• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III IMPLEMENTASI PENENTUAN BATAS LAUT KABUPATEN SELAYAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III IMPLEMENTASI PENENTUAN BATAS LAUT KABUPATEN SELAYAR"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

IMPLEMENTASI PENENTUAN BATAS LAUT KABUPATEN SELAYAR

Pada dasarnya pekerjaan penetapan batas wilayah di laut akan mencakup dua kegiatan utama, yaitu penetapan batas wilayah laut secara kartometrik di peta dan penetapan batas laut melalui survei di lapangan (Abidin, 2001). Pada bab ini akan dijelaskan tahap-tahap dari pekerjaan penetapan batas wilayah laut kabupaten Selayar secara kartometrik.

3.1 Penyiapan Peta Dasar

Pemilihan peta dasar dalam hal ini akan menentukan tingkat ketelitian yang akan dicapai. Salah satu parameter dalam mempertimbangkan tingkat ketelitian yang ingin dicapai ialah skala peta. Dalam penentuan batas wilayah laut daerah ini, peta dasar yang akan digunakan sebaiknya adalah peta dasar dengan skala besar yang tersedia.

Dalam tugas akhir ini, peta dasar yang digunakan adalah peta rupa bumi provinsi Sulawesi Selatan sengan skala 1 : 250.000 yang diperoleh dari Bakosurtanal. Karena skala petanya yang kecil, maka garis pantai di peta dianggap sama dengan garis pantai pada surut terendah (garis air rendah).

3.2 Penentuan Titik Awal dan Garis Dasar

Sesuai dengan ketentuan, bahwa batas laut kabupaten ditentukan berdasarkan batas laut provinsi, maka pertama-tama dilakukan pemberian titik-titik awal pada peta yang dilakukan di sepanjang garis pantai pada Provinsi Sulawesi Selatan dan selanjutnya ditentukan titik-titik awal untuk Kabupaten Selayar di mana titik-titik awal tersebut dapat dikatakan mewakili batas paling terluar dari daerah Provinsi Sulawesi Selatan serta Kabupaten Selayar. Titik-titik awal tersebut digunakan sebagai rencana awal untuk penarikan garis dasar.

(2)

Penentuan garis dasar dilakukan untuk menentukan jenis garis dasar yang digunakan sebagai acuan penarikan batas laut. Seperti dalam Permendagri No.1/2006, definisi garis dasar adalah garis yang menghubungkan dua titik awal dan terdiri dari garis dasar lurus dan garis dasar normal.

Garis dasar lurus adalah garis lurus yang menghubungkan dua titik awal berdekatan dan berjarak tidak lebih dari 12 mil laut, sedangkan garis dasar normal adalah garis antara dua titik awal yang berhimpit dengan garis pantai.

Untuk penentuan garis dasar pada tugas akhir ini, dilakukan tiga alternatif pemilihan garis dasar yang dapat diterapkan, yaitu :

a. Garis Dasar Normal

Hal ini berdasarkan UU No.32 Tahun 2004 yang mendefinisikan satu macam garis dasar saja yaitu garis dasar normal. Garis dasar normal yang diplot di peta adalah berhimpit dengan garis pantai di peta, maka titik awal ada di sepanjang garis pantai. b. Kombinasi Garis Dasar Normal dan Garis Dasar Lurus

Untuk garis dasar lurus, dibutuhkan titik awal-titik awal yang terletak di setiap ujung dan pangkal tiap segmen garis dasar lurus tersebut. Maka untuk alternatif ini dibutuhkan banyak plotting titik-titik awal sebagai langkah awal sebelum menarik garis dasar lurus. Dan apabila tidak memungkinkan ditarik garis dasar lurus, maka dapat menggunakan garis dasar normal.

c. Interpretasi Tentang Garis Dasar kepulauan UNCLOS 1982

Dalam pasal 4 ayat 2 UU No.32 Tahun 2004 disebutkan bahwa ” Yang dimaksud dengan ’cakupan wilayah’ dalam ketentuan ini, khusus untuk daerah yang berupa kepulauan atau gugusan pulau-pulau dalam penentuan wilayah didasarkan atas prinsip negara kepulauan yang pelaksanaannya diatur dengan peraturan pemerintah”.

Berdasar Undang-Undang tersebut, maka dapat diinterpretasikan bahwa penggunaan garis dasar kepulauan juga dapat diterapkan terhadap daerah yang juga merupakan daerah kepulauan.

Dalam pelaksanaan tugas akhir ini, Pertama dilakukan dahulu penentuan garis dasar untuk wilayah provinsi Sulawesi Selatan. Pada gambar 3.1 diperlihatkan kombinasi garis dasar normal dan garis dasar lurus untuk keseluruhan provinsi Sulawesi Selatan.

(3)

Gambar 3.1 Kombinasi Garis Dasar Normal dan Lurus di Sulawesi Selatan

Setelah dilakukan penarikan garis dasar lurus dan kombinasi garis dasar normal untuk provinsi Sulawesi Selatan, maka kemudian ditentukan kombinasi garis dasar lurus dan normal untuk kabupaten Selayar dan juga kombinasi garis dasar lurus dan normal untuk kabupaten Bulukumba (karena terdapat pertampalan wilayah laut antara kabupaten Bulukumba dan Selayar).

Untuk penentuan kombinasi garis dasar lurus dan normal kabupaten Selayar, maka garis dasarnya adalah sama dengan garis dasar untuk provinsi Sulawesi Selatan. Namun ada penambahan, yaitu beberapa segmen garis dasar yang menghubungkan Pulau Pasitanete dan Pulau Selayar yang berada pada laut pedalaman dari provinsi Sulawesi Selatan yang telah ditetapkan sebelumnya. Ilustrasi dari hal tersebut dapat dilihat pada gambar 3.2.

(4)

Gambar 3.2 Penentuan Garis Dasar Lurus Kabupaten Selayar di sekitar perbatasan dengan kabupaten bulukumba

Hasil dari kombinasi garis dasar lurus dan normal untuk Kabupaten Selayar secara lengkap dapat dilihat pada gambar 3.3.

(5)

Seperti halnya untuk penarikan garis dasar lurus, maka dilakukan dahulu penentuan garis dasar kepulauan untuk wilayah provinsi Sulawesi Selatan. Untuk penentuan garis dasar kepulauan kabupaten Selayar, maka garis dasarnya adalah sama dengan garis dasar untuk provinsi Sulawesi Selatan tersebut. Namun ada penambahan , yaitu beberapa segmen garis dasar kepulauan yang berada pada laut pedalaman dari provinsi Sulawesi Selatan yang telah ditetapkan sebelumnya. Ilustrasi dari hal tersebut dapat dilihat pada gambar 3.4

Gambar 3.4. Penentuan Garis Dasar Kepulauan Kabupaten Selayar

3.3 Penarikan Garis Batas Daerah

Penarikan garis batas dalam hal ini dilakukan dengan berasumsi bahwa setiap provinsi dapat mengklaim wilayah maritimnya secara penuh yaitu 12 mil laut dan kabupaten dapat mengklaim wilayah maritimnya secara penuh yaitu sejauh 4 mil laut. Dari hasil penarikan garis batas untuk penentuan luas wilayah Kabupaten Selayar, maka akan terdapat pertampalan wilayah laut antara kabupaten Selayar dengan kabupaten

(6)

Bulukumba di sebelah utara, dimana kedua kabupaten ini saling berhadapan. Ilustrasi dari area pertampalan tersebut dapat dilihat pada gambar 3.4 dan 3.5

Gambar 3.5 Area Pertampalan Batas Laut antara Kabupaten Selayar dan Kabupaten Bulukumba Dengan Penggunaan Garis Dasar Normal

Gambar 3.6 Area Pertampalan Batas Laut antara Kabupaten Selayar dan Kabupaten Bulukumba Dengan Penggunaan Kombinasi Garis Dasar Normal dan Garis Dasar

(7)

Dari kasus tersebut, maka penarikan garis batas wilayah dilakukan berdasarkan prinsip garis tengah. Selanjutnya akan dijelaskan proses penarikan garis tengah tersebut secara grafis.

3.3.1 Prosedur Penarikan Garis Tengah pada Penerapan Garis Dasar Normal • Ditetapkan terlebih dahulu titik-titik awal pada masing-masing kabupaten, yaitu titik

A1, A2, dan A3 untuk kabupaten Bulukumba, dan titik B1, B2, dan B3 untuk kabupaten Selayar.

• Titik awal penarikan garis tengah adalah titik TM 1, yaitu berupa titik perpotongan garis-garis batas laut kedua kabupaten. Dengan demikian, titik A1 dan B1 merupakan pasangan titik awal kendali pertama yang akan ditarik garis tengahnya.

• Dari titik A1 dan B1, dibuat garis bisektor (yang membagi menjadi dua bagian yang sama besar) yang tegak lurus terhadap garis maya yang menghubungkan kedua titik awal tersebut.

• Penentuan pasangan titik awal selanjutnya, maka terdapat 2 pilihan kemungkinan, yaitu pasangan A1-B2 dan pasangan A2-B1. Untuk menentukan pasangan mana yang digunakan untuk menarik garis tengah berikutnya, dilakukan pemeriksaan titik mana yang lebih dahulu menghasilkan titik ekuidistan terhadap tiga titik awal kendali. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menarik garis tengah dari pasangan-pasangan titik tadi. Karena jarak titik TM 1 lebih dekat ke garis bisektor A2-B1, maka diputuskan

bahwa pasangan titik awal kendali berikutnya adalah A2-B1. Perpotongan garis bisektor A1-B1 dan A2-B1 adalah titik belok jaringan garis tengah

, TM 2, yang mempunyai jarak yang sama dari titik A1, A2, dan B1.

• Penentuan titik awal kendali berikutnya adalah antara pasangan titik A2-B2 dan A3-B1. Karena jarak titik TM 2 lebih dekat ke garis bisektor A2-B2, maka ditetapkan pasangan titik A2-B2 sebagai pasangan titik awal kendali berikutnya.

Perpotongan garis bisektor A2- B1 dan A2-B2 adalah titik belok berikutnya, TM 3, yang sama jaraknya dari titik A2, B2, dan B1.

• Penentuan titik awal kendali berikutnya adalah antara pasangan titik A2-B3 dan A3-B2. Karena jarak titik TM 3 lebih dekat ke garis bisektor A3-B2, maka ditetapkan

(8)

Perpotongan garis bisektor A2- B2 dan A3-B2 adalah titik belok berikutnya, TM 4, yang sama jaraknya dari titik A3, B2, dan A2.

• Garis bisektor A3-B2,dipotongkan dengan garis bisektor dari pasangan titik awal A3-B3,. Titik perpotongan tersebut merupakan titik TM 5 yang sama jarak terhadap titik A3, B3, dan B2.

• Garis bisektor A3-B3 tersebut diteruskan sampai ke titik akhir jaringan garis tengah area pertampalan tersebut, yaitu titik TM 6.

• Maka, jaringan garis tengah yang didapatkan adalah TM 1, TM 2, TM 3, TM 4, TM 5, TM 6.

Adapun ilustrasi dari prosedur penarikan garis tengah tersebut dapat dilihat pada gambar 3.6 dan 3.7.

Gambar 3.7 Titik Awal pertampalan dan Garis Bisektor Pertampalan Kabupaten Selayar dan Bulukumba.

(9)

Gambar 3.8 Garis Sama Jarak (Ekuidistan) dan Jaringan Garis Tengah

Setelah dilakukan penarikan garis tengah di daerah pertampalan antara 2 kabupaten tersebut, maka akan didapatkan garis batas daerah untuk keseluruhan wilayah kabupaten Selayar.

(10)

3.3.2 Prosedur Penarikan Garis Tengah pada Penerapan Kombinasi Garis Dasar Normal dan Lurus.

• Ditetapkan terlebih dahulu titik-titik awal pada masing-masing kabupaten, yaitu titik A1, A2, dan A3 untuk kabupaten Bulukumba, dan titik B1, B2, dan B3 untuk kabupaten Selayar.

• Titik awal penarikan garis tengah adalah titik TM 1, yaitu berupa titik perpotongan garis-garis batas laut kedua kabupaten. Dengan demikian, titik A1 dan B1 merupakan pasangan titik awal kendali pertama yang akan ditarik garis tengahnya.

• Dari titik A1 dan B1, dibuat garis bisektor (yang membagi menjadi dua bagian yang sama besar) yang tegak lurus terhadap garis maya yang menghubungkan kedua titik awal tersebut.

• Penentuan pasangan titik awal selanjutnya, maka terdapat 2 pilihan kemungkinan, yaitu pasangan A1-B2 dan pasangan A2-B1. Untuk menentukan pasangan mana yang digunakan untuk menarik garis tengah berikutnya, dilakukan pemeriksaan titik mana yang lebih dahulu menghasilkan titik ekuidistan terhadap tiga titik awal kendali. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menarik garis tengah dari pasangan-pasangan titik tadi. Karena jarak titik TM 1 lebih dekat ke garis bisektor A2-B1, maka diputuskan

bahwa pasangan titik awal kendali berikutnya adalah A2-B1. Perpotongan garis bisektor A1-B1 dan A2-B1 adalah titik belok jaringan garis tengah

, TM 2, yang mempunyai jarak yang sama dari titik A1, A2, dan B1.

• Penentuan titik awal kendali berikutnya adalah antara pasangan titik A2-B2 dan A3-B1. Karena jarak titik TM 2 lebih dekat ke garis bisektor A2-B2, maka ditetapkan pasangan titik A2-B2 sebagai pasangan titik awal kendali berikutnya.

Perpotongan garis bisektor A2- B1 dan A2-B2 adalah titik belok berikutnya, TM 3, yang sama jaraknya dari titik A2, B2, dan B1.

• Penentuan titik awal kendali berikutnya adalah antara pasangan titik A2-B3 dan A3-B2. Karena jarak titik TM 3 lebih dekat ke garis bisektor A3-B2, maka ditetapkan pasangan titik A3-B2 sebagai pasangan titik awal kendali berikutnya.

Perpotongan garis bisektor A2- B2 dan A3-B2 adalah titik belok berikutnya, TM 4, yang sama jaraknya dari titik A3, B2, dan A2.

(11)

• Garis bisektor B2 dipotongkan dengan garis bisektor dari pasangan titik awal A3-B3,. Titik perpotongan tersebut merupakan titik TM 5 yang sama jarak terhadap titik A3, B3, dan B2.

• Garis bisektor A3-B3 tersebut diteruskan sampai ke titik akhir jaringan garis tengah area pertampalan tersebut, yaitu titik TM 6.

• Maka, jaringan garis tengah yang didapatkan adalah TM 1, TM 2, TM 3, TM 4, TM 5, TM 6.

Garis sama jarak dan jaringan garis tengah untuk penerapan kombinasi garis dasar normal dan lurus dapat dilihat pada gambar 3.9, dan garis batas daerah Kabupaten Selayar yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar 3.10

Gambar 3.10 Garis Sama Jarak (Ekuidistan) dan Jaringan Garis Tengah untuk penerapan kombinasi garis dasar normal dan lurus

(12)

Gambar 3.11 Garis Batas Daerah Kabupaten Selayar untuk Penerapan Kombinasi Garis Dasar Lurus dan Garis Dasar Normal

Sedangkan untuk penarikan garis batas daerah Kabupaten Selayar dengan penerapan Garis Dasar Kepulauan dapat dilihat pada gambar 3.12.

(13)

Dalam penentuan garis batas kabupaten Selayar berdasarkan penerapan garis dasar kepulauan tersebut, maka daerah laut Selayar yang bertampalan dengan laut kabupaten Bulukumba diselesaikan dengan prinsip ekuidistan untuk penerapan kombinasi garis dasar lurus dan normal seperti yang dijelaskan sebelumnya.

3.4 Penentuan Luas Wilayah

Langkah selanjutnya setelah dilakukan penarikan garis batas daerah dan didapatkan titik titik batas adalah penentuan luas wilayah. Penentuan luas wilayah dilakukan dengan metode numeris.

Ilustrasi dari perhitungan luas dengan metode numeris dapat dilihat pada gambar 3.13 .

Gambar 3.13. Ilustrasi perhitungan luas dengan metode numeris

Persamaan dalam penghitungan luas diatas :

2 L = [(Xa.Yb) + (Xb.Yc) + (Xc.Yd) + (Xd.Ya)] – [(Ya.Xb) + (Yb.Xc) + (Yc.Xd) + (Yd.Xa)]

Atau secara umum dapat dituliskan dalam bentuk rumus: 2 L = Σ Xi. Yj - Σ Yi Xj

Dimana i = titik batas, dan j = titik batas setelah titik i (titik batas berikutnya)

A (Xa, Ya) B (Xb, Yb)

C (Xc, Yc) D (Xd, Yd)

(14)

Hasil dari perhitungan diatas bisa negatif ataupun positif. Yang harus kita lakukan berikutnya adalah memutlakannya apabila hasil perhitungan diatas merupakan bilangan negatif. Contoh diatas adalah contoh sederhana apabila daerah yang ingin diketahui luasnya hanya memiliki 4 koordinat. Kita bisa melakukan perhitungan serupa tetapi dengan formula yang lebih panjang apabila ternyata daerah yang ingin diketahui luasnya lebih kompleks bentuknya (memiliki banyak koordinat).

Hasil dari perhitungan luas tersebut dapat dilihat pada tabel 3.1 dan 3.2

Model Penerapan Garis Dasar Luas Daratan (Km²) Luas Lautan (Km²) Luas Keseluruhan (Km²) Perbandingan Luas Lautan dan

Daratan (Km²)

Garis Dasar Normal 45.511,924 67.742,912 113.254,836 1,48 : 1

Kombinasi Garis Dasar Normal dan Lurus

45.511,924 68.234,895 113.746,819 1,49 : 1

Garis Dasar Kepulauan 45.511,924 159.682,602 205.194,526 3,50 : 1

Tabel 3.1. Hasil Luas Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan

Model Penerapan Garis Dasar Luas Daratan (Km²) Luas Lautan (Km²) Luas Keseluruhan (Km²) Perbandingan Luas Lautan dan

Daratan (Km²)

Garis Dasar Normal 1.196,782 8.860,189 10.056,971 7,40 : 1

Kombinasi Garis Dasar Normal dan Lurus

1.196,782 10.260,955 11.457,737 8,57 : 1

Garis Dasar Kepulauan 1.196,782 21.083,148 22.279,930 17,61 : 1

(15)

3.5 Penyajian Peta Batas

Selanjutnya, setelah didapatkan garis batas daerah, sebagai produk akhir dari Penentuan Batas Laut Kabupaten Selayar ini, maka disajikan dalam bentuk Peta Batas Daerah.

Dalam tugas akhir ini, batas laut daerah Kabupaten Selayar ditentukan dalam tiga versi, yaitu berdasarkan UU No.32/2004, Permendagri No.1/2006 dan implementasi UNCLOS 1982 tentang penggunaan garis dasar kepulauan.

Peta hasil penarikan batas laut dalam tiga versi tersebut dapat dilihat pada halaman lampiran.

Gambar

Gambar 3.1 Kombinasi Garis Dasar Normal dan Lurus di Sulawesi Selatan
Gambar 3.2  Penentuan Garis Dasar Lurus Kabupaten Selayar   di sekitar perbatasan dengan kabupaten bulukumba
Gambar 3.4. Penentuan Garis Dasar Kepulauan Kabupaten Selayar
Gambar 3.5  Area Pertampalan Batas Laut antara Kabupaten Selayar   dan Kabupaten Bulukumba Dengan Penggunaan Garis Dasar Normal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa wilayah Gresik Selatan 56,6% sangat rentan terhadap banjir yang terdiri atas 3,3% urban sprawl rendah, 36,1% urban sprawl sedang dan 17,2%

KATA PENGANTAR Segala puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan yang telah melimpahkan rahmat, karunia, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

Tingkat kebisingan sekolah lain (sekolah di Jl. Sei Petani) juga melebihi baku mutu karena posisinya berada di lingkungan tempat tinggal masyarakat ataupun

Pada penelitian yang dilakukan oleh Widiantini dan Tafal 17 ditemukan bahwa responden dengan usia 30-49 tahun berisiko 2,3 kali lebih besar untuk mengalami

a. Menunjukkan dan mendemostrasikan alat/materi pembelajaran yang disampaikan secara langsung kepada peserta didik, akan memberikan kemudahan bagi siswa untuk

Perancangan dan Optimasi Kinerja Antena Planar Ultra Wideband Berbasis Metamaterial Menggunakan Substrat

Dalam penelitian ini kesenjangan kepuasan yang dimaksud adalah kesenjangan antara kepuasan yang diharapkan dengan kepuasan nyata yang diperoleh responden dari

Apabila kemauan ini tidak diikuti dengan pengetahuan agama yang cukup maka yang terjadi adalah manusia (para pelaku usaha) ingin mendapatkan untung sebesar-besarnya