Tepak Sirih Melayu Deli Serdang
Penulis: Rozanna Mulyani dan Nikson Freddy Sihombing ISBN
Editor: Yudha Kurniawan Penata Letak: @timsenyum Desain Sampul: @timsenyum
Copyright © Pustaka Media Guru, 2020 vi, 94, 14,8 x 21 cm
Cetakan Pertama, Februari 2020
Diterbitkan oleh CV. Pustaka Media Guru Anggota IKAPI
Jl. Dharmawangsa 7/14 Surabaya Website: www.mediaguru.id
Dicetak dan Didistribusikan oleh Pustaka Media Guru
Hak Cipta Dilindungi Undang‐Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, PASAL 72
Sekapur Sirih
enantiasa kita mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala curahan rahmat dan anugerah‐Nya maka kami dapat menyelesaikan penulisan buku Tepak Sirih Melayu Deli Serdang.
Kekayaan puak Melayu akan khasanah adat budaya dalam bentuk upacara ritual dan sakral ini dikhawatirkan akan hilang dan punah. Upacara adat Melayu memiliki pesona yang mendalam, tetapi jika tidak lagi dicintai oleh sukunya sendiri terutama kalangan muda, maka dengan sendirinya akan tersisih, dilupakan, dan hilang dimakan oleh zaman yang terus berkembang. Dengan berbagai alasan ini pula, maka kami yang tertarik pada budaya Melayu dan tidak ingin budaya Melayu hilang mempunyai tanggung jawab. Terutama untuk ikut menjaga, memelihara, meneliti, menggali, serta menulis kelestarian budaya Melayu sebagai sebuah karya tulis yang tidak mudah hilang oleh zaman. Apalagi kami menilai, khusus bagi kaum muda yang saat ini lebih menyukai budaya barat daripada budaya di negara sendiri. Adanya buku ini, maka setidaknnya dapat bermanfaat sebagai buku bacaan atau buku referensi bagi peminat atau orang yang ingin belajar budaya Melayu.
Selama penelitian, pengkajian, dan penulisan buku ini, kami tidak mendapat bantuan dari pihak mana pun. Kami secara mandiri dengan sadar melakukan penelitian ini untuk kelestarian adat Melayu. Tentunya ucapan terima kasih kami
S
haturkan kepada informan dan orangtua yang senantiasa memberi dukungan dan ide.
Buku ini memang masih belum sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa tetap memberikan rahmat‐
Nya kepada kita semua. Amin.
Dr. Rozanna Mulyani, M.A. dan Nikson Freddy Sihombing, S.S.
Daftar Isi
Sekapur Sirih ... iii
Daftar Isi ... v
Pendahuluan ... 1
Latar Belakang ... 1
Bentuk dan Isi Tepak Sirih Melayu Deli Serdang ... 8
Bentuk Tepak Sirih ... 8
Isi Tepak Sirih ... 25
Makna Isi dan Peralatan Tepak Sirih pada Masyarakat Melayu Deli Serdang ... 46
Fungsi Tepak Sirih pada Masyarakat Melayu Deli Serdang ... 52
Kesimpulan ... 89
Daftar Pustaka ... 90
Profil Penulis... 93
Pendahuluan
Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang kaya dengan budaya.
Setiap suku di Indonesia memiliki tradisi masing‐masing.
Bangsa adalah suatu komunitas etnik, yang ciri‐cirinya memiliki nama, wilayah tertentu, mitos leluhur bersama, kenangan bersama, satu atau beberapa budaya yang sama, dan solidaritas tertentu. Bangsa juga merupakan doktrin etika dan filsafat. Merupakan awal dari ideologi nasionalisme.
Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku dan menghasilkan budaya yang beraneka ragam.
Kebudayaan adalah hasil karya manusia dalam usahanya mempertahankan hidup, mengembangkan keturunan, dan meningkatkan taraf kesejahteraan dengan segala keterbatasan kelengkapan jasmaninya serta sumber‐sumber alam yang ada di sekitarnya (Geertz, 1973a).
Kebudayaan boleh dikatakan sebagai perwujudan tanggapan manusia terhadap tantangan‐tantangan yang dihadapi dalam proses penyesuaian diri mereka dengan lingkungan. Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan dan pengalamannya, menjadi kerangka landasan, dan mendorong terwujudnya kelakuan. Dalam definisi ini, kebudayaan dilihat sebagai mekanisme kontrol bagi kelakuan dan tindakan‐
tindakan manusia atau sebagai pola‐pola bagi kelakuan manusia.
Sebagai salah satu bagian dari kebudayaan adalah suku bangsa. Suku didefenisikan sebagai sebuah golongan sosial dan menjadi identitas yang paling mendasar dan umum, serta terbentuk berdasarkan latar belakang tempat kelahiran seseorang maupun latar belakang keluarganya. Juga digunakan sebagai acuan identitas suku bangsa atau kesukubangsaan. Dengan kata lain, dapat dikatakan suku ialah kelompok orang yang memiliki latar belakang budaya, sejarah, dan nenek moyang yang sama.
Provinsi Sumatra Utara terletak pada 10‐40 Lintang Utara dan 980‐100o Bujur Timur. Pada tahun 2010 memiliki 25 kabupaten dan 8 kota, 415 kecamatan, 5.114 desa, dan 654 kelurahan. Hari jadi Provinsi Sumatra Utara adalah tanggal 15 April 1948. Luas daratan Provinsi Sumatra Utara 711.680 km2. Ibukota Provinsi Sumatra Utara adalah Kota Medan, terletak antara 10‐40 Lintang Utara, 980‐100o Bujur Timur. Batas wilayahnya, sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Selat Malaka, sebelah timur Selat Malaka, sebelah barat berbatasan dengan Samudra Indonesia, dan di selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatra Barat dan Riau. Kota di Provinsi Sumatra Utara terdiri atas delapan kota, yaitu Medan, Binjai, Tebing Tinggi, Pematang Siantar, Tanjung Balai, Sibolga, Padang Sidempuan, dan Gunung Sitoli. Kabupaten di Provinsi Sumatra Utara terdiri dari 25 kabupaten, yaitu Langkat, Deli Serdang, Karo, Dairi, Pakpak Barat, Serdang Bedagai, Batubara, Asahan, Simalungun, Labuhan Batu Utara, Labuhan Batu, Labuhan
Batu Selatan, Padang Lawas Utara, Padang Lawas, Mandailing Natal, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Toba Samosir, Samosir, Nias, Nias Selatan, Nias Utara, dan Nias Barat. Penduduk Sumatra Utara menurut golongan etnis adalah penduduk asli, penduduk pendatang, dan penduduk asing. Termasuk penduduk asli, ialah suku Melayu, Batak Karo, Simalungun, Fak‐Fak/Dairi, Batak Toba, Mandailing, Nias. Golongan pribumi pendatang adalah suku Jawa, Sunda, Bali, Ambon, Minahasa, Banjar, Palembang, Riau, Minangkabau, dan lain‐
lain. Sedangkan penduduk etnis asing adalah orang‐orang Arab, India, Cina yang secara historis tinggal di Sumatra Utara lebih dari empat dekade. Sekitar 80% penduduk Sumatra Utara tinggal di desa‐desa, yang bekerja sebagai petani, dan sisanya mendiami kota, yang bekerja sebagai pedagang, pegawai, tukang, dan sebagainya. (Tengku Silvana Sinar, 2011:
22 ‐ 24).
Di dalam buku ini kami akan membahas tentang fungsi dan makna tepak sirih masyarakat Melayu. Pada masyarakat Melayu Sumatra Timur, sirih dengan perlengkapannya merupakan suguhan yang paling utama. Tepak sirih, kacu (gambir), pinang yang dibelah, kapur, dan sedikit tembakau adalah suguhan yang tetap disodorkan, baik untuk menyambut tamu, maupun makanan sehari‐hari, serta dalam upacara‐upacara adat.
Alasan kami menulis buku ini karena pada masa ini, budaya Melayu semakin menghilang dan luntur dimakan oleh perkembangan zaman dan juga akulturasi dengan budaya asing. Masyarakat Melayu tidak bisa dipisahkan dengan tepak
sirih sebagai kelengkapan adat dan juga sebagai simbol dari Melayu itu sendiri, karena tepak sirih memiliki sejuta pesan ketika disampaikan pada orang lain. Pada zaman sekarang ini, tidak banyak orang mengetahui tentang tepak tepak sirih itu secara menyeluruh. Selain itu, sulit ditemui satu buku yang khusus membahas tepak sirih. Dengan alasan ini kami ingin menjelaskan bentuk, isi, makna, serta fungsi tepak sirih ditinjau dari kajian ilmu semiotik dan fungsi.
Tradisi makan sirih merupakan warisan budaya Melayu masa lampau. Lebih dari 3.000 tahun yang lalu atau di zaman Neolitik, hingga saat ini budaya makan sirih hidup di Asia Tenggara. Pada masyarakat Melayu, selain untuk dimakan, sirih sebagai lambang adat resam. Dalam bahasa Melayu adat resam berarti kebiasaan atau adat, seperti dalam perumpamaan resam air ke air, resam minyak ke minyak.
Artinya, biasanya orang lebih suka bergaul kepada bangsanya sendiri daripada dengan bangsa lain atau bila terjadi perselisihan. Tradisi ini telah menjadi suatu keharusan di dalam beberapa upacara adat suku Melayu, dari upacara pernikahan hingga pengobatan.
Pada masyarakat Melayu juga dikenal tradisi sirih junjung.
Sirih junjung ini dihias cantik sebagai bagian barang hantaran pengantin dan juga sirih penyeri kepada pengantin perempuan. Selain itu, di dalam upacara resmi kebesaran istana dan kerajaan, sirih junjung juga memiliki peranan penting, yakni menjadi penyeri majelis dan mendahului sesuatu perarakan yang diadakan.
Sirih untuk dimakan dalam adat resam Melayu diletakkan di dalam tempat yang disebut tepak sirih. Tepak Sirih sering
juga disebut dengan cerana, terbuat dari kayu berukir. Dalam suasana adat tepak dibungkus kain songket. Ada pula tepak yang berukir terbuat dari logam tertentu. Di beberapa daerah Melayu, tepak sirih/cerana berfungsi untuk meletakkan sirih dan pelengkapnya. Dengan kata lain tepak sirih atau cerana adalah wadah untuk sirih beserta dengan perencahnya, yaitu buah pinang, kapur, gambir, tembakau, dan ada juga yang ditambah dengan cengkih. Bagi masyarakat Melayu, makan sirih beserta perencahnya adalah kebiasaan/tradisi yang sudah membudaya sejak dahulu sampai saat ini. Tepak sirih/cerana sangat berperan dalam setiap acara adat. Acara tidak akan sempurna apabila dalam acara tersebut tidak ada tepak sirih atau cerana, walaupun saat ini masyarakat sudah tidak banyak lagi yang mengonsumsi sirih serta perencahnya.
Bentuk tepak sirih ada dua jenis, yang pertama berbentuk segi empat dan yang kedua berbentuk bulan dan berkaki.
Tepak yang berbentuk bulat dan berkaki dinamakan tepak puan. Dikatakan tepak puan karena akan diantar ke pihak perempuan. Isi tepak puan atau tepak sirih ialah sirih, pinang, kapur, gambir (kacu), tembakau, dan ada juga yang ditambah cengkih. Dalam tepak sirih dijumpai benda yang terbuat dari logam yang digunakan sebagai tempat untuk meletakkan bahan‐bahan menyirih, seperti cembul, kacip, gobek. Namun, pada saat ini orang tidak memakai cembul lagi karena cembul yang terbuat dari logam kuningan tersebut lebih mahal harganya. Jadi orang biasanya langsung meletakkan perencah/ramuan‐ramuan tersebut di kotak‐kotak yang sudah tersedia di dalam tepak sirih tersebut.
Cembul biasanya berbentuk bulat yang terbuat dari kuningan. Kacip merupakan alat yang berfungsi sebagai pisau pemotong, bentuknya seperti gunting. Gobek ialah tempat melunakkan sirih. Ini berguna bagi orang tua yang sudah tidak memiliki atau tidak mengunyah lagi. Gobek terdiri atas dua bagian, yaitu induk gobek dan anak gobek.
Kebiasaan makan sirih itu didapat dari pengaruh Hindu, tetapi kegunaan sirih kemungkinan telah ada sejak zaman animisme. Oleh karena sirih selalu dibuat sebagai penangkal juga mengusir hantu yang diletakkan di persimpangan jalan atau untuk menambah semangat dan keberanian seseorang yang memakainya.
Sifat sirih jika dimakan bersama gambir (kacu) akan berwarna merah yang melambangkan keberanian/tidak takut sedangkan fungsi sirih secara herbal dalam obat tradisional Melayu akan membuat gigi kuat, menyembuhkan luka, mengobati gatal‐gatal, menghilangkan masuk angin.
Sedangkan air bekas rendaman sirih membuat mata terasa segar dan masih banyak lagi fungsi lainnya di bidang obat tradisonal. Kapur berwarna putih melambangkan kesucian, sedangkan fungsi herbal dalam bidang obat tradisional Melayu, kapur membuat gigi kuat karena mengandung zat kapur. Gambir (kacu) rasanya kelat melambangkan keuletan.
Fungsi gambir dalam bidang obat tradisonal dapat menghilangkan gatal kulit, dengan minyak gambir yang telah dimasak mencegah diare dan disentri, mencuci luka bakar, dan kudis. Pinang, karena pohonnya lurus dan buahnya (pucuknya) berwarna putih melambangkan hati yang terbuka lurus, sedangkan fungsinya sebagai obat tradisinal Melayu
untuk menyembuhkan rabun, menghilangkan jamur pada kulit, dan mengobati luka. Tembakau yang sifatnya memabukkan dapat melambangkan baik atau buruk.
Fungsinya di obat tradisional Melayu adalah membersihkan dan menyehatkan gigi. Setelah memakan sirih biasanya tembakau dijadikan suntil.
Sirih yang selalu disodorkan memiliki arti sebagai tanda persahabatan dan pembuka kata dalam berbagai upacara adat. Jadi, bisa juga dikatakan sirih pembuka kata dalam upacara‐upacara adat diartikan sebagai lambang bahwa kata akan disampaikan sebelum menjelaskan maksud yang ingin, diutarakan dalam upacara tersebut, tepak sirih disorongkan dahulu. Jadi dari situlah dapat diperoleh istilah sekapur sirih.
Tepak sirih memiliki makna dan fungsi bagi masyarakat Melayu. Sejauh mana makna dan fungsi tepak sirih tersebut bagi masyarakat Melayu perlu dikaji lebih dalam lagi. Hal inilah yang melatarbelakangi kami melakukan penelitian tentang makna dan fungsi tepak sirih dalam masyarakat Melayu Deli Serdang.
Bentuk dan Isi Tepak Sirih Melayu Deli Serdang
Bentuk Tepak Sirih
Tepak sirih dari zaman dahulu hingga sekarang digunakan sebagai perangkat yang tidak boleh dilupakan dalam upacara‐
upacara resmi adat Melayu. Oleh karena itu, tepak sirih merupakan simbol yang memiliki arti penting sehingga pemakaiannya tidak boleh sembarangan. Menurut pakar adat budaya Melayu, Alm. Tengku Ahmat Bakri Ismail dalam buletinnya Adat Budaya Melayu Pesisir Sumatra Timur, mengatakan bahwa tepak sirih berbentuk empat segi, seperti peti kecil, panjang lebih kurang 30 cm, tinggi 20 cm, serta lebar 15 cm. Seperti gambar di bawah ini.
Gambar Tepak Sirih Kayu
Keunikan tepak sirih biasa yang terbuat dari kayu ini ialah lebih bervariasi dalam jenis dan warna karena tidak selalu berpatokan pada warna kuning keemasan. Juga mengikuti corak mode di zaman modern dengan aneka warna, yaitu merah, hitam, hijau, kuning, dan lain‐lain.
Dari dahulu hingga pada saat ini, tepak sirih atau cerana sangat berperan aktif di dalam setiap acara pertemuan adat Melayu. Apabila dalam acara tersebut tidak ada tepak sirih atau cerana, makna pertemuan akan terasa kurang lengkap dan tidak sempurna. Walaupun pada saat ini masyarakat Melayu sendiri sudah banyak yang tidak lagi mengonsumsi sirih beserta dengan perencahnya. Bagi suku Melayu hingga saat ini, tradisi tepak sirih atau cerana masih dipertahankan dan dilestarikan. Sesuai dengan ungkapan pantun lama Melayu tentang tepak sirih, seperti berikut ini.
Trapesium bentuknya tepak Lambang adat puak Melayu
Sebelum menyampaikan niat dan kehendak Tepak sirih sorongkan dahulu
Puak Melayu di zaman dahulu Tepak sirih tersedia di setiap rumah Jika mendapat kunjungan tamu Tepak didahulukan sebelum juadah
Tepak sirih kami persembahkan Sela nikmati mohon dimakan Beriring kata dengan kiasan Tepak sirih sejuta pesan
(Tengku Silvana Sinar, 59, Kearifan Lokal Berpantun dalam Adat Melayu Batubara)
Dari ketiga pantun di atas dapat diketahui bahwa fungsi tepak sirih di zaman dahulu sangat penting, karena tepak sirih adalah penyampai pesan dan niat. Tepak sirih selalu ada di setiap rumah orang Melayu di zaman dahulu, terlebih lagi bagi puak Melayu (bangsawan, tokoh adat). Sehingga pada zaman dahulu orang sangat suka memakan sirih. Tradisi makan sirih merupakan warisan budaya silam sekitar 3.000 tahun yang lalu dan diamalkan dengan meluas di rantau Asia Tenggara, hingga ke abad ini. Tradisi ini tidak dapat dipastikan darimana asalnya. Ada yang mengatakan tradisi ini berasal dari India, karena berdasarkan hubungan India dengan nusantara Melayu ini sangat rapat. Tambahan pula, pengaruh Hindu‐Budha kepada alam Melayu memakan beberapa kurun waktu sebelum Islam menjadi jiwa umat Melayu di nusantara ini.
Jika diambil bukti dari sumber linguistik pula, kemungkinan besar tradisi makan sirih ini berasal dari kepulauan India. Pelaut terkenal Marco Polo di abad ketiga belas menulis dalam catatannya, mengatakan bahwa terdapat segumpal suntil atau songel tembakau di mulut kaum India. Kenyataan ini dijelaskan juga oleh penjelajah terdahulu seperti Ibnu Batuta dan Vasco Da Gama yang menyatakan terdapat masyarakat di sebelah timur yang memakan sirih. Sementara di Malaysia, tradisi ini dikatakan mungkin bermula tanpa pengaruh luar. Masyarakat India menyatakan bahwa pada mulanya bukan untuk dimakan,
tetapi sebagai bahan persembahan sewaktu sembahyang di kuil‐kuil saja. Beberapa daun sirih akan dihidangkan bersama kelapa yang telah dibelah dua beserta dua biji pisang emas sebagai persembahan untuk dewa.
Menurut Mahyudin Al Mudra sebagai pendiri Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu, bahwa dalam teks‐teks Melayu lama dikisahkan pasukan kaveleri ketika hendak berperang menggunakan diplomasi makan sirih terlebih dahulu dibandingkan dengan menggunakan kekuatan senjata. Mereka akan membawa tepak sirih dan berbagai ramuan kelengkapan di dalamnya. Anggota pasukan akan turun dari kapal dan membawa sirih ke pihak yang hendak ditaklukkan. Sementara panglima perang hanya menunggu di kapal. Dalam hal ini tepak sirih sebagai simbol persahabatan.
Apabila tepak sirih diterima, berarti mereka menerima tawaran persahabatannya dan tidak akan terjadi perang.
Peralatan perang tidak dikeluarkan dari kapal dan tetap tersimpan. Namun, kalau tepak sirih ditolak atau tidak diterima berarti mereka menolak persahabatan, untuk itu peralatan perang akan dikeluarkan dan akan terjadi perang.
Tepak sirih memiliki banyak makna dan fungsi. Tepak sirih digunakan sebagai perangkat yang tidak boleh dilupakan dalam acara resmi adat karena tepak sirih merupakan simbol yang memiliki arti penting. Pemakaiannya tidak boleh sembarangan.
Dalam menjalani kehidupan keseharian, masyarakat Melayu terkenal dengan sifat sopan santun, berbudi, dan menjunjung tinggi adat istiadat. Masyarakat Melayu
mengutamakan adat seperti kata pepatah, “biar mati anak, jangan mati adat”.
Pada zaman dahulu, orang sering meletakkan sirih di persimpangan jalan atau tempat‐tempat tertentu yang dianggap berbahaya karena banyak puaka atau roh‐roh jahat yang mengganggu manusia. Puaka itu ialah mahluk gaib peliharaan orang, sejenis begu ganjang yang suka mengambil nyawa orang lain sebagai makanannya. Puaka tersebut juga berfungsi sebagai pelindung atau penjaga tuannya. Namun, jika tuannya tidak baik menuruti kemauan puaka tersebut, maka tuannya yang akan menjadi tumbal. Untuk mencengah kejadian itu, maka orang pada zaman dahulu akan meletakkan sirih di tempat‐tempat tertentu agar tidak diganggu oleh makhluk jahat tersebut. Sirih di sini dimaksudkan sebagai tawaran persahabatan agar puaka atau roh‐roh jahat tersebut agar tidak mengganggu orang di sekelilingnya. Karena sudah dianggap sebagai teman atau sahabat yang tidak pantas untuk diganggu. Sirih di sini bukan hanya berfungsi sebagai tanda persahabatan bagi manusia, tapi juga bagi makhluk halus. Jadi, puaka atau roh‐roh jahat akan mencari dan menyerang orang lain yang dianggap musuh.
Hingga kini, sirih menjadi populer di kalangan masyarakat Melayu. Selain untuk dimakan sehari‐hari, sirih juga digunakan sebagai simbol adat resam Melayu. Baik itu pada upacara perkawinan maupun dalam penyambutan tamu‐tamu yang dianggap penting.
Dalam upacara pernikahan, sirih dirangkai dalam bentuk sirih junjung yang cantik. Bersama dengan sirih penyeri
dipakai sebagai barang hantaran kepada pengantin perempuan. Di dalam upacara resmi kebesaran istana, sirih junjung dipakai sebagai hiasan yang menyemarakan suasana.
Sirih junjung juga dibawa sebagai kepala suatu arak‐
arakan adat. Sesuai dengan namanya, sirih junjung ini dibawa dengan cara dijunjung. Dalam kebanyakan upacara adat, sirih junjung memiliki banyak peran penting terutama masyarakat Melayu yang mengadakan upacara perkawinan yang berfungsi sebagai barang hantaran pengantin.
Zaman dahulu, raja‐raja Melayu telah menggunakan sirih junjung sebagai alat kelengkapan adat istiadat penabalan raja atau sultan. Sirih jungjung biasanya dibuat oleh orang yang mahir dalam membuat gubahan atau rangkaian susunan yang indah. Dalam pembuatannya diperlukan sebanyak seratus helai daun sirih atau lebih dan harus yang terbaik, juga masih segar. Daun yang dipilih adalah daun yang terbaik dan biasanya masih hijau (jangan kuning), lebar, cantik, tidak cacat fisik. Kemudian, setelah daun tersebut dirangkai maka akan ditambahkan bunga di bagian atasnya agar memperindah sirih junjung. Tidak lupa sebelum semua itu, diletakkan sebuah gabus di bagian tengah, agar sirih dan bunga tersebut bisa menempel menjadi satu seperti menara.
Sirih dan bunga tersebut akan ditusukkan dengan lidi atau jarum ke bagian tengah gabus supaya bisa menempel.
Sirih yang sudah selesai dirangkai akan dibuat menjadi berbagai bentuk, seperti bangunan masjid, juga berbagai bentuk lainnya sesuai makna yang ingin disampaikan. Seperti penjelasan di atas, bunga‐bunga segar seperti bunga mawar, dahlia, rampai, dan jenis bunga lainnya akan ditempelkan
untuk memperindah dan menyemarakkan sirih junjung tersebut. Selain itu bunga itu juga akan menambah keharuman pada sirih junjung tersebut. Sirih junjung dibuat dan dihias untuk memperindah tampilannya. Proses pemberian tepak sirih juga memiliki cara untuk memperindah cara dan proses pemberiannya.
Pada zaman dahulu kala pemberian tepak sirih kepada tamu‐tamu raja hanya sekadar memberikannya begitu saja.
Namun, agar memperindah tradisi sirih saat menerima tamu, maka dibuatlah tarian pemberian tepak sirih tersebut di dalam berbagai upacara adat Melayu.
Proses tarian penyambutan tamu dengan tepak sirih dapat kami jabarkan dengan jelas sebagai berikut.
Ada lima penari berbaris rapi di depan tamu yang akan datang. Ketika alat musik pakpong khas Melayu dengan akordeon, biola, dan gendang mengalunkan lagu khas Melayu. Kelimanya menggeleng seraya mengayunkan tangan dengan gemulai. Gerak tangan melambai dan kaki yang jinjit dilakukan berkali‐kali. Penari umumnya berpakaian kebaya panjang berwarna kuning dan selendang hijau. Terkadang mereka menari dengan lambat, tapi terkadang juga mereka menari dengan cepat, mengikuti irama alunan musik khas Melayu dan bergerak ke depan dan ke belakang. Terkadang juga mereka bergerak melingkar. Salah satu di antara mereka yang berada di tengah membawa tepak sirih, sebuah kotak yang berisi perlengkapan makan sirih yang biasanya terdiri atas daun sirih, kapur, pinang, cengkih, tembakau, dan perlatan tepak sirih, yaitu kacip dan gobek. Penari tersebut terus melenggak‐lenggok sambil mengangkat tepak sirih.
Menjelang tari persembahan itu berakhir, dia maju ke depan meninggalkan empat penari lainnya di belakang dan membuka tepak sirih itu sambil menawarkan sirih kepada para tamu yang hadir dalam pembukaan sebuah acara adat.
Lalu beberapa tamu biasanya akan mengambil sirih tersebut dan memakannya.
Tradisi makan sirih melibatkan semua kalangan. Mulai dari rakyat biasa dan kaum bangsawan. Jadi apabila suatu saat Anda hadir dalam sebuah upacara‐upacara adat Melayu, kemudian ditawari untuk makan sirih, sebaiknya Anda memakannya. Karena ketika Anda mau memakan sirih berarti Anda mau menerima tanda persahabatan dan mau menerima tanda kebaikan mereka. Hal ini juga menjadi tanda bahwa antara tuan rumah dan tamu maupun pendatang dengan penduduk setempat bersahabat dan bersaudara.
Dahulu kala ada tamu yang tidak mau memakan sirih, ketua adat akan marah karena menganggap orang tersebut tidak mau menerima tanda persahabatan dan kebaikan dari tuan rumah. Namun, pada saat ini pemberi sirih mungkin tidak akan marah, tapi akan menutup diri kepada tamu pendatang tersebut. Apabila tuan rumah sudah menutup diri, sudah pasti akan merepotkan dan tidak menyenangkan bagi siapa saja tamu yang datang tersebut.
Mengenai hal itu, Kepala Adat Kesultanan Negeri Serdang, Alm. Tengku Luckman Sinar membenarkan bahwa makan sirih menjadi pembuka kata atau silaturahim di antara masyarakat Melayu. Sirih membawa pesan persahabatan kepada semua orang. Tanda persahabatan itulah yang kemudian digunakan sejumlah penulis di dalam kata
pengantar sebuah buku. Penulis buku sering menyebut sekapur sirih, seulas pinang di awal kata yang hendak ditulis dalam buku karangan mereka. Penggunaan ungkapan itu menjadi tanda pembuka komunikasi antara penulis dan pembaca. Sirih, tepak sirih, sekapur sirih, dan makan sirih menjadi tanda persahabatan dari tanah Melayu. Lagu Sekapur Sirih, Seulas Pinang juga menerjemahkan sirih sebagai bekalan kepada pahlawan yang berangkat ke medan perang. Juga menguatkan semangat juang para pahlawan bangsa demi membela bangsa dan negaranya.
Dari zaman dahulu hingga sekarang warna, bentuk, motif tepak sirih mengalami banyak perubahan sesuai dengan kemajuan zaman. Dahulu, tepak sirih didominasi dengan berwarna kuning emas, yang melambangkan kekayaan dan kemakmuran sebuah kerajaan di masa silam, karena warna kuning itu biasanya sangat berharga, sama halnya seperti emas yang berwarna kuning keemasan. Dahulu, tepak sirih terbuat dari emas atau suasa yang dilapisi emas. Jadi harganya pun lebih mahal jika dibandingkan dengan tepak biasa. Tepak sirih tersebut biasanya hanya dimiliki oleh seorang raja atau bangsawan saja. Bentuk, motif, dan warna tepak sirih tersebut melambangkan kemakmuran seorang raja atau bangsawan di masa lampau. Kalau rakyat biasa hanya terbuat dari kayu biasa dengan ukiran‐ukiran tertentu.
Pada zaman dahulu memang identik dengan warna kuning keemasan. Namun, zaman sekarang warna tepak sirih sudah berbagai jenis. Ada yang berwarna merah, merah hati, hitam, cokelat, dan abu‐abu. Dari segi bentuk atau motif, hampir tidak mengalami perubahan karena bentuk tepak sirih
yang kami temui hanya ada persegi panjang dan yang bulat.
Kami belum pernah menemukan atau melihat tepak sirih yang berbentuk persegi lima atau sebagainya. Hanya saja antara perbedaan satu tepak dengan tepak yang lain ialah ukurannya.
Pada masa dahulu tepak sirih seorang raja atau bangsawan dibuat dengan ukiran dengan sulaman emas dan dilapisi emas, yang juga menambah nilai keindahan dan seni dari tepak itu sendiri. Namun, pada saat ini, tekatan emas pada sebuah tepak sirih sangat susah dijumpai. Sebuah tepak sirih terkadang juga ada yang ukurannya sedikit besar atau sedikit kecil, tergantung jenis tepak itu sendiri. Namun, pada umumnya tepak sirih itu berbentuk empat segi, seperti peti kecil, panjang lebih kurang 30 cm, tinggi 20 cm, dan lebar 15 cm.
Di dalam tepak sirih tersebut terdapat cembul yang digunakan untuk menyimpan ramuan sirih, pinang, gambir, tembakau, kapur, dan cengkih. Cembul ini disusun mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Khusus tepak sirih yang berbentuk persegi dan bertutup, bagian dalam tepak sirih yang lengkap dibagi menjadi dua bagian. Di bagian atas ada kacip dan lima cembul dengan susunan tertentu, yaitu pinang, kapur, gambir, cengkih, dan tembakau. Di bagian bawah, disusun daun sirih cadangan (stok) jika habis dan juga gobek apabila yang ditujukan adalah orang yang sudah cukup tua dan tidak bisa mengunyah lagi dengan baik. Namun, ada juga orang meletakkan gobek di bagian atas dengan maksud agar tidak susah lagi membongkar bagian bawah, jadi tinggal ambil dari bagian atas saja.
Di bagian atas juga biasanya diletakkan kacip yang berfungsi untuk memotong pinang. Namun, yang kami temui di daerah penelitian gobek dan kacip sudah tidak digunakan lagi karena tuan rumah sudah mengetahui siapa tamu yang akan datang. Tuan rumah sudah memperkirakan tamu yang datang, sehigga pasti masih bisa mengunyah. Jadi gobek tidak dibutuhkan lagi dan kacip juga tidak digunakan lagi, karena tuan rumah sudah terlebih dahulu memotong pinang atau gambir yang akan menjadi ramuan dalam memakan sirih.
Pada tepak sirih yang berbentuk bulat disusun melingkar sesuai dengan urutannya, yaitu daun sirih, cengkih, pinang, kapur, gambir (kacu), dan tembakau, sama urutannya dengan tepak sirih yang berbentuk tepak. Semua itu harus disusun sesuai urutan dan aturannya. Juga letak posisi daun sirih itu sendiri, karena jika salah maka akan dianggap tidak mengerti adat dan juga dianggap kurang sopan.
Masyarakat Melayu menamakan tepak sirih yang berbentuk bulat sebagai tepak puan, dan yang berbentuk empat persegi panjang disebut tepak sirih. Selain bentuknya yang bulat, perbedaan lain antara tepak sirih dan tepak puan ialah tepak puan yang akan diberikan kepada pihak perempuan, makanya dikatakan tepak puan. Namun, pada saat ini yang kami temui ialah tepak yang akan diberikan kepada pihak perempuan tidak harus tepak puan (tepak yang berbentuk bulat), karena tergantung tepak yang dimiliki oleh pihak laki‐laki untuk diberikan kepada pihak perempuan.
Tidak ada keharusan tepak yang berbentuk bulat. Jika memiliki tepak sirih yang berbentuk bulat (tepak puan) boleh
diberikan dan jika tidak ada juga tidak apa‐apa memberikan tepak yang petak sebagai gantinya.
Contoh tepak puan dapat dilihat dalam gambar berikut.
Gambar Salah Satu Tepak Khas Melayu yang Terbuat dari Perak dan Berbentuk Bulat dengan Beberapa Cembul di Atasnya. Ada Daun Sirih
serta Gobek
Dalam sebuah tepak sirih ada kalanya daun‐daun sirih tidak dimasukkan menjadi satu ke dalam sirih, tetapi ditempatkan dalam suatu wadah yang disebut bekas sirih.
Bekas di sini bermakna tempat. Pengaturan seperti ini memberikan tampilan yang lebih indah dan cantik. Bagi masyarakat Melayu, sirih disusun sedemikian rupa untuk menunjukkan urutan‐urutan ketika mengapur sirih, yang didahulukan dan dikemudiankan.
Daun sirih yang disusun dalam tepak sirih harus dilipat bersisip antara satu dengan yang lain dan disatukan tangkainya. Disusun sebanyak lima dalam satu baris. Satu tepak sirih selalu berisi empat atau lima susun sirih. Jadi kalau ditotalkan sirih di bagian atas ada dua puluh hingga dua puluh lima lembar dalam satu baris tersebut.
Namun tetap memiliki sirih cadangan jika habis. Sirih harus disusun berlipat agar tidak terlihat ekornya. Ekor sirih yang terlihat dianggap kurang sopan dan tidak menghormati tamu.
Gambar Susunan dan Isi Tepak Sirih
Tepak sirih disusun di dalam sebuah cembul seperti mangkuk kecil yang terbuat dari kuningan. Namun pada saat ini, orang sudah jarang menggunakan cembul karena harganya yang mahal. Jadi, orang langsung membuatnya ke dalam kotak‐kotak yang ada pada tepak sirih tersebut.
Sedangkan kalau dalam bentuk asli dapat dilihat dalam gambar berikut.
Gambar Tepak Sirih dari Kuningan
Tepak sirih yang terbuat dari kuningan yang terdiri atas lima cembul dan sebuah kacip untuk memotong pinang dan sebuah gobek untuk melumatkan sirih. Biasanya gobek digunakan oleh orang yang sudah tua dan tidak bisa mengunyah dengan baik. Di dalam lima cembul tersebut terdapat pinang, gambir, tembakau, cengkih, dan kapur.
Biasanya daun sirih langsung diletakkan di bagian luarnya saja.
Perbedaan tepak sirih dari pihak laki‐laki dan pihak perempuan ialah susunan sirih di dalamnya. Jika dari pihak laki‐laki susunan sirihnya ialah letak daun sirih disusun telungkup dan ekor sirih itu menghadap ke arah pihak laki‐
laki. Hal ini mempunyai makna bahwa laki‐laki itu harus tetap rendah hati dan santun kepada pihak perempuan. Sama
halnya ketika seseorang lewat di hadapan orang tua, harus permisi sambil meletakkan tangan ke depan dan menundukkan kepala. Susunan tersebut menandakan bahwa sirih berasal dari pihak laki‐laki. Jika susunannya kurang tepat maka dianggap tidak mengerti adat dan dianggap kurang sopan.
Letak sirih dari pihak wanita ialah membujur atau terlentang menandakan sirih tersebut berasal dari pihak perempuan. Makna dari letak daun sirih yang terlentang ini sama seperti seseorang dengan kedua tangannya yang terlentang memberi maksud seperti menunggu dan siap merangkul siapa saja yang datang. Biasanya, jika sebuah tepak diterima berarti pinangan diterima, dan jika pinangan ditolak bisa jadi susunannya kurang tepat atau memang pinangan tersebut ditolak.
Gambar Tepak Sirih yang Terbuat dari Kuningan dengan Lima Cembul di
Atasnya juga Kacip dan Gobek Sebagai Alat Pelengkapnya
Tepak sirih juga ada yang berwarna abu‐abu dan terbuat dari perak, seperti gambar berikut.
Gambar Tepak Sirih yang Terbuat dari Perak Berwarna Abu‐abu
Hal ini membuktikan bahwa tepak sirih tidak selalu berwarna kuning atau merah saja, warna abu‐abu juga ada.
Gambar Tepak Sirih yang Terbuat dari Kayu Biasa
Pada saat ini tepak sirih yang terbuat dari tembaga perak dan kuningan sudah jarang ditemukan. Sekarang banyak tepak sirih terbuat dari kayu seperti pada gambar di atas.
Kami menemukan tepak sirih ini di Desa Pantai Labu Baru pada saat pesta perkawinan warga setempat. Hal yang membedakan tepak sirih ini dengan tepak yang lain ialah terdapat permen atau bombon di dalam tepak sirih ini. Hal ini memperlihatkan telah terjadi pergesaran budaya, di mana di dalam tepak sirih sudah terdapat benda lain, yaitu bombon.
Gambar Tepak Sirih 1
Gambar Tepak Sirih 2
Tepak sirih yang sudah lengkap. Tepak sirih yang bertekat lapisan dihias dan diberi alas kain songket warna emas.
Peralatan tepak sirih itu sendiri hingga sekarang masih bisa ditemukan di toko barang‐barang antik, seperti di Kawasan Kesawan Square, Kota Medan dengan harga yang berbeda‐
beda sesuai dengan motif dan bahan tepak sirih tersebut.
Beraneka jenis alat tepak sirih terbuat dari kuningan, perak, kayu atau bambu.Tepak sirih juga memiliki desain dan bentuk yang beragam, mulai bundar hingga kotak seperti gambar di atas. Biasanya jika terbuat dari logam atau kuningan harganya akan lebih mahal daripada yang terbuat dari kayu biasa.
Isi Tepak Sirih
Adapun isi tepak sirih terdiri atas ramuan dan peralatan seperti yang diuraikan di bawah ini.
Ramuan‐Ramuan Tepak Sirih 1. Sirih
Sirih adalah tanaman yang tumbuh di kawasan tropis Asia, Madagaskar, Timur Afrika, dan Hindia Barat. Sirih yang terdapat di Semenanjung Malaysia terdiri atas empat jenis, yaitu sirih Melayu, sirih Cina, sirih Keling, dan sirih Udang.
Dalam bahasa Indonesia, dikenal berbagai nama spesies sirih, seperti sirih carang, be, bed, siyeh, sih, camai, kerekap, serasa, cabe, Jambi, kengyek, dan kerak.
Gambar Daun Sirih (Piper betle Linn.)
Dalam ilmu Biologi, sirih dikenal dengan nama Piper betle Linn. dalam keluarga Piperaceae. Nama betel berasal dari bahasa Portugis ‐ betle. Dalam bahasa Hindi, sirih lebih dikenal dengan nama pan atau paan, dan dalam bahasa Sanskrit disebut tambula. Bahasa Sri Lanka menyebut sirih dengan bulat, dan dalam bahasa Thai disebut plu.
Sirih tumbuh menjalar dan memanjat pada batang pohon atau para‐para. Bentuk daunnya bulat lonjong dengan ujung agak lancip. Daun sirih yang subur memiliki ukuran lebar 8‐12 cm, dan panjang 10‐15 cm. Sirih sesuai ditanam di cuaca tropis, di tanah yang gembur, dan tidak terlalu lembap, serta cukup air.
Sirih udang memiliki urat daun dan gagang berwarna merah. Sirih Cina mempunyai rasa yang lebih lembut dibanding sirih Melayu. Namun sirih Melayu adalah jenis yang digemari oleh kalangan yang makan sirih, juga banyak dipakai dalam adat resam. Sirih Melayu berdaun lebar dan warnanya hijau pekat. Jenis sirih yang lain, sirih keling berukuran kecil dan warnanya hijau gelap, rasanya lebih pedas dan daunnya agak keras ketika dimakan.
Rasa pedas sirih disebabkan oleh sejenis minyak yang mengandung fenol dan bahan‐bahan terpene. Zat‐zat lain yang terkandung dalam daun sirih adalah kalsium nitrat, sedikit gula, dan tanin. Rasa enak daun sirih ditentukan oleh jenis daun sirih itu sendiri, umurnya, cahaya matahari, serta letak daun pada batang sirih. Daun sirih yang paling enak adalah yang terdapat di bagian atas dahan‐dahan sisi dan yang berukuran paling besar. Sirih hutan tidak boleh dimakan karena selain daunnya keras, juga rasanya tidak enak. Sirih hutan tumbuh di pohon yang terdapat di hutan hujan tropis.
Daun‐daun sirih yang terdapat di bagian bawah dan berukuran kecil dipakai sebagai obat oleh para dukun Melayu.
Sirih bertemu urat adalah jenis yang dipilih oleh bidan untuk pengobatan tradisional. Pada saat ini, sirih masih menjadi bagian penting bagi masyarakat Melayu, walaupun tidak banyak lagi orang yang memakannya.
2. Cengkih
Cengkih adalah sejenis rempah yang berasal dari Maluku, Indonesia. Cengkih juga banyak terdapat di Zanzibar, Madagaskar. Pohon cengkih tumbuh setinggi 8‐12 meter.
Daunnya runcing dan bergagang pendek. Bunga cengkih muncul pada setiap ujung ranting. Kuncup bunga cengkih dipetik sebelum sempat mengembang menjadi bunga.
Gambar Cengkih
Nama ilmiah bunga cengkih adalah Eugenia aromatika.
Pohon cengkih membutuhkan iklim panas serta lembab dengan curah hujan sebanyak 150‐250 mm per tahun, dan suhu 15o‐380C. Tanah yang paling cocok untuk cengkih adalah tanah gembur yang mengandung humus dan tanah laterit.
Cara membiakkannya adalah dengan menanam biji benih.
Benih cengkih ditanam hingga umur 1,5‐2 tahun di ladang dengan jarak 5 meter. Cengkih bisa dipanen untuk pertama kali jika sudah berumur tujuh atau delapan tahun. Pohon cengkih akan terus berbunga hingga umur 60 tahun, ada kalanya bahkan sampai 130 tahun.
Bunga cengkih mengeluarkan aroma yang khas, digunakan sebagai rempah dalam beberapa masakan, juga dimakan bersama daun sirih untuk menambah rasa manis, harum hangat, dan enak. Namun, selama melakukan penelitian, kami menemukan bahwa kebayakan masyarakat di daerah Pantai Labu hanya memakan cengkih dalam
campuran sirih sebagai tambahan saja, bukan menjadi syarat yang harus dipenuhi. Minyak cengkih juga digunakan dalam pembuatan obat, minyak wangi, dan dicampurkan dengan cengkih dalam pembuatan rokok.
3. Pinang
Pinang adalah tumbuhan tropis yang ditanam karena keindahannya serta untuk mendapatkan buahnya. Tingginya bisa mencapai 10 meter, bentuknya runcing pada bagian pucuk. Garis tengah batangnya antara 15 cm hingga 20 cm.
Buah pinang berwarna hijau pada waktu masih muda, dan apabila sudah masak akan berubah menjadi kuning serta merah.
Gambar Pinang Sebelum Diolah
Gambar Pinang Setelah Diolah
Nama ilmiah pinang adalah Areca catechu. Dalam bahasa Hindi buah ini disebut supari, dan pan‐supari untuk menyebut sirih‐pinang. Bahasa Malaysia menamakannya adakka atau adekka, sedang dalam bahasa Sri Lanka dikenal sebagai puvak. Masyarakat Thai menamakannya mak, dan orang Cina menyebutnya pin‐lang.
Pohon pinang dibiakkan dengan cara menanam bijinya yang sudah cukup masak. Biasanya, biji yang akan ditanam disemai dulu, baru kemudian ditanam dalam pot atau tas plastik. Jika masih kecil, pohon pinang cocok ditanam di dalam pot, tetapi jika sudah besar sebaiknya ditanam di tanah bebas.
Buah pinang bisa dipakai sebagai obat. Pucuk Areca catechu dan pucuk‐pucuk Areca borneensis serta Areca trianda bisa dimakan. Pucuk Areca hutchinsoniana digunakan untuk menghilangkan jamur. Untuk mengobati luka‐luka, dapat digunakan ampas pinang yang sudah direbus.
Alkaloid dalam pinang termasuk arekolin, arekaidin, arekain, guvacin, arekolidin, guvakolin, isoguvakolin, dan kolin. Arekolin yang toksid bersifat sebagai obat bius nikotin bagi sistem saraf. Zat ini menyebabkan penyakit ayan yang berakhir dengan kelumpuhan. Akibat lebih fatal adalah kematian yang terjadi jika pernapasan terhenti.
Arekolin adalah pembasmi parasit dan cacing, serta bersifat seperti asetil kolin. Pinang mengandung lebih kurang 15% tanin merah dan 14% lemak. Buah pinang muda dikunyah dan airnya ditelan untuk mengobati darah dalam air kencing.
Jus pinang muda digunakan sebagai obat luar untuk rabun.
4. Kapur
Kapur berwarna putih dan liat seperti krim yang dihasilkan dari cangkang siput laut (kulit kerang) yang telah dibakar. Serbuk cangkang tersebut dicampur air agar mudah dioleskan di atas daun sirih. Selain kapur jenis ini, terdapat kapur yang tidak bisa dimakan, yaitu kapur yang digunakan dalam bangunan rumah.
Gambar Kapur yang Telah Dioleskan ke Daun Sirih
Kapur juga biasa diperoleh dengan membakar batu kapur (kalsium karbonat/CaCO3). Apabila dibakar dengan suhu tertentu kapur akan mengeluarkan gas yang disebut karbon dioksida (CO2) dan menjadi kalsium oksida (CaO). Kalsium oksida ini jika dicampur dengan sedikit air akan mengembang serta menjadi serbuk kapur yang dikenal sebagai kalsium hidroksida (Ca(OH)2).
5. Gambir
Gambir adalah tumbuhan yang terdapat di Asia Tenggara, termasuk dalam keluarga Rubiaceae. Daunnya berbentuk
bujur telur atau lonjong, dan permukaannya licin. Bunga gambir berwarna kelabu. Gambir biasanya dimakan dengan sirih. Gambir juga dimanfaatkan sebagai obat, antara lain untuk mencuci luka bakar dan kudis, mencegah penyakit diare dan disentri, sertas ebagai pelembab, menyembuhkan luka di kerongkongan.
Gambar Gambir yang Telah Diolah dan Siap Digunakan
6. Tembakau
Tembakau adalah tumbuhan herbal semusim yang ditanam untuk diambil daunnya, digunakan untuk membuat rokok dan cerutu. Tumbuhan ini termasuk dalam keluarga Solanaceae. Tembakau bisa tumbuh dalam iklim yang berbeda‐beda. Pada masa awal pertumbuhan, tembakau membutuhkan suhu yang panas dan lembab dengan banyak hujan. Akan tetapi, menjelang dipetik, tembakau harus berada pada musim kering agar diperoleh daun‐daun yang baik. Daun‐daun tembakau yang bermutu tinggi hanya bisa dihasilkan di kawasan‐kawasan tertentu saja. Jenis tembakau yang sama jika ditanam di tempat lain bisa menghasilkan mutu daun yang lebih rendah.
Tanah liat yang padat dan subur akan menghasilkan daun‐daun tembakau yang berukuran lebar. Daun tembakau seperti ini cocok untuk dibuat cerutu dan tembakau pipa.
Pada tanah yang berpori serta berhumus akan dihasilkan daun‐daun tembakau yang kecil serta lembut, yang cocok untuk tembakau rokok. Pohon tembakau yang subur bisa mencapai ketinggian 2 meter, dengan lebar daun 30‐40 cm serta panjang 40‐50 cm.
Di bawah ini diperlihatkan gambar pohon tembakau yang masih ditanam dan tembakau yang sudah selesai diolah (gambar 1.16, 1.1.1)
Gambar Daun Tembakau yang Masih Ditanam
Gambar Tembakau yang Sudah Selesai Diolah
Tembakau sebagai pengisi tepak sirih, juga digunakan sebagai suntil atau pembersih gigi dan mulut setelah selesai memakan sirih. Daun tembakau digunakan untuk keperluan adat. Daun tembakau juga digunakan sebagai bahan utama untuk pembuatan rokok. Daun tembakau yang baik untuk rokok adalah yang berwarna kuning muda atau kuning keemas an. Mempunyai bau wangi, rasa yang sedap, serta mengeluarkan asap yang mengandung asam. Daun seperti ini banyak mengandung karbohidrat dan sedikit amida, nitrogen, banyak fosfat dan kalsium. Sedangkan daun tembakau yang baik untuk cerutu adalah yang berwarna kuning tua, mengeluarkan asap yang mengandung alkali, dan mempunyai urat‐urat daun yang halus. Daun tembakau ini juga dapat menimbulkan kecanduan, sama halnya seperti rokok yang juga terbuat dari daun tembakau.
Peralatan Tepak Sirih 1. Cembul
Cembul merupakan bagian dari tepak sirih yang berjumlah empat atau lima buah. Kegunaannya untuk
menyimpan pinang, kapur, gambir, tembakau, dan bunga cengkih. Cembul berbentuk bulat dan bertutup. Pada bagian bawah datar agar dapat diletakkan dengan baik. Biasanya cembul untuk kapur berbentuk silinder atau agak berbeda dengan yang lain.
Gambar Cembul Bulat
Gambar Cembul Berbentuk Persegi Enam
Cembul yang dibuat dari bahan logam, seperti tembaga, perak, atau berlapis emas. Agar lebih indah, pada bagian luar, tutup cembul dihias dengan ukiran berbagai corak, seperti bunga petola, sirih emas, daun candik kacang, tampuk manggis, bunga melur, dan motif‐motif lain sesuai dengan kreasi dan kemahiran tukang ukir. Saat ini, motif ukiran sudah berkembang mengikuti zaman, sehingga banyak dijumpai cembul dengan corak grafis serta objek tertentu dan corak‐
corak budaya yang lain. Akan tetapi, saat ini cembul jarang ditemui karena harganya yang mahal. Masyarakat Melayu langsung meletakkan semua ramuan‐ramuan tepak sirih langsung ke dalam kotak tepak sirih.
2. Bekas Sirih
Bekas sirih adalah tempat cadangan sirih. Biasanya daun sirih yang ada di dalam tepak sirih hanya sedikit saja. Jika yang berada dalam tepak habis, maka bisa diambil lagi dari bekas sirih. Cadangan tempat penyimpanan sirih tersebut yang dinamakan sebagai bekas sirih.
Biasanya sirih tidak dimasukkan langsung menjadi satu ke dalam tepak sirih, tetapi ditempatkan tersendiri dalam bekas sirih. Maksudnya ialah daun sirih yang telah dipetik dari pohon akan dikumpulkan dan diletakkan ke dalam satu wadah yang sering disebut bekas sirih. Bekas sirih biasanya dibuat dari logam atau perak, walaupun ada juga yang terbuat dari gading gajah. Agar bekas sirih tampak cantik, ada kalanya disalutkan emas dan diukir dengan berbagai corak ukiran Melayu seperti awan larat, bunga kundur, bunga ketang guri, bunga petola, pucuk rebung, ukiran tebuk, dan
corak‐corak lain. Untuk menambah keindahan, pada bagian badan dan di sekeliling mulutnya dibuat berlekuk‐lekuk.
Seperti gambar di bawah ini.
Gambar Gambar Bekas Sirih
Bekas sirih berbentuk pipih, dengan bagian mulut (atas) agak lebar, dan sedikit menguncup di bagian bawah. Ukuran bekas sirih pada umumnya sekitar 8 cm pada bagian mulut, 6 cm pada bagian bawah, dan tinggi 10 cm.
3. Kacip
Kacip adalah alat yang berfungsi seperti pisau pemotong terdiri atas bilah tajam yang dapat bergerak di bagian atas dan bagian tumpul yang kokoh pada bagian bawah. Kacip digunakan untuk memotong, atau mengiris buah pinang, atau obat‐obat tradisional yang terdiri dari tumbuh‐tumbuhan.
Gambar Kacip Sumatra yang Bermotif Hewan dan Manusia
Gambar Kacip Sumatra yang Bermotif Segitiga
Gambar Kacip Sumatra yang Bermotif Manusia dan Hewan
Kacip dibuat dari logam keras. Ada juga yang dibuat dari tembaga atau perak sehingga tidak hanya berfungsi sebagai pemotong melainkan juga sebagai peralatan yang indah.
Kacip dibuat dalam berbagai ukuran, antara 10‐22 cm. Ada juga yang berukuran lebih dari itu. Pada dasarnya, bentuk kacip serupa, yaitu terdiri atas dua bilah mata yang bertaut dan mempunyai hulu atau tangkai pada kedua bilahnya.
Ragam hias pada bagian hulu dan badan kacip amat unik, ada kalanya menyerupai kepala binatang seperti kuda, kerbau, gajah, monyet, burung, ayam, manusia, atau dewa‐
dewa. Terdapat juga kacip yang diukir dengan motif flora menyerupai bunga atau tumbuhan lainnya. Pada tangkai dan badan kacip menggunakan salutan perak atau emas.
Kacip terbagi dua jenis, yaitu kacip jantan dan betina, walaupun peninjauannya tidak jelas apakah berdasarkan jenis, bentuk segi atau kebulat‐bulatan. Masyarakat Melayu menamakan alat pemotong ini kacip, sementara di Bali masyarakat menamakannya caket. Di negeri Deccani (India), Kannada (Karnataka) alat ini disebut adakottu, sedangkan di Marathi (Maharastra) dinamakan adekitta, walaupun banyak juga yang lebih mengenalnya dengan nama serota.
Masyarakat Bengali menamakan alat ini yanti, sedangkan orang Gujarat menyebutnya sudi atau sudo. Di Sri Langka, kacip disebut gire atau giraya.
Di dalam tepak sirih, kacip disusun bersebelahan dengan daun sirih yang tersusun rapi. Kacip merupakan perkakas penting selain gobek untuk melengkapi keserasian sebuah tepak sirih. Kacip juga dijadikan sebagai perkakas penting dalam berbagai upacara adat resam Melayu. Dalam adat
“melenggang perut”, kacip digunakan sebagai persyaratan yang harus ada. Ketika bayi baru lahir, kacip diletakkan di bagian atas kepala atau di bawah bantal pada saat si bayi tidur. Ada kepercayaan, bahwa kacip akan menjauhkan bayi dari segala macam gangguan makhluk halus.
4. Gobek
Gobek terbuat dari logam dan terdiri atas dua komponen.
Komponen pertama berbentuk silinder yang berlubang di bagian tengahnya. Pada bagian ujung, silinder ini ditutup dengan sumbat kayu dengan ukuran yang sama besarnya dengan lubang silinder. Komponen ini disebut ibu gobek.
Komponen yang satu lagi dinamakan anak gobek.
Gambar Gobek yang Bermotif Biasa
Gambar Gobek yang Bermotif Ukiran Kepala Hewan sebagai Kepala Gobek
Anak gobek memiliki ukuran yang lebih kecil. Terdiri atas besi padu yang di bagian ujungnya berbentuk seperti mata kapak serta mempunyai hulu di bagian pangkalnya. Pada bagian ibu dan hulu anak gobek diukir dengan berbagai corak yang menarik, sesuai dengan budaya setempat.
Alat ini berfungsi seperti antan dan lesung. Daun sirih yang telah dilengkapi dengan pinang, gambir, kapur, dan cengkih dimasukkan ke dalam gobek dan ditumbuk hingga lumat. Setelah lumat, tutup kayu di ujung silinder didorong dengan anak gobek sehingga bisa dikeluarkan dan siap dimakan. Gobek biasanya dipakai oleh para nenek yang sudah tidak mempunyai gigi dan tidak bisa lagi mengunyah sirih.
5. Ketur
Ketur adalah tempat untuk meludah. Sirih yang dimakan dengan kapur, gambir, dan pinang akan menghasilkan ludah yang berwarna merah, pekat, dan kotor, sehingga orang yang makan sirih harus sering meludah. Ketur berbentuk seperti labu sayur dengan bagian mulut agak lebar berkeluk‐keluk atau bulat seperti pinggan makan, menggelembung di bagian tengah, serta mempunyai kaki yang berbentuk setengah bola.
Bekas kaleng yang terbuat dari seng atau timah dipakai sebagai ketur. Ketur yang khusus dibuat untuk tempat meludah biasanya dibuat dari tembaga.
Gambar Ketur
Tinggi ketur biasanya antara 20‐25 cm, cukup berat karena terbuat dari bahan logam tembaga. Bobot yang berat ini diperlukan agar ketur tidak mudah terguling, yang akan membuat isinya tumpah dan mengotori lantai. Ketur hanya digunakan jika orang makan sirih di dalam rumah, tidak pada waktu bepergian. Setiap hari ketur harus dibersihkan, agar tidak menimbulkan bau yang tidak sedap.
6. Bujam Epok
Bujam epok ialah sejenis tas tangan atau kantong yang dibuat dari kain tebal yang sudah ditenun serta disulam dengan berbagai corak dan motif berdasarkankeinginan penenun. Ada juga yang ditekat (disulam) dengan labuci atau sulaman benang emas, perak, dan berukuran antara 20‐25 cm persegi. Di bagian mulutnya terdapat seperti kain yang memudahkan untuk dilipat mengepit bagian permukaan mulut. Sekeping kain kecil panjang dijadikan seutas tali sebagai pengikatnya atau pengunci di bagian pundak agar barang yang terdapat di dalamnya tidak mudah terjatuh keluar.
Gambar Bujam Epok
Pada bagian kiri dan kanan sebelah bawah dibuat corak dan motif kain yang berwarna‐warni, agar lebih indah lagi.
Bujam epok biasanya diisi dengan sirih atau tembakau.
Apabila ingin mengundang seseorang atau keluarga ke suatu majelis, seperti majelis perkawinan, dan majelis‐majelis yang lain juga. Bujam epok juga akan disandang oleh tuan rumah
atau orang kepercayaan di majelis perkawinan bertujuan untuk membagi‐bagikan sirih kepada para tamu undangan dan juga dijadikan untuk menempatkan sumbangan yang berupa uang yang diterima dari para tamu yang datang.
Namun, sekarang masyarakat Melayu sudah tidak menggunakan bujam epok lagi. Hal ini disebabkan kemajuan zaman, sehingga untuk membawa sirih sudah tidak banyak lagi dijumpai tas yang lebih baik lagi.
7. Celepa
Celepa adalah alat yang digunakan untuk menyimpan tembakau. Celepa ini berbentuk bulat pipih, persegi delapan, atau persegi sepuluh serta cembung dan bertutup kemas. Terbuat dari perak dan diukir. Pemilik yang berada seperti raja atau sultan akan diperkemas lagi dengan saduran emas dan bertatahkan permata. Mempunyai gancu untuk mengikat rantai halus seperti kalung. Celepa biasanya digunakan untuk mengisi tembakau atau piak sirih.
Digunakan apabila seseorang berpergian, celepa tersebut sangat tepat dipakai.
Gambar Celepa dari Melaka
Gambar Celepa yang Terbuat dari Perak
Gambar Celepa yang Dibuat dari Berlian Digunakan untuk Menyimpan Tembakau dari Trengganu Milik Sultan Zainal Abidin III)
Makna Isi dan Peralatan Tepak Sirih pada Masyarakat Melayu Deli Serdang
Makna Ramuan‐ramuan Tepak Sirih 1. Sirih
Ramuan‐ramuan tepak sirih memiliki banyak makna.
Namun, bila ditinjau dari kajian semiotik, sirih melambangkan sifat rendah hati, memberi, serta senantiasa memuliakan orang lain. Makna ini ditafsirkan dari cara tumbuh sirih yang memanjat pada batang pohon sakat, atau batang pohon api‐
api yang digemarinya. Tanpa merusak batang atau apapun tempat sirih tersebut hidup. Daun sirih yang lebat dan rimbun juga memberikan keteduhan di sekitarnya.
2. Cengkih
Cengkih sangat diperlukan di berbagai aspek kehidupan, baik sebagai bahan pelengkap adat dan juga sebagai bahan kebutuhan sehari‐hari, dalam makanan, maupun juga sebagai salah satu bahan pembuatan rokok. Berbeda pada zaman dahulu, pada saat ini cengkih tidak semua dipakai orang untuk ramuan tepak sirih karena cengkih hanya pilihan bagi orang yang menyukainya saja.
Cengkih sifatnya berbau wangi atau harum. Hangat ditubuh bila dimakan. Juga akan terasa lebih enak bila dicampur dengan makanan. Sifat cengkih yang hangat ini pula memberikan makna filosofi bagi orang yang suka makan cengkih itu adalah orang yang bersahabat karena penuh dengan kehangatan, mudah bergaul dengan orang lain.
3. Pinang
Pinang merupakan lambang keturunan orang yang baik budi pekerti, jujur, serta memiliki derajat tinggi. Bersedia melakukan suatu pekerjaan dengan hati terbuka dan bersungguh‐sungguh. Makna ini ditarik dari sifat pohon pinang yang tinggi lurus ke atas serta mempunyai buah yang lebat dalam setandan.
4. Kapur
Kapur melambangkan hati yang putih bersih serta tulus, tetapi jika keadaan memaksa, ia akan berubah menjadi lebih agresif dan marah. Kapur diperoleh dari hasil pemrosesan cangkang kerang atau pembakaran batu kapur. Secara fisik, warnanya putih bersih, tetapi reaksi kimianya bisa menghancurkan. Makna kapur juga bisa diartikan sebagai orang yang suka bekerja sama. Makna ini diambil dari sifat kapur yang akan lebih bekerja jika ditambah dengan ramuan‐
ramuan lain.
5. Gambir (kacu)
Gambir memiliki rasa sedikit pahit, melambangkan kecekalan/keteguhan hati. Makna ini diperoleh dari warna daun gambir yang kekuning‐kuningan serta memerlukan suatu proses tertentu untuk memperoleh sarinya, sebelum bisa dimakan bersama sirih. Dimaknai bahwa sebelum mencapai sesuatu, harus sabar melakukan proses untuk mencapainya.
6. Tembakau
Tembakau melambangkan hati yang tabah dan bersedia berkorban dalam segala hal. Ini karena daun tembakau memiliki rasa yang pahit dan memabukkan bila diiris halus sebagai tembakau dan tahan lama disimpan.
Makna Peralatan Tepak Sirih 1. Cembul
Cembul adalah salah satu peralatan dalam tepak sirih yang berfungsi untuk menyimpan ramuan‐ramuan sirih, yaitu pinang, gambir, kapur, tembakau, dan cengkih. Biasanya terdiri dari lima cembul saja, tapi sebagian orang menggunakan enam cembul. Perbedaan satu isi cembul tersebut ialah cengkih. Karena ada orang yang menggunakan cengkih dan ada juga yang tidak. Makna dan filosofi yang bisa diambil dari cembul ini ialah jadilah orang yang selalu taat atau patuh pada aturan yang ada. Sama halnya dengan mengisi ramuan‐ramuan dalam tepak sirih, semua disusun berdasarkan aturan yang ada. Sesuai aturan dalam memakan sirih, yaitu daun sirih terlebih dahulu diambil dari sebuah tepak kemudian mengambil sedikit pinang lalu mengambil gambir dan mengoleskan kapur pada daun sirih. Ini bertujuan agar semua ramuan tadi terkena olesan kapur sirih. Jika setelah mengambil daun sirih dan langsung mengambil kapur sirih, maka yang terkena kapur hanya daun sirihnya saja, walaupun kena itu hanya sedikit saja, ketika sirih sudah dilipat menjadi bagian kecil agar bisa masuk di mulut. Akan tetapi saat ini masyarakat Melayu tidak terlalu mempersalahkan yang mana dahulu untuk diramu, karena menurut mereka,