• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Regionalisme

Globalisasi membuat kebudayaan setiap bangsa berada dalam proses transformasi terus menerus sehingga masyarakat menjadi semakin heterogen. Simbol, makna dan bahasa arsitektur yang dulunya disepakati bersama dalam suatu komunitas tradisional, saat ini secara tidak tersepakati secara homogen. Pluralisme budaya memang akan menjadi ciri setiap bangsa industrial modern yang sedang bergerak maju dan menuntut setiap profesi agar semakin kreatif dengan penemuan dan ragam alternatif inovasi baru.

Siswanto (1997) mengatakan, Arsitektur yang berwawasan Identitas memiliki kesamaan visi dengan gerakan arsitektur terutama di dunia ketiga yang sering dilabel

"Regionalisme". Dalam pandangan ini gerakan arsitektur tradisional, baik yang high style maupun merakyat dipercaya mampu merepresentasikan sosok arsitektur yang

sudah terbukti ideal, sebuah harmoni yang lengkap dari built-form, culture,place and climate. Oleh karena itu missi gerakan ini adalah untuk mengembalikan kontinuitas

rangkaian arsitektur masa kini dengan kekhasan arsitektur masa lampau pada suatu wilayah tertentu yang dominan (Regional Cultur).

Siswanto (1997) mengatakan, seni, ornamentasi dan simbolisme merupakan tiga unsur yang esensial dalam membangun identitas dan makna budaya arsitektur

(2)

menjadi "laku" kembali sehingga system produksi arsitektur pun semakin terbuka peluangnya bagi tukang, pengrajin, produsen bahan bangunan, yang bersifat lebih komunal. Dengan demikian "strategi kebudayaan" semacam ini selain mendorong sector ekonomi kerakyatan menjadi semakin produktif, juga meninggalkan nilai apresiatif dan kebanggaan pada budaya lokal. Regionalisme bertujuan untuk mengungkap kemungkinan-kemungkinan baru dimana mereka berakar. Regionalisme tergantung pada kesadaran politis bersama antara masyarakat dan kaum professional.

Peryaratan-persyaratan lahirnya ekspresi ini,selain kemakmuran yang memadai juga diperlukan keinginan yang tegar untuk melahirkan "identitas".

Beberapa pemikiran para ahli tentang definisi Regionalisme dalam Arsitektur antara lain:

Peter Buchanan (1983) mendefinisikan Regionalisme adalah kesadaran diri yang terus menerus, atau pencapaian kembali,dari identitas formal atau simbolik.

Berdasar atas situasi khusus dan mistik budaya lokal, Regionalisme merupakan gaya bahasa menuju kekuatan rasional dan umum arsitektur modern. Seperti budaya lokal itu sendiri, Regionalisme lebih sedikit diperhatikan dengan hasil secara abstrak dan rasional, lebih kepada penambahan fisik yang lebih dalam dan nuansa pengalaman hidup.

Tan Hock Beng (1994) menyatakan bahwa: Regionalisme didefinisikan sebagai suatu kesadaran untuk membuka kekhasan tradisi dalam merespon terhadap tempat dan iklim,kemudian melahirkan identitas formal dan simbolik ke dalam

(3)

bentuk kreatif yang baru menurut cara pandang tertentu dari pada lebih berhubungan dengan kenyataan pada masa itu dan berakhir pada penilaian manusia.

Amos Rapoport menyatakan bahwa Regionalisme meliputi berbagai kekhasan tingkat daerah dan dia menyatakan bahwa secara tidak langsung identitas yang diakui dalam hal kualitas dan keunikan membuatnya berbeda dari daerah lain.

Hal ini memungkinkan mengapa arsitektur Regional sering diidentifikasikan dengan Vernakuler, yang berarti sebuah kombinasi antara arsitektur lokal dan tradisional (asli).

2.1.1 Karakteristik/ciri-ciri Arsitektur Regional Prestylarasati (2009)

1.

menyampaikan bahwa ciri–ciri daripada arsitektur Regional adalah sebagai berikut:

2.

Menggunakan bahan bangunan lokal dengan teknologi modern

3.

Tanggap dalam mengatasi pada kondisi iklim setempat

4.

Mengacu pada tradisi, warisan sejarah serta makna ruang dan tempat

Mencari makna dan substansi kultural, bukan gaya/style sebagai produk akhir.

Kemunculannya juga bukan merupakan ledakan daripada sikap emosional sebagai respon dari ketidak berhasilan dari arsitektur modern dalam memenuhi keinginan masing-masing individu di dunia, akan tetapi lebih pada proses pencerahan dan evaluasi terhadap kesalahan-kesalahan pada masa arsitektur modern.

(4)

2.1.2 Jati diri arsitektur

Romi Khosla (1985) seorang arsitek India yang rnenyalahkan universalisme dan gaya internasional sebagai penyebab lenyap, pudar atau lunturnya jati diri arsitektur, kesinambungan budaya lokal, regional dan nasional. Karya-karya arsitektur dalam kawasan budaya yang spesifik, tetapi dirancang dengan metodologi dan substansi Barat yang universal. Potensi untuk pemenuhan kepuasan dan ekspresi jati diri tersedia, tetapi sengaja tidak diolah untuk bisa sampai ke puncaknya.

Budiharjo (1997) mengatakan, Gerakan Regionalisme tidak semata-mata menentang Internasionalisme atau westernisasi dalam bidang arsitektur, tetapi lebih menunjukkan sikap mengamati kembali dan menghargai sejarah mereka sendiri dan berupaya menemukan aspek-aspek kultural yang semula cenderung dilecehkan.

Budiharjo (1997) juga mengatakan, pencarian jati diri atau identitas arsitektur dalam gerakan Regionalisme yaitu berusaha menggali makna, simbol dan aspek- aspek yang tangible (teraga) maupun intangible (tidak teraga) dan tidak sekedar fungsional, untuk di ungkap dan diolah kembali dalam perwujudan baru.

Dalam era pluralisme seperti sekarang ini, kita butuh teori-teori arsitektur baru yang memungkinkan pengejawantahan ekspressi yang jamak dari berbagai subkultur dalam setiap kebudayaan dan sekaligus juga ekpresi identitas yang unik dan khas diantara aneka ragam budaya.

2.1.3 Kultur dan regionalisme adalah sebuah strategi

(5)

Kultur dapat dibuat sebagai pusat sebuah rencana. Tingkatan yang pertama adalah sebagai prinsip dasarnya,yang kedua adalah sebagai suatu kerangka penguasaan untuk daerah dan rencana,dan tingkatan yang ketiga adalah sebagai sasaran hasil yang strategis.

Tak dapat dipungkiri bahwa ada keaneka ragaman budaya riil, tetapi ada juga banyak nilai-nilai yang umum dan praktek-praktek yang serupa. Para pemimpin dan orang-orang daerah bermufakat terhadap nilai-nilai utama yang ada kebersamaanya.

Konsep-konsep dari kesetiakawanan dalam hal timbal balik untuk mengembangkan dan pemeliharaan dari jaringan kekerabatan dan hubungan-hubungan untuk menitikberatkan pada rasa hormat dan mempedulikan yang lain serta menegakkan martabat manusia.

Bennett Peji (2004) menyatakan bahwa, harus berfokus pada penerapan praktek-praktek yang teliti untuk benar-benar memahami, menghormati masyarakat sehingga mencerminkan pemahaman dalam lingkup yang direncanakan. Kita mengungkap kualitas warisan dan keunikan dari komunitas untuk membuat identitas sentral bagi sebuah rencana. Bennett Peji menyoroti bahan-bahan kunci untuk membantu dalam perencanaan yang berfokus pada pendekatan kultur adalah sebagai berikut:

1. Menciptakan rasa yang berbeda dan keotentikan suatu tempat.

2. Menjalin bersama tempat, bisnis, orang dan kisah-kisah mereka.

3. Membantu mengembalikan kebanggaan budaya lokal dan sejarah.

(6)

4. Meningkatkan kemampuan kota untuk menarik bisnis dan investasi residensial.

Keseluruhannya adalah tentang menghormati warisan budaya sambil merangkul masa depan. Karena identitas yang dihasilkan akan bertahan lama,itu harus relevan dengan generasi muda dan generasi berikutnya. Pada akhirnya, mereka adalah orang-orang yang akan menemukan makna nyata dalam identitas. Sehingga yang dihasilkan adalah untuk mencerminkan kekayaan dan keanekaragaman masyarakat sekaligus menciptakan sebuah identitas yang mencakup sebuah kebenaran yang menarik tentang mengapa harus berinvestasi sekarang untuk merangkul masa depan.

2.2 Kebudayaan

Kebudayaan menurut Koentjaraningrat (1974) adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakan dengan belajar, beserta keseluruhan hasil dan karyanya. Koentjaraningrat berpendapat bahwa kebudayaan itu mempunyai tiga wujud kebudayaan

1. Wujud ideal

yaitu: wujud ideal, wujud kelakuan dan wujud fisik.

Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide- ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya yang sifatnya abstrak, tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut

(7)

menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.

2. Wujud kelakuan

Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan.

Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan dapat diamati dan didokumentasikan.

3. Wujud fisik

Wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.

Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada wujud kelakuan dan wujud fisik karya manusia.

Koentjaraningrat (1967) menyatakan, ada tujuh unsur kebudayaan yang bisa didapatkan pada semua masyarakat didunia yaitu:

(8)

1. Sistiem peralatan dan perlengkapan hidup 2. Sistim mata pencaharian

3. Sistim kemasyarakatan 4. Bahasa

5. Kesenian

6. Sistim pengetahuan 7. Sistim religi

Rafael Raga Maran (2000) mengatakan, kebudayaan terdiri dari dua komponen besar yang saling berhubungan yaitu kebudayaan material dan kebudayaan non-material. Penggolongan kebudayaan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Kebudayaan material

Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata dan konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah alat-alat produktif, alat-alat distribusi dan transport, wadah-wadah dan tempat- tempat untuk menaruh makanan dan minuman, pakaian dan perhiasan, tempat berlindung (perumahan) dan senjata.

b. Kebudayaan non material

Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi,misalnya berupa dongeng,cerita rakyat, lagu dan tarian tradisional, ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak.

(9)

2.2.1 Pola kebudayaan

Benedict's (1934) menjelaskan, Setiap kebudayaan,memilih dari "busur besar potensi-potensi manusia" hanya beberapa karakteristik yang menjadi ciri kepribadian terkemuka dari orang yang hidup dalam budaya itu. Ciri-ciri ini terdiri dari sebuah konstelasi yang saling tergantung pada estetika dan nilai-nilai dalam setiap budaya yang bersama-sama menambahkan hingga menjadi yang unik. Misalnya ia menggambarkan penekanan pada pengekangan budaya Pueblo dari barat daya Amerika, dan penekanan pada peninggalan dalam budaya penduduk asli Amerika dari Great Plains. Dia menjelaskan bagaimana di Yunani kuno, para penyembah Apollo menekankan ketertiban dan ketenangan dalam perayaan mereka. Sebaliknya, para penyembah Dionysus, dewa anggur, menekankan keliaran, meninggalkan, membiarkan pergi. Dan diantara penduduk asli Amerika, ia menggambarkan secara detail kontras antara ritual, keyakinan, preferensi pribadi antara orang dari budaya yang beragam untuk menunjukkan bagaimana kebudayaan masing-masing memiliki

"kepribadian" yang didorong pada setiap individu.

Benediktus, dalam Pola Kebudayaan(1934) , mengungkapkan keyakinannya dalam relativisme budaya. Untuk menunjukkan bahwa budaya masing-masing memiliki keharusan moral sendiri hanya dapat dipahami jika dilakukan penelitian budaya secara keseluruhan. Kesalahan, bila meremehkan kebiasaan atau nilai-nilai budaya yang berbeda dari diri sendiri. Kebiasaan mereka memiliki arti bagi orang- orang yang tinggal dilingkungan mereka yang seharusnya tidak diberhentikan atau disepelekan. Kita tidak harus mencoba untuk mengevaluasi orang dengan standar kita

(10)

sendiri. Ia berpendapat moralitas, adalah relatif terhadap nilai-nilai budaya di mana dijalankan.

2.2.2 Kebudayaan bersifat dinamis dan daptif

Benedict's (1934) mengatakan, pada umumnya kebudayaan itu dikatakan bersifat adaptif, karena kebudayaan melengkapi manusia dengan cara-cara penyesuaian diri pada kebutuhan-kebutuhan fisiologis dari badan mereka dan penyesuaian pada lingkungan yang bersifat fisik-geografis maupun pada lingkungan sosialnya. Kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam masyarakat tertentu merupakan cara penyesuaian masyarakat itu terhadap lingkungannya, akan tetapi cara penyesuaian tidak akan selalu sama. Kelompok masyarakat yang berlainan mungkin saja akan memilih cara-cara yang berbeda terhadap keadaan yang sama.

Mereka memakai kebiasaan-kebiasaan baru sebagai bentuk penyesuaian terhadap keadaan-keadaan baru yang masuk kedalam atau yang dihadapi kebudayaannya tetapi mereka tidak sadar bahwa kebiasaan-kebiasaan yang baru yang dibuat sebagai penyesuaian terhadap unsur-unsur baru yang masuk dari luar kebudayaannya malah merugikan mereka sendiri. Disinilah pentingnya filter atau penyaring budaya dalam suatu kelompok masyarakat. Karena sekian banyak aturan, norma atau adat istiadat yang ada dan berlaku pada suatu kebudayaan bukanlah suatu hal yang baru saja dibuat atau dibuat dalam satu dua hari saja. Kebudayaan dengan sejumlah normanya itu merupakan suatu akumulasi dari hasil pengamatan,hasil

(11)

belajar dari pendukung kebudayaan tersebut terhadap lingkungannya selama beratus- ratus tahun dan dijalankan hingga sekarang karena terbukti telah dapat mempertahankan eksisnya budaya masyarakat tersebut.

Kingston (2009) mengatakan, tradisi tidak bisa lagi diartikan sebagai warisan yang statis suatu masa lampau untuk diteruskan dari generasinya ke generasi berikutnya. Sebagai gantinya adalah harus selalu dipahami sebagai sesuatu yang dinamis dengan penafsiran kembali yang dihasilkan dari masa lampau kedalam kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa depan.

Dari teori-teori regionalism dan teori-teori kebudayaan maka dapat disimpulkan definisi Regional Cultur adalah Kesadaran mengikuti kekhasan tradisi formal ataupun simbolik dari keseluruhan gagasan, tindakan dan karya yang dihasilkan manusia dalam pengalaman historisnya diolah kembali untuk memperkokoh jati diri dan identitas.

2.3 Kebudayaan Simalungun

Direktorat Jenderal Kebudayaan (1993), Salah satu kepercayaan asli yang masih dipunyai masyarakat pendukung di daerah Sumatera Utara diantaranya adalah kepercayaan terhadap ajaran Kebenaran adalah Permulaan.

Kebenaran adalah Permulaan (Habonaron Do Bona) bersatu padu dengan adat budaya Simalungun atau Adat Timur, sebagai tata tuntunan laku dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dalam menyembah Tuhan Yang Maha Esa.

(12)

2.3.1 Ajaran kebenaran adalah permulaan (Habonaron Do Bona)

Pendukung Ajaran Kebenaran adalah Permulaan (Ajaran Habonaron Do Bona) pada umumnya adalah masyarakat Simalungun. Masyarakat Simalungun merupakan salah satu dari enam sub suku bangsa Batak yang secara geografis mendiami daerah induk Simalungun.

Ajaran Kebenaran adalah Permulaan bersatu padu dengan adat budaya Simalungun, sebagai tata tuntunan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari masyarakat atau dapat disebut sebagai Falsafah hidup orang Simalungun. Nilai- nilai luhur dalam kepercayaan Ajaran Kebenaran adalah Permulaan terkandung dalam ajarannya, seperti ajaran tentang ketuhanan, manusia, alam serta ajaran-ajaran yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan,sesamanya dan alam semesta.

Falsafah adat Simalungun dalam hubungan kekeluargaan beralaskan dari sifat manusia yang mempunyai kepribadian. Kepribadian dapat dibanggakan dari sudut moral atau kejiwaan yang membawa manfaat guna dijalankan dalam kehidupan sehari-hari.

2.3.2 Upacara-upacara ritual adat

Warga Simalungun mengenal bermacam-macam upacara-upacara adat seperti pada (gambar 2.1) antara lain:

1. Upacara Perkawinan

2. Upacara memasuki rumah baru

(13)

3. Upacara pesta tahun (Robu-robu/Horja Taun),yaitu upacara berdoa kepada Tuhan dan kepada leluhur untuk memulai suatu usaha seperti kegiatan pertanian/bercocok tanam padi, agar memperoleh hasil yang memuaskan 4. Upacara membongkar tulang belulang

5. Upacara menghormati roh leluhur pelindung desa 6. Upacara menghormati roh suci penjaga desa 7. Upacara menghormati keramat pelindung

Gambar 2.1 Upacara-upacara adat

Sumber: Penulis

2.3.3 Pakaian adat Simalungun

Sama seperti suku-suku lain di sekitarnya,pakaian adat suku Simalungun tidak terlepas dari penggunaan Hiou (disebut Uis di suku Karo, ulos batak toba). Kekhasan pada suku Simalungun adalah pada Hiou dengan berbagai ornamennya. Hiou pada mulanya identik dengan ajimat, dipercaya mengandung "kekuatan" yang bersifat

(14)

religius magis dan dianggap keramat serta memiliki daya istimewa untuk memberikan perlindungan (gambar 2.2). Seperti suku lain di rumpun Batak, Simalungun memiliki kebiasaan mangulosi (memberikan hiou) yang salah satunya melambangkan pemberian kehangatan dan kasih sayang kepada penerima hiou. Hiou dapat dikenakan dalam berbagai bentuk, sebagai kain penutup kepala, penutup badan bagian bawah, penutup badan bagian atas, penutup punggung dan lain-lain.

Gambar 2.2 Pakaian adat Simalungun Sumber: Martin Lukito Sinaga

2.3.4 Musik tradisional Simalungun

Musik merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan. Dari semua karya seni, mungkin sekali musiklah yang paling mempengaruhi tradisi budaya untuk

(15)

menentukan patokan-patokan sosial dan patokan-patokan individu, mengenai apa yang disukai dan apa yang diakui. Musik dapat mencerminkan nilai-nilai dan prinsip- prinsip umum yang mendasarinya, yang menghidupkan kebudayaan tersebut secara menyeluruh.

Matondang (2010) mengatakan, Simalungun adalah salah satu dari lima kelompok etnis batak. Etnis Simalungun berasal dari kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Musik tradisional Simalungun diwariskan secara turun-temurun dengan cara lisan. Alat musik (gambar 2.3) sebagai pendukung kesenian adalah salah satu bagian dari kebudayaan memegang peran penting dalam proses keberlangsungan suatu budaya. Kesenian merupakan wujud atau ekspresi budaya yang dimunculkan dalam musik, olah tubuh (tarian), sastra dan lain sebagainya.

Ekspresi budaya tersebut terdiri diatas dua kategori, yaitu ritual (upacara adat) dan hiburan (profan).

Gambar 23 Alat-alat musik tradisional simalungun

Sumber: Muhar Omtatok, Jahutar Damanik, http://www.tobalover.com

2.3.5 Tarian Tradisional Simalungun

Girsang (2010) mengatakan, Perbendaharaan seni tari tradisional meliputi berbagai jenis. Ada yang bersifat magis, berupa tarian sakral dan ada yang bersifat

(16)

hiburan saja yang berupa tari profan (gambar 2.4). Beberapa Tarian Tradisional Simalungun antara lain:

a. Tortor Huda-Huda/Toping-Toping

Penari I seluruh badan mukanya ditutup dengan kain,dan dikepalanya dikenakan paruh dan kepala enggang. Penari ke II patung manusia ditutup dengan topeng dan tubuhnya ditutup dengan kain. Tarian ini dipertunjukkan untuk menarik perhatian sang permaisuri supaya dia terhibur karena anaknya meninggal dan tidak dikasih untuk dikuburkan,saat itulah mayat bayi di pangkuannya lepas. Tanpa disadari sang putri, para penari topeng itu berhasil merebut mayat anak tadi dan melarikannya ke hutan untuk dikubur.

b. Tortor Sombah

Tortor Sombah sebagai Persembahan kepada Yang Maha Pencipta. Semua penari berputar di tempat masing-masing dengan kedua tangan bersikap menyembah.

Tarian hiburan

Tortor Huda- Huda/Toping-Toping,

.

mbah

Gambar 2.4 Tarian tradisional Simalungun Sumber: Jannerson Girsang, www go batak.com

2.3.6 Peralatan rumah tangga

Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat,

(17)

dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan atau dalam memproduksi hasil- hasil kesenian. Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional, disebut juga sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik. Sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik tersebut antara lain: Alat-alat produktif, Senjata, wadah, alat-alat menyalakan api, makanan, pakaian tempat berlindung dan perumahan, alat-alat transportasi.

Peralatan dan unsur kebudayaan fisik tersebut dapat dilihat seperti pada (gambar 2.5).

Gambar 2.5 Peralatan rumah tangga

Sumber: Wikipedia bahasa Indonesia, Kompas/Mhd. Hilmi Faiq

(18)

2.3.7 Rumah adat Simalungun

Rumah Adat Simalungun dinamakan RUMAH BOLON. Bangunan rumah adat Simalungun (gambar 2.6) umumnya persegi panjang bertipe rumah panggung dengan menggunakan struktur rangka kayu dan beratapkan ijuk sebagai upaya adaptasi dengan iklim dan geografi, menggunakan sistem sambungan tarik dan tekan (sistem pen) tanpa menggunakan paku dan sistem cros-log foundation (pondasi balok kayu yang saling tumpang tindih secara horizontal).

Gambar 2.6 Rumah adat Simalungun Sumber: Penulis, hidupsehari, Jahutar Damanik

Bagian-bagian dari Rumah adat Simalungun (gambar 2.7, 2.8, 2.9, 2.10, 2.11, 2.12, 2.13, 2.14 dan 2.15)

1. Struktur bawah bangunan

Gambar 2.7 Struktur bawah bangunan Rumah adat Simalungun

(19)

2. Lantai

Gambar 2.8 Lantai Rumah adat Simalungun Sumber: Penulis

3. Langit-langit

Gambar 2.9 Langit-langit Rumah adat Simalungun Sumber: Penulis

4. Dinding

Gambar 2.10 Dinding Rumah adat Simalungun Sumber: Penulis

(20)

5. Atap

Pemanjangan bubungan atap sering dengan sopi-sopi mencondong keluar.

Dibuat lekukan seperti punggung kerbau sehingga menimbulkan daya tarik estetis. Dominasi atap tampak pada keseluruhan bangunan. Proporsi atap lebih besar dari pada badan dan kaki (bagian bawah) bangunan. Selain itu atap perisai lebih umum digunakan. Diujung atap bagian depan dipasang kepala kerbau sedangkan dibagian belakang dipasang bentuk ekor kerbau yang bahannya terbuat dari ijuk.

Gambar 2.11 Atap rumah adat Simalungun Sumber: Penulis

6. Tangga

Gambar 2.12 Tangga rumah adat Simalungun

(21)

7. Jendela dan ventilasi

Gambar 2.13 Jendela dan ventilasi rumah adat Simalungun Sumber: Penulis

8. Pintu

Gambar 2.14 Pintu rumah adat Simalungun Sumber: Penulis

(22)

9. Sistem Struktur

Gambar 2.15 Sistim struktur rumah adat Simalungun Sumber foto: Penulis

2.3.8 Ukiran-ukiran

Ragam hias (Omtatok 2009) berfungsi sebagai rajah spiritual, penunjuk strata serta pemenuh rasa keindahan, selain ditemukan pada bangunan juga ditemukan pada alat-alat keperluan seperti pada hiou (kain), sonduk (sendok), bajut hundul (anyaman tempat sirih), hopuk (peti penyimpan hiou), tuldak (alat tenun), parborasan (tempat beras), parpangiran (tempat keramas), pada alat-alat musik dan lainnya.

Ada beberapa ukiran (gorga) Simalungun yang sering digunakan dalam menghiasi bangunan, alat-alat rumah tangga, alat-alat musik. Ukiran tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1.

(23)

Tabel 2.1 Ukiran (gorga) Simalungun

Ukiran (gorga) Simalungun

IPON IPON

Merupakan salah satu ragam hias yang buat pada bagian tepi sebagai pengikat atau penutup hiasan

SILOBUR PINGGAN Silobur Pinggan adalah nama tumbuhan yang merambat dan melilit, sering dijadikan sebagai ramuan untuk racun.

Ornamen ini melambangkan sifat tolong

menolong.

ROROT DERPIH

Merupakan hiasan dari ikatan tali pada dinding yang Melam bangkan penangkal kekuatan gaib.

Motif ini juga ditemukan pada ragam hias Suku Karo.

PINAR MOMBANG

Mombang adalah pohon besar seperti jati. Gorga ini difungsikan sebagai pengganti Datu/Guru

yang berefek keselamatan dan kesehatan.

PINAR ASSI ASSI

Assi-Assi adalah tumbuhan berkhasiat obat, sehingga ia melambangkan

kesehatan.

BUNGA SARUNEI

Sebagai simbol kepatuhan dan kedisiplinan pada hukum dan Undang- Undang yang telah ditetapkan oleh Raja

PINAR APPUL APPUL

Layaknya Appul-Appul (Kupu-Kupu) yang indah, bersih dan berperan dalam penyerbukan tumbuhan, maka gorga ini menyiratkan makna kebersihan, keindahan dan kebaikan

PINAR BULUNG NI ANDURDUR

Andurdur adalah tumbuhan

menjalar yang dilambangkan sebagai

kesetiaan, menepati janji

dan memahami kepentingan bersama.

PAHU PAHU PATUNDAL

. Pahu-pahu patundal adalah Tumbuhan pakis bertolak belakang. Motif pakis banyak kita temukan dalam ragam hias Simalungun. Ini myiratkan persatuan kesatuan yang saling menguntungkan.

(24)

Tabel 2.1 (lanjutan)

No Ukiran (gorga) Simalungun

HAIL PUTOR

Berarti mata kail yang berputar, merupakan lambang rezeki, cita- cita bersama dan kemanfaatan.

GUNDUR MANGULAPA Gundur Mangulapa berarti Buah Labu Kundur / Bligo yang tumbuh subur. Tangkai dan pucuknya dijadikan hiasan ikat. Sebagai Lambang Ketinggian marwah, kemakmuran, kesuburan dan

tangkal binatang berbisa.

GANJOU MARDOMPAK

Ganjou adalah sejenis kepiting, mardompak berarti berhadap-

hadapan.Mengisyaratkan filsafat ketertiban dalam bekerja dan kekuatan yang membawa kemaslahatan.

BUNGA RAYA SAYUR MATUA

Sebagai lambang seia sekata, panjang umur, kekuatan spiritual dan kedewasaan.

BUNGA TABU

Layaknya bunga tabu (labu) yang tidak berbau, jarang dijadikan hiasan namun tidak seperti bunga lain, jika gugur akan tetap meninggalkan hasil berupa buah yang besar dan bermanfaat..

PORKIS MANANGKI BAKAR

Sebagai lambang sebuah kerja yang tekun, tidak mudah putus asa, keselamatan dan ketelitian, layaknya semut memanjat bambu kering.

PORKIS MARODOR

Porkis marodor berarti semut dibuat sebagai hiasan pengapit gorga Suleppat. Ornamen ini dianggap sebagai simbol Haroan (gotong royong) dan kerajinan.

AMBULU NI UAOU

Disebut juga Jombut Uaou yang diyakini menjadi simbol kemolekan, keagungan dan menghargai

serta menghormati yang patut.

SIHILAP BAJARONGGI

Melambangkan sikap kesetia kawanan, saling mengenang dan kharisma.

Bajaronggi sendiri adalah tumbuhan lalap yang subur ditanah berair.

BORAS PATI

Boras pati adalah sejenis kadal. Di Simalungun, hiasan ini berbentuk geometris yang dibuat dari bahan ijuk. Boraspati merupakan simbol supranatural untuk penangkal kekuatan gaib.

BODAT MARSIHUTUAN

Bak Kera mencari kutu temannya, inilah lambang gotong royong dan sama bekerja untuk mencapai tujuan.

BOHI BOHI

Adalah ukiran wajah manusia sebagai kepala Sambahou (dinding). Melambangkan keramah tamahan, kewaspadaan serta sarat akan muatan supranatural.

(25)

Tabel 2.1 (lanjutan)

No Ukiran (gorga) Simalungun

GATIP-GATIP

Adalah gorga sebagai simbol penghormatan, keperkasaan dan harga diri.

Layaknya Gatip-gatip, sejenis ular kecil berbisa yang kulitnya berbelang merah, hitam dan putih.

Dahulu ular ini cukup disegani di huta-huta.

Gorga Suleppat

Rumbak-Rumbak Sinandei

Gorga Hambing Mardugu

Gomal

Tapak Raja Suleman

Sumber: M. Muhar Omtatok

2.4 Politeknik

Politeknik (Politeknik Negeri Medan 2008) adalah lembaga perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan vokasi. Pendidikan vokasi merupakan pendidikan yang diarahkan terutama pada kesiapan penerapan keahlian tertentu dan terdiri atas program Diploma I, Diploma III dan Diploma IV. Pendidikan Politeknik merupakan pendidikan vokasi yang berorientasi pada masalah praktik nyata yang ada di dunia industri dan usaha, sehingga lulusanya diharapkan dapat lebih mudah menyesuaikan diri dengan tuntutan kebutuhan pasar kerja yang ada.

(26)

2.4.1 Pendidikan Politeknik

Pola Pendidikan Politeknik menganut sistem pendidikan intensif, perkuliahan

diselenggarakan dalam kelas kecil. Untuk 1 kelas maksimum terdapat 24 mahasiswa dengan pengajaran sistem paket dimana seluruh mahasiswa dari satu semester dalam program studi yang sama akan mengikuti perkuliahan yang sama.

Visi

Menjadi institusi yang unggul dan terdepan dalam pendidikan vokasi yang inofatif dan adaptif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terapan.

Misi

1. Menyelenggarakan pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang kompeten,memiliki semangat terus berkembang,bermoral,berjiwa kewirausahaan dan berwawasan lingkungan

2. Melaksanakan penelitian terapan dan menyebarluaskan hasilnya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi

3. Melaksanakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat melalui pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mendukung peningkatan mutu kehidupan

2.4.2 Sistem pendidikan

Sistem penyelenggaraan pendidikan, pengajaran di politeknik menggunakan

(27)

satuan bebannya disebut dengan satuan kredit semester (sks).

Beban kegiatan belajar sebanyak 38 jam per minggu (6 hari per minggu), mempunyai nilai beban 18-23 sks setiap semester. Beban sks tiap program studi selama pendidikan berkisar 112-120 sks untuk program pendidikan D - I I I dan 144 sks untuk program pendidikan D - IV bergantung pada program studinya.

Dalam satu tahun akademik diselenggarakan 2 semester kegiatan pendidikan, semester A (ganjil) dilaksanakan dari bulan September sampai dengan bulan Februari dan semester B (genap) dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan bulan Agustus.

Semester adalah satuan waktu terkecil untuk menyatakan lamanya suatu program pendidikan satu jenjang. Artinya program pendidikan suatu jenjang secara lengkap dari awal hingga akhir dibagi dalam penyelenggaraan semesteran dengan kata lain seorang mahasiswa dalam menyelesaikan program pendidikan secara lengkap dibagi ke dalam program semester.

Program semester berisi penyelenggaraan pendidikan berbentuk kuliah,praktikum,praktik kerja lapangan dan bentuk lain beserta evaluasi keberhasilannya. Satu semester setara dengan 22 minggu kuliah.

Evaluasi kegiatan belajar mengajar diadakan 2 kali per semester yaitu pada tengah semester sebagai alat pemantauan hasil belajar mengajar dan pada akhir semester sebagai evaluasi dan penentu kelanjutan kuliah bagi mahasiswa. Pada evaluasi akhir semester ditetapkan mahasiswa yang berhasil lulus dan dapat melanjutkan kuliah ke semester berikutnya atau mahasiswa yang gagal dan tidak dapat melanjutkan kuliah lagi (dikeluarkan).

(28)

Program Pendidikan yang ditawarkan:

1. Program Diploma III (112-120 SKS)

Politeknik yang ditawarkan menyelenggarakan program pendidikan vokasi Diploma III (D III), dengan waktu pendidikan selama 6 semester, terdiri dari 5 jurusan yang terbagi dalam 9 Program Studi. Kelima jurusan dan kesembilan program studi dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Program Pendidikan Diploma III

No JURUSAN PROGRAM STUDI

1 Teknik Mesin 1. TeknikMesin

2. Teknik Energi

2 Teknik Sipil 1. Teknik Sipil

3 Teknik Elektro 1. Teknik Listrik 2. Teknik Elektronika 3. Teknik Telekomunikasi

4 Akuntansi 1. Perbankan dan Keuangan

2. Akuntansi

5 Administrasi Niaga 1. Administrasi Bisnis Sumber: Buku Informasi Politeknik Negeri Medan 2008

2. Program Diploma IV (144 SKS)

Pada program Diploma IV, program pendidikan yang ditawarkan dengan waktu pendidikan selama 8 semester, terdiri dari 5 jurusan yang terbagi dalam 7 Program Studi. Mata Kuliah yang akan didapatkan di program D-IV memiliki Silabus yang telah dipaketkan selama 8 Semester, tidak ada percepatan ataupun semester pendek. Kelima jurusan dan ketujuh program studi dapat dilihat pada tabel 2.3.

(29)

Tabel 2.3 Program Pendidikan Diploma IV

No JURUSAN PROGRAM STUDI

1 Teknik Sipil & Perencanaan 1. TPJJ(Teknik Perencanaan jalan dan Jembatan)

2. Perencanaan Perumahan &

pemukiman

2 Teknik Elektro 1. Teknik Informatika

3 Teknologi Pertanian 1. Teknologi hasil perkebunan

4 Akuntansi 1. Akutansi sektor public 5 Administrasi Niaga 1. Administrasi Bisnis

2. MICE Sumber: Buku Informasi Politeknik Negeri Medan 2008

Gambar

Gambar 2.2 Pakaian adat Simalungun  Sumber: Martin  Lukito Sinaga
Gambar 23  Alat-alat musik tradisional simalungun
Gambar 2.4   Tarian tradisional Simalungun  Sumber: Jannerson Girsang, www go batak.com
Gambar 2.5  Peralatan rumah tangga
+7

Referensi

Dokumen terkait

dan wakaf mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk kesejahteraan dan kemaslahatan masyarakat pada semua aspek kehidupan (Kumi, 2019). Jika memiliki aturan yang jelas

Pada tahapan ini adalah analisis desain radiator menggunakan analisa eksperimen yang dimana dilakukan beberapa pengujian sama seperti pengujian pada keadaan nyatanya

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka perlu dilakukan penelitian dengan judul “Model Quantum Learning Fisika Materi Teori Kinetik Gas Bermuatan

(sebuah denominasi Hindu) pada abad ke-9 Masehi. dan dapat dikatakan pula Ganesa yang tersebar di Nusantara juga berangka tahun seperti itu. Ganesa juga dikatakan merupakan

Pada periode remaja baik akibat langsung maupun akibat jangka panjang tetap penting. Ada periode yang penting karena akibat perkembangan fisik dan psikologis yang

Sehingga, untuk melihat pola hubungan Pengungkapan CG dan CSR pada perusahaan yang tercatat di BEI maka sampel dari penelitian ini adalah 53 perusahaan yang termasuk ke dalam

Beberapa tanaman galur 4D dan 5D padi transgenik Nipponbare-OsDREB1A generasi T1 pada pengujian salinitas 25 mM NaCl menunjukkan respon pertumbuhan yang lebih baik

Bahwa Pimpinan STIESIA dalam Rapat Pleno tanggal 14 September 2012 telah menerima konsep Rencana Strategis (Renstra) Prodi S3 Ilmu Manajemen Tahun 2012-2016, dan sesuai