• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SAINS DALAM MENCAMPUR WARNA MELALUI PENERAPAN METODE EKSPERIMEN PADA ANAK KELOMPOK B

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SAINS DALAM MENCAMPUR WARNA MELALUI PENERAPAN METODE EKSPERIMEN PADA ANAK KELOMPOK B"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SAINS DALAM MENCAMPUR WARNA MELALUI PENERAPAN METODE

EKSPERIMEN PADA ANAK KELOMPOK B

I Gusti Ayu Inten Anggreni1, I Made Suara2, I Komang Ngurah Wiyasa3

1,2,3Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, FIP Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

Email: ayuinten29@yahoo.com1,imadesuara@yahoo.co.id2,wiyasangurah@yahoo.co.id3 Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan kognitif sains dalam kegiatan mencampur warna melalui penerapan metode eksperimen pada anak kelompok B di TK Titi Dharma Denpasar tahun pelajaran 2013/2014. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Subjek penelitian adalah 28 orang anak TK pada kelompok B3 Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014. Data penelitian tentang kemampuan kognitif sains dikumpulkan dengan metode observasi dengan instrumen berupa lembar format observasi. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode analisis statistik deskriptif dan metode analisis statistik kuantitatif. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan kognitif sains dalam mencampur warna dengan penerapan metode eksperimen pada siklus I sebesar 40,85% yang berada pada kategori sangat rendah ternyata mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 91,07% tergolong pada kategori sangat tinggi. Jadi terjadi peningkatan kemampuan kognitif sains dalam mencampur warna pada anak sebesar 40%. Disimpulkan bahwa penerapan metode eksperimen dapat meningkatkan kemampuan kognitif sains dalam mencampur warna pada anak kelas B3 di TK Titi Dharma Denpasar Tahun Pelajaran 2013/2014. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan rata-rata persentase kemampuan kognitif sains dalam mencampur warna pada siklus I sebesar 40,85% menjadi sebesar 91,07% pada siklus II yang berada pada kategori sangat tinggi.

Kata-kata kunci: eksperimen, mencampur warna, kognitif sains Abstract

This study aimed at knowing the development of science cognitive ability in mixing color activities through the implementation of experiment method to the B group students of Titi Dharma Kindergarten Denpasar in academic year 2013/2014. The type of this study is Classroom Action Research which is conducted in two cycles. The subject of this study was 28 students of kindergarten in B3 group, second semester in academic year 2013/2014. The research data about science cognitive ability was gathered by observation method with observation sheet instrument. The result data research was analyzed by using descriptive statistic and quantitative statistic analysis. The result of data analysis showed that there is an increase in science cognitive ability in mixing color by the implementation of experiment method in cycle I as big as 40.85% categorized as very low and develop in cycle II into 91.07% categorized as very high.

In conclusion, there is an increase of students’ science cognitive ability in mixing color on children by 40%. It was concluded that the application of the expremental method can improve the cognitive of science abilities trough color blending on children in B3 class of Titi Dharma kindergarten Denpasar, academic year 2013/2014. It can be seen from the increasing average percentage of science in cognitive abilities through color blending on cycle as many as I 40,85% and 91,07% on II cycle which was very high.

Keywords: experimental, mix colors, cognitive science

(2)

PENDAHULUAN

Anak usia dini merupakan manusia yang memiliki karakteristik yang khas, dikatakan memiliki karakteristik yang khas dikarenakan mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, memiliki sikap egosentris, suka berfantasi dengan hal-hal baru. Anak dalam masa ini tergolong berada dalam masa peka, masa tumbuh dan berkembangnya anak. Berdasarkan pendapat dari Jamaris (dalam Sujiono, 2009:54) ”perkembangan merupakan suatu proses yang bersifat kumulatif, artinya perkembangan terdahulu akan menjadi dasar bagi perkembangan selanjutnya. Oleh sebab itu, apabila terjadi hambatan pada perkembangan terdahulu maka perkembangan selanjutnya cenderung akan mendapat hambatan”. Sejalan dengan Montessori (dalam Sujiono, 2009:54) menyatakan bahwa ”masa ini merupakan periode sensitif (sensitive periods), selama masa inilah anak secara khusus mudah menerima stimulus-stimulus dari lingkungannya”. Pada masa ini anak siap melakukan berbagai kegiatan dalam rangka memahami dan menguasai lingkungannya.

Usia keemasan merupakan masa anak mulai peka untuk menerima berbagai stimulus dan berbagai upaya pendidikan dari lingkungannya baik disengaja maupun tidak disengaja. Hainstok (dalam Sujiono, 2009:54),”pada masa peka inilah terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis sehingga anak siap merespon dan mewujudkan semua tugas-tugas perkembangan yang diharapkan muncul pada pola prilaku sehari-hari”. Menurut pendapat diatas bisa dikatakan bahwa saat anak tumbuh dan berkembang ini merupakan kesempatan bagi orang tua maupun pendidik untuk memberikan stimulus-stimulus menggali setiap potensi anak atau memberikan kesempatan bagi anak untuk bereksplorasi menggali pengetahuan yang baru.

Berdasarkan teori perkembangan anak, diyakini bahwa setiap anak lahir dengan lebih dari satu bakat. Untuk itulah anak perlu diberikan pendidikan yang sesuai dengan perkembangannya dengan cara memperkaya lingkungan bermainnya. Itu berarti orang dewasa perlu memberi peluang kepada anak untuk menyatakan diri, berekspresi, berkreasi dan menggali

sumber-sumber terunggul yang tersembunyi dalam diri anak. Pada hakikatnya anak adalah makhluk individu yang membangun sendiri pengetahuannya. Anak lahir dengan membawa sejumlah potensi yang siap untuk ditumbuhkembangkan asalkan lingkungan menyiapkan situasi dan kondisi yang dapat merangsang kemunculan dari potensi yang tersembunyi tersebut.

Untuk dapat menggali sejumlah potensi yang dimiliki oleh anak perlu dilakukan upaya yaitu upaya dari berbagai pihak. Upaya tersebut berupa penyelenggaraan Pendidikan bagi Anak Usia Dini dapat dilakukan dalam bentuk Formal, Nonformal Dan Informal. Setiap bentuk penyelenggaraan memiliki kekhasan tersendiri baik dalam bentuk formal, nonformal, dan informal. Penyelenggaraan Pendidikan bagi Anak Usia dini pada jalur Formal adalah TK atau RA.

Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur Nonformal diselenggarakan oleh masyarakat atas kebutuhan dari masyarakat sendiri, yang termasuk didalamnya adalah TPA, KB, SPS.

Sedangkan penyelenggaraan pendidikan di jalur Informal dilakukan oleh keluarga atau lingkungan.

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2009 bahwa “tujuan Pendidikan Taman Kanak-kanak adalah membantu anak didik mengembangkan berbagi potensi baik psikis dan fisik yang meliputi lingkup perkembangan nilai agama dan moral, fisik/motorik, kognitif, bahasa, serta sosial emosional kemandirian”.

PAUD mengembangkan potensi anak secara komprehensif. Posisi anak usia dini di satu pihak berada pada masa sangat penting dan potensi untuk pengembangan masa depannya, akan tetapi di pihak lain termasuk masa rawan dan labil manakala anak kurang mendapat rangsangan yang positif dan menyeluruh. Pemberian rangsangan melalui pendidikan untuk anak usia dini perlu diberikan secara komprehensif, dalam makna anak tidak hanya dicerdaskan otaknya dalam hal kognitif, akan tetapi juga cerdas pada aspek-aspek lain dalam kehidupannya, seperti: kehalusan budi dan rasa atau emosi, panca indera termasuk fisiknya dan

(3)

aspek sosial dalam berinteraksi dan berbahasa untuk dapat berkomunikasi.

Secara universal kecerdasan kognitif anak sangatlah penting untuk dibahas.

Kognitif merupakan hal utama yang berperan penting untuk dapat melakukan berbagai hal. Menurut Sujiono, dkk (2004:1.3) “kognitif adalah suatu proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa”. Terdapat beberapa pendapat dari para ahli psikologi yang berkecimpung dalam dunia pendidikan mendefinisikan intelektual atau kognitif dengan berbagai peristilah. Pendapat Terman (dalam Sujiono, dkk, 2004:1.4) “kognitif adalah kemampuan untuk berpikir secara abstrak”. Colvin (dalam Sujiono, dkk , 2004:1.4) “kognitif adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan”. Sedangkan menurut Hunt (dalam Sujiono, dkk, 2004:1.4 ) “kognitif adalah teknik untuk memproses informasi yang disediakan oleh indra”.

Dapat ditarik kesimpulan mengenai beberapa pendapat para ahli bahwa kognitif merupakan kemampuan berpikir yang abstrak terhadap suatu hal atau peristiwa yang terjadi di lingkungannya. Jika adanya hambatan pada aspek kognitifnya tentu sangatlah menganggu perkembangan aspek-aspek lainnya. Dilihat dari kenyataan di lapangan masih terdapat masalah yang terjadi terkait dengan kemampuan kognitif anak salah satunya kemampuan kognitif sains. Sains menurut Sumantoro (dalam Putra, 2013:40) ”merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah”.

Pendidikan sains menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menggali dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Sedangkan menurut Putra (2013:51) “sains adalah pengetahuan yang mempelajari, menjelaskan, serta menginvestigasi fenomena alam dengan segala aspeknya yang bersifat empiris”.

Dari pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa karakteristik dari pembelajaran berbasis sains itu sendiri

adalah memberikan kesempatan langsung bagi anak untuk melakukan sesuatu hal yang baru melewati proses sehingga memperoleh hasil (pengetahuan). Model pembelajaran berbasis sains ini lebih menekankan kepada proses pencarian pengetahuan daripada transfer pegetahuan.

Pembelajaran berbasis sains mempunyai keterkaitan terhadap kognitif sains karena merupakan suatu pemikiran dalam memecahkan suatu eksperimen, jadi anak bereksplorasi terhadap pengetahuan yang diperoleh melalui prosesnya.

Berdasarkan hasil observasi di TK Titi Dharma Denpasar pada tanggal 27 Agustus 2013 ditemukan kegiatan pembelajaran dalam hal aspek kognitif terutama kognitif sains dalam mencampur warna masih belum memenuhi peningkatan perkembangan anak, kondisi ini memiliki implikasi terhadap hasil belajar anak sehingga belum mencapai hasil yang optimal. Untuk itu peran peneliti disini adalah mengevaluasi kegiatan yang telah terlaksana sebelumnya, dengan mencari tau penyebabnya. Jika penyebab telah diketahui barulah peneliti bisa mengambil tindakan.

Tindakan yang diambil berupa pengembangan proses pembelajaran pada anak usia dini seperti dilihat dari penetapan tujuan perkembangan, tema yang dibahas, penggunaan alat peraga atau media dan permainan, serta metode yang digunakan perlu mempertimbangkan aspek perkembangan anak itu sendiri. Agar anak mencapai perkembangan yang optimal dalam kegiatan pembelajaran maka metode dan media sangat dibutuhkan. Dalam hal ini media memiliki dua sisi yang sama pentingnya sebagai alat peraga bagi guru untuk mempermudah menyampaikan materi kepada anak didik serta mempermudah anak didik melihat langsung dan memahami materi yang disampaikan.

Sebagai sebuah media

pembelajaran, media tersebut harus bisa digunakan dalam penyampaian materi pelajaran. Guru merupakan salah satu faktor penting dalam mengimplementasikan media, idealnya suatu media tanpa ditunjang oleh kemampuan guru untuk menerapkannya menjadi menarik, maka media tersebut tidak akan bermakna sebagai suatu alat pembelajaran, dan

(4)

sebaliknya dalam penyampaian materi pembelajaran tanpa media sebagai alat peraga tentu tidak akan efektif dan tidak akan menarik bagi anak didiknya.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan guru kelas kelompok B TK Titi Dharma Denpasar pada tanggal 27 Agustus 2013, bahwa hambatan yang sering ditemui dalam kegiatan pembelajaran mencampur warna yang menyangkut tentang kemampuan kognitif sains belum tercapai sepenuhnya. Walaupun kegiatan tersebut sudah berlangsung sesuai penjelasan dari guru namun terdapat beberapa anak yang mengalami kendala, masih adanya anak yang kurang kreatif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga nilai kemampuan anak masih kurang memuaskan. Dilihat dari jumlah anak 28 orang 17 orang anak masih memperoleh nilai kurang memuaskan (**) karena dilihat dari lembar kerja anak yang telah diselesaikan masih adanya hasil yang kurang rapi dan belum memenuhi hasil yang memuaskan. Disamping itu sulitnya menerapkan metode yang tepat untuk kegiatan mencampur warna agar memperoleh hasil memuaskan bagi anak didik.

Dari data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan kognitif sains dalam mencampur warna pada anak B di TK Titi Dharma Denpasar perlu ditingkatkan. Berdasarkan hasil temuan, maka peneliti mengadakan diskusi dengan guru-guru di TK Titi Dharma mengenai solusi untuk dapat meningkatkan kemampuan kognitif sains dalam mencam pur warna. Solusi tersebut yaitu dengan menerapkan metode eksperimen. Metode eksperimen sendiri merupakan salah satu metode yang bisa diterapkan dalam proses pembelajaran. Menurut Djamarah dan Zain (2006: 84) menyatakan bahwa ”metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran, siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari”. Sementara itu, Mulyani Sumantri dkk (dalam Putra, 2013 : 132) menyatakan bahwa “metode eksperimen diartikan sebagai cara belajar- mengajar yang melibatkan siswa dengan mengalami serta membuktikan sendiri proses dan hasil percobaan”. Hal yang lebih

rinci dipaparkan menurut Sujiono dkk (2004:7.9) yang beranggapan bahwa

“metode eksperimen ialah suatu cara anak melakukan berbagai percobaan yang dapat dilakukan anak sesuai dengan usianya, guru sebagai fasilitator, alat untuk berbagai percobaan sudah dipersiapkan guru. Melalui metode ini anak dapat menemukan sesuatu berdasarkan pengalamannya”.

Pendapat dari Djamarah, Mulyani dan Sujiono dapat ditarik kesimpulannya bahwa suatu metode eksperimen merupakan cara yang bisa dilakukan guru sebagai fasilitator bagi anak didik didalam penerapannya melewati proses untuk melakukan berbagai percobaan atau eksplorasi bagi anak itu sendiri dan memperoleh hasil dari pengalaman yang dilakukan anak. Adapun metode atau teknik eksperimen sering kali digunakan karena memiliki kelebihan-kelebihan. Kelebihan metode eksperimen ini menurut Putra (2013:138) adalah sebagai berikut,

(a) metode ini dapat membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya menerima informasi dari guru atau buku. (b) Siswa bisa mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksplorasi (menjelajahi) tentang ilmu dan teknologi. (c) Dengan metode ini, akan terbina manusia yang dapat menghadirkan terobosan- terobosan baru dari penemuan, sebagai hasil percobaan, yang diharapkan bermanfaat bagi kesejahteraan hidup manusia. (d) Siswa memperoleh pengalaman dan keterampilan dalam melakukan eksperimen. (e) Siswa terlibat aktif dalam mengumpulkan fakta dan informasi yang diperlukan saat percobaan.

(f) Siswa dapat menggunakan serta melaksanakan prosedur metode ilmiah dan berpikir ilmiah. (g) Siswa bisa memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat objektif, realitas, dan menghilangkan verbalisme. (h) Siswa lebih aktif berfikir dan berbuat, karena hal itulah yang sangat diharapkan dalam dunia pendidikan modern, siswa lebih aktif belajar sendiri dengan bimbingan guru. (i) Dengan melaksanakan proses eksperimen, siswa bisa memperoleh ilmu pengetahuan sekaligus menemukan pengalaman praktis serta keterampilan dalam menggunakan alat percobaan. (j)

(5)

Dengan eksperimen, siswa membuktikan sendiri kebenaran suatu teori, sehingga akan mengubah sikapnya yang percaya terhadap hal-hal yang tidak logis.

Pendapat dari Putra tentang kelebihan metode eksperimen dapat disimpulkan bahwa menggunakan metode eksperimen dapat memberikan pengalaman bagi siswa dan melakukan uji coba dengan melewati proses sesuai dengan pedoman, sehingga anak bisa berpikir ilmiah dan anak belajar aktif untuk menemukan temuan-temuan ilmiah secara nyata. Ketika anak akan melaksanakan suatu eksperimen maka perlu memperhatikan langkah-langkah eksperimen. Menurut Roestiyah (2008: 81) langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut,

(a) perlu dijelaskan kepada siswa tentang tujuan eksperimen, mereka harus memahami masalah yang akan dibuktikan melalui eksperimen. (b) Kepada siswa perlu diterangkan pula tentang alat-alat serta bahan-bahan yang akan digunakan dalam percobaan. (c) Agar tidak mengalami kegagalan siswa perlu mengetahui variabel- variabel yang harus dikontrol ketat. (d) Siswa memperhatikann urutan yang akan ditempuh sewaktu eksperimen berlangsung.

(e) Seluruh proses atau hal-hal yang penting saja yang akan dicatat. (f) Perlu menetapkan bentuk catatan atau laporan berupa uraian, perhitungan, grafik dan sebagainya. (g) Selama eksperimen berlangsung, guru harus mengawasi pekerjaan siswa. Bila perlu memberi saran atau pertanyaan yang menunjang kesempurnaan jalannya eksperimen. (h) Setelah eksperimen selesai, guru harus mengumpulkan hasil penelitian siswa, mendiskusikannya ke kelas, serta mengevaluasi dengan tes atau sekedar tanya jawab.

Dengan menerapkan metode eksperimen yang memiliki keunggulan sebagai suatu metode dapat memberikan anak kesempatan melakukan sendiri dan aktif untuk berekplorasi. Melalui metode ini guru bisa mengaplikasikannya dengan kegiatan pembelajaran yang menyenangkan bagi anak yaitu salah satunya melalui kegiatan mencampur warna. Kegiatan mencampur warna adalah kegiatan yang sederhana jika diterapkan di Taman Kanak-

kanak dan anak memperoleh pengetahuan baru melalui warna-warna yang akan dicampur nantinya. Warna merupakan suatu kesan yang akan menghasilkan karya indah bila seseorang dapat mengkreasikannya.

Warna merupakan benda yang sangat mudah ditemui. Warna menjadi salah satu media belajar bagi anak . Pengertian warna menurut Nugraha dan Dwiyana (2007: 5.34)

“warna adalah kesan yang diperoleh mata dari cahaya yang dipantulkan oleh benda- benda dikenainya. Pigmen dipermukaan suatu benda (apapun) bila disinari oleh cahaya (putih) secara sempurna akan memberikan sensasi warna tertentu, sehingga mampu ditangkap oleh mata (retina) dengan baik.”

Warna merupakan suatu media yang sangat menarik dilihat oleh anak didik. Anak yang memiliki rasa ingin tahu akan sangat suka membubuhkan warna di setiap media yang anak temui baik itu berupa gambaran dengan mengisi atau menghiasi bidang gambar yang ingin diwarnai. Terdapat banyak kegiatan anak usia dini yang ada kaitanya dengan warna seperti mewarnai gambar, melukis, finger painting, membatik dan jumputan, mencampur warna (bereksperimen). Hal yang sering dilakukan dalam kegiatan yang melibatkan warna tersebut biasanya anak sering kali mencampur warna yang anak miliki.

Mencampur warna adalah suatu tindakan fisik dalam memilih warna yang dicampurkan dengan air atau bahan pewarna lainnya sehingga memperoleh warna yang diinginkan. Warna yang diinginkan tersebut akan dituangkan kedalam media berupa kertas atau benda lain sehingga menghasilkan suatu hasil karya seni yang mempunyai nilai tinggi.

Melalui kegiatan mencampur warna anak dapat memperoleh pengetahuannya dan hal-hal baru yang membuat anak lebih yakin dari hasil yang diperoleh karena tindakan yang anak lakukan sendiri secara langsung tentunya akan sangat membantu terhadap peningkatan kemampuan kognitif sains dalam mencampur warna nantinya.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan maka diadakanlah suatu penelitian tindakan kelas dengan judul

”Meningkatkan Kemampuan Kognitif Sains Dalam Mencampur Warna Melalui

(6)

Penerapan Metode Eksperimen Pada Anak Kelompok B di TK Titi Dharma Denpasar”.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian dilaksanakan pada semester II Tahun Pelajaran 2013/2014. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada kelompok B3 di TK Titi Dharma Denpasar dalam kegiatan pembelajaran. Subjek penelitian ini adalah anak TK sebanyak 28 orang dengan jumlah perempuan sebanyak 9 orang anak dan laki- laki 19 orang anak dari kelompok B3 semester II di TK Titi Dharma Denpasar.

Objek yang ditangani dalam penelitian ini adalah kemampuan kognitif sains dalam mencampur warna pada anak kelompok B3 di TK Titi Dharma Denpasar pada semester II.

Penelitian ini direncanakan dilakukan dengan menggunakan 2 siklus, tetapi tidak menutup kemungkinan dilanjutkan ke siklus berikutnya apabila belum memenuhi target penelitian. Akhir siklus I ditandai dengan pelaksanaan kegiatan mencampur warna dengan metode eksperimen, begitupun siklus II dan siklus selanjutnya bila belum memenuhi hasil yang diingikan dan belum memenuhi target penelitian. Adapun rancangan dari penelitian tindakan kelas ini adalah:

Pengamatan Perencanaan

Refleksi Siklus I Pelaksanaan

Pengamatan Perencanaan

Siklus II

Refleksi Pelaksanaan

?

Gambar 1. Rancangan Penelitian Tindakan Kelas Menurut Arikunto, Suhardjono dan Supardi (2009: 16)

Masing-masing siklus terdiri atas (1) perencanaan yang dilakukan untuk memperbaiki proses pembelajaran.

Kegiatan yang dilakukan pada rencana tindakan ini adalah menyusun Peta Konsep, RKM, Rencana Kegiatan Harian (RKH),

menyiapkan alat dan bahan yang akan dipakai dalam kegiatan pembelajaran, mengatur posisi anak dalam melaksanakan kegiatan, menyiapkan instrumen penilaian.

(2) Pelaksanaan pada tahap pelaksanaan yang dilakukan oleh guru/peneliti adalah melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan rencana kegiatan harian (RKH) yang telah dipersiapkan dengan mengkemas suatu kegiatan yang berkaitan dengan metode dan kegiatan untuk meningkatkan kemampuan kognitif sains anak. (3) Pengamatan dilakukan untuk mencatat hal-hal penting yang berkaitan saat proses pembelajaran berlangsung. Hal- hal penting tersebut akan menjadi data yang akurat, bahan pertimbangan bagi guru atau peneliti dalam perbaikan siklus berikutnya.

Pengamatan dilakukan untuk mengetahui proses pembelajaran yang sedang berlangsung. (4) Refleksi dilakukan untuk mengadakan perbaikan terhadap hal-hal yang dianggap kurang dalam proses pembelajaran. Dalam kegiatan ini peneliti mencari penyebab terjadinya kekurangan dari hasil proses pembelajaran agar nantinya diperoleh pemecahan masalahnya dan bisa diterapkan untuk siklus selanjutnya. Apabila siklus I telah terjadi peningkatan itu berarti siklus PTK akan berakhir, karena satu siklus PTK dapat terjadi pada satu atau lebih lebih pertemuan.

Dari satu siklus PTK dapat terdiri dari beberapa pertemuan yang nantinya bisa menerapkan metode/model serta media yang digunakan. Namun jika tindakan perbaikan belum berhasil pada siklus I maka akan dilaksanakan siklus II dengan langkah yang sama.

Selain dari rancangan penelitian tindakan kelas peneliti juga memperhatikan variabel yang digunakan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua variabel yakni variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah metode eksperimen dalam mencampur warna sedangkan variabel terikat adalah kemampuan kognitif sains.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode pengumpulan data. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode observasi. Menurut Margono (dalam Tim PG-PAUD, 2008:5) “observasi sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak

(7)

pada objek penelitian”. Pendapat dapat dipertegas bahwa metode observasi pada prinsipnya merupakan cara memperoleh informasi atau data dengan melakukan pengamatan langsung terhadap suatu objek yang akan diamati. Dalam penelitian ini, metode observasi digunakan untuk mengumpulkan data mengenai kemampuan kognitif sains anak dalam mencampur warna.

Sedangkan untuk instrumen penelitian yang digunakan yaitu lembar observasi. Setelah data yang diperlukan dalam penelitian ini terkumpul, maka dilakukan analisis data. Dalam menganalisis data ini dapat digunakan metode analisis statistik deskriptif dan metode analisis deskriptif kuantitatif. Menurut Agung (2010:

76) menyatakan bahwa,

metode analisis statistik adalah cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menerapkan teknik dan rumus-rumus statistik deskriptif seperti frekuensi, grafik, angka rata-rata (Mean), median (Me), dan modus (Mo) untuk menggambarkan keadaan suatu objek tertentu sehingga diperoleh kesimpulan umum.

Dalam penerapan metode analisis statistik deskriptif ini, data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dan disajikan ke dalam: (a) tabel distribusi frekuensi,(b) menghitung angka rata-rata (mean), (c) menghitung modus, (d) menghitung median, (e) menyajikan data ke dalam grafik polygon. Sedangkan “metode analisis deskriptif kuantitatif adalah suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menyusun secara sistematis dalam bentuk angka-angka dan atau persentase mengenai keadaan suatu objek yang diteliti sehingga diperoleh kesimpulan umum“

(Agung, 2011: 67)

Metode analisis deskritif ini digunakan untuk menentukan tingkat tinggi rendahnya kemampuan kognitif sains anak Taman Kanak-kanak dalam mencampur warna yang dikonversikan ke dalam Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima.

Tingkatan kemampuan kognitif sains anak Taman Kanak-kanak dengan metode eksperimen dapat ditentukan dengan membandingkan M (%) atau rata-rata persen ke dalam PAP skala lima dengan kreteria sebagai berikut.

Tabel 1. Pedoman PAP Skala Lima tentang Kemampuan Kognitif Sains Anak ( Agung, 2010, 9)

Tingkat keberhasilan kemampuan kognitif sains dalam mencampur warna pada anak dapat ditentukan dengan cara membandingkan M (%) atau rata-rata persen ke dalam PAP skala lima.

Penerapan metode eksperimen dalam kegiatan mencampur warna dikatakan berhasil apabila minimal berada pada kriteria sangat tinggi dengan skor pada rentang 90-100% anak memperoleh skor (***) atau (****), apabila indikator keberhasilan pada pencapaian perkembangan sudah tercapai maka penelitian dihentikan dan akan dijadikan simpulan pembahasan bahwa siklus tersebut telah dicapai.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data kemampuan kognitif sains dalam mencampur warna pada siklus I disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, menghitung mean (M), median (Md), modus (Mo), grafik polygon dan membandingkan rata-rata atau mean dengan model PAP skala lima.

Berdasarkan perhitungan terlihat hasil analisis dari siklus I sebesar 40,85 belum mencapai tingkat keberhasilan yang ditetapkan, maka dapat dikatakan bahwa kemampuan kognitif sains anak kelompok B TK Titi Dharma Denpasar pada siklus I ini belum mencapai kriteria sehingga dilanjutkan ke siklus II.

Persentase

Kriteria Kemampuan Kognitif Sains Anak Dalam Mencampur Warna 90 – 100

80 – 89 65 – 79 55 – 64 0 – 54

Sangat Tinggi Tinggi

Cukup

Tinggi/Sedang Kurang mampu Sangat kurang mampu

(8)

0 2 4 6 8 10 12 14

34 37 40 43 46 49

Gambar 2. Grafik tentang kemampuan kognitif sains pada siklus I

Untuk menentukan tingkat kemampuan kognitif sains dalam mencampur warna pada anak kelompok B dapat dihitung dengan membandingkan rata-rata persen (M%) dengan kriteria Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima sebesar 40,85% berada pada tingkat penguasaan 0-41% yang berarti bahwa kemampuan anak kelompok B pada siklus I berada pada kriteria sangat rendah.

Dari hasil pengamatan dan temuan selama pelaksanaan tindakan pada siklus I terdapat beberapa masalah yang menyebabkan kemampuan kognitif sains dalam mencampur warna pada anak kelompok B TK Titi Dharma masih berada pada kriteria sangat rendah, sedangkan dari hasil kemampuan kognitif sains dalam mencampur warna itu masih perlu ditingkatkan pada siklus II. Adapun kendala- kendala yang dihadapi peneliti saat penerapan siklus I antara lain anak masih belum memahami dengan metode eksperimen yang diterapkan peneliti sehingga anak-anak masih dibantu untuk mengerjakan eksperimennya, anak masih bingung terhadap proses atau langkah- langkah dalam mengerjakan suatu eksperimen, anak merasa bosan dengan satu kegiatan mencampur warna yang diulang-ulang. Adapun solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala yaitu peneliti menjelaskan kembali metode eksperimen dengan kegiatan yang dipilih

peneliti dalam penelitiannya. Hal ini bertujuan agar anak mampu menyelesaikan eksperimennya, sehingga tidak ada lagi hambatan dalam penerapan penelitian ini.

Peneliti menjelaskan kembali langkah- langkah dalam bereksperimen, mulai dari bahan dan alat yang akan digunakan dalam kegiatan, sehingga anak mampu menyelesaikan kegiatannya. Memvariasikan kegiatan mencampur warna agar anak tidak cepat merasa bosan, misalnya kegiatan mencampur warna tidak hanya dilakukan dengan bereksperimen dilaboratorium tetapi juga bisa melakukannya melalui goresan tangan melalui mewarnai. Dari kegiatan mewarnai, mencampur warna bisa diperoleh dengan menggoreskan pensil warna, krayon, dengan menghasilkan degradasi warna yang indah atau memadukan warna agar menghasilkan warna yang baru. Ini tentunya membuat anak lebih menyukai kegiatan mencampur warna dengan mewarnai gambar. Kegiatan mencampur warna bisa dilakukan dengan kegiatan finger painting. Kegiatan finger painting dilakukan untuk mengajak anak mengaduk warna yang diinginkan dan melukis dengan jari tangannya. Tentunya kegiatan ini sangatlah mudah dan bervariasi.

Selanjutnya berdasarkan perhitungan terlihat hasil analisis dari siklus II sebesar 91,07 terjadi peningkatan sesuai dengan tingkat keberhasilan yang ditetapkan, maka dapat dikatakan bahwa kemampuan kognitif sains dalam mencampur warna pada anak kelompok B TK Titi Dharma Denpasar pada siklus II telah mencapai kriteria. Dilihat dari nilai M%

= 91,07% berada pada tingkat penguasaan 90-100% yang berarti bahwa kemampuan anak pada kelompok B pada siklus II berada pada kriteria sangat tinggi.

M= 40,85

Mo= 43 Md= 44,71

(9)

0 2 4 6 8 10

76,5 80,5 84,5 88,5 92,5 96,5 100,5

Gambar 3. Grafik tentang kemampuan kognitif sains pada siklus II

Melalui proses perbaikan kegiatan pembelajaran dan pelaksanaan tindakan siklus I maka pada pelaksanaan di siklus II telah tampak adanya peningkatan proses pembelajaran yang diperlihatkan melalui peningkatan kemampuan kognitif sains dalam mencampur warna pada anak kelompok B di TK Titi Dharma Denpasar.

Adapun temuan-temuan yang diperoleh selama tindakan pelaksanaan siklus II adalah pada kenyataan sudah terjadi peningkatan kemampuan kognitif sains dalam mencampur warna pada anak kelompok B melalui penerapan metode eksperimen. Anak-anak pada awal siklus I merasa bosan setelah diterapkannya kegiatan mencampur warna pada siklus II dengan kegiatan yang lebih menarik anak menjadi antusias untuk mengikutinya.

Secara umum penerapan metode eksperimen dalam kegiatan mencampur warna telah memperoleh hasil pada capaian anak sangat baik. Hal ini dilihat dari adanya peningkatan rata-rata persentase (M%) pada peningkatan kemampuan kognitif sains dalam mencampur warna dari siklus I – II, sehingga peneliti memandang penelitian ini cukup sampai di siklus II dan tidak dilakukan ke silkus berikutnya. Penyajian hasil penelitian yang telah dipaparkan memberikan gambaran bahwa dengan penerapan metode eksperimen ternyata

dapat meningkatkan kemampuan kognitif sains dalam kegiatan mencampur warna anak. Hal ini dapat dilihat dari analisis mengenai kemampuan kognitif sains dalam kegiatan mencampur warna anak dapat diuraikan sebagai berikut. Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif dan analisis deskriptif kuantitatif diperoleh rata-rata persentase kemampuan kognitif sains dalam kegiatan mencampur warna anak kelompok B semester II di TK Titi Dharma Denpasar pada siklus I sebesar 40,85% dan rata-rata persentase kemampuan kognitif sains dalam kegiatan mencampur warna pada anak kelompok B semester II di TK Titi Dharma Denpasar pada siklus II sebesar 91,07%, ini menunjukkan adanya peningkatan rata-rata persentase sebesar 40% dengan kategori sangat tinggi. Peningkatan kemampuan kognitif sains dalam kegiatan mencampur warna ini mencerminkan bahwa penerapan metode eksperimen dalam kegiatan pembelajaran perlu dilanjutkan dalam pembelajaran selanjutnya.

Penerapan metode eksperimen dilakukan dalam beberapa proses kegiatan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif sains dalam kegiatan mencampur warna. Dalam menerapkan metode ini dapat memberikan anak kesempatan melakukan sendiri dan aktif untuk berekplorasi. Anak dapat memperoleh pengetahuannya dan hal-hal baru yang membuat anak lebih yakin dari hasil yang diperoleh karena tindakan yang anak lakukan sendiri secara langsung tentunya akan sangat membantu terhadap peningkatan kemampuan kognitif sains dalam kegiatan mencampur warna pada anak nantinya. Proses pembelajaran dilakukan pada area yang berbeda-beda.

Jika kegiatan mewarnai bentuk gambar sederhana anak-anak melakukan kegiatan tersebut pada area seni. Jika indikator yang diterapkan mengenai “apa yang terjadi jika warna dicampur” anak-anak akan melakukannya pada area IPA. Perpindahan area tersebut membuat suasana anak dalam belajar berbeda-beda, anak akan bereksplorasi untuk menghasilkan pengetahuan yang baru dengan ide dan imajinasinya. Dalam kegiatan ini tentunya mendidik anak melakukan hal secara

M= 91,07 Mo= 92,5

Md= 96,5

(10)

mandiri serta bertanggung jawab dengan kegiatan tersebut.

Keberhasilan dalam penelitian ini sesuai dengan kajian-kajian teori yang mendukung dalam pelaksanaan penelitian ini, metode eksperimen merupakan suatu cara yang dilakukan melalui percobaan- percobaan atau praktek langsung yang bisa dikerjakan sendiri maupun berkelompok untuk memperoleh hasil atau pembuktian tentang suatu kebenaran.

Penerapan metode eksperimen dalam penelitian ini dilaksanakan dalam kegiatan mencampur warna. Kegiatan mencampur warna merupakan suatu kegiatan yang menarik bagi anak yang bertujuan meningkatkan kemampuan kognitif sains anak.

Berdasarkan hasil penelitian dan uraian tersebut ini berarti bahwa dengan penerapan metode eksperimen dapat meningkatkan kemampuan kognitif sains dalam kegiatan mencampur warna pada anak kelompok B di TK Titi Dharma Denpasar, dan oleh karenanya metode dan media pembelajaran yang demikian sangat perlu diterapkan secara berkelanjutan untuk memperoleh hasil yang maksimal.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa penerapan metode eksperimen dapat meningkatkan kemampuan kognitif sains dalam kegiatan mencampur warna pada anak kelas B3 di TK Titi Dharma Denpasar Tahun Pelajaran 2013/2014. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan rata-rata persentase kemampuan kognitif sains dalam kegiatan mencampur warna pada siklus I sebesar 40,85% menjadi sebesar 91,07% pada siklus II yang berada pada kategori sangat tinggi. Peningkatan kemampuan kognitif sains dalam mencampur warna jika didukung melalui kegiatan-kegiatan yang lebih menarik dan bervariasi dengan menerapkan metode eksperimen tentunya anak akan memperoleh hasil yang lebih maksimal.

Berdasarkan simpulan yang telah dipaparkan adapun saran yang ingin peneliti sampaikan yaitu kepada anak disarankan dalam melakukan proses pembelajaran

sesuai dengan yang dijelaskan oleh pendidik agar nantinya mencapai hasil yang dinginkan terlebih dengan melihat proses pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan anak didik.

Kepada guru disarankan haruslah selalu lebih meningkatkan hal-hal baru yang bisa diterapkan dalam mengkemas suatu proses pembelajaran, baik dalam penggunaan metode/model, kegiatan serta media yang menarik bagi anak.

Kepada peneliti lain hendaknya dapat melaksanakan PTK dengan berbagai model dan media pembelajaran lain yang lebih baru dan bervariasi untuk diterapakn, karena nantinya akan dilihat perbandingan keunggulan dari setiap PTK yang diterapkan.

DAFTAR RUJUKAN

Agung, A. A. Gede. 2010. Bahan Kuliah Statistika Deskriptif. Singaraja:

Fakultas Ilmu Pendidikan Ganesha Singaraja.

---, 2011. Penelitian Konvensional.

Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Ganesha.

Arikunto, dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain Aswan.

2006. Strategi Belajar Mengajar.

Jakarta: Rineka Cipta.

Menteri Pendidikan Nasional. 2009.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 58 Tahun 2009 Tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini.

N.K., Roestiyah. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

(11)

Nugraha, Ali dan Dwiyana, A. Sy. Dina.

2007. Dasar-dasar Matematika dan Sains. Jakarta: Universitas Terbuka.

PG-PAUD, Tim. 2008. Analisis Kegiatan Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka.

Putra, Sitiatava Rizema. 2013. Desain Belajar Mengajar Kreatif Berbasis Sains. Jogjakarta: DIVA Press.

Sujiono, Yuliani Nurani, dkk. 2004. Metode Pengembangan Kognitif. Jakarta:

Universitas Terbuka.

---, Yuliani Nurani. 2009. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta:

Indeks.

Referensi

Dokumen terkait

Di indonesia pendidikan liberal kapitalistik juga terjadi. Awalnya dimulai dari sekolah penjajah, dalam hal ini bangsa Belanda, tetapi penetrasi sekolah-sekolah liberal

Penelitian terhadap ROA sesuai dengan hipotesis yang diajukan yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan ROA (Return on Assets) bank sebelum dengan setelah

[r]

Polimat Mobile adalah sistem perangkat lunak pada telepon genggam yang digunakan sebagai alat bantu untuk melakukan penilangan kendaraan bermotor di Polres

Jangka waktu pemakaian perlu menjadi pertimbangan dalam memilih alat kontrasepsi demi kenyamanan pemakai alat kontrasepsi tersebut.Ada sebagian orang yang tidak

Pada bab ini akan dibahas mengenai analisis data bagaimana PCK guru Matematika khususnya terkait bentuk-bentuk representasi yang digunakan oleh guru Matematika di SMA Kolese

Dalam pekerjaan tahun yang lalu, pekerjaan tidak signifikan yang kurang baik diperbaiki dan yang telah baik dilanjutkan dan diting- katkan, perlunya terus

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur sejauh mana penggunaan aplikasi Sistem Informasi Akademik oleh pengguna mahasiswa, dosen dan