• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN. Latar Belalang. Permasalahan penetapan upah minimum buruh terus terjadi disetiap tahunnya, bahkan hal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENDAHULUAN. Latar Belalang. Permasalahan penetapan upah minimum buruh terus terjadi disetiap tahunnya, bahkan hal"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Latar Belalang

Permasalahan penetapan upah minimum buruh terus terjadi disetiap tahunnya, bahkan hal ini seolah menjadi rutinitas tahunan antara kaum buruh dan kaum pengusaha. Dan bukan pembicaraan yang baru pula jika terjadi tarik ulur mengenai penetapan upah antara pihak yang bersangkutan (buruh dan pengusaha). Bagi para pengusaha mempertahankan usahanya tetap berlanjut dan dapat menikmati keuntungan dari produksi adalah hal yang utama namun di lain pihak buruh harus juga mendapatkan haknya sesuai dengan kelayakan hidup, tidak hanya cukup bagi dirinya sendiri namun juga cukup bagi keluarga paling tidak keluarga inti. Kesejahteraan buruh hanya dapat tercapai melalui pemberian upah buruh yang layak. Sebagaimana diatur dalam pasal 27 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Hal ini berarti, telah ada jaminan dari negara kepada buruh untuk bisa hidup layak atau sejahtera. Menindaklanjuti amanat pasal 27 ayat (2) UUD 1945, pemerintah membentuk Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Sehubungan dengan upah nampaknya secara konstitusional dalam Undang-undang Dasar 1945 secara tegas bahwa Indonesia hendak melindungi segenap bangsa memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum, rencana Pembangunan masyarakat jangka Menengah Nasional (RPJM) tahun 2010 – 2014 menyatakan bahwa pembangunan di bidang ekonomi ditujukan untuk menjawab berbagai permasalahan dan tujuan akhir adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, hal ini juga didukung adanya deklarasi Millennium Development Goals (MDG’s)

(2)

yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Bappenas, 2007). Beberapa Negara berkembang hanya berhasil mencapai pertumbuhan ekonominya saja namun gagal dalam memperbaiki taraf hidup dalam hal ini berhubungan dengan kesejahteraan, diikuti dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan buruh (Todaro, 2008:18). Tingkat upah rill dalam bentuk sejumlah uang dalam kenyataannya tidak pernah fleksibel dan cenderung terus-menerus turun karena lebih sering dan lebih banyak dipengaruhi oleh berbagai macam kekuatan institusional seperti tekanan serikat dagang atau serikat buruh (Todaro, 2008:327).

Berbicara mengenai upah sektor formal tidak akan lepas dari yang disebut upah minimum. Dalam penentuan upah minimum tidak dilakukan secara asal-asalan namun berlandasakan pada standar kebutuhan hidup layak buruh, yang disebut sebagai komponen kebutuhan Hidup Layak (KHL). Kebutuhan hidup layak menurut Peraturan Mentri Tenaga Kerja no 13 tahun 2012 terdiri dari tujuh komponen dengan 60 jenis kebutuhan. Survey KHL dilakukan tiap-tiap daerah kabupaten dalam kurun waktu sebulan sekali.

Kelemahannya dari penetapan upah minimum hanya dihitung berdasarkan KHL tiap-tiap buruh lajang yang masa kerjanya masih dibawah satu tahun. Perhitungan KHL belum memperhitungkan mereka yang sudah berkeluarga dan atau bekerja lebih dari satu tahun. Di Indonesia buruh menanggung kebutuhan hidup selain dirinya sendiri adalah fenomena yang wajar. Menurut Indrasati & Rina (2009) terdapat 59% buruh lajang memiliki tanggungan selain dirinya sendiri bahkan terdapat 30% buruh yang menanggung lebih dari empat orang termasuk dirinya. Hal ini yang menjadi pemicu rendahnya kesejahteraan ekonomi rumah tangga buruh.

Sehingga perhitungan penetapan upah minimum ini menggelitik niat untuk meneliti. Jika KHL hanya menghitung kebutuhan perindividu buruh lantas bagaimana dengan Ekonomi Rumah Tangga Buruh. Bagaimanakah strategi buruh yang sudah berkeluarga dalam memenuhi kebutuhannya.

(3)

Upah minimum belum mampu mencukupi kebutuhan buruh yang minimal komponen KHL per buruh lajang. Menurt Maimun Sholeh, (2007) penetapan upah minimum tidak memiliki target yang jelas dalam pengurangan kemiskinan. Kenyataan dilapangan menunjukan bahwa penetapan upah minimum selalu dibawah pengeluaran pemenuhan komponen KHL. Secara umum masih banyak lagi kebutuhan lain yang harus dipenuhi buruh di luar kompnen KHL, misalnya saja kebutuhan akan telekomunikasi, sosial dan televisi. Kondisi saat ini upah minimum yang ditetapkan pemerintah hanya sebagai jaring pengaman (Michele Agustine & I Gusti Ketut Ariawan 2013) agar perusahan minimal membayarkan upah dengan harapan kebutuhan dasar bagi kehidupan pekerja relatif mendekati terjangkau. Hal ini dimanfaatkan oleh perusahaan untuk memberikan upah pada batas upah minimum. Menarik untuk diteliti lebih lanjut apakah secara normatif penetapan KHL yang dipergunakan sebagai dasar penetapan upah minimum sesuai dengan kenyataan.

Secara sistem setiap tahun upah nominal setiap tahun mengalami peningkatan (Rini Sulistiawati, 2012), namun kemampuan upah rill dibelanjakan mengalami penurunan. Penetapan upah minimum baru untuk tahun yang akan datang, ditetapkan sekitar bulan Oktober-Nopember tahun sebelumnya. Dengan adanya inflasi penetapan upah minimum baru cenderung mengalami penurunan secara kualitas dan kuantitasnya.

Upah yang diterima buruh selalu lebih kecil dibandingkan pengeluaran untuk pemenuhan hidupnya, pernyataan ini didukung oleh hasil survey KHL yang dilakukan oleh dinas di Kota Salatiga dari awal tahun 2013 hingga petengahan tahun 2014. Sehingga dalam setiap bulannya buruh selalu memiliki permasalahan dalam pembagian upah yang diterima dengan pengeluarannya. Buruh dalam mengatur kecukupan upah yang diterimanya supaya dapat memenuhi kebutuhan membutuhkan strategi. Penelitian ini diharapkan dapat mengungkap straregi-strategi buruh dalam pemenuhan kebutuhannya.

(4)

Kesejahteraan pekerja adalah suatu pemenuhan kebutuhan atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik selama maupun di luar hubungan kerja yang secara langsung dan tidak dapat mempertinggi produktivitas kerja (Grendi Hendrastomo, 2012). Hal ini mengoda peneliti untuk mengetahui seperti apa kesejahteraan buruh pabrik di kota Salatiga. Kesejahteraan buruh sangat erat hubungannya dengan upah yang diterima. Dengan upah yang diterima dapat meningkatkan kesejahteraan buruh maka produktivitas buruh pun juga akan meningkat. Dari hasil penelitian sebelumnya bahwa upah yang diterima buruh berada dibawah KHL yang berlaku. Sehingga selanjutnya timbul pertanyaan bagaimanakah strategi buruh dalam mengelola penerimaan upahnya supaya dapat mendekati kesejahteraan.

Setiap kenaikan upah maka akan berpotensi untuk menurunkan penyerapan tenaga kerja dan kesejahteraan masyarakat dan penyerapan tenaga kerja memiliki hubungan yang searah artinya setiap penyerapan tenaga kerja meningkat maka akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Rini Sulistyawati 2012). Sehingga secara makro yang dapat dilakukan adalah menjaga stabilitas upah supaya tidak terjadi pengurangan tenaga kerja. Namun bagi buruh yang menerima upah dibawah kebutuhan diharuskan memiliki strategi khusus, supaya tetap bekerja dan tetap menerima upah. Berbekal dari ini maka menurut peneliti perlu adanya melakukan penelitian mengenai strategi nafkah buruh pabrik.

Penelitian ini bertujuan mengetahui kondisi tingkat kesejahteraan ekonomi buruh selanjutnya mengetahui strategi nafkah yang digunakan buruh sektor formal di kota Salatiga melalui sistem upah yang didasarkan pada kebutuhan ekonomi rumah tangga buruh baik berdasarkan perbedaan gender dan tempat tinggalnya. Penelitian ini diharapkan dapat menjawab apakah dengan upah yang diterima buruh sektor formal sudah dapat mencukupi kebutuhan ekonomi rumah tangga buruh. Selanjutnya dalam penelitian ini juga berusaha menjawab apakah

(5)

/ bagaimanakah strategi buruh dalam pemenuhan kebutuhannya jika upah yang diterimanya lebih kecil dibandingkan dengan pengeluaran yang harus dikeluarkannya.

Berdasarkan uraian di atas, menimbulkan minat untuk melakukan penelitian mengenai

“Strategi Nafkah Buruh Sektor Formal Pendekatan Ekonomi Rumah Tangga Studi Kasus Buruh Pabrik di Kota Salatiga”.

LANDASAN TEORI

Pengertian Upah

Upah memegang peran yang amat penting dalam pembinaan hubungan kerja. Upah adalah salah satu perantara yang digunakan buruh dalam meningkatkan kesejahteraannya. Maka dalam penetapan upah pemerintah juga harus turut campur. Campur tangan pemerintah dilakukan untuk menghindari adanya monopsoni dalam pasar tenaga kerja. Jika terjadi monopsoni maka upah yang diterima buruh akan lebih rendah dari kondisi pasar persaingan sempurna sehingga akan mengurangi kesejahteraan buruh.

Berdasarkan UU No 13 tahun 2013 tentang ketenaga kerjaan Pasal 1 ayat 30, Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Hal itu didukung oleh pasal 88 ayat 1 UU ketenagakerjaan yang menyatakan, setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang layak bagi kemanusiaan

(6)

Upah yang dibayar oleh para pengusaha secara teoritis dianggap sebagai harga dari tenaga kerja yang dikorbankan oleh buruh untuk melakukan kepentingan produksi, sehubungan dengan itu maka upah yang diterima oleh buruh dibedakan menjadi dua (Rini Sulistiawati, 2012) : a. Upah Nominal, yaitu sejumlah upah yang dinyatakan dalam bentuk uang yang diterima secara

rutin oleh para pekerja.

b. Upah Riil, adalah kemampuan upah nominal yang diterima oleh para pekerja jika ditukarkan dengan barang dan jasa, yang diukur berdasarkan banyaknya barang dan jasa yang bisa didapatkan dari pertukaran tersebut.

Menurut Adam Smith dan David Ricardo (Arsyad, 1999) mengemukakan tentang teori upah alami natural wage, bahwa tinggi rendahnya tingkat upah ditentukan oleh 2 (dua) faktor, yaitu:

a. Biaya hidup minimum pekerja dengan keluarganya, upah ini disebut upah alamiah. Menurutnya, tinggi rendahnya biaya hidup ditentukan oleh tempat, waktu dan adat istiadat penduduk.

b. Permintaan dan penawaran kerja, ini disebut upah pasar. Menurutnya tinggi rendahnya upah pasar akan bergerak di sekitar tingkat upah alamiah (natural wage).

Berdasarkan Kepmenaketrans no. 7 tahun 2013 Pasal 1 ayat 1, Upah Minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri atas upah pokok termasuk tunjangan tetap yang ditetapkan oleh gubernur sebagai jaring pengaman. Tunjangan tetap adalah suatu jumlah imbalan yang diterima pekerja secara tetap dan teratur pembayarannya, yang tidak dikaitkan dengan kehadiran ataupun pencapaian prestasi tertentu. Kemudian didukung UU ketenagakerjaan tahun 2013 pasal 89 upah minimum didasarkan pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota dan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota, upah minimum tersebut diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak.

Agustine & Ariawan (2013) meneliti pemberlakuan UMK (upah minimum kabupaten/kota) terhadap kesejahteraan pekerja/buruh melalui kacamata hukum. Jenis penelitian yang digunakan adalah

(7)

penelitian hukum normatif, yang terdiri dari penelitian terhadap asas-asas hukum, sistematika hukum, taraf sinkronisasi hukum, sejarah hukum dan perbandingan hukum. Jenis pendekatan yang digunakan pendekatan sejarah, pendekatan konsep dan pendekatan undang-undang. Diperoleh hasil bahwa penetapan konsep upah minimum pun terkadang disalahgunakan oleh beberapa perusahaan atau pengusaha tertentu.

Upah minimum sebagaimana dimaksud diatas diarahkan kepada pencapaian kehidupan buruh yang sejahtera. Pengusaha dilarang membayarkan upah yang lebih rendah dari upah minimum yang ditetapkan.

Kesejahteraan

Berdasarkan Undang-undang No 13 tahun 2013 tentang ketenaga kerjaan Pasal 1 ayat 31 dinyatakan Kesejahteraan pekerja/buruh adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan/atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat.

Kesejahteraan masyarakat diharapkan terwujud apabila pertumbuhan ekonomi terus meningkat dan didukung oleh pemenuhan segala kebutuhan dasar seperti sandang, papan dan pangan. Dengan pertumbuhan ekonomi yang bagus akan menciptakan lapangan kerja sehingga menyerap tenaga kerja lebih banyak dan pada tingkat upah yang mampu menyejahterakan. Fakta yang ditemui IPM (Indeks Pembangunan Manusia) secara nasional maupun provinsi masih rendah. Hal inilah yang mendasari penelitian tentang Pengaruh Upah Minimum terhadap Penyerapan Tenaga Kerja serta Kesejahteraaan masyarakat di Provinsi.

Penelitian Rini Sulistyawati (2012) menggunakan data panel yaitu gabungan antara time series dan cross section dengan jenis data sekunder yang diperoleh dari BPS. Data berbentuk time series dari tahun 2006 sampai tahun 2010 dan data cross-section 33 provinsi di Indonesia.

(8)

Berdasarkan olah data yang dilakukan memperoleh hasil bahwa setiap kenaikan upah maka akan berpotensi untuk menurunkan penyerapan tenaga kerja. Selanjutnya kesejahteraan masyarakat dan penyerapan tenaga kerja memiliki hubungan yang searah artinya setiap penyerapan tenaga kerja meningkat maka akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Hasil penelitian lain, Upah minimum yang diterima tenaga kerja adalah lebih rendah dari kebutuhan hidup yang layak (KHL). Secara nasional dan provinsi, upah minimum pada tahun 2006 hanya dapat memenuhi 85 persen KHL walaupun pada tahun 2010 rata-rata upah minimum di Indonesia telah sama dengan KHL. Tahun 2007 terdapat empat provinsi yang memberikan upah minimum yang nilainya sama dengan KHL terdiri dari provinsi Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung, dan Sulawesi Barat, sedangkan empat provinsi yang memberikan upah diatas KHL yaitu Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Papua Barat, dan Papua. Pada tahun 2008 hanya terdapat 5 (lima) provinsi yang memberikan upah minimum dengan nilai yang sama atau lebih besar dari KHL, sementara tahun 2009 hanya tiga provinsi yang memberikan upah minimum lebih besar dari KHL

Indrasati & Rina (2009) melakukan penelitian tentang menuju upah layak dengan survey buruh tekstil dan garmen di Indonesia. Dengan menggunakan metode survey, FGD (Focus Grup Discussion) dan wawancara. Sampel yang diambil dalam penelitian ini sejumlah 384 orang dari

total populasi sejumlah 361.457 orang yang bekerja di 50 pabrik yang tersebar di 9 kabupaten (Jakarta Utara, Serang, Kabupaten dan Kota Tangerang, Bogor, Sukabumi Semarang, Sukoharjo dan Karanganyar) di 4 provinsi (DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat dann Jawa Tengah).

Hasil penelitian menggambarkan, tingkat upah minimum tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup layak buruh dan masih jauh dari pengeluaran riil buruh yang disesuaikan dengan upah yang diterima. Upah minimum yang diterima masih benar-benar minim dan menjauhi kata hidup layak, hal ini didukung oleh kenyataan bahwa terdapat kesenjangan yang

(9)

relative besar antara upah rill yang diterima dengan pengeluaran upah rill karena upah total

hanya mampu membayar 74,3% rata-rata pengeluaran rill sedangkan UMK hanya mampu penuhi kebutuhan sebesar 62,4% dari kebutuhan rill.

Ketidak mampuan upah minimum untuk memenuhi kebutuhan hidup layak menyiratkan beberapa hal yang langsung menyentuh kepentingan buruh, pengusaha, bahkan pemerintah. Dari sisi buruh rendahnya daya beli upah terhadap kebutuhan hidup menyebabkan buruh harus melakukan penghematan atau bahkan harus hidup dalam lingkaran hutang.

Dengan kondisi buruh yang sedemikian juga akan berpengaruh terhadap kinerja dan produktivitasnya, sehingga dengan kinerja dan produktifitas yang rendah maka akan juga berpengaruh kepada kinerja dan produktifitas perusahaan, sehingga pada akhirnya juga mempengaruhi daya saing perusahan secara agregat produktivitas dan daya saing perusahaan yang rendah mencerminkan daya saing nasional yang rendah.

Dalam rangka peningkatan produktivitas buruh perlu dilakukan melalui perbaikan upah.

Hal ini didukung dengan pergeseran preferensi atau pilihan merek dan pembeli dalam menetapkan Negara-negara sebagai tempat produksi. Para investor semakin kearah global tidak hanya melihat harga murah dari buruh namun lebih mengutamakan kualitas pekerjaan dan ketepatan waktu pengerjaan buruh.

Dalam penentuan upah yang diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan buruh maka pemerintah yakni menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia nomor 13 tahun 2012 dinyatakan bahwa KHL adalah standar kebutuhan seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak secara fisik untuk kebutuhan satu bulan (Lampiran 1) yang besar secara nominalnya disesuikan kondisi harga setiap daerah.

(10)

Strategi Nafkah

Strategi nafkah adalah keseluruhan aktivitas, cara dan siasat yang digunakan oleh masyarakat dalam hal ini adalah buruh untuk tetap bertahan hidup dan memenuhi kebutuhannya dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Keberagaman sumber nafkah yang menjadi modal utama dalam proses pencarian nafkah, memungkinkan terbentuknya berbagai alternatif strategi pencarian nafkah untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga masyarakat. Sementara, sistem penghidupan (livelihood) merupakan sistem yang diterapkan masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhannya dan untuk mempertahankan eksistensinya sesuai dengan keadaan yang sedang berlaku dalam masyarakat tersebut.

Strategi nafkah merupakan proses-proses dimana rumah tangga membangun suatu kegiatan dan kapabilitas dukungan sosial yang beragam untuk bertahan hidup dan meningkatkan taraf hidupnya (Sumarti, 2007:20). Alasan utama melakukan strategi nafkah pada rumah tangga berbeda pada masing-masing lapisan. Pada rumah tangga lapisan atas, pola nafkah merupakan strategi akumulasi modal dan lebih bersifat ekspansi usaha. Sedangkan pada lapisan menengah, pola nafkah ganda merupakan upaya konsolidasi untuk mengembangkan ekonomi rumah tangga.

Sebaliknya pada lapisan bawah, pola nafkah ganda merupakan strategi bertahan hidup pada tingkat subsistensi dan sebagai upaya untuk keluar dari kemiskinan (Sajogyo,1982). Strategi nafkah meliputi aspek pilihan atas beberapa sumber nafkah yang ada di sekitar masyarakat.

Semakin beragam pilihan sangat memungkinkan terjadinya strategi nafkah. Carner (1984) menyatakan bahwa terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh rumah tangga lain: (1) melakukan beranekaragam pekerjaan meskipun dengan upah yang rendah, (2) memanfaatkan ikatan kekerabatan serta pertukaran timbal balik dalam pemberian rasa aman dan perlindungan, dan (3) melakukan migrasi ke daerah lain .

Menurut Indrasati & Rina (2009) terdapat berbagai cara yang dilakukan buruh dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya: (a) melakukan pekerjaan sampingan, (b) menggabung upah yang diterima dengan upah anggota keluarga lain sebagai pendapatan rumah tangga, (c)

(11)

melakukan pembelian barang dengan sistem kredit, (d) melakukan penghematan dengan mengurangi kualitas dan kuantitas barang yang dikonsumsi atau tidak membelinya sama sekali, (e) lingkaran hutang yang tak putus, (f) menanti THR (g) mengandalkan bantuan keluarga, koperasi maupun solidaritas teman.

Dalam penelitian Alifah 2013, menurut Chambers dan Cnway dam Ellis (2000), secara konseptual terdapat lima tipe modal yang dapat dimiliki rumah tangga untuk pencapaian nafkahnya yaitu :

a. Modal manusia, meliputi jumlah populasi, tingkat pendidikan dan keahlian serta kesehatan.

b. Modal alam, meliputi segala sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia demi keberlangsungan hidupnya.

c. Modal sosial yaitu modal yang berupa jaringan sosial dan lembaga dimana seseorang berpartisispasi dan memperoleh dukungan untuk kelangsungan hidupnya.

d. Modal financial berupa kredit dan persedian uang tunai yang bisa diakses untuk keperluan konsumsi e. Modal fisik berupa berbagai benda yang dibutuhkan, meliputi mesin, alat-alat instrument dan benda fisik

lainnya.

(12)

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil Informan di Kota Salatiga, Jawa Tengah.

Alasan mengapa memilih Kota Salatiga sebagi tempat penelitian karena banyak penduduk Salatiga yang bekerja sebagai buruh sektor formal . Sehingga dalam penelitian ini peneliti mengambil Informan dengan salah satu kriteria hidup dan bekerja sebagai buruh formal di Kota Salatiga. Dalam Penelitian ini diakukan dengan pendekatan kualitatif menggunakan teknik pegumpulan data berupa wawancara dan observasi kegiatan ekonomi Informan. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei 2014 hingga Agustus 2014.

Setiap individu memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda. Perbedaan kebutuhan tersebut bisa dikarenakan oleh banyak hal, seperti tingkat sosial, gender, lingkungan, satus perkawinan jumlah keluarga dan lain sebagainya. Namun dalam pengalian data ini hanya melihat kebutuhan buruh sektor formal yang dipengaruhi oleh gender, status perkawinan dan kepemilikan anak.

Faktor lain diluar gender, status perkawinan dan kepemilikan anak diasumsikan konstan.

Adanya komunikasi yang baik dan hubungan kekerabatan antara peneliti dengan informan memudahkan peneliti dalam memperoleh informasi dari informan. Wawancara dalam penelitian ini dilakukakan secara tidak terstruktur namun peneliti hanya mengarahkan kesub topik penelitian saja. Informan diminta bercerita bebas secara terbuka mengenai pengeluaran keseharian, yang berhubungan dengan perolehan penghasilan dan pemanfaat dari penghasilan yang diperoleh. Peneliti tidak hanya berkunjung sekali saja ke rumah Informan, hal ini dilakukan guna meperoleh kepercayaan dan menjaga hubungan baik dengan informan. Dengan hubungan yang baik mengakibatkan informan merasa tidak terbebani dalam menjawab pertanyaan dari peneliti dan Informan mampu bercerita apa adanya sehingga peneliti mendapatkan informasi yang dibutuhkan.

(13)

Dalam penulisan kertas kerja ini, peneliti menggunakan alat analisis deskriptif explanatory.

Pertama peneliti menggambarkan bagaimana kondisi rumah tangga buruh sektor formal dengan kriteria yang dimaksud. Kedua peneliti juga menggambarkan strategi nafkah buruh sektor formal jika pendapatan upah yang diterimanya dari tempat formal ia bekerja kurang. Terakhir peneliti menjelaskan berbagai fenomena yang diketemukan saat melakukan wawancara serta observasi di lapanagan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil wawancara pada Lampiran II, informasi yang dapat diperoleh dari informan adalah mereka memiliki variasi gaji, meskipun upah yang mereka peroleh sama. Upah minimum yang digunakan merupakan upah mimum kota, yang ditetapkan pemerintah kota Salatiga untuk tahu 2014 sebesar Rp. 1.170.000,00. Menurut pengertian upah minimum, perusahaan boleh memberikan upah di atas upah minimum namun tidak boleh menetapkan upah di bawah upah minimum yang sudah ditetapkan. Informan pertama, Mafiroh buruh perempuan lajang pendapatan yang ia terima sebesar Rp. 1.170.000,00. Informan yang kedua, Sadi buruh laki-laki lajang upah yang diterimanya sebesar Rp. 1.270.000,00 dengan upah tetap sebesar Rp.

1.170.000,00 dan insentive bagian sebesar Rp. 100.000,00. Informan ketiga, Mukminin buruh laki-laki yang sudah berkeluarga, bapak dua anak ini dalam setiap bulannya menerima upah sebesar Rp. 1.189.800,00. Informan yang terakhir, Hendri buruh perempuan yang sudah berkeluarga dengan satu anak ini menerima upah bulanan sebesar Rp. 1.189.800,00. Kesamaan upah yang diterima antara Mukminin dan Henri dikarenakan mereka bekerja pada satu pabrik yang sama.

(14)

Upah yang diterima buruh formal dalam penelitian ini, diwakili oleh empat informan dengan tiga perusahaan berbeda dan sudah menetapkan upah minimum di atas upah minimum yang ditetapkan oleh pemerintah kota Salatiga. Berdasarkan data survey KHL dari bulan Januari hingga Agustsus 2014 diperoleh data rata-rata nominal untuk pengeluaran KHL sebesar Rp.

1.239.400,00. Data survey KHL menunjukan bahwa upah yang diterima oleh buruh berada dibawah kecukupan pemenuhan komponen KHL. Tiga dari empat buruh, nominal upah yang mereka terima berada dibawah nominal pemenuhan kebutuhan berdasar KHL . Selisih antara upah yang diterima dengan rata-rata pemenuhan KHL berdasar survey terpaut sekitar 4,8%.

Pemenuhan Komponen dan Jenis Kebutuhan Hidup Layak

Tabel 1.1 komponen makanan dan minuman disusun berdasarkan hasil wawancara dari inforrman dan data survey KHL Juli 2014 yang dilakukan oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Salatiga. Hasil wawancara terhadap informan buruh lajang menyatakan, mereka tidak mengeluarkan pengeluaran untuk pemenuhan jenis kebutuhan yang ada dalam komponen makanan dan minuman secara penuh. Buruh lajang hanya sekali membeli makan besar seharga Rp.7000,00 di tempatnya bekerja dengan perolehan nasi, lauk(tahu/tempe) dan sayur atau nasi dan lauk saja (daging atau ikan). Buruh lajang mengaku, dalam memenuhi kebutuhan makan dan minum saat dirumah dicukupi oleh kedua orang tuanya.

“ Kebetulan saya masih tinggal dengan orang tua, sehingga banyak kebutuhan yang dicukupi orang tua, seperti makan jika di rumah, listrik, air dan yang paling penting untuk tempat tinggal, seandainya kos berapa rupiah yang harus saya keluarkan dalam setahun.”

Sadi

Dalam komponen sandang, rata-rata dari informan memiliki periodesasi pembelian yang jauh lebih lama dari pada periodesasi yang dihitung dalam pemenuhan komponen hidup layak.

(15)

Bisa dibandingkan dengan tabel KHL yang diterbitkan oleh kementrian tenaga kerja dan transmigrasi RI tahun 2012 (Lampiran 1) ataupun hasil survey KHL Juli 2014 yang dilakukan oleh dinas terkait.

Periodesasi pemenuhan komponen sandang antar buruh memiliki perbedaan. Buruh lajang perempuan, memiliki periodesasi yang lebih pendek dibandingkan buruh lajang laki-laki.

Buruh berkeluarga perempuan, memiliki periodesasi yang lebih pendek dalam pemenuhan sandang jika dibandingkan dengan buruh lajang laki-laki dan buruh berkeluaraga laki-laki.

Untuk buruh berkeluarga laki-laki, memiliki periodesasi pemenuhan kebutuhan sandang yang lebih panjang. Jika dilihat masing-masing buruh memiliki tanggungan yang berbeda, buruh laki- laki berkeluarga memiliki tanggungan dua anak. Anak pertama buruh laki-laki, duduk dibangku sekolah dasar dan yang kedua, masih balita. Menurutnya kebutuhan anak balita lebih banyak dari anak usia sekolah. Buruh berkeluarga perempuan, hanya memiliki tanggungan satu anak sekolah yang saat ini duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama. Periodesasi pemenuhan kebutuhan komponen sandang buruh, ternyata dipengaruhi oleh banyaknya tanggungan buruh.

Dalam komponen perumahan, keempat informan tidak ada yang menyewa kamar untuk menampung semua kebutuhannya. Dua informan lajang, masih bertempat tinggal dengan orang tua, sedangkan dua informan yang berkeluarga memiliki rumah pribadi yang ditempatinya.

Biaya sewa kamar di kota Salatiga yang mampu menampung jenis KHL dengan ukuran 3X3 untuk buruh lajang seharga Rp. 175.000,00, menurut survey KHL bulan Juli. Keperluan komponen perumahan lain, terdapat beberapa keperluan buruh lajang yang masih bergantung pada orang tuannya.

Sedangkan untuk kebutuhan komponen perumahan, bagi buruh yang berkeluarga tetap dicukupinya namun dalam periodesasi yang lebih lama dari pada yang tertera dalam KHL. Hal

(16)

ini dilakukan, supaya para buruh berkeluarga tetap dapat mencukupi kebutuhan yang lainnya.

Mukminin dan Henri dalam pemenuhan komponen perumahan, 16 jenis kebutuhan dari 26 jenis terpenuhi dengan periodesasi yang lebih lama dari ketentuan KHL. Periodesasi yang lebih lama ini, dilakukan untuk mensiasati supaya pendapatan yang diterimanya cukup untuk memenuhi kebutuhan yang lainnya.

Kondisi jenis kebutuhan yang periodesasinya lebih lama ini bukan karena kualitasnya masih bagus namun, perputaran pendapatanlah yang mendasarinya. Dalam memenuhi jenis kebutuhan perumahan, Mukminin melengkapi beberapa jenis kebutuhan dengan cara kredit terlebih dahulu. Misalnya saja kursi dan magic com.

Dalam komponen pendidikan, terlihat secara jelas bahwa keempat informan tidak lagi menggunakan bacaan/radio sebagai sumber pendidikan. Berdasarkan wawancara lebih lanjut pada keempatnya, saat ini menggunakan media televisi kabel untuk memperoleh informasi sehingga dapat memperoleh tambahan pengetahuan. Hal ini mengindikasikan bahwa bacaan/radio perannya sudah digantikan oleh televisi kabel, sehingga bacaan/radio sudah tidak relevan lagi jika harus di masukan kedalam komponen hidup layak (KHL) untuk buruh.

Sehubungan dengan harga nominal komponen bacaan/radio dengan periodesasi satu kali dalam empat tahun lebih rendah dari pada harga televisi dengan periodesasi satu kali dalam lima tahun.

Menurut survey harga saat ini harga radio 4 band Rp. 300.000,00 dengan periodesasi empat tahun. Sedangkan harga televisi 14’’ tabung berkisar Rp. 700.000,00. jika dihitung dalam satu bulan radio seharga Rp. 6.250,00 seangkan televisi sekitar Rp. 11.700,00. Berbeda halnya jika dibandingkan dengan hasil survey KHL pada bulan Juli, pemenuhan akan komponen pendidikan dalam sebulan kurang lebih Rp. 26.000,00 untuk pembelian bacaan dengan jenis bacaan sebanyak empat eksemplar. Secara umum, dalam pemenuhan komponen kesehatan tidak menemui masalah. Keempat informan dapat mencukupi hampir 80% jenis kebutuhan dengan baik. Buruh lajang tidak menggunakan obat anti nyamuk, karena berdasarkan pengakuan

(17)

ditempatnya jarang sekali ada nyamuk. Buruh laki-laki lajang maupun berkeluarga tidak menggunakan deodorant karena merasa tidak membutuhkan.

Dalam komponen transportasi, dari keempat informan menggunakan motor pribadi sebagai sarana transportasi. Motor pribadi dimiliki oleh para informan dengan cara mengangsurnya. Motor memiliki masa penyusutan selama delapan tahun. Dengan pertimbangan, jika menggunakan motor pribadi informan berharap dapat menekan pengeluaran.

Jika dalam perhitungan KHL, perhitungan transportasi dihitung dengan menggunakan kriteria angkutan umum selama 30 hari PP. Jika dibandingkan: pertama, menurut survey KHL Juli 2014 pemenuhan kebutuhan akan transportasi sebesar Rp. 150.000,00., informan pertama, Mafiroh ketempat kerjanya dalam sehari jika menggunakan angkatan umum membayar Rp. 10.000,00., total selama 30 hari menghabiskan Rp. 300.000, 00. Jika dibandingakan dengan pengeluaran untuk service dan beli bensin, jauh lebih mahal. Jika kredit motor, bisa dimasukkan sebagai asset. Begitu pula dengan Sadi informan kedua, jika menggunakan transportasi umum dalam sehari membayar Rp. 6.000,00 PP. Pengeluaran Sadi untuk keperluan transportasi dengan menggunakan motor pribadi jauh lebih murah, hanya Rp. 50.000,00 untuk bensin dan service.

Keperluan angsuran motor bisa dimasukan kedalam asset pribadi. Sama halnya dengan informan ketiga, Mukminin dalam sebulan jika menggunakan angkutan umum sebesar Rp. 120.000, 00 dengan rincian Rp. 4.000, 00 PP. Tidak beda dengan informan keempat, jika menggunakan transportasi umum dalam sebulan menghabiskan Rp. 300.000,00. Ini membuktikan bahwa kepemilikan asset sepeda motor pribadi sangat menguntungkan dan dapat menekan pengeluaran buruh dalam pengeluaran komponen trasnportasi.

Pemenuhan jenis kebutuhan rekreasi, dari keempat informan memiliki variasi yang berbeda. Buruh lajang perempuan maupun laki-laki, intensitas berekreasi lebih sering dari pada

(18)

buruh yang sudah berkeluarga. Jika buruh berkeluarga, intensitas pemenuhannya juga beraneka ragam. Mukminin dengan dua anak melakukan rekereasi sekali dalam dua tahun, dengan alasan penghematan pengeluaran. Lain halnya dengan Henri, yang memiliki satu anak untuk memenuhi kebutuhan rekreasi sekalian berkunjung kerumah orang tua. Dalam setahun dilakukan paling tidak sebanyak tiga kali.

“ Saya jarang sekali ajak anak-anak dan istri ketempat rekreasi, biasanya rekreasi jika hanya ada acara-acara tertentu dari pabrik tempat bekerja atau dari sekolahan anak. Jika berangkat rekreasipun kami tidak bisa berangkat bersama. Istri saya yang berangkat dengan anak saya atau saya dengan anak saya saja.” Mukminin

Berdasarkan tabel 1.7 terlihat angka nominal pengeluaran yang sangat jauh antara hasil survey KHL dengan hasil wawancara terhadap informan. Dalam survey KHL dalam jenis

kebutuhan rekreasi, hanya memasukkan unsur tiket masuk tempat wisata saja (berdasarkan pedoman survey KHL) tanpa mempertimbangkan biaya angkutan untuk rekreasi. Pemenuhan jenis kebutuhan menabung, tiga dari empat informan memiliki kemampuan menabung yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil survey KHL. Sadi memperbanyak tabungannya, bertujuan untuk membangun rumah sebelum berkeluarga. Mukminin menabung dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan lebaran dan biaya sekolah anaknya ditahun mendatang begitu juga dengan Henri. Dalam kasus Mukminin, terlihat bahwa ia memilih untuk menunda konsumsi untuk dinikmati dimasa yang akan datang. Dari ketiga informan yang mampu menabung, tidak memasukkan tabungan untuk biaya berjaga-jaga, mereka menunda konsumsinya untuk ditabung dengan tujuan untuk konsumsi yang akan dinikmati pada masa yang akan datang

(19)

“ Setiap bulan saya harus mampu menyisihkan sebagian dari upah yang saya terima, rencana sebelum berkeluarga saya ingin buat rumah disamping rumah orang tua. Manusiakan tidak tau seperti apa kedepannya. “ Sadi

Tingkat Kesejahteraan Buruh Lajang

Dari kedelapan tabel pemenuhan KHL buruh lajang, jika disajikan dalam proporsi pengeluaran rill buruh dibandingkan survey KHL sebagai berikut :

Tabel 1.9 Proporsisi Pengeluaran rill buruh lajang dan survey KHL

Sumber : hasil wawancara dari keempat informan

* hasil Survey Dinsosnakertrans Salatiga

Kesejahteraan paling utama terlihat dari kecukupan pangan yaitu sebesar 3000 kalori per hari. Survey KHL bulan Juli 2014 secara nominal untuk pemenuhan komponen makanan dan minuman sebesar Rp. 545.600,00 atau sekitar 44,2 % dari total pemenuhan KHL untuk satu individu buruh. Informan buruh lajang, dalam pemenuhan komponen makanan dan minuman 2 kali sehari dicukupi oleh orang tua, sedangkan satu kali membeli sendiri. Setiap sekali membeli

Komponen Buruh perempuan lajang

Buruh laki-laki lajang

Survey KHL Juli 2014*

Makanan dan Minuman 24,9% 24,5 44,2%

Sandang 4,1 % 2,8 % 9,4%

Perumahan 2,6 % 1,9% 29,1%

Pendidikan 0,01% 0,01% 2,1%

Kesehatan 3,5 % 0,1% 4%

Transportasi 50,8 % 34,3% 12,1%

Rekreasi dan Tabungan 2,4% 23,9% 2%

Lain-lain 11,6 % 12,4% -

Jumlah 100% 100% 100%

(20)

berkisar antara Rp. 5.000,00 sampai Rp. 7.000,00. Dengan harga Rp. 7.000,00 diperoleh nasi, sayur, lauk dan teh atau nasi, ayam dan teh. Berdasarkan hasil wawancara kedua burung lajang ini jarang mengkonsumsi susu dan buah. Pengeluaran untuk memenuhi komponen makanan dan minuman bagi buruh lajang lebih rendah dibandingkan dengan survey KHL. Kedua buruh lajang ini hanya sekitar 24 % yang ia gunakan untuk mencukupi kebutuhan makan dan minumnya.

Kesejahteraan buruh dari segi sandang. Pemenuhan akan sandang oleh kedua buruh lajang memang berada dibawah prosentase pemenuhan sandang dalam KHL. Menurut para buruh lajang, pakaian yang mereka miliki masih pantas untuk dikenakan sehingga anggaran untuk pemenuhan sandang bisa untuk dialihkan kekebutuhan lainnya. Kesejahteraan selanjutnya adalah dalam hal papan atau perumahan. Dalam pemenuhan kebutuhan perumahan, buruh lajang masih bergantung pada orang tua. Buruh pabrik lajang belum mampu mandiri, sehingga hampir 80% kebutuhan perumahan buruh lajang masih dibantu oleh orang tuannya.

“ Saya beli sepatu atau sandal jika hanya sepatu atau sendalnya rusak dan benar- benar tidak bisa diperbaiki lagi. Kalau beli sepatu atau sandal biasanya sekitar harga tigapuluh ribuan kemudian saya bawa ke tukang sol sepatu untuk dijahit, supaya lebih awet.” Mafiroh

Dalam pencapaian kesejahteraan dalam hal pangan dan perumahan, buruh lajang masih banyak bergantung pada orang tua. Buruh lajang, memiliki proposisi yang lebih besar dalam komponen transportasi dan kebutuhan lain-lain. Dalam hal transportasi, buruh lajang lebih memilih kredit motor dengan harapan memiliki motor sebagai investasi. Untuk kebutuhan lain- lain, seperti handphone, pulsa dan televisi juga tidak bisa lepas dari kehidupan buruh dikota Salatiga saat ini sehingga buruh tidak bisa menunda pemenuhan kebutuhan tersebut.

(21)

Tingkat Kesejahteraan Buruh Berkeluarga

Upah yang diterima kedua buruh berkeluarga, selalu berada dibawah nilai Survey KHL.

Akibat dari rendahnya upah buruh, mengurangi proposisi pengeluarannnya untuk memenuhi kebutuhan lainnya yang tidak bisa ditunda, hal ini menunjukan bahwa secara ekonomi rumah tangga buruh yang sudah berkeluarga pada sektor formal di Kota Salatiga berada dibawah tingkat kesejahteraan .

Hasil wawancara terhadap buruh laki-laki yang memiliki dua anak, pengeluaran untuk pemenuhan komponen makanan dan minuman diperoleh nominal Rp. 514.700, ditambah dengan Rp. 235.000 pengeluaran konsumsi yang dikeluarkan dipabrik dan Rp. 140.000 uang saku anak sekolah (Lampiran II). Setiap anggota keluarga Buruh laki-laki, dalam sebulan rata-rata hanya menghabiskan Rp. 222.400,00 untuk pemenuhan kebutuhan komponen makanan dan minuman.

Dibandingkan dalam survey KHL yang harus memenuhi 3000 kalori setiap hari, nilai tersebut lebih kecil. Hasil ini menunjukan kesejahteraan rumah tangga buruh masih rendah.

Hendri dalam pemenuhan komponen makan dan minum, untuk keluarganya dalam satu bulan antara Rp.600.950,00., Kemudian untuk keperluan uang saku anaknya sebesar Rp.

175.000,00., sedangkan untuk keperluan konsumsi dipabrik sebesar Rp. 150.000,00. jika dijumlah kemudian dirata-rata dalam setiap bulannya anggota keluarga hendri menghabiskan rata-rata Rp.308.600,00. Hasil yang didapat hampir sama dengan kelurga Mukminin bahwa untuk keperluan pemenuhan komponen makan masih dibawah 3000 Kalori per hari.

Kesejahteraan yang kedua tercermin dari kecukupan sandang. Bila melihat proposisi pengeluaran rill dan survey KHL, pengeluaran rill untuk pemenuhan kebutuhan sandang dibawah survey KHL. Secara teoritis jika kedua hal ini dibandingkan, akan menunjukan bahwa kesejahteraan dalam hal sandang masih kurang.

(22)

Berbeda keadaan dengan buruh yang sudah berkeluarga. Buruh yang sudah berkeluarga, dalam pemenuhan kebutuhan perumahan harus sudah mandiri karena, mereka memiliki rumah sendiri. Pemenuhan kebutuhan perumahan yang dilakukan buruh berkeluarga, sekitar 13-20%

saja dari pendapatan. Idealnya, pengeluaran buruh untuk kebutuhan akan perumahan sebesar 29,1% dari total pengeluaran berdasarkan survey KHL. Selisi pengeluaran rill dan survey ini diakibatkan karena, buruh menambah periodesasi penggunaan komponen perumahan dan tidak jarang mengurangi kualitasnya. Selisih antara pengeluaran rill buruh berkeluarga dan survey KHL ini menunjukan rendahnya kesejahteraan buruh dalam hal pemenuhan komponen perumahan.

Strategi nafkah

Hasil wawancara menunjukan, bahwa penerimaan upah buruh dari tempatnya bekerja dan upah minimum tidak pernah memenuhi kebutuhan hidupnya. Perbedaan posisi rumah tangga buruh mempengaruhi pola pengeluaran dan kebutuhan buruh sehingga, mempengaruhi strategi buruh dalam pemenuhan nafkah rumah tangganya. Oleh karenanya buruh mengambil berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.

Kalau motor ini, saya bayar nyicil setiap bulannya, namun jika kredit memang harganya lebih mahal jadi terkadang untuk pemenuhan barang lain yang harganya mahal saya menabung dulu. Setelah terkumpul saya baru membeli barang yang saya butuhkan, seperti televisi ini. Terkadang saya juga pinjam uang teman saya, tapi kalo memang tidak ada pilihan lain.” Sadi

Strategi nafkah yang digunakan antara buruh lajang perempuan dan buruh lajang laki- laki berbeda. Buruh lajang perempuan menggunakan 4 strategi yaitu : Pinjam teman / krabat, mengurangi porsi kebutuhan lain, kredit, mencari penghasilan tambahan, sedangkan buruh lajang

(23)

laki-laki hanya menggunakan 3 strategi nafkah dalam pemenuhan kebutuhannya yaitu : Kredit, menabung terlebih dahulu., pinjam teman/kerabat. Strategi-strategi buruh lajang yang digunakan ini adalah empat dari tujuh staregi nafkah buruh pabrik gunakan yang diungkapakan Indrasati &

Rina (2009).

Terkadang upah yang saya terima, tidak sampai tanggal gajian bulan berikutnya sudah habis, yang paling penting ketika menerima gaji adalah bayar cicilan motor dan kredit baju kalau ada. Setiap bulannya saya juga ada tambahan pendapatan dari mayet baju. Jika dari hasil memayet baju juga tidak cukup, hal yang saya lakukan supaya cukup sampai gajian selanjutnya, saya biasanya memilih untuk tidak membeli makan dan jajan ditempat kerja terkadang juga bawa bekal dari rumah. Namun ketika ada kebutuhan yang harus dibayar saya pinjam keteman atau kerabat.” Mafiroh

Buruh berkeluarga, menggunakan strategi nafkah yang lebih banyak dibandingkan dengan buruh lajang. Buruh berkeluarga laki-laki menggunakan 5 strategi yaitu: kredit, mencari usaha sampingan, menggabungkan pendapatan dengan anggota keluarga lain, mengurangi porsi kebutuhan lain, menambah periodesai penggunaan. Berbeda dengan buruh berkeluarga perempuan yang memiliki 6 strategi yaitu : pinjam kerabat, mengurangi porsi kebutuhan lain, kredit, menambah periodesai penggunaan, menggabungkan pendapatan dengan anggota keluarga lain, menabung terlebih dahulu (jimpitan). Strategi nafkah buruh berkeluarga yang digunakan termasuk lima dari tujuh strategi yang diungkapakan Indrasati & Rina (2009).

Dulu ketika saya dan istri masih belum memiliki usaha sampingan, terkadang upah kami berdua masih kurang untuk mencukupi semua kebutuhan. Setelah kami punya anak lagi kami berdua mencoba mencarikan barang-barang yang tetangga dan teman-teman butuhkan dan kami jual kembali dari situlah kami memperoleh tambahan uang. Kalau saya sendiri jika membeli

(24)

prabot rumah tangga yang harganya diatas satujutaan biasanya kredit dan kami cicil tiap bulannya, nah supaya dapat cukup, saya dan istri biasanya membeli barang yang memang benar-benar dibutuhkan dan menggantinya jika memang sudah tidak dapat digunakan lagi.

Selain itu untuk menghindari hutang yang terlalu banyak kami juga jarang membeli lauk seperti daging, biasanya beli sebulan sekali atau dua kali.” Mukmini

Strategi nafkah dengan memanfaatkan hubungan kekerabatan dan melakukan beraneka ragam kegiatan yang bisa mendatangkan uang (kerjaan sambilan) selain diungkapkan oleh Indrasati & Rina (2009), juga diungkapkan pula oleh Carner (1984). Melakukan pekerjaan sambilan yang dapat mendatangkan upah, tentunya harus memiliki modal seperti yang diungkapkan oleh Chambers dan Cnway dam Ellis (2000),

“ Kebutuhan anak sekolah tidak bisa untuk ditunda, harus ada ketika anak meminta, apalagi ketika kenaikan kelas atau kelulusan banyak yang dibutuhkan. Kalau tidak menabung dulu nanti kami kebingungan memenuhinya. Biasanya kami menabung setiap bulan dan kami ambil setiap tahun ketika kenaikan kelas supaya kebutuhan anak dalam pendidikan terpenuhi ya semacam seperti jimpitan makanan untuk lebaran.” Henri

Terdapat hal baru dalam strategi nafkah yang digunakan buruh, yaitu menabung dahulu atau istilahnya “jimpitan” dan menambah periodesasi penggunaan barang-barang kebutuhan jangka panjang seperti halnya dalam pemenuhan komponen perumahan. Biasanya, tabungan diambil setahun sekali menjelang hari raya, sehingga buruh dapat mencukupi kebutuhan hari rayanya atau kebutuhan anak masuk sekolah di awal tahun ajaran baru. Proses menabung dahulu, sebenarnya buruh sedang melakukan penundaan konsumsi untuk dinikmati dimasa yang akan datang (hari raya). Menambah periodesasi waktu penggunaan barang-barang dalam komponen perumahan digunakan oleh buruh yang berkeluarga, strategi ini buruh gunakan untuk menunda pengeluaran supaya upah dapat dialokasikan untuk kebutuhan yang lebih mendesak.

(25)

Adapun matrik yang dapat disusun berdasarkan hasil wawancara dan analisa adalah dibawah ini.

Matrix 1.2 Strategi Nafkah

Lajang Berkeluarga

Perempuan Pinjam teman/krabat

Mengurangi porsi kebutuhan lain

Kredit

Mencari penghasilan tambahan

Pinjam kerabat

Mengurangi porsi kebutuhan lain

Kredit

Menambah periodesai penggunaan

Menggabungkan pendapatan dengan anggota keluarga lain

Menabung terlebih dahulu (jimpitan) Laki-laki  Kredit

 Menabung terlebih dahulu.

 Pinjam teman/kerabat

Kredit

 Mencari usaha sampingan

 Menggabungkan pendapatan dengan anggota keluarga lain

 Mengurangi porsi kebutuhan lain.

 Menambah periodesai penggunaan

Sumber : hasil wawancara dan analisis

(26)

PENUTUP

Kesimpulan

Dalam penelitian ini, mendapat dukungan dari hasil penelitian sebelumnya bahwa penerimaan upah buruh sektor formal masih dibawah pemenuhan komponen kebutuhan hidup layak yang seharusnya. Kesejahteraan buruh sektor formal di Salatiga masih rendah, terlihat dari proposisi pemenuhan kebutuhannya yang dibawah survey KHL. Dalam pemenuhan kebutuhannya buruh lajang masih banyak bergantung dari orang tuannya, hal ini menunjukkan bahwa upah yang diterima buruh lajang belum mampu memenuhi kebutuhan per individu buruh lajang.

Terdapat beberapa pemenuhan dalam perhitungan KHL yang sudah tidak relevan lagi untuk saat ini, jenis kebutuhan pendidikan saat ini, peran bacaan dan radio tergantikan oleh peran televisi. Data juga menunjukan bahwa buruh sektor formal memiliki pengeluaran wajib diluar KHL yang harus dipenuhi. Selain itu terdapat komponen lain yang seharusnya ditambahkan dalam komponen hidup layak, yaitu komponen komunikasi yang terdiri dari telefon seluler (handphone) dan kebutuhan akan pulsa.

Terdapat perbedaan pemenuhan kebutuhan antara buruh pada posisi lajang dan buruh pada posisi berkeluarga, sehingga terlihat tidak fair . Karena dalam penetapan upah melalui KHL hanya mencakup kebutuhan hidup per satuan individu buruh lajang. Sebaiknya dalam pemeberian upah bisa dilakukan dengan cara menambahkan beberapa komponen yang dirasa perlu bagi buruh yang sudah berkeluarga.

Dalam pemenuhan stategi nafkah buruh sektor formal di Salatiga selain tujuh strategi yang diungkapkan oleh Indrasati & Rina (2009) terdapat satu staregi baru yaitu penambahan

(27)

periodesasi penggunaan barang dan metode menabung terlebih dahulu (jimpitan), hail ini dimaksudkan untuk dapat mencukupi kebutuhan rutin bulananan terlebih dahulu.

Keterbatasan dan Saran

Dalam penelitian ini, masih terdapat kekurangan dari segi pengambilan informan, saran untuk penelitian selanjutnya agar menambahkan informan dengan klasifikasi buruh formal yang memiliki variasi keluarga dan tanggungan yang berbeda. Dengan klasifikasi informan yang semakin detail dapat menggambarkan secara rinci pengeluaran dan strategi pemenuhan nafkah keluarga, serta dapat dibandingkan dengan buruh yang memiliki tanggungan keluarga yang berbeda guna melihat adakah perbedaan dalam pengeluaran dan strategi pemenuhan kebutuhan antara buruh yang memiliki tanggungan berbeda.

(28)

DAFTAR PUSTAKA

 Agustino, Michele dan Ariawan, I Gusti Ketut 2013, Pemberlakuan UMK (Upah Kabupaten/Kota) Terhadap Kesejahteraan Pekerja/Buruh. tesis dapat diakses di

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=12453&val=908 terakir diakses 9 April 2014.

 Hendrastomo, Grendi. Memperjuangka Kesejahteraan Buruh diantara Kepentingan Negara dan Korporasi. Diakses di

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132318574/Menakar%20kesejahteraan%20buruh.pdf terakir diakses 9 April 2014.

 Kepmenaketrans, 2012., Komponen Dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak, Jakarta : Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia

 Kepmenaketrans, 2013., Upah Minimum, Jakarta: Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia.

 Arsyad, Lincolin 1999. Ekonomi Pembangunan , Yogyakarta :STIE YKPN

 Novius, Andri 2007. Fenomena Kesejahteraan Buruh/Karyawan Perusahaan di Indonesia.

Fokus Ekonomi. Volum 2. Nomor 2 Desember 2007. Diakses di http://stiepena.ac.id/wp- content/uploads/2012/11/pena-fokus-vol-2-no-2-81-91.pdf terakir diakses 9 April 2014.

 Osman, A. Nurul Fajri 2013. Penetapan Upah Minimum Dalam Rangka Memberikan Perlindungan Upah Terhadap Buruh. Jurnal Ilmu Hukum Volume 2 nomor 1 halaman 32-46 http://jurnalhukumsaburai.files.wordpress.com/2013/05/4-a-nurul-fajri.pdf terakir diakses pada 9 April 2014

 Saryono. 2010. Metode Penelitian Kualitatif dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

(29)

 Sholeh, Maimun 2005. Dampak Kenaikan Upah Minimum Propinsi Terhadap Kesempatan Kerja. Jurnal Ekonomi dan Pendidikan, Volume 2 Nomor 2 Desember 2005. Diakses di

http://journal.uny.ac.id/index.php/jep/article/viewFile/647/512 . terakir diakses 9 April 2014.

 Widodo, Slamet, 2011. Strategi Nafkah Berkelanjutan bagi Rumah Tangga Miskin di Daerah Pesisir. Jurnal Makara Sosial Humaniora, Vol 15, NO 1 Juli 2011. Diakses di

http://journal.ui.ac.id/index.php/humanities/article/viewFile/890/849 terakhir diakses 7 Agustus 2014.

 Sulistiawati, Rini 2012. Pengaruh Upah Minimum terhadap Penyerapan Tenaga Kerja dan Kesejahteraan yarakat di Provinsi di Indonesia..Jurnal EKSOS Volum 8, Nomor 3 hal 195- 211. Diakses di http://repository.polnep.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/65/08-

eksos%206%20rini%20okt12.pdf?sequence=1 terakir diakses 9 April 2014

 Tjandraningsih, Indrasari & Herawati, Rina, 2009., Menuju Upah layak, Jakarta: penerbit.

 Todaro, P.Michael. 2000. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga.

 Wahab, Rochmat, Metodologi Penelitian Kualitatif . diakses di http://pasca.undiksha.ac.id/e- learning/staff/dsnmateri/6/1-14.pdf terakir diakses 9 April 2014.

 http://matakristal.com/teori-upah-menurut-david-ricardo-adam-smith-dan-ferdinand-lasalle/

 Alifah, Nabelia Rizky, Pengaruh strategi pencarian nafkah dan sistem penghidupan masyarakat desa dalam rangka adaptasi, diakses di

http://nabielalifa.files.wordpress.com/2013/05/i34110099.pdf terakhir diaksses 25 Agustus 2014

(30)

Biografi penulis:

Nungki Pradita lahir pada 10 Desember 1992 di Kabupaten Semarang.

Menjadi mahasiswi Strata satu Fakultas Ekonomika dan Bisnis program studi Ilmu Ekonomi di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga mulai dari tahun 2011 sampai 2014. Memiliki riwayat pendidikan : TK Darmawanita Lestari Karangduren pada tahun1999 dan melanjutkan Sekolah dasarnya di SD N Karangduren 02, dan pernah mengikuti Lomba Cerdas Cermat Tingkat Kecamatan, Lomba Dokter Kecil Tingkat Kecamatan dan Lomba Mapel Matematika. Meperoleh juara 1 dalam lomba mata pelajaran matimatika tingkat Kecamatan Tengaran. Kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 01 Tengaran termasuk siswa yang aktif dalam berorganisasi dan pernah mengikuti olimpiade matematika tingkat SMP Kabupaten Semarang. Kemudian bersekolah di SMA Negeri 01 Tengaran, aktif dalam berbagai kegiatan OSIS, pramuka maupun ekstrakulikuler lain.

Selama duduk di bangku SMA pernah mengikuti olimpiade astronomi dan lomba debat bahasa Indonesia tingkat Kabupaten Semarang. Selanjutnya kehidupan bermahasiswa aktif pula dalam organisasi kampus, selama hampir tiga tahun bergabung dengan Senat Mahasiswa Tingkat Universitas, aktif dalam kepanitianan dan berbagai kegiatan penelitian. Pernah mengikuti olimpiade ekonomi tingkat Jawa Tengah dengan memperoleh juara dua, pernah mengikuti Lomba debat Ekonomi Mahasiswa Ilmu Ekonomi, mengikuti pula program kegiatan penulisan Program Keaktifan Mahasiswa..

(31)

Lampiran-lampiran

Lampiran 1

(32)

Lampiran II Biografi Informan

(33)

Penulisan biografi informan ini dilakukan untuk mengetahui gambaran pengeluran dan pemenuhan kebutuhan dari masing-masing buruh. Dalam biografi ini pula terdapat beberapa cara dan strategi yang buruh lakukan dalam pemenuhan kebutuhannnya, sehingga dalam biografi ini dapat menunjukan perbedaan dan kesamaan dari masing-masing informan.

Mafiroh

Informan yang pertama adalah Mafiroh. Informan yang pertama ini tamatan dari bangku Sekolah Menengah Kejuruan. Buruh lajang perempuan ini terlahir sekitar 20 (dua puluh) tahun silam, ia beralamat di desa Isep-Isep, Kelurahan Cebongan, Kecamatan Argomulyo, Salatiga.

Mafiroh bertempat tinggal di rumah kedua orang tuanya, dengan satu saudara yaitu adik laki-laki yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Satu adik perempuan yang sudah bekerja, dan satu kakak perempuan yang sudah menikah. Mafiroh bekerja di PT. Prima Food yang beralamatkan di Domas, Salatiga. Buruh perempuan ini baru bekerja di pabrik selama 2 tahun.

Dari hasil wawancara yang diperoleh buruh lajang perempuan ini memperoleh upah tetap sebesar Rp. 1.170.000,00 setiap bulannya. Upah yang ia terima tidak selalu sama di setiap bulannya. Terkadang besaran upah yang buruh perempuan lajang ini terima bisa kurang dari upah tetap, namun juga terkadang di lain bulan upah yang ia terima bisa lebih dari upah tetap.

Kenapa upah yang ia terima bisa kurang, jika ia terpaksa harus tidak berangkat kerja atau libur upah yang ia terima harus dipotong. Hal ini yang mengakibatkan upah yang Mafiroh terima bisa kurang dari upah tetap. Kemudian jika memang terdapat pekerjaan lebih dalam artian lembur Mafiroh bisa menerima upah lebih dari upah tetap. Upah tambahan yang ia terima saat ada lemburan biasanya sekitar RP. 130.000,00 - Rp. 200.000,00 dalam sebulan.

Menurut hasil wawancara, pengeluaran tetap Mafiroh setiap bulannya antara lain bayar cicilan untuk kredit motor sebesar Rp. 550. 000,00. Bensin untuk keperluan mobilitas setiap harinya dalam sebulan kurang lebih 7 liter dengan harga per liter RP. 6.500,00 atau total dalam sebulan Rp. 45.000,00. Selayaknya anak muda belia Mafiroh membutuhkan pulsa untuk keperluan komunikasi dengan teman-temannya, 25 ribu pulsa internet seharga Rp. 26.500,00 dan pulsa untuk telfon dan sms sebesar 15 ribu dengan pembelian dua kali 10 ribu dengan harga Rp.

11.500,00 dan 5 ribu seharga Rp. 6.500,00. Karena saat masuk ke perusahaan tersebut Mafiroh melalui sebuah perusahaan penyalur tenaga kerja maka upah yang ia terima setiap bulannya harus dipotong sebesar Rp. 30.000,00.

(34)

Pengeluaran individu Mafiroh dalam satu bulan antara lain untuk membeli peralatan mandi dan pewangi antara lain body lotion (citra) seharga Rp. 16.000,00. Kemudian keperluan sabun mandi sabun batangan (citra) dalam sebulan ia membutuhkan tiga batang dengan harga satu batang Rp. 2.100,00 sehingga keperluan sabun mandi Rp. 6.300,00. Untuk mencuci rambut dalam sebulan ia menghabiskan dua renteng shampo (pantene) dengan harga per renteng Rp.

5.000,00 sehingga untuk shampo dalam sebulan sekitar Rp. 10.000,00. Untuk keperluan pasta gigi dalam sebulan ia menggunakan pasta gigi ukuran tanggung dengan harga Rp. 5.200,00.

Parfum yang ia beli dengan merek Puteri dalam sebulan ia hanya menghabiskan sekitar 135ml dengan harga Rp. 10.500,00. Supaya menambah percaya diri ketika bertemu dengan orang Mafiroh memakai deodorant (rexona) dalam kesehariannya, ia memakai deodorant saset dengan harga Rp. 2.000/ saset. Dalam sebulan Mafiroh menghabiskan lima saset deodorant. Supaya wajah tidak terlihat kusam Mafiroh memakai baby cream (cussons) dalam kesehariannya, dalam sebulan ia hanya menghabiskan 50 ml seharga Rp. 11.000,00. Dalam sebulan untuk keperluan pembalut ia membeli pembalut tipe terentu seharga Rp. 11.000,00. Dan cuttonbet seharga Rp.

5.600,00.

Kemudian untuk keperluan mencuci baju, Mafiroh dalam sebulan membeli sabun bubuk seharga Rp. 12.000,00. Merk sabun bubuk yang ia beli adalah So Klin bubuk. Dan supaya kelihatan rapi dalam sebulan Mafiroh membeli cairan pelembut pakaian yang digunakan saat menyetrika baju seharga Rp.3.700,00.

Disamping pengeluaran wajibnya diatas Mafiroh juga setiap harinya di tempat kerja ia membeli makan sekali. Dengan rincian dalam satu bulan rata-rata bekerja sebanyak 26 hari dengan pembagian tiga sift, sift pagi, sift siang, sift malam. Ditengah-tengah waktu istirahatnya Mafiroh membeli makan jika sift pagi dan sift siang dan membeli susu atau kopi saat masuk sift malam. Makanan yang ia beli ketika sift pagi dan siang berupa nasi rames dan minum seharga Rp. 7.000,00. Jadi jika dalam sebulan keperluan makan di pabrik sebesar Rp. 7.000,00 dikalikan sebanyak dua puluh enam hari yaitu sekitar Rp. 182.000,00. Sedangkan di luar itu untuk sarapan atau hanya sekedar membeli pengganjal perut atau camilan Mafiroh setiap sekitar Rp. 4.000,00., jadi jika dalam sebulan sekitar Rp. 120.000,00.

Selayaknya anak muda belia Mafiroh juga mengadakan keperluan refreshing. Dalam sebulan Mafiroh lakukan sebanyak satu hingga dua kali dengan anggaran sekitar Rp. 30.000,00

(35)

sekali refreshing. Tempat yang menjadi tujuan refreshing Mafiroh biasanya hanya sekitaran Salatiga saja. Dikarenakan pertimbangan anggaran yang minim. Selain biaya transport yang murah juga tempat yang dekat mudah dijangkau sehingga tidak terlalu banyak membuang waktu.

Selain itu dalam sebulan Mafiroh juga memberikan sedikit upahnya kepada orang tuanya, yaitu sekitar Rp. 50.000,00. Biasanya jika tidak diwujudkan dalam bentuk uang, Mafiroh mewujudkannya dalam bentuk sayuran atau bumbu. Karena Mafiroh sadar disetiap harinya selain makan di tempatnya bekerja ia jika makan dirumah ikut orang tuanya.

Selain pengeluaran rutin bulanan diatas Mafiroh juga memiliki pengeluaran lain yang tidak terduga antara lain, dalam dua atau tiga bulan sekali Mafiroh harus service motor dengan pengeluaran sekali service minimal Rp. 60.000,00. Selain itu jika memang sepatu yang ia kenakan setiap hari sudah rusak ian harus membelinya. Anggaran untuk membeli baju atau tas sekitar Rp. 60.000,00 sampai Rp. 75.000,00 dengan waktu tak menentu tiga hingga empat bulan sekali. Untuk keperluan sosial lingkungan seperti acara kondangan kekerabat dekat dan teman- teman, Mafiroh biasanya mengeluarkan dana sekitar Rp. 15.000,00 hingga Rp. 25.000,00.

Besarnya nominal yang ia keluarkan tergantung dari kekerabatan dan kedekatan dengan yang punya hajat.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Mafiroh, diselah-selah waktu luangnya sebagai buruh pabrik ia juga menerima jasa payet untuk kebaya. Proses penyelesaian payetan ini tergantung dari tingkat kerumitan pola payet. Jika tingkat kerumitan pola payet tinggi Mafiroh memerlukan waktu tiga hingga lima hari untuk menyelesaikannya. Jika pola payet yang dikerjakan standar ia hanya membutuhkan waktu dua hari. Upah yang diperoleh dari satu pengerjaan memayet kebaya dengan pola yang rumit sekitar Rp. 25.000,00. Dari hasil jasa payet kebaya ia memperoleh tambahan penghasilan sekitar Rp. 125.000,00 dalam satu bulan.

Menurut pengakuan Mafiroh tak jarang pendapat bulanan yang ia terima tidak mampu mencukupi kebutuhan selama satu bulan penuh. Hal yang pertama kali ia lakukan setelah menerima upah adalah membagi-baginya untuk keperluan rutin bulanan di atas. Jika memang uang yang ia miliki dirasa tidak mencukupi kebutuhannya hingga akhir bulan strategi yang biasa ia lakukan mengganti menu makan yang biasanya nasi rames ia ganti dengan soto, tak jarang ia sekalian berpuasa. Hal yang paling utama ia kurangi sebelum berpuasa adalah keperluan refreshingnya. Jika memang terdapat pengeluaran dadakan yang harus ia keluarkan sementara ia

(36)

tidak memiliki anggaran seperti halnya motor rusak dan harus dibawa kebengkel, ia biasanya meminjam uang kekerabat atau orang tuanya. Dan dibulan depannya setelah menerima upah baru ia bayar pinjamannya. Namun resikonya ada beberapa hari ia harus puasa dan untuk uang bensin biasanya meminta keorang tuanya.

Sadi

Informan yang kedua adalah Sadi. Informan yang kedua ini tamatan dari bangku Sekolah Menengah Atas. Buruh lajang laki-laki ini terlahir sekitar 28 (dua puluh) tahun silam, ia beralamat di desa Isep-Isep, Kelurahan Cebongan Kecamatan Argomulyo, Salatiga. Sadi bertempat tinggal di rumah kedua orang tuanya, bersama dua saudaranya. Kakak perempuan yang sudah berkeluarga dengan satu anak dan kakak laki-laki pula yang sudah berkeluarga dengan dua orang anak. Dimana masing-masing anggota keluaraga Sadi ini bekerja dan memperoleh penghasilan. Sadi bekerja di PT. Global indo yang beralamatkan di Tingkir Salatiga. Ia bekerja di perusahaan air minum ini sudah selama dua tahun.

Dari hasil wawancara yang diperoleh buruh lajang laki-laki ini memperoleh upah tetap sebesar Rp. 1.170.000,00 setiap bulannya. Karena sadi bekerja dibagian laboratorium dari perusahaan ini, ia mendapatkan uang intensive setiap bulannya. Uang intensive yang Sadi terima setiap bulannya selalu sama yaitu sebesar Rp. 100.000,00. Menurut pengakuannya Sadi tidak pernah ada jam lembur sehingga tidak ada tambahan upah lagi. Sehingga dalam setiap bulannya Sadi menerima upah selalu sama yaitu sebesar Rp. 1.270.000,00. Dalam setiap bulannya Sadi tidak pernah ada potongan ketika menerima upah. Dikarenakan menurutnya perusahaan ini baru berdiri sehingga belum ada potongan untuk keperluan asuransi, koperasi dan sebagainya. Namun di luar perusahaan Sadi dan teman-temanya menyisihkan uang Rp. 5.000,00 untuk kas bersama.

Kas ini biasanya digunakan untuk kegiatan sosial, misalnya jika ada teman hajatan ataupun teman yang berduka. Sehingga ketika ada teman yang hajatan atau berduka Sadi dan teman- temannya tidak perlu mengeluarkan uang yang terlalu banyak.

Menurut hasil wawancara, pengeluaran tetap Sadi setiap bulannya antara lain bayar cicilan untuk kredit motor sebesar Rp. 350. 000,00. Bensin untuk keperluan mobilitas ketempat kerja setiap harinya dalam sebulan kurang lebih 4 liter dengan harga per liter RP. 6.500,00 atau total dalam sebulan Rp.26.000,00. Sadi membutuhkan pulsa untuk keperluan komunikasi dengan teman-temannya, 50 ribu pulsa internet seharga Rp. 51.000,00 dan pulsa untuk telphone dan sms

(37)

sebesar 25 ribu dengan pembelian 3 kali, dua kali 10 ribu dengan harga Rp. 11.500,00 dan 5 ribu seharga Rp. 6.500,00.

Sadi tinggal bersama keluarga besarnya yakni orang tua dan kakaknya yang sudah berkeluarga. Sehingga jika di rumah Sadi tidak perlu memikirkan keperluan untuk sabun mandi ataupun sabun cuci karena keperluan sabun-sabun sudah ditanggung oleh orang tua Sadi. Begitu juga untuk keperluan makan dirumah Sadi juga tidak perlu memikirkannya karena sudah ditanggung oleh kakak perempuannya yang sudah berkeluarga.

Disamping pengeluaran wajibnya di atas Sadi juga setiap harinya ditempat kerja ia membeli makan sekali. Dengan rincian dalam satu bulan rata-rata bekerja sebanyak 26 hari tanpa adanya pembagian sift. Sadi setiap harinya selalu berangkat pukul 07.00 dan akan pulang pada pukul 15.00. Ditengah-tengah waktu istirahatnya ketika jam makan siang Sadi membeli makan besar berupa nasi rames dan minum berupa es teh. Nasi rames tanpa ada dagingnya dan es teh yang Sadi makan setiap harinya rata-rata seharga Rp. 6.000,00. Setelah makan siang biasanya sadi membeli rokok satu batang seharga Rp. 1.000,00. Setiap pagi biasanya Sadi mebeli snack di pedagang keliling yang lewat ditempat kerjanya seharga Rp. 4.000,00. Jadi jika dihitung pengeluaran Sadi di pabrik rata-rata dalam sebulan pengeluaran makan ditambah pengeluaran rokok dan pengeluaran snack sebesar Rp. 286.000,00.

Sore hari ketika pulang kerja dan dirumah, Sadi biasanya membelikan makanan ringan kepada ketiga keponakannya seharga Rp. 2.000, 00 per anak. Jadi jika dalam sebulan sekitar Rp.

180.000,00. Sedangkan untuk keperluan refreshing selayaknya anak muda dalam sebulan Sadi lakukan sebanyak 2 hingga 3 kali dengan anggaran sekitar Rp. 40.000,00 sekali refreshing.

Selain pengeluaran rutin bulanan diatas Sadi juga memiliki pengeluaran lain yang tidak terduga antara lain, dalam dua atau tiga bulan sekali Sadi harus service motor dengan pengeluaran sekali service minimal Rp. 70.000,00. Selain itu jika memang sepatu yang ia kenakan setiap hari sudah rusak ia harus membelinya. Anggaran untuk membeli baju atau perlengkapan lain sekitar Rp. 50.000,00 hingga Rp. 100.000,00 dengan waktu tak menentu tiga hingga empat bulan sekali. Untuk keperluan sosial lingkungan seperti acara kondangan ke kerabat dekat dan teman-teman, Sadi biasanya mengeluarkan dana sekitar Rp. 15.000,00 – Rp.

25.000,00. Besarnya nominal yang ia keluarjkan tergantung dari kekerabatan dan kedekatan dengan yang punya hajat.

Gambar

Tabel  1.1  komponen  makanan  dan  minuman  disusun  berdasarkan  hasil  wawancara  dari  inforrman dan data survey KHL Juli 2014 yang dilakukan oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan  Transmigrasi  Kota  Salatiga
Tabel pemenuhan kebutuhan yang berdasarkan KHL
Tabel 1. 2 Komponen Sandang
Tabel 1.3  Komponen Perumahan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data motivasi belajar dan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas VIIF SMP Negeri 1 Kedungbanteng melalui penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah dengan

Demikian Pengumuman Pemenang ini disampaikan untuk diketahui kepada semua pihak yang berkepentingan. KELOMPOK KERJA

Kami harap atas kehadiran Saudara sebagaimana jadwal terlampir, dengan membawa Dokumen Penawaran Asli dan pendukung lainnya yang berkaitan dengan Dokumen Penawaran sedangkan

Dengan ini diberitahukan bahwa setelah diadakan proses Pengadaan Langsung, maka telah diterbitkan Surat Penetapan Pemenang Barang/Jasa Nomor : 197/PP-

A foreign based business owner thus, needs to be aware of potential risks associated with offshoring American jobs (e.g. experience of the vendor, proven level of expertise

Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan evaluasi terhadap penetapan tarif tiket masuk tempat wisata berdasarkan teori dengan penetapan tarif tiket masuk berdasarkan

Pengaruh Suvervisi Akademik Kepala Sekolah terhadap Kinerja Mengajar Guru Di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Se-Kabupaten Tasikmalaya.. Universitas Pendidikan Indonesia

Sekolah- sekolah Muhammadiyah eksis sejak ibu kota provinsi hingga ke desa-desa dan ini memberikan peran luar biasa dalam memberikan kesempatan pendidikan kepada