tangan kesepakatan tersebut, yaitu kewajiban bagi negara anggota untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangan hak milik intelektual dengan berbagai konvensi internasional di bidang Hak Milik Intelektual. Indonesia sebagai penanda tangan persetujuan tidak bisa terlepas dari ketentuan demikian, oleh karenanya dalam jangka waktu yang kurang
dari lima tahun telah melakukan perubahan beberapa ketentuan baik pada Undang-undang Hak Cipta, Hak Merek maupun Hak Paten, ketiga Undang- undang tersebut telah dilakukan perubahannya oleh pemerintah melalui DPR dan disetujui DPR pada 21 Maret 1997.
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang perubahan atas Undang- undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek sifatnya melengkapi, menambah dan mengubah ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Merek tahun 1992 dan bukannya mengganti, ketentuan yang ditambahkan yaitu perlindungan terhadap indikasi geografis, yakni tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang yang karena faktor lingkungan geografis termasuk lingkungan faktor alam atau faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkana.
Di samping itu, penambahan dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 diatur pula perlindungan terhadap indikasi asal, yaitu tanda yang hampir serupa dengan tanda yang dilindungi sebagai indikasi geografis, tetapi perlindungannya iberikan tanpa harus didaftarkan. Ketentuan lainnya yang diubah dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997, yaitu hak atas merek jasa terdaftar yang erat kaitannya dengan kemampuan atau keterampilan pribadi seseorang dapat dialihkan ataupun dilisensikan kepada pihak lain dengan ketentuan harus disertai dengan jaminan kualitas dari pemilik merek tersebut.
4. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek
Perkembangan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2001 tentang Merek sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997, telah diganti dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
pertimbangan penggantian dan penyempurnaan undang-undang tersebut, yaitu dalam rangka menghadapi era perdagangan global serta untuk mempertahankan iklim persaingan usaha yang sehat, juga sebagai tindak lanjut penerapan konvensi-konvensi internasional tentang merek yang telah diratifikasi oleh Indonesia.
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek mengatur merek dalam satu naskah (singlet ext) sehingga lebih memudahkan masyarakat untuk menggunakannya. Namun, ketentuan-ketentuan dalam peraturan yang lama yang substansinya tidak dirubah, dituangkan kembali dalam Undang- undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
Beberapa perbedaan yang menonjol dalam Undang-undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek ini dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan yang terdahulu, antara lain menyangkut proses penyelesaian permohonan pendaftaran merek. Dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001, pemeriksaan substansi dilakukan setelah permohonan pendaftaran dinyatakan diterima secara administratif. Sebelumnya, pemeriksaan substantif dilakukan setelah selesainya masa pengumuman tentang adanya permohonan. Dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 ini jangka waktu pengumuman
dilaksanakan selama 3 bulan, lebih singkat dari jangka waktu pengumuman berdasarkan peraturan terdahulu.
Selanjutnya, dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 diatur bahwa penyelesaian sengketa merek dapat dilakukan melalui Badan Peradilan Khusus, yaitu pengadilan niaga. Hal ini diharapkan agar sengketa merek dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif cepat. Ketentuan lainnya pula yang dianggap baru, yaitu ketentuan penetapan sementara pengadilan yang bertujuan untuk mencegah dan melindungi pemilik merek dari kerugian yang lebih besar. Dalam jangka memberikan kesempatan yang lebih luas dalam penyelesaian sengketa, juga dikenalkan penyelesaian melalui arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek juga mewajibkan pemilik merek terdaftar yang sudah menggunakannya dalam perdagangan untuk tidak menghentikan produksi dan pemasaran barang atau jasa dengan dengan merek yang sudah terdaftar tersebut lebih dari 3 tahun. Dengan demikian, pendaftaran merek pada dasarnya dimaksudkan agar merek tersebut dipergunakan dalam perdagangan sebab merek hanya akan memiliki nilai ekonomis jika dipergunakan dalam perdagangan. Merek yang dipergunakan dalam perdagangan inilah yang pada akhirnya dapat memajukan perekonomian nasional.
5. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis
Pada tahun 2016, pemerintah Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis yang menggantikan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek.
Perlindungan hukum terhadap berbagai macam produk yang mencirikan Indikasi Geografis (selanjutnya disebut IG) di Indonesia harus dapat menjawab tantangan global (perdagangan bertaraf internasional) yakni dengan memberikan aturan hukum yang memadai sehingga dapat memberikan kepastian hukum terhadap produk asli Indonesia di luar negeri. Kepastian hukum tersebut berkaitan dengan substansi tentang pengaturan Indikasi Geografis yangmemberikan jaminan perlindungan hukum bagi pemegang hak sehingga responsif terhadap pelanggaran oleh pihak lain.
Indikasi Geografis diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Menurut Undang Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yakni dalam Pasal 1 Angka 6 bahwa Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kornbinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, setelah melalui proses yang cukup panjang akhirnya pada tanggal 27 Oktober 2016, pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU No.20/2016), yang menggantikan
peran Undang-Undang merek sebelumnya. UU No.20/2016 berlaku sejak tanggal 25 November 2016.22
Indikasi Geografis merupakan salah satu rezim Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Menurut kepustakaan Anglo Saxon mengenal Hak Atas Kekayaan Intelektual dengan sebutan Intellectual Property Rights, dalam terjemahan yang berarti hak milik intelektual. Secara konseptual Hak Kekayaan Intelektual memiliki tiga kata kunci yaitu hak, kekayaan, dan intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli maupun dijual.
Adapun yang dimaksud dengan kekayaan intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, karya tulis dan lain sebagainya. Hal ini berarti bahwa Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak-hak (wewenang/kekuasaan) untuk berbuat sesuatu atas kekayaan intelektual tersebut yang diatur oleh norma norma atau hukum yang berlaku.23
Sejauh ini, Indikasi Geografis umumnya dikenal sebagai rezim Hak Kekayaan Intelektual yang banyak memproteksi produk-produk pertanian. Di bidang produk-produk pertanian, Indikasi Geografis tampak dari hubungan terkuat produk dengan karakter tanah yang menghasilkan bahan mentah dari produk tersebut. Singkatnya, secara sekilas, bahwa produk Indikasi Geografis seolah tampak bergantung kepada tanah. Namun, meskipun demikian, aspekaspek yang mempengaruhi karakter suatu barang yang bisa dilindungi
22 Agung Indriyanto dan Yusnita, Irnie Mela. Aspek Hukum Pendaftaran Merek. Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2017, hlm 5
23 Adrian Sutedi, Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm 38
dalam rezim Indikasi Geografis sebetulnya dapat juga berasal dari unsur lain alam yang bukan hanya tanah.24
Memahami lebih lagi mengenai Indikasi Geografis, bertitik tolak dari segi lingkup pengaturan :
a. Dari segi defenisi atau pengertian bahwa Indikasi Geografis merupakan nama daerah yang digunakan sebagai indikasi yang menunjukkan wilayah/daerah asal produk.
b. Dari segi sifat bahwa Indikasi Geografis menunjukkan kualitas, reputasi dan karakteristik suatu produk.
c. Dari segi kepemilikan bahwa Indikasi Geografis dimiliki secara komunal.
d. Dari segi jangka waktu perlindungan bahwa Indikasi Geografis tidak mempunyai batas waktu perlindungan selama terjaganya reputasi, kualitas dan karateristik yang menjadi dasar diberikannya perlindungan. Atau perlindungan Indikasi geografis berakhir apabila wilayah tersebut tidak dapat menghasilkan lagi produk indikasi geografis.
Lahirnya UU No.20/2016 merupakan babak baru perkembangan hukum merek di Indonesia. Hal baru yang diatur dalam Undang-Undang ini adalah diakomodasinya perlindungan merek nontradisional dan sistem pendaftaran merek internasional. Selanjutnya, beberapa penyempurnaan juga dilakukan dalam UndangUndang ini, yang antara lain termasuk penyederhanaan pendaftaran juga
24 Ayu Miranda Risang, Memperbincangkan Hak Kekayaan Intelektual, Indikasi Geografis, Bandung: Alumni, 2006, hlm 30-32
dilakukan dalam Undang-Undang ini, yang antara lain termasuk penyederhanaan prosedur pendaftaran merek.25
B. Pengertian, Fungsi dan Ruang Lingkup Merek 1) Pengertian Merek
Merek adalah nama, lambang, tanda, disain atau kombinasi dari semuanya untuk mengidentifikasi produk atau jasa yang ditawarkan oleh sebuah perusahaan dan untuk membedakan dari merek perusahaan lain.26 Merek merupakan suatu tanda bagi konsumen untuk mengenal barang atau jasa yang ditawarkan.27 Merek ialah suatu tanda atau simbol yang memberikan identitas suatu barang/jasa tertentu yang dapat berupa kata-kata, gambar atau kombinasi keduanya.28
Merek adalah sebuah tanda yang terdiri dari susunan gambar, huruf-huruf atau angka-angka dengan berbagai macam warna, sebagai suatu yang dipribadikan dengan tujuan sebagai pembeda dengan produk-produk yang lain, dengan kata lain merek sebagai identitas suatu produk.29 Merek adalah tanda yang digunakan dalam perdagangan dan jasa.30
Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih
25 Ibid, hlm 5
26 Mas‟ud Machfoedz dan Mahmud Machfoedz, Kewirausahaan : Metode, Manajemen dan Implementasi, (Yogyakarta : BPFE, 2015), hlm 176
27 Kasmir, Kewirausahaan, (Jakarta : Penerbit Rajawali Pers, 2013), hlm 190
28 Buchari Alma, Manajemen Pemasaran & Pemasaran Jasa, (Bandung : Penerbit Alfabeta, 2018), hlm 148
29 Aulia Muthiah, Aspek Hukum Dagang dan Pelaksanannya di Indonesia, (Yogyakarta : Penerbit Pustakabaru Press, 2016), hlm 159
30 Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2015), hlm 216
unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.31
2) Fungsi Merek
Merek adalah tanda pengenal asal barang dan jasa, sekaligus mempunyai fungsi menghubungkan barang dan jasa yang bersangkutan dengan produsennya.
Maka, hal itu mengambarkan jaminan kepribadian (individualitas) serta reputasi barang dan jasa hasil usahanya tersebut sewaktu diperdagangakn. Merek juga memberikan jaminan nilai atau kualitas dari barang dan jasa yang bersangkutan.32
Pada hakekatnya suatu merek digunakan oleh produsen atau pemilik merek untuk melindungi produknya baik berupa jasa atau barang dagang lainnya.
Jadi suatu merek memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Fungsi pembeda, yakni membedakan produk satu perusahaan dengan produk perusahaan lain
b. Fungsi jaminan reputasi, yakni selain sebagai tanda asal usul produk juga secara pribadi menghubungkan reputasi produk bermerek tersebut dengan produsennya, sekaligus memberi jaminan kualitas akan produk tersebut.
c. Fungsi promosi, yakni merek juga digunakan sebagai sarana memperkenalkan produk baru dan mempertahankan reputasi produk lama yang diperdagangkan, sekaligus untuk mengusai pasar.
d. Fungsi rangsangan investasi dan pertumbuhan industri, yakni merek dapat menunjang pertumbuhan industri melalui penanaman modal baik asing maupun dalam negeri dalam menghadapi mekanisme pasar bebas.33
Fungsi merek adalah untuk membedakan dengan barang atau jasa yang sejenis, menunjukkan kualitas suatu barang atau jasa, dan sebagai sarana untuk
31 Undang-undang Nomor 20 tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis, Pasal 1 angka 1
32 Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual : Sejarah, Teori da Praktik di Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2014), hlm 229
33 Endang Purwaningsih, Op.Cit, hlm 53
promosi dan yang paling penting merek merupakan salah satu sarana untuk mengenalkan jati diri suatu produk barang atau jasa.34
Merek juga dapat berfungsi merangsang pertumbuhan industri dan perdagangan yang sehat, dan menguntungkan semua pihak. Diakui oleh Comercial Advisory Foundation in Indonesia (CAFI) bahwa masalah paten dan trademark di Indonesia memegang peranan yang penting di dalam ekonomi Indonesia, terutama berkenaan dengan berkembangnya usaha-usaha industri dalam rangka penanaman modal.35
3) Ruang Lingkup Merek
Ruang lingkup merek meliputi Merek dan indikasi geografis. Merek sebagaimana diatur dalam Undang-undang Merek Undang-undang Nomor 20 tahun 2016 Tentang Merek dan indikasi geografis meliputi merek dagang dan merek jasa. Walaupun dalam Undang-Undang Merek digunakan istilah merek dagang dan merek jasa, sebenarnya yang dimaksudkan dengan merek dagang adalah merek barang, karena mereka yang digunakan pada barang dan digunakan sebagai lawan dari merek jasa.
Adapun lingkup merek diantaranya:36 1. Tanda yang diberi perlindungan Merek
Pada umumnya segala tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
34 Aulia Muthiah, Op.Cit, hlm 161
35 Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Op.Cit, hlm 229
36 Krisnani Setyowati, Efridani Lubis, Elisa Anggraeni, M. Hendra Wibowo, Hak Kekayaan Intelektual Dan Tantangan Implementasinya di Perguruan Tinggi, (Bogor : Institut Pertanian Bogor Press, 2015), hlm 50
memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa dapat dimintakan perlindungannya.
2. Merek yang tidak dapat didaftar
a. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. Tidak memiliki daya pembeda;
c. Tanda dianggap tidak memiliki daya pembeda apabila tanda tersebut terlalu sederhana seperti satu tanda garis atau satu tanda titik, ataupun terlalu rumit sehingga tidak jelas.
d. Telah menjadi milik umum; atau
Contohnya adalah tanda tengkorak di atas dua tulang yang bersilang yang secara umum dikenal sebagai tanda bahaya; oleh karenanya tanda ini tidak dapat digunakan sebagai Merek.
e. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. Contoh: Merek Kopi atau gambar kopi untuk jenis barang kopi atau untuk produk kopi.
3. Merek yang ditolak
a. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis. Yang dimaksud dengan persamaan pada pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara Merek yang satu dengan Merek yang lain, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur
ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek tersebut.
b. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis. Pengertian Merek Terkenal dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai Merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan, reputasi Merek tersebut yang diperoleh karena promosi yang gencar dan besar-besaran, investasi di beberapa negara di dunia yang dilakukan pemilik Merek disertai bukti pendaftaran Merek tersebut di beberapa negara. Apabila perlu, Pengadilan Niaga dapat memerintahkan lembaga independen untuk melakukan survei guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal tidaknya Merek yang dipermasalahkan.
c. Memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Indikasi Geografis yang sudah dikenal.
Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan.37 Tanda yang digunakan sebagai indikasi geografis dapat berupa etiket atau label yang dilekatkan pada barang yang dihasilkan. Tanda tersebut dapat
37 Pasal 1 angka 6 Undang-undang Nomor 20 tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi geografis
berupa nama tempat, daerah atau wilayah, kata, gambar, huruf, atau kombinasi dari unsur-unsar tersebut.38
Dalam pengaturan indikasi geografis selalu di dalam konteks pengaturan merek. namun demikian, antara indikasi geografis dan merek ada perbedaan yang jelas. Berbeda dengan merek yang perlindungan semata-mata karena kreasi daya cipta manusia (faktor manusia) yang berada di lingkungan perdagangan dan jasa, maka indikasi geografis (geographical indication) dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam.39
Untuk memperoleh pelindungan Pemohon Indikasi Geografis harus mengajukan Permohonan kepada Menteri. Pemohon merupakan lembaga yang mewakili masyarakat di kawasan geografis tertentu yang mengusahakan suatu barang danjatau produk berupa sumber daya alam, barang kerajinan tangan atau hasil industri. pemerintah daerah provinsi atau kabupaten/kota.40
Permohonan hanya dapat didaftar apabila Indikasi Geografis tersebut telah memperoleh pengakuan dari pemerintah negaranya dan/atau terdaftar sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negara asalnya.41
38 Arus Akbar Silondae dan Andi Fariana, Aspek Hukum Dalam Ekonomi & Bisnis, (Jakarta : Penerbit Mitra Wacana Media, 2013), hlm 188
39 Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Op.Cit, hlm 243
40 Pasal 53 ayat (2) dan (3) Undang-undang Nomor 20 tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi geografis
41 Pasal 54 ayat (2), Ibid
C. Jenis-jenis merek
Jenis-jenis merek sebagai berikut:
a. Merek dagang
Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untul membedakan dengan barang sejenis lainnya.42 Tujuan merek dagang ini adalah untuk memungkinkan perusahaan bentuk eksklusif identifer mereka dan hanya dapat digunakan untuk menandai produk merek tersebut. Jadi merek dagang ini sebagai pembeda suatu produk dengan produk lainnya. Merek dagang ini adalah merek atau bagian merek yang diberikan untuk melindungi secara hukum yaitu melindungi penjual untuk menggunakan hak eksklusif dalam menggunakan nama merek atau tanda merek.43
b. Merek jasa
Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa sejenis lainnya.44
Merek jasa adalah merek yang biasa digunakan oleh perusahaan yang berkecimpung di bidang jasa seperti jasa advokat, perusahaan iklan dan perusahaan jasa lainnya yang bertujuan untuk membedakan antara perusahaan jasa-jasa yang memiliki kesamaan jenis.45
42 Pasal 1 angka 2, Undang-undang Nomor 20 tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi geografis
43 Aulia Muthiah, Op.Cit, hlm 160
44 Pasal 1 angka 3, Ibid
45 Aulia Muthiah, Op.Cit, hlm 160
Sebuah merek jasa sifatnya sangat mirip dengan merek. Merek jasa memenuhi fungsi yang sama dan berkaitan dengan jasa. Jasa tersebut dapat berasal dari berbagai macam bidang seperti bidang keuangan, perbankan, perjalanan, periklanan atau katering (penyediaaan makanan). Merek jasa dapat didaftarkan, diperpanjang, dibatalkan, dibagi dan dilisensikan dengan persyaratan yang sama dengan merek dagang.46
c. Merek kolektif
Merek Kolektif adalah Merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama mengenai sifat, ciri umum, dan mutu barang atau jasa serta pengawasannya yang akan diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejeenis lainnya.47
Sebuah merek kolektif biasanya dimiliki oleh sebuah asosiasi atau perusahaan yang anggotanya dapat menggunakan merek kolektif tersebut untuk memasarkan produk-produk yang mereka miliki. Biasanya asosiasi tersebut menetapkan serangkaian kriteria untuk menggunakan merek kolektif tersebut (misalnya standar kualitas) dan memungkinkan perusahaan secara indvidu untuk menggunakan merek tersebut jika mengikuti standar-standar yang ditetapkan. Merek kolektif merupakan cara yang efektif untuk memasarkan secara bersama produkproduk yang dihasilkan oleh satu kelompok perusahaan yang mungkin merasa kesulitan untuk mendapatkan pengakuan konsumen dan
46 Kamil Idris, Membuat Sebuah Merek : Pengantar Merek Untuk Usaha Kecil dan Menengah, (Jakarta ; World Intellectual Property Organization (WIPO), 2008), hlm 15
47 Pasal 1 angka 4, Ibid
atau kepercayaan para penyalur utama atas produknya apabila menggunakan merek sendiri.48
D. Hak atas merek
Hak atas merek merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh negera kepada pemilik merek untuk menggunakan merek tersebut atau memberi pihak lain menggunakanya. Untuk mendapat hak ekslusif tersebut maka merek tersebut harus didaftarkan di kantor umum pendaftaran merek.49
Sebagai hak yang ekslusif maka hak atas merek melarang pihak lain untuk mengunakaan merek yang dimilikinya tanpa seijinnya karna merupakan bagian dari kekayaan seseorang yang perlu di pelihara, dipertahankan dan dilindungi.
Pada hak merek juga terdapat hak absolut yang berarti diberinya hak gugat oleh Undang-Undang kepada pemegang hak, disamping adanya tuntutan pidana terhadap orang orang yang melanggar hak tersebut.50
Pengertian hak merek dalam yang baru tercantum dalam Pasal 1 angka 5 Undang-undang Nomor 20 tahun 2016 Tentang Merek dan indikasi geografis, yaitu
Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik Merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.51
Dalam perkembanganya Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis juga mencantumkan hak atas merek, namun pasal
48 Kamil Idris, Op.Cit, hlm 15
49 Sujud Margono, Op.Cit, hlm 1
50 OK. Saidin, Op.Cit, hlm 400
51 Pasal 1 angka 5, Undang-undang Nomor 20 tahun 2016 Tentang Merek dan indikasi geografis
tersebut disederhanakan tanpa mengurangi esensi dari keberadaan dari perlindungan hak merek yang diberikan oleh Negara. Pasal 3 Undang-Undang No.
20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis berbunyi: “Hak atas Merek diperoleh setelah Merek tersebut terdaftar”.
Hak merek itu terbatas hanya pada penggunaan atau pemakaian merek pada produk-produk yang dipasarkan dan mengandung nilai ekonomis. Ada suatu benda yang tak berwujud yang terdapat pada hak merek itu, jadi bukan seperti yang terlihat atau yang terjelma dalam setiap produk. Yang terlihat atau yang terjelma itu adalah, perwujudan dari hak merek.
Sesuai dengan ketentuan bahwa hak merek itu diberikan pengakuannya oleh negara, maka pendaftaran atas mereknya emrupakan suatu keharusan apabila ia menghendaki agar menurut hukum dipandang sah sebagai orang yang berhak atas merek itu. Sebaliknya, bagi pihak lain yang mencoba akan mempergunakan yang sama atas barang atau jasa lainnya yang sejenis oleh Kantor Merek akan ditolak pendaftaran.52
E. Perlindungan hukum terhadap merek
Pengaturan dan perlindungan merek terkenal dapat dibedakan pada tataran internasional dan nasional. Secara internasional pengaturan merek terkenal dituangkan dalam TRIPs. Pada Pasal 16 ayat (2) TRIPs disebutkan, dalam menentukan suatu merek sebagai merek terkenal, perlu dipertimbangkan pengetahuan akan merek dagang tersebut pada sektor yang terkait dalam masyarakat, termasuk pengetahuan yang diperoleh negara anggota dari kegiatan
52 Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Op.Cit, hlm 233
promosi dari merek bersangkutan. Dengan demikian, perlindungan merek terkenal telah jelas diakui secara internasional, sehingga setiap negara di dunia sudah sepatutnya menegakkan perlindungan hukumnya atas merek terkenal, khususnya terhadap negara-negara yang ikut serta meratifikasi perjanjian dan konvensi internasional tersebut. Namun demikian, ketentuan TRIPs tersebut tidak memberikan pengertian serta kriteria merek terkenal secara jelas, sehingga definisi merek terkenal sangat bergantung pada interpretasi masing-masing Negara.53 Dalam level nasional, pengaturan merek terkenal dapat dijumpai dalam UU Merek Tahun 2001 dan UU yang memperbaruinya, yaitu UU Merek Tahun 2016.
UU Merek Tahun 2016 juga sama mengharuskan untuk memperhatikan pengetahuan masyarakat mengenai merek tersebut dan reputasi merek yang diperoleh karena promosi, investasi di beberapa negara, bukti pendaftaran di beberapa negara, dan survei oleh lembaga yang bersifat mandiri.
Pemberian perlindungan hak atas merek, hanya diberikan kepada pemilik merek yang mereknya sudah terdaftar saja. Perlindungan merek diberikan manakala terjadi suatu pelanggaran merek yang dilakukan oleh pihak yang tidak mempunyai hak terhadap suatu merek. Dalam dunia perdagangan merek mempunyai peranan yang penting, karena dengan merek yang terkenal maka akan dapat mempengaruhi keberhasilan suatu usaha terutama dalam hal pemasaran.
Dalam dunia perdagangan sering terjadi pelanggaran terhadap merek terkenal.
Pelanggaran terjadi karena ada pihak yang tidak mempunyai hak menggunakan
53 Insan Budi Maulana, Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia dari Masa ke Masa, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 23.