• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desain Transporter Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Tipe Trek Kayu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Desain Transporter Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Tipe Trek Kayu"

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)

DESAIN TRANSPORTER TANDAN BUAH SEGAR (TBS)

KELAPA SAWIT TIPE TREK KAYU

SKRIPSI

ROMADHON AKHIR RUDIANSYAH

F14080066

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

DESIGN OF FRESH FRUIT BUNCHES (FFB) PALM OIL

TRANSPORTER TYPE WOOD TRACK

Desrial and Romadhon Akhir Rudiansyah

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java,

Indonesia.

Phone +6285279459925, e-mail : romadhonakhirrudiansyah@yahoo.com

ABSTRACT

Harvesting activity are the important job is oil palm production. Harvesting activity of Fresh Fruit Bunch (FFB) consist of cutting, collection, and transportation. The main topic of this research wos to find alternative transporter for FFB transportation. The problem of FFB transportation from palm circle to collection point are low bearing capacity of soil condition, narrow evacuation line, and low transportation capacity. The design criteria on FBB transporter are defined as the transportation capacity is 500 – 600 Kg, the ground pressure is lower than 800 kPa, transporter wide to the soil smaller than 100 cm, the unloading process is done manually, and has a simple mechanism. The result of transporter design are the ground pressure is 34.35 kPa and transporter wide is 925 mm. The functional parts that was support the main function are chassis, bucket, bucket rail, gearbox, engine, crawler, and seat. Based on engineering analysis, the material used for the chassis and bucket rail is canal US45C with dimension (100 x 50 x 5) mm. Based on engineering analysis, the seat framework material was using the steel pipewith the outside diameter is 50 mm and the thickness is 4 mm, the material used have σa 24 kg/mm

2

. The crawler refers to Setyawan (2005), the gearbox is using hand tractor Quick M1000 Alfa and the engine is Yanmar L70N. Based on RULA analysis, the simulation at some work position likes steering, and unloading having the final score 2, it is mean design acceptable.

(3)

ROMADHON AKHIR RUDIANSYAH. F14080066. Desain Transporter Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Tipe Trek Kayu. Di bawah bimbingan Desrial. 2012.

Ringkasan

Panen dalam kegiatan pengelolaan tanaman kelapa sawit menghasilkan sangat penting (Lubis 1992). Kegiatan panen meliputi pemotongan TBS, pengumpulan dan pengangkutan. Peralatan yang digunakan dalam proses pemanenan pada umumnya adalah egrek atau dodos, angkong, tajok, garu, karung dan angkong. Pada kegiatan panen tersebut satu kegiatan yang menjadi sangat penting adalah pengangkutan. Pengangkutan TBS dan berondolan adalah kegiatan memindahkan hasil panen dari titik panen baik ke TPH (Tempat Pengumpulan Hasil) atau PKS (Pabrik Kelapa Sawit) secepat – cepatnya. Ada empat hal yang menjadi sasaran kelancaran transport buah; yaitu, menjaga agar asam lemak bebas (ALB) produksi harian 2-3%, kapasitas atau kelancaran pengolahan di pabrik, keamanan TBS di lapangan, dan biaya (Rp/kg TBS) transport yang minimum. Ada beberapa faktor dalam kelancaran pengangkutan/pengiriman TBS dari titik panen seperti infrastruktur jalur evakuasi, kondisi lahan dan alat angkut. Infrastruktur jalur evakuasi pada perkebunan kelapa sawit terdiri atas jalan utama dan jalan sekunder. Jalan utama menghubungkan setian TPH dan PKS, sedangkan jalan sekunder menghubungkan titik panen dan TPH. Tidak semua alat transportasi dapat masuk pada jalan sekunder karena rata-rata hanya memiliki lebar kurang dari 100 cm. Kondisi lahan juga menjadi faktor pembatas kelancara pengangkutan TBS. Tidak semua alat transportasi TBS dapat diaplikasikan pada lahan yang memiliki daya dukung tanah rendah. Alat transportasi dengan luas bidang kontak kecil tidak cocok digunakan pada lahan dengan daya dukung tanah rendah karena gaya tekan unit akan lebih besar.

Tujuan penelitian ini adalah mendesain alat pengangkut tandan buah segar kelapa sawit berbasis traktor mini dengan roda traksi tipe trek berbahan kayu. Untuk menunjang analisis rancangan maka dilakukan simulasi pembebanan statik pada struktur bagian unit dan analisis ergonomi terutama pada RULA analisis denga menggunakan software CATIA V5 R20.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode perancangan secara umum, namun pelaksanaan penelitian ini tidak sampai pengembangan prototipe. Metode penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan secara fungsional dan struktural. Desain transporter yang dirancang harus disesuaikan dengan criteria pembatas yang ada dilapangan. Beberapa kriteria perancangan dalam penelitian ini adalah kapasitas angkut transporter sebesar 500 – 600 kg, lahan yang akan diaplikasikan transporter memiliki groundpressure yang rendah 800 kPa, jalur evakuasi TBS dari titik panen hanya memiliki lebar 80 – 100 cm, mekanisme sederhana dan proses unloading

secara manual.

Fungsi utama dari alat yang dirancang adalah untuk mengangkut TBS kelapa sawit. Untuk mendukung fungsi utama tersebut terdapat strukur bagian – bagian fungsi turunan yaitu rangka transporter, komponen alat traksi (Crawler) tipe trek, bak penampung TBS, Engine, Gearbox, tempat duduk dan kemudi.

(4)

N/m2. Pada rangka terdapat rel bak, rel bak digunakan sebagai lintasan luncur bak sehingga titik jungkit bak berada di posisi ujung ketika proses unloading. Bahan yang digunakan untuk rel adalah besi kanal U dengan ukuran (100 x 50 x 5) mm

Bak transporter digunakan untuk menampung TBS hasil panen yang akan dipindahkan ke TPH atau PKS. Proses unloading yang dilakukan secara manual membuat titik jungkit pada bak harus diperhitungkan dengan teliti agar proses unloading dapat dilakukan dengan tenaga manusia. Menurut analisis teknik letak titik jungkit berada pada 508.42 mm dari bagian belakang bak. Berdasarkan analisis beban statik menggunakan CATIA diketahui tegangan pada bagian bawah bak lebih besar. Tegangan minimum yang terjadi adalah 2.13 x 103 N/m2 dan tegangan maksimum yang terjadi adalah 2.13 x 104 N/m2.

Gearbox yang dipilih dalam perancangan Tranporter TBS tipe Trek Kayu ini adalah

Gearbox traktor Yanmar M1000 Alfa yang memiliki 2 kecepatan maju dan 1 kecepatan mundur. Perbandingan putaran untuk persneling satu adalah 1:33, perbandingan putaran untuk persneling 2 adalah 1: 9 dan untuk mundur adalah 1: 56.

Engine penggerak yang dipilih adalah diesel dengan pendingin udara. Engine yang dipilih adalah Yanmar tipe L70N dengan daya 6.7 Hp dan kecepatan putar maksimum 3600 rpm. Berdasarkan perhitungan didapatkan diameter puli Engine sebesar 5.25 cm, namum pemilihannya disesuaikan dengan persediaan pasaran sehingga pulley Engine yang dipakai adalah 2.5 inchi.

Crawler berfungsi sebagai roda traksi. Crawler terdiri dari sepatu kayu, dudukan sepatu kayu dan rantai. Kayu yang digunakan adalah kayu kompas (Haryono 2005). Diantara sepatu kayu dan rantai terdapat dudukan plat besi dengan ukuran 6 mm. Rantai yang digunakan untuk Crawler

tersebut adalah double pitch conveyor chain tipe OCMC2120H dengan dua plat pengikat di kedua sisi rantai.

Roller berfungsi sebagai penahan gaya dari bawah sehingga dapat mendukung dan memberikan tekanan pada trek kayu. Dari hasil analisis rancangan dipilih besi square dengan ukuran 60 mm x 40 mm x 4 mm untuk rangka dan poros dengan ds sebesar 21 mm untuk poros roller dengan bahan S45C. Berdasarkan analisis beban statik dengan menggunakan CATIA diketahui bahwa tegangan terbesar terjadi pada poros roller yaitu sebesar 3.5 x 107 N/m2.

Temapat duduk terdiri dari bagian rangka, alas kaki dan tempat duduk. Rangka tempat duduk terbuat dari besi pipa dengan diameter luar 50 mm dan tebal 4 mm bahan yang digunakan memiliki σa sebesar 24 kg/mm2. Tegangan maksimum yang terjadi pada pembebanan tempat duduk adalah sebesar 1.12 x 104 N/m2 dan tegangan minimum yang terjadi sebesar 1.12 x 103 N/m2.

Simulasi RULA analisis pada beberapa posisi pengoperasian transporter menunjukan final skor 2. Posisi gerakan yang disimulasikan adalah posisi mengemudi dan posisi unloading yang terdiri dari posisi mendorong bak, posisi siap unloading dan posisi unloading penuh. Masin-masing posisi tersebut menunjukan final skor 2 sehingga Desain acceptable.

(5)

DESAIN TRANSPORTER TANDAN BUAH SEGAR (TBS)

KELAPA SAWIT TIPE TREK KAYU

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departermen Teknik Mesin dan Biosistem

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

ROMADHON AKHIR RUDIANSYAH

F14080066

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul Skripsi : Desain Transporter Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Tipe Trek Kayu Nama : Romadhon Akhir Rudiansyah

NIM : F14080066

Menyetujui Bogor, Desember 2012

Dosen Pembimbing

(Dr. Ir. Desrial, M.Eng) NIP. 19661201 199103 1 004

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

(Dr. Ir. Desrial, M.Eng) NIP. 19661201 199103 1 004

(7)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar – benarnya bahwa skripsi dengan judul Desain Transporter Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Tipe Trek Kayu adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang bersal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.

Bogor, Desember 2012 Yang membuat pernyataan

(8)

© Hak cipta milik Romadhon Akhir Rudiansyah, tahun 2012 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

(9)

BIODATA PENULIS

(10)

KATA PENGANTAR

Atas karunia dan satu kepastian-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Desain Transporter Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Tipe Trek Kayu dilakukan sejak bulan Juli 2012 sampai Oktober 2012.

Dengan telah selesainya penelitian, hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Desrial, M.Eng sebagai dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan tugas akhir serta mendidik penulis baik dalam ilmu pelajaran, moril dan kedisiplinan.

2. Dr. Ir. Radite Praeko Agus Setiawan, M.Agr dan M. Yulianto, ST, MT sebagai dosen penguji. 3. PT Subur Agro Makmur sebagai anak perusahaan PT Astra Agro Lestari Tbk dan Fakultas

Teknologi Pertanian yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk tergabung dalam penelitian.

4. Ayah dan Ibu yang tidak pernah lelah mengingatkan putranya dalam kebaikan dan memberikan dorongan serta semangat untuk menyelesaikan studi di IPB.

5. Kakanda Therik Effendo yang telah memberikan dorongan bagi penulis selama menyelesaikan Tugas Akhir.

6. Teman seperjuangan TEP 45 yang telah memberikan warna dan memberikan kerbersamaan selama penulis menyelesaikan studi di IPB.

7. Griya sakinah (Adi, Rizki, Salman, Agus, Nanda, Soleh), zero (Ichan, Akay, Faiz, Fibu, Angga) dan D1 (Dedi, Febbi, Gilang), Eris, Fiki, Diza, Dila, Liba yang menjadi keluarga di perantauan.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan

Bogor, Desember 2012

(11)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

DAFTAR LAMBANG ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Penanganan Panen TBS ... 3

2.2 Kelapa Sawit di Lahan Gambut ... 5

2.3 Karakteristik Lahan Gambut ... 6

2.4 Penggunaan Alat/Mesin untuk Mengangkut TBS ... 7

2.5 Tipe Roda Traksi ... 8

2.6 Beban dan Tenaga ... 10

2.7 Proses Desain ... 12

2.8 Ergonomi ... 13

2.9 Aplikasi Antropometri dalam Desain ... 14

2.10 CATIA ... 16

2.11 Von Mises Stress ... 16

III. METODE PENELITIAN ... 18

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 18

3.2 Alat dan Bahan ... 18

3.3 Tahapan Penelitian ... 18

3.3.1 Identifikasi Masalah ... 19

3.3.2 Pengembangan dan Perumusan Ide Desain ... 19

3.3.3 Penetapan Mekanisme ... 19

3.3.4 Konseptual Gambar ... 20

3.3.5 Analisis Rancangan ... 20

3.3.6 Gambar Teknik ... 20

3.3.7 Simulasi Menggunakan CATIA... 20

IV. ANALISIS RANCANGAN ... 25

4.1 Kriteria Rancangan ... 25

4.2 Pengembangan dan Penyempurnaan Ide Desain ... 25

(12)

v

4.4 Rancangan Struktural ... 28

4.4.1 Analisis pada Bak Penampung TBS ... 28

4.4.2 Rancangan Rangka ... 31

4.4.3 Rancangan Roller ... 36

4.4.4 Rancangan Tempat duduk ... 37

4.4.5 Diameter Pulley Engine ... 38

4.4.6 Kecepatan Maju Transporter ... 39

4.4.7 Perhitungan Poros Idler ... 39

4.4.8 Perhitungan Poros Bak ... 40

4.4.9 Perhitungan Belt ... 42

4.5 Analisis Gaya dan Tenaga ... 43

4.5.1 Ground Pressure ... 43

4.5.2 Beban dan Tenaga ... 43

4.5.3 Kesetimbangan saat Bak Kosong ... 44

4.5.4 Kesetimbangan saat Siap Unloading ... 44

4.5.5 Analisis Gaya pada Tempat Duduk ... 45

4.6 Analisis Jangkauan Kemudi ... 46

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

5.1 Struktur Bagian – Bagian Transporter ... 48

5.2 Simulasi Beban Menggunakan CATIA ... 53

5.3 Analisis Ergonomi (RULA Analisis) ... 59

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

6.1 Kesimpulan... 64

6.2 Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65

(13)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Alat panen ... 4

Tabel 2. Luas total lahan gambut dan yang layak untuk pertanian serta sebarannya di Indonesia ... 5

Tabel 3. Koefisien tahanan gelinding (CRR) ... 10

Tabel 4. Koefisien tahanan gelinding (CRR) ... 10

Tabel 5. Koefisien traksi berdasarkan tipe dan keadaan tanah serta jenis roda ... 12

Tabel 6. Pemberian skor bagian lengan atas ... 14

Tabel 7. Pemberian skor bagian lengan bawah ... 15

Tabel 8. Pemberian skor bagian pergelangan tangan ... 15

Tabel 9. Pemberian skor bagian leher (neck) ... 16

Tabel 10.Pemberian skor bagian kaki ... 16

Tabel 11.Tabel A RULA ... 23

Tabel 12.Tabel B RULA ... 23

Tabel 13.Tabel C RULA ... 23

Tabel 14.Kategori tindakan RULA ... 24

Tabel 15.Rentang skor untuk setiap warna ... 24

Tabel 16.Cone Indeks (CI) ... 25

Tabel 17.Desain fungsional... 27

Tabel 18.Sifat mekanis rangka transporter (S45C) ... 53

Tabel 19.Sifat mekanis matrial rangka bak ... 54

Tabel 20.Sifat mekanis material rangka Roller ... 56

(14)

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kegiatan panen kelapa sawit ... 3

Gambar 2. Penggunaan angkong untuk transportasi TBS ... 7

Gambar 3. Mini traktor dengan scissor/hi-lift trailer ... 8

Gambar 4. Bidang kontak roda rantai dan roda ban dengan landasannya ... 9

Gambar 5. Diagram alir proses perancangan ... 13

Gambar 6. Pergerakan tubuh bagian lengan atas... 14

Gambar 7. Pergerakan tubuh bagian lengan bawah ... 15

Gambar 8. Pergerakan tubuh bagian pergelangan tangan ... 15

Gambar 9. Postur tubuh bagian leher ... 15

Gambar 10.Postur tubuh bagiankaki ... 16

Gambar 11.Tahapan penelitian ... 18

Gambar 12.Tampilan aplikasi analysis dan simulasi ... 20

Gambar 13.Tampilan pembuatan manikin ... 22

Gambar 14.Tampilan toolbox yang menunjukan hasil simulasi ... 22

Gambar 15.Kontruksi dudukan rel dan bak desain awal ... 26

Gambar 16.Kontruksi dudukan rel dan bak perbaikan ... 26

Gambar 17.Dimensi bak (tampak samping) ... 28

Gambar 18.Penyusunan TBS tipe I ... 29

Gambar 19.DBB penyusunan tipe I ... 29

Gambar 20.Penyusunan TBS tipe II ... 30

Gambar 21.DBB penyusunan tipe II ... 30

Gambar 22.Diagram benda bebas pada chasis ... 31

Gambar 23.Diagram benda bebas bagian C1-C2 ... 31

Gambar 24.Diagram benda bebas bagian A1-A2 ... 32

Gambar 25.Diagram benda bebas bagian B1-B2 ... 32

Gambar 26.Diagram benda bebas pada rangka sebelah kanan ... 33

Gambar 27.Diagram bidang gaya geser dan bidang momen ... 33

Gambar 28.Diagram bidang momen ... 34

Gambar 29.Luasan penampang besi U ... 34

Gambar 30.DBB defleksi ... 35

Gambar 31.Sketsa beban pada rangka Roller ... 36

Gambar 32.Diagram benda bebas poros idler ... 40

Gambar 33.Diagram benda bebas poros bak ... 41

Gambar 34.Diagram benda bebas transporter saat bak kosong ... 44

Gambar 35.Diagram benda bebas transporter saat siap unloading ... 44

Gambar 36.Diagram benda bebas tempat duduk ... 45

Gambar 37.Sketsa daerah normal jangkauan tangan ... 46

Gambar 38.Sketsa daerah maksimal jangkauan tangan... 46

Gambar 39.Transporter TBS tipe trek kayu ... 47

(15)

viii

Gambar 41.Bak ... 49

Gambar 42.Rel bak ... 49

Gambar 43.Gearbox ... 50

Gambar 44.Motor penggerak ... 51

Gambar 45.Crawler ... 51

Gambar 46.Roller ... 52

Gambar 47.Tempat duduk ... 52

Gambar 48.Von mises stress rangka transporter... 53

Gambar 49.Deformasi rangka transporter ... 54

Gambar 50.Von mises stress bak ... 55

Gambar 51.Deformasi bak ... 55

Gambar 52.Von mises stressRoller ... 56

Gambar 53.Deformasi Roller ... 57

Gambar 54.Von mises stress tempat duduk ... 58

Gambar 55.Deformasi tempat duduk ... 58

Gambar 56.Perbandingan gerakan pada posisi mengemudi ... 59

Gambar 57.Posisi operator saat mengemudi ... 59

Gambar 58.RULA Analisis posisi mengemudi, sisi kanan (a) dan sisi kiri (b) ... 56

Gambar 59.Perbandingan gerakan pada posisi mendorong bak ... 60

Gambar 60.Posisi mendorong bak ... 61

Gambar 61.Hasil Rula Analisis posisi mendorong bak, sisi kiri (a) dan sisi kanan (b)... 61

Gambar 62.Perbandingan gerakan pada posisi siap unloading ... 62

Gambar 63.Posisi operator saat siap unloading ... 62

Gambar 64.Hasil Rula Analisis posisi siap unloading, sisi kanan (a) dan sisi kiri (b) ... 62

Gambar 65.Perbandingan gerakan pada posisi unloading penuh ... 63

Gambar 66.Posisi operator saat unloading penuh ... 63

(16)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1.Data antropometri ... 68

Lampiran 2.Sifat – sifat mekanis standar bahan logam ... 70

Lampiran 3.Foktor koreksi untuk beban lentur murni ... 71

Lampiran 4.Daftar dimensi besi kanal ... 72

Lampiran 5.Daftar dimensi bearing seri 60 ... 73

Lampiran 6.Daftar dimensi bearing seri 62 ... 74

Lampiran 7.Lampiran gambar ... 75

00. Assembly ... 76

00. Assembly ... 77

01. Kemudi ... 78

01. Kemudi perakitan ... 79

1a. Rangka 1 ... 80

1b. Rangka ... 81

1c. Stang ... 82

1d. Clutch handle ... 83

1e. Rangka 3 ... 84

1f. Rangka 4 ... 85

1g. Clutch rod ... 86

02. Engine... 87

03. Chasis ... 88

03. Rangka utama ... 89

3a. Rel bak ... 90

3b. Rangka utama ... 91

3c. Dudukan gearbox ... 92

3d. Pengatur tegangan rantai ... 93

04. Tempat duduk ... 94

4a. Rangka Tempat duduk ... 95

4b. Pedal rem ... 96

4c. Alas kaki ... 97

05. Bak ... 98

5a. Rangka bak ... 99

5b. Rangka bawah ... 100

5d. Hinge ... 101

5e. Poros bak ... 102

5f. Pengunci bak ... 103

07. Crawler... 104

7a. Sepatu [set] ... 105

7a1. Rantai ... 106

7a2. Dudukan sepatu ... 107

(17)

x

7b. Idler ... 109

7d. Sprocket belakang ... 110

08. Roller ... 111

8a. Rangka Roller ... 112

(18)

xi DAFTAR LAMBANG

SIMBOL SATUAN

RR : Tahanan gelinding kg

W : Berat kendaraan kg

CRR : Koefisien tahanan gelinding -

TK : Traksi kritis kg

Ct : Koefisein traksi -

ΣM : Sigma momen Nm

lg : Lengan centroid mm

lm : Jarak gaya angkat manusia –centroid mm

Wcg : Berat pada centroid kg

Fm : Berat yang bisa diangkat manusia kg

We : Berat motor penggerak kg

dpn : Beban yang diterima pada sumbu depan kg

A1 : Distribusi beban bak dan TBS pada rangka sisi kiri kg

A2 : Distribusi beban bak dan TBS pada rangka sisi kanan kg

B1 : Distribusi beban Gearbox pada rangka sisi kiri kg B2 : Distribusi beban Gearbox pada rangka sisi kanan kg C1 : Distribusi beban motor penggerak pada rangka sisi kiri kg

C2 : Distribusi beban motor penggerak pada rangka sisi kiri kg

Wb : Berat bak kg

Wg : Berat Gearbox kg

We : Berat Engine kg

σa : Tegangan lentur bahan kg/mm2

σijin : Tegangan lentur ijin kg/mm2

g : Tegangan geser ijin kg/mm2

: Tegangan geser yang terjadi pada bahan kg/mm2

I : Inersia bahan mm4

y : Defleksi yang terjadi pada bahan mm

ya : Defleksi ijin mm

Wr : Beban kritis yang terjadi pada roller kg

B : Dimensi tebal bahan mm

H : Dimensi tinggi bahan mm

ds : Diameter poros mm

A : Luas permukaan mm2

M : Momen bahan kg.mm

(19)

xii

Dl : Diameter luar bahan mm

Dd : Diameter dalam bahan mm

Sf : Faktor keamanan -

fc : Faktor koreksi -

Droda : Diameter roda mm

Dpuli : Diameter puli mm

DEngine : Diameter motor penggerak mm

Vtranspoeter : Kecepatan transporter m/det

Wpuli : Kecepatan sudut puli rpm

������� : Putaran puli rpm

J : Jarak sprocket mm

G : Pillow block mm

(20)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Kegiatan panen menjadi hal penting dalam pengelolaan tanaman kelapa sawit. Menurut Pramudji et al. (2004) dalam Chairunisa (2008) panen adalah pekerjaan penting di perkebunan kelapa sawit karena langsung menjadi sumber pemasukan uang ke perusahaan melalui penjualan minyak kelapa sawit (MKS) dan inti kelapa sawit (IKS). Kegiatan panen meliputi pemotongan TBS (Tandan Buah Segar), pengumpulan dan pengangkutan.

Sasaran utama pekerjaan potong buah yaitu mencapai produksi/ton TBS per hektar yang tinggi, biaya per kg yang rendah dan mutu produksi yang baik berupa Asam Lemak Bebas (ALB) atau Free Fatty Acid (FFA) yang rendah (Pahan, 2006). Berkaitan dengan hal tersebut, Lubis (1992) menyatakan bahwa keberhasilan panen dan produksi sangat tergantung pada bahan tanaman yang dipergunakan, manusia (pemanen) dengan kapasitas kerjanya, peralatan yang dipergunakan untuk panen, kelancaran transportasi serta faktor pendukung lainnya seperti organisasi panen yang baik, keadaan areal, insentif yang disediakan dan lain-lain.

Pengangkutan TBS dan berondolan adalah kegiatan pengangkutan dari TPH ke PKS pada setiap hari panen. Pengangkutan TBS memiliki tujuan mengirim TBS dan berondolan ke pabrik dalam keadaan baik melalui penanganan secara hati-hati dan menjaga jadwal pengiriman TBS dan buah secara tepat, sehingga pabrik kelapa sawit dapat bekerja secara optimal (Rankine dan Fairhust 2000 dalam Chairunisa 2008).

Menurut Pramudji et al (2004) dalam Chairunisa (2004) prinsip dasar dari pengangkutan adalah melakukan evakuasi TBS dari lapangan ke PKS secepat-cepatnya (maksimal 24jam), sesegar-segarnya dan sebersih-bersihnya. Transport buah merupakan mata rantai dari tiga faktor yaitu panen, pengolahan dan pengangkutan. Ketiga faktor ini merupakan faktor terpenting dan saling mempengaruhi. Pengelolaan transport buah memiliki 6 sasaran yang harus dicapai. Keenam sasaran tersebut yaitu, meningkatkan kualitas TBS, meningkatkan produktivitas kendaraan, menjaga agar asam lemak bebas (ALB) produksi harian 2-3 %, kapasitas dan kelancaran pengolahan di pabrik, keamanan TBS dilapang serta cost (Rp/kg TBS) transport yang minimal(Pramudji et al 2004 dalam Chairunisa 2004).

Penjelasan diatas menunjukan bahwa alat transportasi memegang peranan penting dalam perkebunan kelapa sawit terutama pada proses panen untuk mengangkut Tandan Buah Segar (TBS) dari titik panen sampai ke pabrik. Jika alat transportasi mengalami hambatan maka pabrik akan terhambat operasinya dan buah akan banyak yang tertinggal di lapangan atau akan ada buah yang diinapkan di lapangan, hal ini akan menyebabkan banyaknya kehilangan hasil (Dadin 2002). Menurut Pahan (2006)menyatakanpada pengelolaan kebun kelapa sawit, faktor transportasi mendapat perhatian khusus. Keterlambatan pengangkutan TBS (tandan buah segar) ke pabrik akan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas dan mempengaruhi proses pengolahan, kapasitas olah, dan mutu produk akhir.

(21)

2 untuk jalan primer berkisar antara 0.3 – 0.5 meter sedangkan jalan sekunder 0.3 meter. Pada jalan utama maupun sekunder dibuat parit dengan kedalaman dan lebar satu meter atau kantung air dengan ukuran 2 m x 2 m x 2 m di sisi kanan-kiri jalan tersebut (Dadin 2002).

Kondisi lahan pada perkebunan sawit di daerah lahan gambut merupakan salah satu kendala dalam transportasi TBS. PT. Astra Agro Lestari merupakan salah salah satu perkebunan kelapa sawit yang memiliki beberapa lahan dengan kemampuan daya dukung tanah rendah. Hasil pengukuran dan survey lapang menunjukan beberapa karekteristik dan kendala untuk transportasi TBS seperti luasan petakan kebun kelapa sawit rata-rata adalah 1000 x 300 m. Kondisi lahan yang ada saat ini memiliki daya dukung tanah yang rendah yaitu kurang dari 800 kPa dengan potensi penurunan 0.3 – 0.8 cm /bulan. Infrastruktur jalur evakuasi TBS dari piringan (titik panen) ke tempat pengumpulan hasil (TPH) tidak sebaik jalur evakuasi TBS ke tempat pengumpulan utama/pabrik. Jalur evakuasi TBS ke tempat pengumpulan hasil hanya memiliki lebar 80 – 100 cm. Sekeliling petakan kebun juga terdapat saluran air yang memiliki lebar 3 m, sehingga kadar air petakan kebun besar sekitar 78 %.

Perkembangan peralatan pengangkut TBS pada perkebunan kelapa sawit meningkat pesat.Beberapa negara tetangga sudah mampu mengembangkan alat transportasi TBS dengan basis mekanis. Alat transportasi yang berkembang saat ini adalah mechanical buffalo dan mini

tracktor dengan Hi-Lift. Walaupun pengembangan mesin pengangkut sudah maju namun penanganan yang diupayakan untuk pengangkutan TBS dari tepat pemanenan sampai jalan utama saat ini masih menggunakan angkong.Kapasitas angkongkecil hanya mampu mengangkut 2-3 TBS sehingga perlu melakukan pengangkutan berkali-kali.Dengan menggunakan mesin dan alat tersebut pada lahan yang memiliki daya dukung tanah rendah makatidak dapat dioperasikan. Sehingga pengangkutan terpaksa menggunakan tenaga manusia dengan cara dipikul. Menurut Hendra dan Rahardjo (2009) penggunaan angkong dalam kegiatan penanganan TBS digolongakan kedalam tingkat resiko ergonomis yang tinggi dengan skor 8 – 9 (REBA). Untuk luasan lahan yang besar maka penggunaan tenaga manusia sangat tidak efektif dari sisi waktu pengerjaan dan tenaga.

Berdasarkan penjelasan diatas maka dipelukan alat transportasi atau alat angkut TBS yang dapat memecahkan permasalahan yang terjadi di lapangan. Untuk itu perlu adanya pengembangan transpoter tandan buah segar (TBS) yang memiliki kapasitas angkut lebih besar, mampu dioperasikan pada keterbatasan lahan dan dapat meringankan kegiatan panen. Penelitian yang dilakukan merupakan bagian penelitian kerjasama antara PT Subur Agro Makmur sebagai anak perusahaan PT Astra Agro Lestari Tbk dan Fakultas Teknologi Pertanian.

1.2

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah melakukan desaintransporter tipe trek kayu yang difungsikan untuk mengangkut Tandan Buah Segar dan dapat dioperasikan pada lahan yang memiliki daya dukung tanah rendah. Dalam penelitian ini desain yang dilakukan sampai pada tahap gambar kerja.Sebagai pendukung analisis teknik dalam penelitian ini juga dilakukan simulasipembebanan statik (Von Misses dan deformasi) serta RULA analysis dengan menggunakan perangkat lunak

(22)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Penanganan Panen TBS

Panen adalah pengambilan buah kelapa sawit yang telah memenuhi kriteria matang panen dari pohonnya, selanjutnya bersama-sama brondolannya dikumpulkan untuk diangkut ke pabrik. Panen merupakan kegiatan inti dari operasional perkebunan kelapa sawit, karena merupakan sumber pendapatan perusahaan secara langsung melalui penjualan CPO dan PKO (Sinaga 2011).

Menurut Lubis (1992) panen merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting pada pengelolaan tanaman kelapa sawit menghasilkan. Keberhasilan panen akan menunjang pencapaian produktivitas tanaman kelapa sawit. Pengelolaan tanaman yang sudah baku dan potensi produksi di pohon yang tinggi, tidak ada artinya jika panen tidak dilaksanakan secara optimal.

Kegiatan panen kelapa sawit meliputi pemotongan tandan, memungut atau mengumpulkan dan mengangkut. Cara panen mempengaruhi kuantitas dan kualitas produksi, sebab menurut Pahan (2006), selama kegiatan panen dan pengangkutan tandan, asam lemak bebas (ALB) bisa naik dengan cepat, yaitu dengan adanya luka–luka pada buah karena benturan mekanis yang dapat mempercepat proses hidrolisis serta meningkatkan proses oksidasi. Hasil panen yang baik ditentukan oleh manajemen yang baik, mulai dari pembukaan lahan hingga pemanenan kelapa sawit itu sendiri. Kegiatan panen secara umum dapat dilihat dalam Gambar 1.

(a) Pemotongan tandan (b) Pengangkutan ke TPH

(d) Pengangkutan ke pabrik (c) Pengumpulan

(23)

4 Sistem panen juga mempengaruhi hasil akhir dari kegiatan panen TBS. Secara umum, sistem panen ini terbagi menjadi sistem ancak giring dan ancak tetap. Ancak panen adalah luasan tertentu dari areal tanaman dimana kegiatan panen dilaksanakan oleh satu pemanen. Ancak tetap merupakan ancak yang diberikan kepada pemanen untuk diselesaikan pada hari tersebut tanpa ada perpindahan dan akan dikerjakan terus menerus oleh pemanen yang sama pada setiap rotasi. Keuntungan menerapkan ancak tetap yaitu, ancak terjaga kondisi pohonnya, ancak terjaga bersih, buah memungkinkan terpanen tuntas, bila terdapat kesalahan maka pelacakan akan mudah serta pemanen memiliki rasa tanggung jawab karena merasa memiliki ancak tersebut. Kekurangannya bila musim panen rendah, pemanen sulit mendapatkan target janjang sehingga biaya panen akan tinggi, buah akan terlambat diangkut ke pabrik karena pemanen mengumpulkan hasil ke TPH bila panen sudah selesai, serta kemungkinan buah mentah dipanen tinggi (Sinaga 2011). Hanca giring adalah sistem hanca panen giring tetap per kemandoran, yaitu menempatkan pemanen dengan cara digiring dari satu hanca ke hanca selanjutnya dalam seksi panen yang telah ditetapkan pada hari tersebut. Ancak masing-masing pemanen luasnya 2.5-3 ha pada setiap seksi panen. Seksi panen adalah luas areal satu afdeling yang harus selesai dipanen dalam satu hari.

Pengangkutan TBS merupakan bagian yang tidak kalah penting pada proses produksi di perkebunan kelapa sawit. Ada empat hal yang menjadi sasaran kelancaran transport buah; yaitu, menjaga agar asam lemak bebas (ALB) produksi harian 2-3%, kapasitas atau kelancaran pengolahan di pabrik, keamanan TBS di lapangan, dan biaya (Rp/kg TBS) transport yang minimum. Menurut Setyamidjaja (1991) buah kelapa sawit yang sudah matang dan masih segar hanya mengandung 0.1% asam lemak. Tetapi buah-buah yang sudah memar atau pecah dapat mengandung asam lemak bebas sampai 50%, hanya dalam waktu beberapa jam saja. Oleh karena itu, pengangkutan tandan buah segar (TBS) sangat mempengaruhi kualitas dari TBS (Pahan 2006).

Menurut Pahan (2006) pengangkutan TBS dan brondolan adalah kegiatan pengangkutan dari tempat penampungan hasil (TPH) ke pabrik kelapa sawit pada setiap hari panen. Pada prinsipnya TBS dan brondolan harus diangkut secepatnya ke PKS untuk diolah pada hari itu juga. Hal ini dilakukan supaya minyak yang dihasilkan tetap bermutu baik. Oleh karena itu, pengangkutan panen merupakan unsur yang sangat penting agar tandan dapat masuk segera ke pabrik untuk diolah pada hari panen.

Pengelolaan panen sejak mulai dari persiapan panen hingga pengangkutan tandan buah segar ke pabrik kelapa sawit perlu mendapatkan penanganan yang baik, khususnya pada areal perkebunan di lahan gambut. Hal ini berkaitan dengan kendala lingkungan fisik yang lebih berat dibandingkan di lahan kering tanah mineral.

Alat panen yang digunakan oleh perusahaan kelapa sawit secara umum dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Alat panen

No Nama Alat Kegunaan

1 Egrek Untuk memotong pelepah dan tangkai buah pada saat panen, digunakan pada pohon sawit yang tinggi.

2 Dodos besar Alat untuk pemanenan buah pada pohon sawit yang tidak terlalu tinggi. Mempunyai mata dodos dengan lebar 14 cm dengan diameter gagang ± 5 cm.

(24)

5

No Nama Alat Kegunaan

4 Angkong Alat bantu pengeluaran TBS dari dalam lahan ke TPH. 5 Kampak Alat pemotong tangkai TBS yang panjang.

6 Tajok Untuk menaikan TBS ke dalam angkong atau menaikan TBS ke dump truck.

7 Batu asah Sebagai alat asah untuk mata dodos dan pisau egrek.

8 Garu Untuk bongkar-muat TBS dari dump truck.

9 Karung Sebagai tempat untuk mengumpulkan berondolan.

2.2

Kelapa Sawit di Lahan Gambut

Keterbatasan lahan produktif menyebabkan ekstensifikasi pertanian mengarah pada lahan-lahan marjinal. Lahan gambut adalah salah satu jenis lahan-lahan marjinal yang dipilih, terutama oleh perkebunan besar, karena relatif lebih jarang penduduknya sehingga kemungkinan konflik tata guna lahan relatif kecil.

Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis, yaitu sekitar 21 juta ha, yang tersebar terutama di Sumatera, Kalimantan dan Papua (BB Litbang SDLP, 2008). Namun karena variabilitas lahan ini sangat tinggi, baik dari segi ketebalan gambut, kematangan maupun kesuburannya, tidak semua lahan gambut layak untuk dijadikan areal pertanian. Dari 18,3 juta ha lahan gambut di pulau-pulau utama Indonesia, hanya sekitar 6 juta ha yang layak untuk pertanian (Tabel 2).

Tabel 2. Luas total lahan gambut dan yang layak untuk pertanian serta sebarannya di Indonesia

Pulau/propinsi Luas Total (ha) Layak untuk Pertanian (ha) Sumatra Riau Jambi Sumatra Selatan Kalimantan Kalimantan Tengah Kalimantan Barat Kalimantan Selatan PapuadanPapuaBarat 6244101 4043600 716839 1483662 5072249 3010640 1729980 331629 7001239 2253733 774946 333936 1144851 1530256 6727723 694714 162819 2273160

Total 18317589 6057149

Sumber : BB Litbang SDLP (2008) dalam Agus dan Subiksa (2008)

Perkembangan usaha dan infestasi kelapa sawit terus mengalami pertumbuhan yang sangat pesat.Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2009 diperkirakan mencapai 7.327.331 ha. Dari sekitar 26.32 juta ha lahan yang dapat ditanami kelapa sawit di Indonesia, sedikitnya ada 5.6 juta ha dintaranya lahan gambut yang dapat digunakan untuk perkebunan kelapa sawit.Secara agronomis lahan gambut dapat memungkinkan sebagai perluasan penanaman kelapa sawit, namun memiliki kendala yang lebih banyak dibanding dengan pengelolalaan perkebunan sawit di tanah mineral.

(25)

6 penyakit dan pembangunan infrastruktur mahal dll. Namun demikian jika lahan gambut dikelola dengan baik, tanaman kelapa sawit juga dapat menghasilkan produksi yang tinggi.

Menanam kelapa sawit di lahan gambut akan berhadapan dengan faktor pembatas utama, yaitu masalah drainase. Pada kondisi alami, gambut mengandung air yang berlebihan dengan kapasitas memegang air (water holding capactity) 20 – 30 kali dari beratnya, sehingga menimbulkan kondisi aerasi yang buruk. Keberhasilan penanaman kelapa sawit di lahan gambut dimulai dengan pembangunan sistem pengelolaan air (water management) yang baik. Pengelolaan air yang efektif adalah kunci untuk mendapatkan pertumbuhan dan produktivitas yang optimal sesuai potensi tanaman. Dengan mempertahankan ketinggian air 60–70 cm dari permukaan tanah diharapkan dapat memperbaiki zona perakaran sehingga penyerapan unsur hara menjadi lebih optimal. Selain itu, ketinggian permukaan air tersebut dapat membantu mengurangi laju penurunan permukaan gambut.

Kelebihan air ini juga mungkin menjadi faktor pembatas akibat drainase yang sangat terhambat sehingga mengakibatkan genangan periodik maupun permanen. Kondisi ini akan mengakibatkan dampak buruk bagi tanaman, yaitu terhambatnya perkembangan akar akibat respirasi yang tertekan dan perubahan sifat kimia tanah sehingga mengakibatkan menurunnya ketersediaan hara untuk tanaman. Khusus pada tanaman kelapa sawit, kondisi ini akan mengakibatkan gejala defisiensi nitrogen dan hara lainnya pada tanaman yang ditandai dengan keragaman tanaman yang menguning pucat dan pertumbuhannya kerdil.

2.3

Karakteristik Lahan Gambut

Karakteristik fisik gambut yang penting dalam pemanfaatannya untuk pertanian meliputi kadar air, berat isi (bulk density, BD), daya menahan beban (bearing capacity), subsiden (penurunan permukaan), dan mengering tidak balik (irriversible drying).

Kadar air tanah gambut berkisar antara 100 – 1.300% dari berat keringnya (Mutalib et al.,

1991). Artinya bahwa gambut mampu menyerap air sampai 13 kali bobotnya. Dengan demikian, sampai batas tertentu, kubah gambut mampu mengalirkan air ke areal sekelilingnya. Kadar air yang tinggi menyebabkan BD menjadi rendah, gambut menjadi lembek dan daya menahan bebannya rendah (Nugroho, et al, 1997; Widjaja-Adhi, 1997). BD tanah gambut lapisan atas bervariasi antara 0,1 sampai 0,2 g cm-3 tergantung pada tingkat dekomposisinya. Gambut fibrik yang umumnya berada di lapisan bawah memiliki BD lebih rendah dari 0,1 g/cm3, tapi gambut pantai dan gambut di jalur aliran sungai bisa memiliki BD > 0,2 g cm-3 (Tie and Lim, 1991) karena adanya pengaruh tanah mineral.

Volume gambut akan menyusut bila lahan gambut didrainase, sehingga terjadi penurunan permukaan tanah (subsiden). Selain karena penyusutan volume, subsiden juga terjadi karena adanya proses dekomposisi dan erosi. Dalam 2 tahun pertama setelah lahan gambut didrainase, laju subsiden bisa mencapai 50 cm. Pada tahun berikutnya laju subsiden sekitar 2 – 6 cm tahun-1 tergantung kematangan gambut dan kedalaman saluran drainase. Adanya subsiden bisa dilihat dari akar tanaman yang menggantung.

(26)

7 Rendahnya BD gambut menyebabkan daya menahan atau menyangga beban (bearing capacity) menjadi sangat rendah.Hal ini menyulitkan beroperasinya peralatan mekanisasi karena tanahnya yang empuk. Gambut juga tidak bisa menahan pokok tanaman tahunan untuk berdiri tegak. Tanaman perkebunan seperti karet, kelapa sawit atau kelapa seringkali doyong atau bahkan roboh. Pertumbuhan seperti ini dianggap menguntungkan karena memudahkan bagi petani untuk memanen sawit.

Sifat fisik tanah gambut lainnya adalah sifat mengering tidak balik. Gambut yang telah mengering, dengan kadar air <100% (berdasarkan berat), tidak bisa menyerap air lagi kalau dibasahi. Gambut yang mengering ini sifatnya sama dengan kayu kering yang mudah hanyut dibawa aliran air dan mudah terbakar dalam keadaan kering (Widjaja-Adhi, 1988). Gambut yang terbakar menghasilkan energi panas yang lebih besar dari kayu/arang terbakar. Gambut yang terbakar juga sulit dipadamkan dan apinya bisa merambat di bawah permukaan sehingga kebakaran lahan bisa meluas tidak terkendali.

2.4

Penggunaan Alat/Mesin untuk Mengangkut TBS

Pentingnya transportasi TBS secara tepat waktu baik menuju TPH maupun pabrik membuat berbagai perkebunan kelapa sawit menggunakan berbagai peralatan yang dianggap paling efektif sesuai dengan keadaan lahannya. Perkembangan alat angkut sudah semakin maju mulai dari pengoperasian secara manual, digandengkan dengan traktor sampai berpenggerak sendiri. Namun setiap jenis alat/mesin yang digunakan memiliki karakteristik yang berbeda danmemiliki kelebihan serta kekurangan sesuai dengan kondisi perkebunan. Beberapa jenis alat/mesin angkut yang digunakan untuk transportasi TBS adalah sebagai berikut:

2.4.1

Angkong

Angkong merupakan alat yang digunakan untuk memindahkan hasil TBS dari kebun ke TPH (tempat pengumpulan hasil). Ilustrasi angkong dapar dilihat pada Gambar 2. Pemanen memuat angkong dengan 2-3 TBS, tergantung ukuran dan berat TBS. Umumnya beratTBS berkisar antara 15 – 50 kg. Apabila TBS ukuran besar, maka satu angkong hanya berisi 2 TBS, tetapiuntuk TBS ukuran kecil, angkong dapat diisi 3 TBS (Hendra dan Rahardjo 2009)

(27)

8

2.4.2

Mini Traktor dengan

Scissor

/

Hi

-

LiftTrailer

Pengangkutan menggunakan hi-lift trailer yang digandengkan dengan traktor mini ini biasanya diaplikasikan pada areal yang memungkinkan traktor mini masuk. Biasanya mesin ini diaplikasikan pada kebun yang datar dengan permukaan tanah yang cukup keras (mineral), sedangkan untuk kebun pada areal rawa dan gambut mesin ini tidak memungkinkan untuk digunakan karena akan banyak terjadi slip pada roda.

Traktor yang digunakan untuk menarik trailer biasanya adalah traktor mini dengan motor penggerak 30 hp sampai 50 hp. Traktor akan menggandeng trailer yang dilengkapi hi-lift menggunakan hidrolik dari traktor, sehingga proses unloading dapat dilakukan secara mekanis baik untuk ditempatkan pada pengumpulan atau langsung dimuat ke dalam bin. Bin merupakan bak besi dengan kapasitas angkut berkisar antara 4 – 12 ton TBS. Ilustrasi Mini traktor dengan scissor / hi-lift trailer dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Mini traktor dengan scissor/hi-lift trailer

(Sumber: Wijayanto 2011)

2.5

Tipe Roda Traksi

(28)

9 Gambar 4. Bidang kontak roda rantai dan roda ban dengan landasannya

(Liljedahl 1989)

Menurut Setyawan (2005) pada umumnya trek (track) memiliki fungsi yang sama dengan roda ban. Perbedaannya terletak pada kekakuan roda dan pada ban angin. Dalam hal ini track

memiliki wilayah kontak yang luas yang bermanfaat pada saat digunakan antara lain untuk : tenaga dorong dan gaya tarik yang besar, kapasitas bearing yang tinggi, tahanan gelinding (rolling resistance) yang rendah dan ketenggelaman (sinkage) yang rendah.

Track berfariasi menurut ukuran dan bentuknya, yaitu dari : sepatu trek (track shoe), jumlah roda track, diameter roda, jumlah sepatu track, gerak pegas dari roda track, tekanan track, dan bahan sepatu track. Variasi ini terjadi di luar dari persyaratan desaintrack. Menurut Liljehdal, et al. (1979) persyaratan yang utama untuk menentukan desain track yaitu:

1) Persyaratan kapasitas bearing yang berhubungan dengan ukuran dan bentuk wilayah yang bersinggungan dengan jumlah dan diameter roda track.

2) Persyaratan gaya tarik. Hal ini sangat tergantung pada faktor yang sama (jumlah dan diameter roda track) dan pada beban verikal serta kekuatan track.

3) Persyaratan kisaran kecepatan.

4) Daya tahan yang diterima. Hal ini biasanya membatasi kecepatan maksimum dan mempengaruhi pada peraturan desain track bahwa sepatu track seharusnya tidak lebih luas dari yang harus dipenuhi. Ketinggian grouser yang mencukupi dapat mengurangi resiko retak atau pecah pada sepatu track. Daya tahan secara langsung berhubungan dengan tekanan track yang tepat. Untuk undercarriage tertentu, terdapat tekanan track tertentu yang tepat.

5) Persyaratan untuk bentuk sepatu track yang berfungsi untuk mencegah beban akibat tanah yang dapat menjadi penghalang.

Menurut Liljehdal et al (1979), aplikasi track di bidang pertanian banyak digunakan di combine harverster, trailer, tetapi yang lebih penting aplikasi track di bidang pertanian adalah digunakan di tracktor Crawler sebagai alternatif digunakan wheeltracktor. TracktorCrawler

berbeda dengan tracktor wheel dalam:

1) Kemampuan tarik yang tinggi per berat unit traktor. 2) Koefisien tahanan gelinding rendah.

3) Kecepatan maju lebih rendah.

(29)

10 5) Kemampuan tarik tinggi sebanding dengan ukuran (panjang dan lebar).

6) Kapasitas bearing yang lebih rendah dengan kemampuan ketenggelaman roda yang lebih kecil.

7) Biasanya umur lebih panjang.

2.6

Beban dan Tenaga

Analisis beban dan tenaga dari suatu alat yang digunakan sangat penting dilakukan agar dapat diketahui tingkat kemampuan dan kecepatan bekerja yang optimal dari alat yang diaplikasikan untuk kondisi pekerjaan tertentu. Berikut merupakan jenis beban/tahanan yang bekerja, tenaga yang tersedia pada mesin atau alat dan faktor pembatas tenaga.

2.6.1

Beban/Tahanan

Beban/tahanan ini muncul ketika alat/mesin dioperasikan untuk melakukan pekerjaan berupa tahanan gelinding, tahanan kelandaian dan beban total.

2.6.1.1 Tahanan gelinding (rolling resistance)

Tahanan gelinding didefinisikan sebagai tenaga tarik yang diperlukan untuk menggerakan tiap ton berat kendaraan termasuk muatannya diatas permukaan datar. Besarnya tergantung keadaan permukaan tanah dan berat kendaraan.

Tahanan gelinding (RR) = CRR x W (kg) Dimana : W = Berat kendaraan (kg)

CRR = Koefisien tahanan gelinding

Penentuan besarnya nilai koefisien tahanan gelinding sangat dipengaruhi oleh kondisi permukaan jalan yang dilalui oleh peralatan, seperti yang ditunjukan pada Tabel 3.

Tabel 3. Koefisien tahanan gelinding (CRR)

Kondisi permukaan jalan Nilai koefisien (%) Jalan terpelihara, ban tidak terbenam 2

Jalan terpelihara, ban agak terbenam 3.5

Ban terbenam, sedikit basah 5

Keadaan jalan jelek 8

Jalan berpasir gembur, jalan berkrikil 10

Keadaan jalan sangat jelek 15 – 20

Sumber: Wedhanto(2009)

Koefisien tahanan gelinding lebih spesifik dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Koefisien tahanan gelinding (CRR)

Tipe dan keadaan landasan Koefisien tahanan gelinding Roda besi Roda ban

Rel besi 0.01 -

Beton 0.02 0.02

Jalan, macadam 0.03 0.03

(30)

11 Jalan datar, tanpa perkerasan, kering 0.05 0.04

Landasan tanah keras 0.10 0.04

Landasan tanah gembur 0.12 0.05

Landasan tanah lunak 0.16 0.09

Kerikil, tidak dipadatkan 0.15 0.12

Pasir. Tidak dipadatkan 0.15 0.12

Tanah basah, lumpur - 0.16

Sumber: Rocmanhadi (1992)

2.6.1.2 Tahanan kelandaian

Jika suatu kendaraan bergerak melaui suatu tanjakan, maka diperlukan tenaga traksi tambahan sebanding dengan besarnya landai tanjakan, demikian pula jika menurun, akan terjadi pengurangan tenga traksi, hal ini terjadi karena adanya pengaruh gravitasi. Dengan demikian tahanan kelandaian adalah tahanan yang akan diderita oleh setiap alat yang mendaki dikarenakan pengaruh gravitasi bumi. Tahanan ini akan berubah menjadi bantuan apabila jalur menurun.

Tahanan kelandaian = W x %k

2.6.1.3 Beban total

Beban total adalah jumlah beban atau tahanan yang harus diatasi oleh alat pada suatu kondisi pekerjaan tertentu. Dalam hal ini hendaknya dianalisis mengenai beban-beban apa saja yang diterima suatu alat. Berikut adalah pengaruh tahanan gelinding dan tahanan kelandaian terhadap jenis alat.

Menanjak(Up-Hill)

Kendaraan beroda = Tahanan kelandaian + Tahanan Gelinding Kendaraan berantai = Tahanan kelandaian

Datar (Level)

Kendaraan beroda = Tahanan gelinding Kendaraan berantai = Nol

Menurun (Down-Hill)

Kendaraan beroda = Tahanan gelinding – tahanan kelandaian Kendaraan berantai = (minus) tahanan kelandaian

Beban ini lah yang harus diatasi oleh suatu alat. Dengan demikian beban total adalah sama dengan tenaga yang dibutuhkan.

2.6.2

Tenaga yang Tersedia

Adalah tenaga yang tersedia pada suatu mesin. Besar kecilnya tenaga ini

tergantung “horse power” dari mesin itu sendiri. Horse power ini akan berubah menjadi beberapa tingkat tenaga tarik (drawbar pull). Besarnya tenaga tarik ini bervariasi, umumnya makin tinggi kecepatan makin rendah tenaga tariknya, demikian pula sebaliknya.

2.6.3

Faktor Pembatas Tenaga

(31)

12 2.6.3.1 Traksi kritis

Traksi kritis adalah daya cengkram suatu alat akibat adanya adhesi antara roda penggerak dari alat tersebut dengan permukaan tanah. Batas kritis dari daya cengkram ini disebut traksi kritis, sebab alat tidak mungkin dapat memiliki daya cengkram melebihi batas kritis ini, walaupun terhadap alat tersebut dilakukan

suatu perubahan agar “horse power”nya meningkat.Jika terdapat geseran yang cukup antara permukaan roda dengan permukaan jalan, maka tenaga mesin dapat dijadikan tenaga traksi maksimal. Tetapi sebaliknya jika tidak cukup terdapat geseran antara roda dengan permukaan jalan, maka kelebihan tenaga mesin dilimpahkan kepada roda dan akan mengakibatkan terjaninya slip. Koefisien traksi dapat disebut sebagai suatu faktor yang harus dikalikan dengan berat total kendaraan untuk memperoleh traksi kritis. Besarnya nilai traksi kritis ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Traksi kritis (TK) = W x Ct

Keterangan: W = berat kendaraan / alat pada roda penggerak (kg) Ct = koefisien traksi

Koefisien traksi berdasarkan tipe dan keadaan tanah serta jenis roda dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Koefisien traksi berdasarkan tipe dan keadaan tanah, serta jenis roda

Tipe dan keadaan tanah Jenis roda Roda ban Track

Beton, kering dan kasar 0.80 – 1.00 0.45

Tanah liat, kering 0.50 – 0.70 0.90

Tanah liat, basah 0.40 – 0.50 0.70

Pasir basah bercampur kerikil 0.30 – 0.40 0.35

Pasir lepas dan kering 0.20 – 0.30 0.30

Tanah berlumpur 0.20 0.15

Sumber: Wedhanto (2009)

2.7

Proses Desain

Perancangan (design) secara umum dapat didefinisikan sebagai formulasi suatu rencana untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sehingga secara sederhana perancangan dapat diartikan sebagai kegiatan pemetaan dari ruang fungsional (tidak kelihatan/imajiner) kepada ruang fisik (kelihatan dan dapat diraba/dirasa) untuk memenuhi tujuan-tujuanakhir perancang secara spesifik atau obyektif. Rangkaian kegiatan iterarif yang mengaplikasikan berbagai teknik dan prinsipscientifik yang bertujuan untuk mendefinisikan peralatan, proses, atau sistem secara detail sehingga dapat direalisasikan. Dalam scope yang lebih spesifik machine design adalah kegiatan yang berhubungan dengan “penciptaan (creation)” machinery yang dapat melakukan fungsinya dengan baik, safe, dan handal.

(32)

13 hasil produk yang kurang memuaskan. Dari permasalahan-permasalahan tersebut maka perlu dilakukan analisis permasalahan untuk mendapatkan solusi melalui tahapan perencanaan yang tepat. Perencanaan merupakan tahapan bagaimana untuk memperoleh suatu produk tertentu yang sesuai dengan kebutuhan yang ada. Tahapan-tahapan dalam melakukan perancangan meliputi identifikasi masalah, analisis masalah, konsep desain, pembuatan prototipe, dan pengujian kerja prototipe.

Menurut Harsokoesoemo (1999), perancangan adalah kegiatan awal dari usaha merealisasikan suatu produk yang keberadaannya dibutuhkan oleh masyarakat untuk meringankan hidupnya. Perancangan terdiri dari serangkaian kegiatan yang berurutan, oleh karena itu perancangan kemudian disebut sebagai proses yang mencakup seluruh kegiatan yang terdapat dalam proses perancangan tersebut. Perancangan dianggap dimulai identifikasi kebutuhan produk yang diperlukan masyarakat. Berawal dari diidentifikasikannya kebutuhan produk tersebut maka proses perancangan berlangsung. Kegiatan-kegiatan dalam proses perancangan disebut fase. Salah satu deskripsi proses perancangan adalah deskripsi yang menyebutkan bahwa proses perancangan terdiri dari fase-fase seperti terlihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Diagram alir proses perancangan (Sumber : Harsokoesoemo 1999)

Pada umumnya perancangan alat/mesin menggunakan pendekatan secara fungsional dan struktural. Pendekatan fungsional adalah pendekatan untuk menentukan fungsi – fungsi tunggal dan mekanisme yang harus dibangkitkan agar tujuan perancangan dapat tercapai. Pendekatan struktural pendekatan yang digunakan untuk mendapatkan persyaratan teknik yaitu nilai kuantitatif yang mempunyai spesifikasi tertentu.

2.8

Ergonomi

(33)

14 Ergonomika secara umum membutuhkan suatu ilmu tentang sistem, dimana manusis, mesin dan lingkungan seling berinteraksi dengan tujuan untuk menyesuaikan suatu tugas kepada manusia yang berhubungan dengannya. Jadi ergonomika dapat diartikan sebagai aturan kerja atau perkaikan antara orang dengan lingkungan kerjanya. Ergonomika merupakan ilmu yang bersifat multi-disiplin, diantaranya melibatkan ilmu anatomi, kimia, biologi, fisiologi, psikologi, motor penggerakering dan manajemen. Dalam batas tertentu manusia dituntut mampu berdaptasi dengan fasilitas dan lingkungan kerjanya, tetapi terlebih yang penting adalah menyesuaikan lingkungan kerja dan fasilitas sehingga tidak melampaui batas kemampuan manusia (Kiesmanto et al 1997).

2.9

Aplikasi Antropometri dalam Desain

Antropometri adalah pengukuran tubuh manusia. Kata ini berasal dari bahasa Yunani yaitu

antropos (manusia) dan metron (pengukuran). Data antropometri digunakan untuk mengetahui dimensi fisik ruang kerja dan alat kerja agar terjadi kesesuian antara dimensi alat dan dimensi manusia (Bridger 1995).

Data antropometri dapat digunakan untuk optimasi dimensi benda yang sering digunakan manusia atau mendesain alat atau mesin agar operator dapat mengoperasikan dengan nyaman, efisien dan aman (Nasir 2001).

Metode penilaian kesesuaian gerak yang menggunakan data antropometri adalah RULA (Rapid Upper Limb Assessment)Analysis. Penilaian ini digunakan untuk pengambilan keputusan disain aman/ergonomis atau tidak. Dalam mempermudah penilaian dalam RULA analysis, maka tubuh dibagi atas dua segmen grup yaitu, grup A terdiri atas lengan atas (upper arm), lengan bawah (lower arm) dan pergelangan tangan (wrist). Sedangkan grup B terdiri dari leher (neck), punggung (trunk) dan kaki (legs) (Ariani 2010).

Pergerakan untuk lengan atas dapat dilihat pada Gambar 6 dan untuk pemberian skor untuk lengan atas disajikan dalam Tabel 6.

Gambar 6. Pergerakan tubuh bagian lengan atas

Tabel 6. Pemberian skor bagian lengan atas

Pergerakan Skor Skor perubahan

20o (ke depan maupun ke belakang dari tubuh)

1

+ 1 jika bahu naik + 1 jika lengan berputar/bergerak > 20o (ke belakang) atau 20 –

45o

2

45 – 90o 3

(34)

15 Pergerakan untuk lengan bawah dapat dilihat pada Gambar 7. Pemberian skor untuk bagian lengan bawah disajikan dalam Tabel 7.

Gambar 7. Pergerakan tubuh bagian lengan bawah

Tabel 7. Pemberian skor bagian lengan bawah

Pergerakan Skor Skor perubahan

60 – 100o 1 + 1 jika lengan bawah bekerja melewati garis tengah atau keluar dari sisi tubuh

< 60o atau > 100o 2

Pergerakan untuk pergelangan tangan dapat dilihat pada Gambar 8. Pemberian skor untuk bagian pergelangan tangan disajikan dalam Tabel 8.

Gambar 8. Pergerakan tubuh bagian pergelangan tangan

Tabel 8. Pemberian skor bagian pergelangan tangan

Pergerakan Skor Skor perubahan

Posisi netral 1

+ 1 jika pergelangan tangan menjauhi sisi tengah 0 – 15o 2

>15o 3

Untuk putaran pergelangan tangan (wrist twist) pada posisi postur yang netral diberi skor : 1 = Posisi tengah dari putaran

2 = Posisi pada atau dekat dari putaran

Pergerakan untuk leher dapat dilihat pada Gambar 9. Pemberian skor untuk bagian leher disajikan dalam Tabel 9.

(35)

16 Tabel 9. Pemberian skor bagian leher (neck)

Pergerakan Skor Skor perubahan

0 – 10 o 1

+ 1 jika leher berputar/bengkok +1 jika batang tubuh bungkuk 10 – 20o 2

>20o 3 Ekstensi 4

Pergerakan untuk kaki (legs) dapat dilihat pada Gambar 10. Pemberian skor untuk bagian kaki disajikan dalam Tabel 10.

Gambar 10. Postur tubuh bagian kaki (legs)

Tabel 10. Skor bagian- bagian kaki

Pergerakan Skor

Posisi normal/seimbang 1

Tidak seimbang 2

2.10

CATIA

Kemajuan teknologi dibidang komputer saat ini sangat membantu dalam proses penyelesaian gambar teknik. Banyak software gambar saat ini yang dikembangkan beberapa perusahaan software. Dengan kemajuan teknologi sekarang banyak software gambar yang telah terintegrasi dengan analisa seperti analisa kekuatan struktur dan analisa aliran fluida. Untuk

software gambar yang telah terintegrasi dengan analisa strukur salah satunya adalah CATIA yang merupakan produk keluaran dari Dessault Systemes.

CATIA memiliki kelebihan dalam bidang desain dan simulasi.Salah satu aplikasi yang digunakan untuk membantu dan menguatkan rancangan teknik adalah simulasi beban statik. Selain itu terdapat aplikasi untuk membantu analisis ergonomik yaitu proses simulasi benda kerja terhadap manusia sebagai pengendali kerjanya (operator). Simulasi dilakukan dengan menggunakan modul aplikasi Ergonomics Design & Analysis.Ergonomics Design & Analysis

merupakan aplikasi manual dari RULAMethod.

2.11

Von Mises Stress

Von Mises (1913) dalam Gunawan (2009) menyatakan bahwa akan terjadi luluhan

bilamana tegangan normal itu tidak tergantung dari orientasi atau sudut θ (invariant) kedua

Deviator tegangan J

(36)

17 Kriteria luluh von mises mengisyaratkan bahwa luluh tidak tergantung pada tegangan normal atau tegangan geser tertentu, melainkan tergantung dari fungsi ketiga harga tegangan

geser utama. Karena kriteria luluh didasarkan atas selisih tegangan normal, σ

1– σ2, dan sebagainya, maka kriteria tersebut tidak tergantung pada komponen tegangan hidrostatik. Karena kriteria luluh von mises melibatkan suku pangkat dua, hasilnya tidak tergantung dari tanda tegangan individual.

Semula Von Mises mengusulkan kriteria ini karena matematikanya sederhana.Setelah itu, ahli lainnya berusaha untuk memberikan arti fisik.Hencky (1924) menunjukan bahwa persamaan

(37)

18

III.

METODE PENELITIAN

3.1

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2012 sampai Oktober 2012 di Laboraturium Teknik Mesin dan Otomasi, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer dan

software gambar yang mendukung. Software gambar yang digunakan adalah CATIA V5.R20

karena software tersebut terjadapat fiture untuk melakukan analisis beban dan simulasi.

3.3

Tahapan Penelitian

[image:37.595.99.523.401.743.2]

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode perancangan secara umum, namun fokus penelitian ini tidak sampai pengembangan prototipe. Beberapa pendekatan yang digunakan dalam perancangan adalah pendekatan rancangan fungsional dan pendekatan rancangan struktural. Tahapan dari penelitian ini disajikan dalam Gambar 11.

Gambar 11. Tahapan penelitian Ya Tidak

Mulai

Identifikasi masalah

Pengembangan dan perumusan ide desain

Penetapan mekanisme

Analisis rancangan

Gambar teknik Konseptual gambar

Selesai

(38)

19 Menurut Harsokoesoemo (1999), Tahapan penelitian mengacu pada fase pembangkitan konkuren (concurrent design) dengan mengacu pada Sembilan dasar perancangan konkuren, yaitu:

1. Menggunakan produk atau unit konstruksi yang sudah ada. 2. Menentukan bahan dan metodologi perakitan

3. Menentukan keterbatasan dimensi desain

4. Mengidentifikasi subsistem yang membangun keseluruhan sistem 5. Mengembangkan hubungan berupa konstruksi dudukan dan chasis

6. Merakit dan menggabungkan interface dan komponen – komponen fungsional sistem 7. Melakukan evaluasi desain

8. Penghalusan bahan dan perakitan

9. Penghalusan bentuk akhir sistem (finishing)

3.3.1 Identifikasi Masalah

Pemilihan alat dan mesin transportasi dalam proses pemanenan yang dilakukan oleh banyak perusahaan kelapa sawit menjadi faktor penting untuk pertimbangan efektivitas dan efisiensi perusahaan. Penggunaan alat dan mesin pengangkut harus disesuaikan dengan keadaan kondisi lahan. Salah faktor penting yang dapat mempengaruhikelancaran transportasi TBS dari titik panen sampai pabrik adalah daya dukung tanah. Untuk tanah yang memiliki daya dukung yang rendah, kemungkinan penggunaan alat dan mesin dengan roda bulat (karet atau besi) sangat kecil. Roda trek memiliki bidang kontak yang luas akibatnyagaya tekan kebawah unit (alat/mesin) pengangkut lebih kecil sehingga cocok digunakan pada lahan yang memiliki daya dukung tanah yang rendah.

Masalah yang teridentifikasi di lapangan adalah kondisi lahan yang memiliki daya dukung tanah yang rendah pada kedalaman 15 – 20 cm coneindex sebesar 0 kPa, dan nilai tertinggi terdapat pada kedalaman 0 – 5 cm sebesar 754.5 kPa, sehingga penggunakan roda dengan bidang kontak keciltidak memungkinkan. Selain itu lebar jalur evakuasi untuk pengangkutan TBS dari titik panen sampai TPH sempit hanya berkisar 80 – 100 cm. Sekeliling petakan terdapat saluran air dengan lebar ±3 m.

3.3.2 Pengembangan dan perumusan idedesain

Melakukan analisis dari permasalahan yang ada dan pengumpulan ide-ide pemecahan masalah dengan mempertimbangkan berbagaiaspek yang terkait. Tahapan ini menghasilkan beberapa desain fungsional dan desain structural. Dalam tahapan ini mekanisme, bentuk dan posisi dari berbagai komponen direncanakan dengan batasan permasalahan yang akan dipecahakan.

3.3.3 Penetapan mekanisme

(39)

20 3.3.4 Konseptual gambar

Dalam proses ini ide desain yang telah dikembangkan akan dikonsepkan dalam bentuk gambar.

3.3.5 Analisis rancangan

Dalam tahapan ini dilakukan perhitungan teknik sehingga didapatkan dimensi komponen, daya penggerak, analisis berat dan titik berat dari komponen/bagian mesin. Beberapa analisis rancanganmengacu pada:

1) Analisis kekuatan bahan

Analisis kekuatan bahan dilakukan untuk mempertimbangkan kemampuan maksimum dari komponen yang dirancang. Beberapa analisis kekuatan bahan diantaranya tekanan dan tarikan, lenturan dan tegangan geser.

2) Analisis daya dan tenaga

Analisis daya dilakukan untuk mengetahui kemampuan transporter dalam daya tarik, traksi bersih dan kemiringan lahan maksimal yang dapat dilalui transporter. 3) Analisis gaya

Analisis ini dilakukan untuk menentukan gaya yang bekerja pada mesin yang dirancang seperti yang bekerja pada chasis, gaya yang bekerja pada bucket (bak), gaya yang bekerja pada RollerCrawler dan gaya kesetimbangan pada transporter. Analisis gaya ini menggunakan persamaan kesetimbangan gaya.

3.3.6 Gambar teknik

Setelah dilakukan analisis rancangan dan didapatkan dimensi atau ukuran dari tiap komponen struktur maka dilakukan proses gambar teknik. Gambar konseptual yang telah dibuat dikembangkan menjadi gambar yang telah disesuaikan ukurannya menurut perhitungan analisis teknik/rancangan. Gambar teknik juga dapat digunakan untuk proses manufaktur jika akan dilakukan pada tahapan yang lebih lanjut.

3.3.7 Simulasi menggunakan CATIA

Simulasi yang dilakukan menggunakan perangkat lunak CATIA adalah simulasi beban statik dan simulasi ergonomis yaitu RULA analysis. Kedua simulasi tersebut dilakukan untuk mendukung proses desain dan analisis teknik.

3.3.7.1 Simulasi beban statik

Pada simulasi beban statik, struktur yang digunakan adalah struktur hasil analisis teknik pada tahapan sebelumnya.Tahapan simulasi beban statik sebagai berikut:

1) Pembuatan gambar desain untuk strukur yang dirancang menggunakan perangkat lunak CATIA V5R20

2) Pendefinisian material pada struktur yang akan disimulasikan.

3) Simulasi dimulai dengan membuka windowanalysis dan simulasion.

(40)
[image:40.595.137.498.82.308.2]

21 Gambar 12. Tampilan aplikasi analysis dan simulasi

4) Pendefinisian clamp pada setiap sambungan dan permukaan yang tidak mendapatkan beban.

5) Pembebanan dilakukan sesuai dengan analisis teknik, sedangkan nilai beban yang diberikan disesuaikan dengan analisis teknik secara manual.

3.3.7.2 Simulasi ergonomis

Simulasi ini menggunakan metode RULA Analysis pada salah satu aplikasi perangkat lunak CATIA V5R20 yang digunakan. Simaulasi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

1) Studi literatur untuk mendapatkan data antropometri yang mewakili antropometri rata – rata orang Indonesia.

2) Pembuatan manikin pada perangkat lunak CATIA adalah dengan membuka aplikasi human builder. Manikin yang dipilih adalah gender laki-laki dengan persentil 50 dan dipilih populasi orang Jepang. Setelah manikin terbentuk dengan default orang Jepang, kemudian dimensi beberapa bagian tubuh disesuaikan dengan data antropometri rata-rata orang Indonesia (Lampiran 1). Terdapat 103 parameter yang terdiri dari berbagai ukuran tubuh manusia, yang dapat diinput sesuai dengan data yang diperoleh. Tampilan saat

peng-input-an data antropomeri pada manikin disajikan dalam Gambar 13.

(41)
[image:41.595.154.567.83.295.2]

22 Gambar 13. Tampilan pembuatan manikin

[image:41.595.154.484.406.615.2]

4) Tahap berikutnya adalah evaluasi terhadap masing – masing hasil simulasi rancangan yang telah dilakukanmenggunakan tools RULA Analysisyang berada dalam activity analysis. Tampilan hasil simulasi disajikan pada Gambar 14.

Gambar 14. Tampilan toolbox yang menunjukan hasil simulasi

Nilai yang tampil dalam tools RULA Analysis dalam perangkat lunak CATIA

tersebut merupakan hasil perhitungan yang telah dilakukan oleh perangkat lunak. Perhitungan RULA Analysis secara manual disederhanakan dalam hubungan tabel yang ditunjukan pada Tabel 11, Tabel 12 dan Tabel 13 serta kategori tindakan yang harus dilakukan disajikan pada Tabel 14 (Ariani 2010).

Parameter data yang akan dirubah

(42)
[image:42.595.106.534.100.777.2]

23 Tabel 11. TabelA RULA

Upper Arm

Lower Arm

Wrist

1 2 3 4

Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist

1 2 1 2 1 2 1 2

1

1 1 2 2 2 2 3 3 3

2 2 2 2 2 3 3 3 3

3 2 2 2 3 3 3 4 4

2

1 2 2 2 3 3 3 4 4

2 2 2 2 3 3 3 4 4

3 2 3 3 3 3 4 4 5

3

1 2 3 3 3 4 4 5 5

2 2 3 3 3 4 4 5 5

3 2 3 3 4 4 4 5 5

4

1 3 4 4 4 4 4 5 5

2 3 4 4 4 4 4 5 5

3 3 4 4 5 5 5 5 5

5

1 5 5 5 5 5 5 6 6

2 5 6 6 6 6 7 7 7

3 6 6 6 7 7 7 7 8

6

1 7 7 7 7 7 8 8 9

2 7 8 8 8 8 9 9 9

3 9 9 9 9 9 9 9 9

Tabel 12. TabelB RULA

Trunk 1 2 3 4 5 6

Legs Legs Legs Legs Legs Legs Neck 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7

2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7

3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7

4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8

5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8

6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9

Tabel 13. Tabel C RULA

A/B 1 2 3 4 5 6 7

1 1 2 3 3 4 5 5

2 2 2 3 4 4 5 5

3 3 3 3 4 4 5 6

4 3 3 3 4 5 6 6

5 4 4 4 5 6 7 7

6 4 4 5 6 6 7 7

7 5 5 6 6 7 7 7

8 5 5 6 7 7 7 7

(43)

Gambar

Gambar 11. Tahapan penelitian
Gambar 12. Tampilan aplikasi analysis dan simulasi
Gambar 13. Tampilan pembuatan manikin
Tabel 11. TabelA RULA
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam konteks ini organisasi harus memiliki pimpinan yang efektif dalam menjalankan manajemen untuk mengelola perubahan yang ada dalam berkelanjutan, tantangan bagi seorang

Jadi Allah tahan orang membuat kebaikan kepada kamu sehingga kamu sedari keEsaanNya dan cinta kepadaNya dengan sepenuh hati, tanpa berbelah bagi, zahir dan batin, dalam gerak dan

Dalam mengelola usaha Soto Neon Pak Ni, Ibu Sri Reswanti pernah melakukan eksperimen berupa mencoba mengganti kecap yang digunakan dalam pembuatan soto dan aneka sate

Ketua, ini kan tim ahli yang akan menyusun RUU Kreatif jadi kalau usul saya dari empat yang diusulkan tentu ada mungkin satu pelaku yang mungkin dia langsung

Abdul Syukur selaku anggota pengurus dari Majelis Kehormatan Notaris menyatakan bahwa Majelis Kehormatan Notaris Pusat yang baru dibentuk dan dilantik oleh Menteri

inu studiju o funkcionalnosti bibliografskih zapisa, tj. FRBR model, koji propisuje način na koji se trebaju organizirati bibliografski podaci kako bi isti bili što

U svrhu dobivanja što boljih rezultata i utvrđivanja što točnijeg morfološkog sastava, miješani komunalni otpad iz kontejnera odnosno „crnih“ kanti se posebno sakupljao

Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Sarono (2007), Amanda dan Wahyu (2013) Sn Slviana dn Rocky (2013) yang menyatakan bahwa Return on Asset tidak berpengaruh signifikan