• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSISTENSI TUHAN MENURUT SAID NURSI DAN KRITIKNYA TERHADAP MATERIALISME BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "EKSISTENSI TUHAN MENURUT SAID NURSI DAN KRITIKNYA TERHADAP MATERIALISME BARAT"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

MATERIALISME BARAT

Oleh:

Zaprulkhan

NIM. 05212449

TESIS

Diajukan kepada Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Magister dalam Ilmu Agama Islam Program Studi Agama dan

Filsafat Konsentrasi Filsafat Islam

YOGYAKARTA

2007

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan Penguasa semesta persada. Dialah Tuhan yang tidak hanya menjadi muara cinta di mana setiap makhluk mengekspresikan sejuta kisah cinta kepada-Nya kendati mereka tidak menyadarinya; Tuhan tempat melabuhkan segala damba hamba-hamba-Nya; namun Dia juga menjadi sebuah misteri dari setiap misteri yang mengundang semesta tanya sehingga membuahkan wacana-wacana untuk mendemonstrasikan eksistensi-Nya, baik secara intelektual maupun spiritual (intuitif). Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada nabi Agung Muhammad Saw, insan kamil yang tidak pernah berhenti dalam penjelajahan intelektual dan spiritualnya, kepada keluarganya yang suci, para sahabatnya yang mulia, dan kepada para pengikutnya yang meneladani petualangannya.

Kemudian berkat rahmat dan inayah Allah, penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul Eksistensi Tuhan Menurut Said Nursi dan Kritiknya Terhadap Materialisme Barat. Penyelesaian tesis tersebut melalui proses yang melibatkan banyak pihak baik secara personal maupun institusional. Karena itu, dari hati yang paling dalam, penulis ingin menyampaikan ungkapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya terutama kepada:

1. Direktur dan Asisten Direktur beserta para Guru Besar Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga yang telah berkenan memberikan secercah ilmu pengetahuan, wawasan, lentera kearifan, kesempatan dan fasilitas yang memadai untuk mengikuti pendidikan lanjut pada Program Pascasarjana (S2).

(3)

2. Dr. Syaifan Nur, M.A. selaku pembimbing yang dengan wawasan dan idealisme yang dimiliki telah berkenan memberikan bimbingan, analisis, dan arahan yang penuh perhatian.

3. Rektor IAIN Raden Fatah Palembang, Prof. DR. J. Suyuthi Pulungan, M.A.

yang telah memberi motivasi untuk melanjutkan studi Program Magister beserta bantuan moril dan materil.

4. Para staf Dosen STAIN Bangka Belitung yang telah memberikan bantuan baik moral maupun material, terutama pada semester dua dan tiga sehingga bisa memudahkan penulis menjalankan kegiatan akdemik tanpa kerepotan mencari dana kuliah.

5. Para pengelola UPT Perpustakaan dan Perpustakaan Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang telah memberikan pelayanan sebaik mungkin dalam rangka tersedianya buku-buku rujukan yang diperlukan.

6. Hodja Hasbi Sen yang pertama kali mengenalkan penulis dengan wacana- wacana Bediuzzaman Said Nursi dan telah menyumbangkan sebagian besar karya Said Nursi ketika penulis hijrah ke yogyakarta untuk melanjutkan studi S2.

7. Ibunda Zahra yang dengan kebijakan, ketabahan, dan doa-doanya di larut malam yang sunyi; ayunda Zuleha yang dengan kasih sayang dan kepeduliaannya; serta adik bungsuku, Zohana, yang melalui keindahan dan ketulusan cintanya telah mengukir makna dalam kehidupan penulis.

8. Semua rekan seperjuangan di markas corpus Yogyakarta, terutama para senior yang tengah menempuh Program S3, yang telah memberi masukan, motivasi,

(4)

insigth, dan arahan yang sangat berharga hingga studi S2 dan penulisan tesis ini bisa dirampungkan tepat waktu sesuai target.

Akhirnya, semoga Allah, An-Nafi', Tuhan Yang Maha Memberi Manfaat, menjadikan karya ilmiah ini bermanfaat, terutama bagi penulis pribadi sekeluarga dan bagi dunia akademik umumnya.

Yogyakarta, 20 Februari 2007 Penulis,

Zaprulkhan

(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... I HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN... II NOTA DINAS PEMBIMBING... III HALAMAN PENGESAHAN DIREKTUR... IV NOTA DINAS PENILAI... V ABSTRAK... VI PEDOMAN TRANSLITERASI ... VII MOTTO DAN PERSEMBAHAN... VIII KATA PENGANTAR... IX DAFTAR ISI... XII BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah... 1

. B. Rumusan Masalah... 11

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 11

D. Tinjauan Pustaka... 12

E. Kerangka Teoretik... 14

F. Metode Penelitian... 22

G. Sistematika Pembahasan... 25

BAB II : MENGENAL KEHIDUPAN BEDIUZZAMAN SAID NURSI A. Situasi Politik Turki... 27

B. Sketsa Biografi Said Nursi... 30

1. The Old Said (1876-1926 M)... 30

2. The New Said (1926-1950 M)... 38

3. The Third Said (1950-1960 M)... 43

(6)

BAB III : PANDANGAN SAID NURSI TENTANG EKSISTENSI TUHAN A. Eksistensi Tuhan dalam Wacana Filsafat... 48 B. Pandangan Said Nursi tentang Tuhan... 54 C. Pembuktian Eksistensi Tuhan Menurut Said Nursi... 61

1. Eksistensi Tuhan dalam Bingkai Argumentasi

Kosmologis... 61 2. Eksistensi Tuhan dalam Bingkai Argumentasi

Ontologis... 66 3. Eksistensi Tuhan dalam Bingkai Argumentasi

Teleologis... 70 4. Eksistensi Tuhan dalam Bingkai Argumentasi

Intuitif... 73

BAB IV : KONSEP MATERIALISME dan KRITIK SAID NURSI TERHADAPNYA

A. Doktrin-Doktrin Materialisme Tentang Ketiadaan Tuhan di Semesta... 79

1. Alam Tercipta oleh Sebab (Kausalitas, Mekanik)... 80 2. Segala Sesuatu Terbentuk Dengan Sendirinya

(Materi) ... 83 3. Segala Sesuatu Merupakan Tuntutan Alam

(Alamiah)... 88

B. Kritik Said Nursi Kepada Materialisme... 92 1. Kritik Melalui Dalil Kosmologis ... 93

2. Kritik Melalui Dalil Teleologis ... 99

C. Antara Kritik dan Kontribusi ... 107

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 117 B. Saran-Saran ... 120

(7)

DAFTAR PUSTAKA ... 122 DAFTAR RIWAYAT HIDUP... 129

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Dalam perspektif Islam, dikenal adanya sebuah konsep fundamental yakni tauhid, suatu konsep sentral yang berisi ajaran bahwa Tuhan adalah pusat dari segala sesuatu, dan bahwa manusia harus mengabdikan diri sepenuhnya kepada- Nya. Konsep tauhid ini mengandung implikasi doktrinal lebih jauh bahwa tujuan kehidupan manusia tak lain kecuali menyembah kepada-Nya. Doktrin bahwa hidup harus diorientasikan untuk pengabdian kepada Allah inilah yang merupakan kunci dari seluruh ajaran Islam. Dengan kata lain, di dalam Islam, konsep mengenai kehidupan adalah konsep yang teosentris, yaitu bahwa seluruh kehidupan berpusat kepada Tuhan.1

Sistem nilai tauhid ini terangkum dalam sebuah formulasi frase yang berbunyi la ilaha illa Allah (tidak ada Tuhan selain Allah). Pengikraran kalimah tersebut, menurut Karen Armstrong bukan hanya sekadar penegasan atas eksistensi Tuhan tetapi sebuah pengakuan bahwa Allah merupakan satu-satunya realitas sejati, satu-satunya bentuk eksistensi sejati. Dia adalah satu-satunya realitas, keindahan, atau kesempurnaan sejati: semua wujud yang nampak dan

1 Kuntowijoyo, Paradigma Islam (Bandung: Mizan, 1998), h. 228-229.

(8)

memiliki sifat-sifat seperti ini hanya meminjam keberadaan dan sifat tersebut dari wujud esensial ini. Dengan mengucapkan penegasan tauhid menuntut kaum Muslim untuk mengintegrasikan kehidupan mereka dengan menjadikan Allah sebagai fokus dan prioritas tunggal mereka.2

Persoalannya, secara filosofis eksistensi Tuhan Yang Maha Esa membutuhkan bukti-bukti yang bisa ditampung oleh nalar manusia. Dengan menjelajahi ayat-ayat al-Quran, Fazlur Rahman menemukan bahwa walaupun al- Quran menyuguhkan bukti-bukti yang sangat rasional dengan keteraturan alam semesta, al-Quran tidak “membuktikan” eksistensi Tuhan tetapi “menunjukkan”

cara untuk mengenal Tuhan melalui alam semesta yang ada. Namun, seandainya tidak ada alam semesta yang bekerja sesuai dengan hukumnya, sedang yang ada hanya satu hal saja, maka hal ini pun karena sifat ketergantungannya, akan menunjukkan ke arah Tuhan.3

Kendati demikian, secara garis besar dalam wacana filsafat eksistensi keesaan Tuhan dibuktikan melalui argumentasi ontologis, kosmologis, dan teleologis. Jika bukti ontologis melukiskan bahwa setiap manusia mempunyai ide tentang Tuhan dan tidak dapat membayangkan adanya sesuatu yang lebih berkuasa dari-Nya, bukti kosmologis berpijak pada ide “sebab-akibat”, yakni tidak mungkin terjadi sesuatu tanpa ada penyebabnya dan penyebab terakhir pastilah Tuhan, maka postulat teleologis berlandaskan pada keseragaman dan keserasian alam semesta, yang tidak dapat terjadi tanpa ada satu kekuatan yang mengatur

2 Karen Armstrong, A History of God (New york: Ballantine Books, 1994), h. 150.

3 Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-quran, terj. Anas Mahyuddin (Bandung: Pustaka, 1996), h. 15.

(9)

keserasian tersebut4. Dengan demikian keteraturan alam semesta memiliki tujuan- tujuan dan kebijaksanaan objektif di luar manusia.5

Tentu saja, sudah banyak ilmuwan Muslim yang mengelaborasi eksistensi Tuhan dengan menggunakan ketiga argumentasi filsafat tersebut sejak era klasik hingga dewasa ini.6 Akan tetapi, mungkin Said Nursi (selanjutnya hanya disebut Nursi), seorang pejuang, pemikir, sekaligus sufi besar abad 20 dari Turki yang mampu menguraikan eksistensi Tuhan melalui ketiga aspek filosofis tersebut secara komprehensif. Nursi berusaha melakukan interpretasi terhadap kalimah tauhid yang terangkum dalam la ilaha illa Allah hingga mencapai enam ribu halaman yang terkompilasi dalam karya monumentalnya: Risalah An-Nur.7

Justru karena Nursi tidak menafsirkan kalimah tauhid secara harfiah melainkan secara maknawiah, maka ia bisa menyentuh setiap aspek kehidupan

4 Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran (Bandung: Mizan, 1996), h. 27.

5 Loren Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia, 2002), h. 1086.

6 Perbincangan mengenai eksistensi tuhan secara filosofis sudah lama dibahas oleh ilmuwan klasik, abad pertengahan hingga era kontemporer dewasa ini. Sebut saja Ghazali dalam karyanya Al-Hikmah fi makhluqati Allah, yang mengulas alam semesta mulai dari langit, matahari, rembulan, bintang-gemintang, bumi persada, lautan, udara, air dan api, manusia serta hewan dan tumbuh-tumbuhan, ini bisa dilihat dalam Al-Ghazali, Majmu’Rasail Imam Ghazali (Beirut:Dar Al- Fikr, 1996) ; demikian pula Fakhruddin ar-Razi, Harun Yahya, bahkan dari Indonesia tampil Quraish Shihab dengan buku terbarunya, Dia Di mana-mana (Jakarta: Lentera Hati, 2005).

7 Karya pemikir & sufi besar dariTurki ini, Risalah An-Nur, mendapat apresiasi yang sangat luar biasa dari kaum Muslim dari seluruh penjuru dunia. Hal ini dibuktikan dengan akses masyarakat dunia baik di belahan wilayah Timur maupun Barat & telah diterjemahkannya Risalah An-Nur ke dalam berbagai bahasa dunia sampai lebih dari tiga puluh bahasa asing: Inggris, Itali, Jepang, Prancis, Spanyol, Cina, Jerman, India, Rusia, Belanda, Rumania, Portugis, termasuk Indonesia dan lain-lain, hingga hari ini masih terus diterjemahkan ke dalam bahasa-bahsa lainnya.

Bisa dilihat pada The World is Reading Risale-I Nur. www.saidnur.com/ [email protected];

Apresiasi juga dating dari para ilmuwan kelas dunia internasional. Sebut saja, misalnya Thomas Michel, ilmuwan yang ahli mengenai dialog antar agama di Roma, yang mengulas beberapa aspek pemikiran Nursi secara positif dalam karyanya, Said Nursi’s Views on Muslim-Christian Understanding (Istanbul: Yenibosna, 2005); begitu pula Oliver Leaman, filsuf abad ini yang mengajar di Universitas John Moores Liverpool tentang filsafat Islam, mengelaborasi dengan kritis-positif pandangan Nursi mengenai lingkungan. Oliver Leaman, “Islam, the Environment &

Said Nursi”, Islam at the Crossroads, Ibrahim M. Abu Rabi‟ (ed.), (Albany: State University of New York Press, 2003), h. 255-262; dan ilmuwan lain, seperti Nirmal Singh, Collen Keyes, Norton Mezvinsky, Wahba al-Zuhayli, Alexander Fedotoff serta lain-lainnya.

(10)

untuk membuktikan eksistensi keesaan Tuhan. Ketika membincang apapun saja, baik mengenai ibadah, manusia, alam semesta, kamatian, maupun hari kebangkitan, Nursi menguraikan segalanya laksana rangkaian kepingan-kepingan kebenaran agung yang memantulkan keesaan Allah, Sang Pencipta untuk disaksikan umat manusia.

Metin Karabasoglu, ilmuwan Turki yang sangat menguasai pandangan Nursi, menyuarakan prinsip ini dengan cerdas:

“Tema sentral dari Risalah An-Nur Yaitu bahwa alam semesta telah diciptakan dan Penciptanya mempunyai sebuah tujuan dengan ciptaan tersebut. Nursi berusaha untuk membuktikan keberadaan dan kesatuan Sang Pencipta dengan alam semesta serta menjelaskan tujuan-Nya dalam penciptaannya. Dengan penelaahan yang intensif terhadap Risalah, menjadi jelas bahwa Nursi menawarkan sebuah penjelasan ontologi yang komprehensif dengan memandang keberadaan alam semesta dan manusia, serta segala hal lainnya yang dianalisis dengan basis eksplanasi ontologi tersebut.

Nursi menguraikan tujuan Sang Pencipta dalam menciptakan alam semesta melalui perspektif hakikat ketuhanan: Setiap pemilik keindahan dan kesempurnaan ingin menyaksikan dan memperlihatkan keindahan dan kesempurnaannya sendiri.”8

Dalam Risalah An-Nur, Nursi bertutur dengan bahasa yang begitu indah, menarik, dan apik bagaimana butiran-butiran atom yang tak terlihat oleh mata manusia secara makroskopis menjadi cermin keesaan Ilahi; Bagaimana sel-sel darah dan sistem organisme dalam tubuh manusia menjelma lensa keesaan Tuhan;

bahkan bagaimana dunia tumbuh-tumbuhan dan alam semesta yang bisu dapat berbicara dengan lisanul hal, bahasa kenyataan mengenai keesaan perbuatan Sang Penguasa semesta. Keluasan Risalah An-Nur dalam mendiskusikan eksistensi

8 Metin Karabasoglu, “Text and Community: An Analysis of the Risale-I Nur Movement”, Abu Rabi‟, Crossroads…….., h. 264.

(11)

Tuhan disebabkan Nursi bukan hanya menyuguhkan alasan-alasan naqliah- teologis (Al-Quran dan Hadis), tetapi juga disertai argumentasi-argumentasi akliah-filosofis dengan tiga perangkat filsafat: bukti ontologis, kosmologis, dan teleologis.9

Dr. Turner, seorang muallaf dan pengajar di Universitas Durhan Inggris, mengungkapkan mengenai kebesaran dan kelengkapan karya tersebut dengan bahasa yang lugas dan padat:

“Risalah An-Nur menandaskan bahwa setiap orang yang benar- benar ingin memahami dunia ciptaan ini sebagaimana mestinya, dan bukan atas kehendak dan imajinasinya, pasti akan sampai pada kesimpulan Laa ilaaha illa Allah. Dia akan melihat keteraturan dan harmoni, keindahan dan keseimbangan, keadilan dan kemurahan, ketuhanan, keberlangsungan dan keagungan; dan sekaligus dia akan menyadari bahwa semua atribut tersebut mengarah bukan pada benda- benda ciptaan itu melainkan pada Realita di mana semua atribut tersebut ada dalam kesempurnaan dan keabsolutan. Dia akan melihat bahwa dunia ciptaan ini adalah buku berisikan nama-nama, suatu indeks, yang menceritakan Pemiliknya.”10

Nursi melihat seluruh peristiwa dan fenomena di alam semesta, dari yang terkecil sampai yang terbesar, dari fenomena yang nampak oleh kasat mata hingga yang gaib tan kasat mata mengungkapkan asma-asma Allah seperti, Maha Pengasih, Maha Pemberi Rezeki, Maha Pengatur Benda-benda, Maha Pemelihara, Maha Penolong dan Maha Pembangkit, walaupun tidak disebutkan secara eksplisit.11 Dan menurut Nursi, bukti eksistensi Tuhan dengan segala atribut-Nya

9 Uraian mengenai persoalan-persoalan tersebut, secara spesifik terkompilasi dalam salah satu karya cuplikan Risalah An-Nur: The reflection of the Divine. Lihat Said Nursi, Dari Cermin ke-Esaan Allah, terj. Sugeng Hariyanto & Fathor Rasyid (Jakarta: Siraja, 2003).

10 Said Nursi, Sinar Yang Mengungkap Sang Cahaya, terj. Sugeng Hariyanto dkk.

(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003), h. XXVI-XXVII.

Said Nursi, Dari Balik Lembaran Suci, terj. Sugeng Hariyanto (Jakarta: Siraja, 2003), h.

216-219.

(12)

terefleksikan secara sempurna pada diri manusia. Dalam kata-kata Nursi: Man is missive so comprehensive that through his self, Almighty God makes perceived to him all His Names.12

Yang lebih menarik, Nursi membungkus setiap argumentasi ontologis, kosmologis, dan teleologis dengan eksposisi alegori filosofis, melalui perbandingan atau perumpamaan. Terkadang ia menggunakan figur seorang raja dan rakyatnya;13 istana dan para pengunjungnya14; kapal15 dan para penumpangnya; biji-bijian dan pepohonan; musim-musiman, seperti musim gugur dan musim semi; adakalanya juga ia memanfaatkan personifikasi prajurit perang dan yang paling sering adalah menerapkan perumpamaan cahaya matahari untuk mendeskripsikan kreativitas unik Tuhan pada segala ciptaan-Nya.16

Terlepas dari luasnya paparan filosofis Nursi mengenai eksistensi Tuhan, ia juga mempertajam argumentasi filosofisnya dengan pendekatan keyakinan (imani) atau pengalaman relijius.17 Mengenai hal ini penulis tidak bisa menguraikannya sebagus uraian Nursi:

“Keimanan bukanlah sesuatu yang didasarkan pada taqlid membuta. Keimanan harus terdiri atas intelektualitas atau nalar dan kalbu. Keimanan menggabungkan penerimaan dan penegasan nalar dan pengalaman serta penyerahan kalbu. Ada tingkat keimanan yang

12 Said Nursi, The Words, trans. Sukran Vahide (Istanbul: Sozler Nesriyat, 2002), h. 718.

13 Alegori filosofis dengan menggunakan raja dan rakyatnya bisa ditemukan dalam Said Nursi, Mi’raj Menembus Konstelasi Langit, terj. Sugeng Hariyanto (Jakarta: Siraja, 2003).

14 Metafora filosofis tentang istana dan para pengunjungnya terdapat dalam Said Nursi, Dimensi Abadi Kehidupan, terj. Sugeng Hariyanto (Jakarta: Siraja, 2003).

15 Perumpamaan kapal diuraikan Nursi saat memperbincangkan nilai keimanan kepada Allah. Said Nursi, Menikmati Ekstase Spiritual Cinta Ilahi, terj. Sugeng Hariyanto & Fathor Rasyid (Jakarta: Siraja, 2003), h. 106-107.

16 Perumpamaan dalam bentuk matahari merupakan yang paling banyak dan paling sering digunakan oleh Nursi. Nyaris di sebagian besar karyanya alegori matahari muncul dalam beragam tema untuk menyibak rahasia ketuhanan.

17 Salih, Ihsan Kasim, Said Nursi Pemikir & Sufi Besar Abad 20, terj. Nabilah Lubis (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003), h. 203-204.

(13)

lain, yakni kepastian yang datang dari pengalaman langsung dengan kebenaran-kebenaran keimanan. Ini tergantung dari keteraturan kita dalam beribadah dan berpikir. Orang yang telah menguasai tingkat keimanan ini dapat menghadapi seluruh dunia ini. Jadi, tugas pertama, terutama dan terpenting kita adalah mencapai tingkat keimanan ini dan mencoba dengan kesungguhan demi ridha Allah Yang Maha Kuasa untuk mengkomunikasikannya dengan orang lain.18

Jadi jika dengan eksplanasi filosofis melalui berbagai perangkatnya yang luas tentang kehadiran Tuhan dalam setiap fenomena kehidupan Nursi ingin mengajak para pembacanya menemukan kepuasan intelektual, maka dengan pengalaman relijius dan penyerahan kalbu ia menghendaki manusia mencapai pencerahan spiritual. Bukti-bukti yang disampaikannya bertujuan memuaskan nalar, menenangkan pikiran, dan menyucikan hati. Dengan kata lain, nalar dan kalbu harus bekerja sama dalam menelusuri jejak-jejak Tuhan di semesta.

Dengan kemampuan memadukan dua fakultas esensial manusia yang dibungkus lewat bahasa simbolis, metafora filosofis yang kaya makna dan menyentuh, ide-ide Nursi mampu memasuki abad 21 dengan kewibawaan khas.

Jane I smith, Profesor di Hartford Seminary, U.S.A., melukiskan bahwa Nursi mampu menulis dengan hati dan imajinasinya sebaik dengan akal dan inteleknya.

Salah satu alasan bahwa ia dapat bertahan dari abad 20 hingga abad 21 sebagai seorang penafsir Islam dan Al-Quran yang sangat dihormati adalah kepiawaiannya dalam menuangkan ide lewat tulisannya, dalam kalimah yang transparan namun kaya dengan simbol penafsiran. Terlebih lagi, para pembaca akan bisa merasakan perasaan Nursi, memahami perintahnya, dan mengalami

18 Nursi, Sinar Yang Mengungkap………., h. XX.

(14)

pemahamannya tentang kebenaran melalui penggunaan kata-kata dan gambaran yang sangat jelas, bahkan terkadang menakjubkan.19

Melihat pembacaan Nursi yang begitu luas dan terfokus terhadap eksistensi Tuhan, wajar bila tersimpul sebuah pertanyaan: apa yang menggerakakan dan memotivasi dirinya menguraikan berbagai persoalan yang kesemuanya hanya bermuara pada keesaan Tuhan? Secara global, setidaknya ada dua faktor untuk menjelaskan persoalan tersebut. Pertama, faktor eksternal. Nursi menghirup aroma kehidupan Turki dalam persimpangan dua abad: akhir abad sembilan belas dan awal hingga pertengahan abad dua puluh (1875-1960).

Akhir abad ke-19 dan menjelang awal abad ke-20 merupakan masa-masa akhir dari usia Daulat Turki Usmani. Masa di mana para musuh secara intensif mencabik-cabik bangsa dan negara Turki untuk mempercepat kehancurannya.

Masa di mana dendam kesumat dari pihak-pihak yang tidak menghendaki Islam mewarnai—apalagi menjadi landasan—negara dan pemerintahan dinyatakan secara terang-terangan. Masa di mana Sultan Abdul Hamid selama tiga puluh tahun berupaya dengan segala daya untuk memelihara integritas negara yang sangat luas, namun tidak membuahkan hasil.20

Sementara kaum Ittihadi yang mengambil alih pemerintahan Turki era itu berhasil menduduki posisi penanggung jawab dan penentu arah pemerintahan,

19 Bediuzzaman Said Nursi wrote with his heart and his imagination as well as with his head and his intellect. One of reasons that he has endured through the 20th century and into the 21st as a highly revered interpreter of islam and the Quran is his ability to speak, through his writing, in word that are straightforward yet rich in interpretive symbolism. The reader feels Nursi‟s passion, comprehend his instruction, and experiences his understand of truth through his graphic and sometimes even startling use of words and images. Sukran Vahide (ed.), The Qur’anic View of Man, According to the Risale-I Nur (Istanbul: Sozler Nesriyat, 2002), h. 255.

20 Salih, Said Nursi……., h. 3.

(15)

bahkan sampai berhasil menancapkan pengaruhnya dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, juga setahap demi setahap mereka pun berhasil memperkenalkan dan menerapkan pola hidup Barat yang sangat dikaguminya.

Langkah yang ditempuh kaum Ittihadi justru membawa negara Turki berada dalam cengkeraman kekuasaan asing. Turki dikuasai oleh Italia, Armenia, Yunani, bahkan ibu kota Istanbul sendiri berada di bawah pemerintahan Inggris.21

Saat itu para koloni Inggris melakukan rekayasa hendak melenyapkan Islam dari tanah Turki. Seorang Menteri urusan koloni Inggris, Gladstone, di depan anggota parlemen sambil menggenggam al-Quran berkata: “Selama al- Quran ini berada di tangan kaum muslimin, kita tidak akan pernah mampu menguasai mereka. Dengan demikian, kita harus melenyapkannya dari mereka atau memutuskan hubungan mereka dengannya.” Berita ini telah membuat Nursi berguncang dan bertekad untuk mengabdikan seluruh hidupnya agar mukjizat Al- Quran berkibar dan kaum Muslim terikat dengannya. Ketika itu Nursi berjanji:

“Sungguh aku akan menunjukkan pada dunia bahwa Al-Quran adalah Matahari yang tidak akan redup sinarnya dan tidak mungkin padam cahayanya.” Namun ketika itu Nursi belum fokus melaksanakan tekadnya.22

Setelah perang kemerdekaan, pucuk pemerintahan Turki berada di tangan Mustafa Kamal dan ketika ia tampil sebagai pemimpin negara, terjadilah sejumlah perubahan: Kekhalifahan ditanggalkan, undang-undang negara yang berdasarkan syariat Islam diganti dengan undang-undang Swiss, seluruh para penentang langkah yang ditempuhnya disingkirkan—termasuk para komandan yang

21 Ibid., h. 4-5.

22 Sukran Vahide, Bediuzzaman Said Nursi (Istanbul: Sozler Nesriyat, 2000), h. 30-31.

(16)

berjuang bersamanya—kehidupan ala Barat dipaksakan bahkan diundangkan kepada bangsa Turki, tindakan para penentangnya divonis sebagai tindakan subversi lalu dihukum dengan hukuman yang berat. Hurup Arab diganti dengan hurup Latin, sampai azan pun dikumandangkan dalam bahasa Turki, dan sejumlah perubahan mendasar lainnya. Masyarakat Turki dijejali paham materialisme yang berusaha menyingkirkan Tuhan dari setiap dimensi kehidupan. Dalam situasi dan kondisi seperti inilah Nursi tampil untuk menghidupkan keimanan kaum Muslim kembali dengan menulis karyanya: Risalah An-Nur.23

Kedua, faktor internal atau psikologis. Ketika memasuki usia awal empat puluh tahun, Nursi mengalami transformasi spiritual dengan membaca dua kitab ulama sufi ternama: Futuh al-Ghaib karya Abdul Qadir al-Jilani dan Maktubat karangan Imam Rabbani Ahmad Faruqi. Saat membaca kitab Futuh al-Ghaib, Nursi merasakan bagaikan menjalankan operasi besar yang sangat menyakitkan dan melukai perasaannya. Namun setelah beberapa saat kemudian, rasa sakit akibat operasi ruhaniah itu berubah menjelma kesenangan karena ia merasakan kesembuhan spiritual dari berbagai penyakit hatinya.24

Demikian pula ia mendapat pencerahan spiritual dari kitab Maktubat yang akhirnya menyebabkan ia uzlah di Shari Yar, Bosfur, sampai-sampai ia tidak menikah hingga akhir hayatnya. Dalam uzlahnya inilah Nursi, yang hanya berdialog dengan Al-Quran, lebih konsentrasi dan intensif menuangkan ide- idenya untuk membendung paham materialisme yang sedang mewabah pada

23 Salih, Said Nursi………., h. 7.

24 Said Nursi, Letters, trans. Sukran Vahide (Istanbul: Sozler society, 2001), h. 418-419.

(17)

sebagian besar masyarakat Turki.25 Dari latar belakang seperti itulah, penulis tertarik melakukan penelitian terhadap pemikiran Nursi yang diformulasikan dalam sebuah judul: “Eksistensi Tuhan Menurut Said Nursi dan Kritiknya Terhadap Paham Materialisme Barat.”

B. Rumusan Masalah

Bertolak dari paparan latar belakang di atas, maka persoalan pokok yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. 1. Bagaimana pandangan Nursi tentang eksistensi Tuhan?

2. Apa saja bukti-bukti yang dijadikan pijakan Nursi dalam menguraikan eksistensi Tuhan?

3. Bagaimana bentuk kritik Nursi terhadap paham materialisme Barat modern?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan sebagai jawaban dari rumusan masalah di atas, yakni meneliti pandangan Nursi mengenai Tuhan, bukti-bukti tentang eksistensi Tuhan dan kritik Nursi terhadap paham materialisme Barat Modern. Adapun secara rinci tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

Pertama : Untuk memberi penjelasan mengenai konsep Tuhan dan eksistensi Tuhan baik melalui argumentasi teologis (Al-Quran, Hadis dan pendekatan imani), maupun dengan perangkat filosofis berupa bukti-bukti ontologis, kosmologis dan teleologis dalam perspektif Nursi.

25 Said Nursi, The Flashes Collection, trans. Sukran Vahide (Istanbul: Sozler Society,2000), h. 303-304.

(18)

Kedua : Menunjukkan postulat-postulat dan langkah-langkah apa saja yang ditawarkan oleh Nursi dalam menghadapi dan mengcounter argumentasi- argumentasi paham materialisme yang menolak peran Tuhan dalam pentas kehidupan duniawi dan ukhrawi.

Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan teoretis dan praktis. Sumbangan teoretis yaitu berupa penjelasan yang kongkret berdasarkan realitas alam semesta (makrokosmos dan mikrokosmos) yang dilakuakan Nursi dalam menguraikan eksistensi Tuhan.

Sedangkan secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengembangan kajian teologis-filosofis mengenai eksistensi Tuhan baik di lingkungan akademisi maupun masyarakat luas.

D. Tinjauan Pustaka

Sudah banyak para pemikir dan ilmuwan yang menulis tentang pandangan-pandangan Nursi. Demikian pula artikel-artikel dalam bentuk makalah yang dikompilasikan dari hasil seminar. Lazimnya, pandangan-pandangan Nursi diteliti oleh para ahli dalam kapasitasnya sebagai seorang sufi dan pemikir yang menyoroti berbagai persoalan kehidupan: perspektif Al-Quran mengenai manusia menurut Risalah An-Nur26; Globalisasi, etika dan Risalah An-Nurnya Said Nursi27; Menebarkan keyakinan, makna dan kedamaian hidup dalam sebuah dunia

26 Tema ini terkompilasi dalam Sukran Vahide (ed.), The Qur’anic View of Man, According to the Risale-I Nur (Istanbul: Sozler Nesriyat, 2002).

27 Mengenai tema di atas dapat dilihat dalam Sukran Vahide (ed.), Globalization, Ethics and Bediuzzaman Said Nursi’s Risale-I Nur (Istanbul: Sozler Publications, 2004).

(19)

multikultural melalui pendekatan Risalah An-Nur28, yang di dalamnya mencakup sub-sub tema yang luas.

Jika pada skala global internasional (luar negeri) pemikiran Nursi sudah tidak asing lagi, tidak demikian halnya pada tataran lokal regional, di Indonesia.

Bisa dikatakan masih agak jarang tokoh-tokoh intelektual dalam negeri yang mengenal wacana-wacana Nursi. Kalau pun sudah banyak yang mengenal akhir- akhir ini, tetapi masih sedikit yang menulis atau meneliti ide-ide Nursi. Di Indonesia, sebut saja Machasin yang mengelaborasi gagasan-gagasan Nursi mengenai wacana sufistik, pengaruh tokoh atau ide-ide tokoh sufi, seperti Ghazali, Abdul Qadir al-Jilani, dan Imam Rabbani serta di mana posisi Nursi29.

Penelitian intensif dilakukan oleh Ustadi Hamzah dalam bentuk tesis yang menguraikan konsep-konsep pandangan Nursi mengenai toleransi beragama sehingga membentuk pluralitas agama.30. Demikian pula, dalam bentuk skripsi dengan yang membahas metode penafsiran Nursi dalam Risalah An-Nur oleh Laela Rahmawati31. Sementara kajian mengenai pemikiran Nursi yang mengkritik paham materialisme memang telah dilakukan pula oleh sebagian pemikir. Ali Unal ketika mengelaborasi makna hidup sesudah mati melalui sudut pandang Nursi, mengungkapkan sekilas kritik Nursi terhadap paham materialisme. Namun

28 Sedangkan perbincangan tema tersebut berada dalam Sukran Vahide (ed.), Bringing Faith, Meaning and Peace to Life in a Multicultural World: The Risale-I nur’s Aprroach (Istanbul:

Nesil, 2004).

29 Machasin, Bediuzzaman Said Nursi and The Sufi Tradition, Jurnal Jami‟ah, Vol. 43, No. 1, 2005, h. 1-19.

30 Tesis Ustadi hamzah, Islam dan Pluralitas Agama: Toleransi Beragama dalam Pandangan Bediuzzaman Said Nursi, IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2003.

31 Skripsi Laela Rahmawati, Mane-Yi Harfi: Kajian Tentang Metode Penafsiran Bediuzzaman said Nursi dalam risale-I Nur, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2004.

(20)

kritik Nursi yang diuraikan Ali Unal hanya satu aspek saja dengan dihubungkan kepada kehidupan sesudah mati atau hari kebangkitan.32

Peneliti lain mengenai hal tersebut adalah Thomas Michel. Michel menguraikan pandangan Nursi terhadap peradaban modern yang dibangun di atas nilai-nilai materialistik. Akan tetapi, Michel hanya mengemukakan perbedaan paradigma dunia modern yang bersifat materialistik dengan konsep Al-Quran yang mempunyai orientasi kepada Tuhan menurut Nursi. Michel tidak menjelaskan kritik-kritik Nursi secara eksplisit terhadap paham materialisme tersebut33. Kedua peneliti di atas, baik Ali Unal maupun Michel, terlebih lagi belum melakukan eksplanasi pandangan-pandangan Nursi terhadap paham materialisme secara filosofis. Pada titik ini, penelitian tersebut tetap memiliki signifikansi untuk dilakukan.

E. Kerangka Teoretik

Perbincangan mengenai Tuhan, dalam wacana filsafat termasuk dalam lingkaran kategori metafisika atau disebut juga dengan filsafat pertama ( first philosophy).34 Istilah filsafat pertama atau metafisika, yang salah satu unsurnya membahas tentang Tuhan35, pertama kali digulirkan oleh Aristoteles yang dalam

32 Hal ini terutama diuraikan dalam bab pertama ketika membahas makna eksistensi &

kehidupan. Ali Unal, Makna Hidup sesudah MatiKebangkitan dan Penghisaban, terj. Sugeng Hariyanto & Fathor Rasyid (Jakarta: Grafindo Persada, 2002).

33 Sukran Vahide (ed.), Said Nursi’s Views on Muslim-christian Understanding (Istanbul:

Yesnibosna, 2005), h. 79-108.

34 Metafisika menurut Ibn khaldun mencakup pula wujud sebagai wujud, materi umum yang mempengaruhi benda-benda jasmani & spiritual, bagian yang mempelajari asal-usul benda- benda, cara benda-benda muncul dari entitas-entitas spiritual, & mempelajari keadaan jiwa setelah perpisahannya dengan badan. Mulyadhi kartanegara, Integrasi Ilmu Sebuah Rekonstruksi Holistik (Bandung: Arasy, 2005), h. 74-75.

35 Masih diperdebatkan apakah metafisika Aristoteles memang menyinggung tentang Tuhan. Menurut Jabiri, Tuhan Aristoteles sebagai penggerak pertama (al-muharrik al-awwal), nampak sekadar asumsi ilmiah untuk menafsirkan prinsip gerak, sehingga tidak lebih dari tuntutan

(21)

perkembangan selanjutnya masih dipergunakan, termasuk oleh para filsuf Muslim dalam menguraikan eksistensi Tuhan.36

Dalam kalangan filsuf non-Muslim, perbincangan mengenai eksistensi Tuhan sebagai Penggerak Pertama ini dielaborasi oleh Thomas Aquinas dengan menyuguhkan lima argumen. Pertama, adanya Penggerak Pertama yang tidak digerakkan yaitu Tuhan. Kedua, adanya Sebab Pertama bagi segala sesuatu yakni Tuhan. Ketiga, adanya sifat ketergantungan yang mengharuskan adanya satu Wujud Wajib, yang disebut Tuhan. Keempat, adanya hierarki kesempurnaan di dunia ini yang mengimplikasikan Sumber Kesempurnaan atau Tuhan. Kelima, adanya tujuan pada benda-benda tak bernyawa, sehingga pasti ada Yang Maha Cerdas yang mengarahkan benda-benda tersebut, dan itulah Tuhan. Apa yang diungkapkan Aquinas tersebut dalam kajian filsafat disebut dengan argumen kosmologi.37

Dari dunia Muslim, Ibn Sina tampil menguraikan eksistensi Tuhan lewat dalil al-jawas atau kontingensi yang membagi wujud ke dalam tiga kategori:

Wujud Niscaya (wajib al-wujud), wujud mungkin (Mumkin al-wujud) dan wujud

logika semata. Abed al-Jabiri, Takwin al-Aql al-Arabi (Beirut: Markaz Dirasat al-Wahdah al- Arabiyah, 1983), h. 27-28; Russell menyatakan bahwa Aristoteles mendiskusikan mengenai Tuhan yang transenden, hanya saja dengan uraian filosofis yang mampu dicerna nalar dan sepenuhnya rasional. Bertrand Russell, History of Western Philosophy (London: Unwin University Books, 1955), h. 180-184; Senada dengan Russell, Armstrong melihat Aristoteles jelas menggagas konsep Tuhan, tapi Tuhan yang tidak mewahyuhkan dirinya dalam sejarah, tidak menciptakan alam, &

tidak mengadili di Hari Kiamat. Karen Armstrong, A History of God (New York: Ballantine Bokks, 1993), h. 171.

36 Filsuf awal Muslim Al-Kindi memberi salah satu judul buku filsafatnya Filsafat Pertama, yang menguraikan penegetahuan tentang Realitas Pertama yang menjadi Sebab bagi setiap realitas. Majid Fakhry, A History of Islamic Philosophy (New York: Columbia university Press, 1983), h. 70.

37 Amsal Bahtiar, Filsafat Agama (Jakarta: Logos, 1997), h. 179-182. Argumentasi kosmologi dari Thomas Aquinas ini digunakan untuk memperkaya analisis dan tidak hanya dari filsuf Muslim semata.

(22)

mustahil (mumtani’ al-wujud).38 Wujud Niscaya adalah wujud yang senantiasa harus ada, dan tidak boleh tidak ada. Wujud mungkin adalah wujud yang boleh saja ada atau tidak, sedangkan wujud mustahil adalah yang keberadaannya tidak terbayangkan oleh akal. Alam ini adalah wujud yang boleh ada dan boleh tidak ada. Karena alam merupakan wujud yang boleh ada, maka alam bukan Wujud Niscaya. Namun, karena alam juga boleh tidak ada, maka ia dapat juga disebut wujud mustahil.

Akan tetapi, nyatanya alam ada, maka ia dipastikan sebagai wujud yang mungkin. Terma “mungkin” menurut Ibn Sina adalah potensial, kebalikan dari aktual. Dengan mengatakan bahwa alam ini mungkin pada dirinya, berarti sifat dasar alam adalah potensial, boleh ada, dan tidak bisa mengada dengan sendirinya. Karena alam itu potensial, ia tidak mungkin ada tanpa adanya sesuatu yang telah aktual, yang telah mengubahnya dari potensial menjadi aktual. Sesuatu yang aktual yang telah mengubah alam potensial menjadi aktualitas, itulah Tuhan yang Wujud Niscaya.39 Allah merupakan Wujud Niscaya (Necessary Being) sebagai Penyebab pertama (first cause) dan sumber utama eksistensi.40 Pandangan Ibnu Sina mengenai argumen kemungkinan ini sering disebut dengan dalil ontologi, karena pendekatannya menggunakan filsafat wujud.41

Demikian pula Ibn Rusyd yang menggagas dalil inayah (rancangan).

Berbeda dengan dua argumen di atas yang berdasarkan pemikiran logis-

38 Mulyadhi Kartanegara, Menembus Batas Waktu (Bandung: Mizan, 2005), h. 34.

39 Ibid., h. 34-36.

40 Oliver Leaman, A Brief Introduction to Islamic Philosophy (Cambridge: Polity Press, 1999), h. 90.

41 Yusuf Musa, Al-Quran dan Filsafat, terj. Ahmad Daudy (Jakarta: Bulan Bintang, 1988), h. 43.

(23)

spekulatif, Ibnu Rusyd dengan pemikiran rasional-religiusnya berpendapat bahwa perlengkapan yang ada di alam ini diciptakan untuk kepentingan manusia. Bagi Ibnu Rusyd, hal in merupakan bukti adanya Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Melalui “rahmat” yang ada di alam ini, membuktikan bahwa Tuhan itu ada. Selain itu, penciptaan alam yang menakjubkan, seperti adanya kehidupan organik, persepsi indriawi, dan pengenalan intelektual, merupakan bukti lain adanya Tuhan melalui konsep penciptaan keserasian.

Penciptaan ini secara rasional bukanlah suatu kebetulan, tetapi harus dirancang oleh agen yang dengan sengaja dan bijaksana melakukannya dengan tujuan tertentu. Bagi Ibnu Rusyd, penciptaan melalui rahmat dan keserasian ini merupakan bukti adanya Tuhan, yang dapat diterima oleh semua kalangan manusia, baik sarjana maupun umum.42 Karena berdasarkan perspektif adanya keserasian penciptaan, konsep Tuhan menurut Ibnu Rusyd sering disebut argumen teleologis.43 Apakah ketiga bukti tentang eksistensi Tuhan secara rasional tersebut telah mencukupi? Para ilmuwan Muslim umumnya menjawab, belum.

Mereka melengkapinya dengan metode intuitif, melalui hati atau pendekatan imani. Salah seorang tokoh yang mengulas metode intuitif adalah Jalalluddin Rumi.44 Menurut Rumi, membuktikan eksisitensi Tuhan dengan akal bagaimana pun piawainya tidaklah memadai. Rumi mengilustrasikan Tuhan

42 Kartanegara, Menembus…….., h. 36-37.

43 Musa, Al-Quran…….., h 43.

44 Jalaluddin Rumi sengaja dipilih di sini karena metode intuitif Rumi tidak melalui maqamat-maqamat yang diwacanakan oleh tokoh-tokoh sufi lain secara eksplisit, seperti Ghazali dan Al-Qusyairi. Rumi hanya menjelaskan metode intuitifnya dengan global melalui uraian-uraian alegori filosofis bagaimana sesungguhnya perjalanan untuk menyingkap rahasia Wajah Sang Kekasih tanpa melalui detail-detail tahapan sufistik. Hal yang sama juga dilakukan oleh Nursi, di mana ia mengelaborasi eksistensi Tuhan secara intuitif dengan penjelasan yang penuh ilustrasi filosofis. Dengan alasan inilah, metode intuitif Rumi dijadikan kerangka teoretik untuk memotret salah satu argumentasi Nursi mengenai eksistensi Tuhan.

(24)

sebagai samudera tanpa batas yang airnya berupa api. Lalu bagaimana mungkin nalar yang berkaki kayu dapat melintasi samudera tersebut?45 Atau dalam metafora lain Rumi pernah bertanya secara ironis, “Dapatkah Anda menyunting sekuntum mawar dari M.A.W.A.R? Tidak, Anda baru menyebut nama, cari yang empunya nama.”46 Hati, dalam istilah Rumi disebut dil, merupakan masjid dan Ka‟bah, sebagai rumah atau singgasana Tuhan di mana Ia mendudukkan Dirinya Sendiri.47 Untuk menghadirkan Tuhan dalam kalbu tersebut, hati harus dihaluskan, noda yang datang dari kehadiran manusia di dunia harus dibersihkan dengan ingatan yang terus menerus kepada Sang Kekasih. Dengan cara seperti itulah, hati menjadi cermin bening yang memantulkan bayangan kecantikan sang Kekasih tanpa cacat sedikit pun.48

Keempat tipologi pandangan tentang eksistensi Tuhan inilah yang akan penulis jadikan kerangka teoretik untuk menganalisis pemikiran Nursi mengenai Tuhan. Karena dalam berbagai karyanya Nursi menguraikan dalil-dalil eksistensi Tuhan dengan menggunakan keempat model argumentasi tersebut. Pemikiran eksistensi Tuhan yang digulirkan Nursi pada dasarnya muncul sebagai respon terhadap pandangan paham materialisme yang berasal dari Barat. Bila wacana tentang Tuhan dalam kajian para filsuf Muslim tetap terjaga utuh, di dunia Barat secara perlahan diskusi mengenai Tuhan semakin tersingkirkan.

45 Annemarie Schimmel, Menyingkap Yang Tersembunyi, terj. Saini K. M (Bandung:

Mizan, 2005), h. 106.

46 Mulyadhi Kartanegara, Menyibak Tirai Kejahilan (Bandung: Mizan, 2003), h. 27.

47 Annemarie Schimmel, Dunia Rumi, terj. Saut Pasaribu (Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2002), h. 136-137.

48 Schimmel, Menyingkap……., h. 110.

(25)

Materialisme merupakan salah satu paham yang menafikan Tuhan dalam fenomena kehidupan. Materialisme adalah aliran filsafat yang memandang materi sebagai pokok segalanya, yang benar-benar nyata.49 Paham ini berprinsip bahwa di dunia tidak ada selain materi, atau bahwa nature (alam) dan dunia fisik adalah satu. Ide materialisme dapat dirunut kepada seorang filsuf alam Yunani klasik yaitu Democritus (460-370 SM). Democritus berpendapat bahwa alam terdiri dari dua unsur fundamental: atom dan ruang hampa. Karena ia tidak mempercayai apapun kecuali benda-benda material, ia disebut seorang filsuf materialis50pertama yang ide-idenya dilanjutkan oleh Epicurus dan Lucretius.

Doktrin materialisme menemukan momentumnya pada awal abad modern di tangan Thomas Hobbes dengan menyajikan materialisme yang mekanik seluruhnya.51 Hobbes juga dipandang sebagai perintis empirisme modern yang mengembalikan pengetahuan pada pengalaman dan berusaha membebaskan diri dari bentuk-bentuk spekulasi spiritual dalam metafisika tradisional. Ia menegaskan bahwa filsafat tidak berurusan dengan ajaran-ajaran teologis. Yang menjadi objek filsafat adalah yang dapat dialami oleh tubuh. Kalau ada substansi yang tak berubah-ubah, yaitu Allah, dan juga substansi yang tak bisa diraba (malaikat, roh, dst.), harus disingkirkan dari refleksi filosofis.52

Pijakan pada fakta-fakta objektif alam, berujung pula pada paham positivisme yang dicetuskan oleh Auguste Comte pada awal abad 19. Karena itu,

49 Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, terj. Soejono Soemargono (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004), h. 212.

50 Jostein Gaarder, Dunia Sophie, terj. Rahmani Astuti (Bandung: mizan, 1997), h. 60-63.

51 Harold H. Titus at. Al., Persoalan-Persoalan Filsafat, terj. Rasjidi (Jakarta: bulan Bintang, 1984), h. 296.

52 F. Budi Hardiman, Filsafat Modern (Jakarta: Gramedia, 2004), h. 67.

(26)

positivisme merupakan ahli waris empirisme yang sudah diradikalkan.53 Bagi seorang pengikut aliran materialisme mekanik, semua perubahan di dunia, baik perubahan yang menyangkut atom atau perubahan yang menyangkut manusia, semuanya bersifat kepastian semata-mata. Terdapat suatu rangkaian sebab musabab yang sempurna dan tertutup. Rangkaian sebab musabab ini hanya dapat dijelaskan dengan prinsip-prinsip sains alam semata-mata, dan tidak perlu memakai ide seperti “maksud” (purpose).54

Pada akhir-akhir ini, doktrin tersebut dijelaskan sebagai energisme yang mengembalikan segala sesuatu kepada bentuk energi, atau sebagai suatu bentuk dari positivisme yang memberi tekanan untuk sains dan mengingkari hal-hal seperti ultimate nature of reality (realitas yang paling tinggi, atau Allah).55 Dalam hubungannya dengan dunia Islam, paham materialisme inilah yang dibawa masuk bangsa Eropa (Inggris) ke tengah-tengah bangsa Turki pada akhir abad 19 hingga pertengahan abad 20. Ironinya, banyak masyarakat awam yang terpikat dengan doktrin-doktrin materialisme tersebut.

Dalam kondisi yang memprihatinkan tersebut, Nursi tampil mengusung konsep-konsep tauhid, tentang keesaan Tuhan yang mendasari setiap fenomena semesta, baik makrokosmos maupun mikrokosmos melalui argumen teologis dan filosofis yang dikemas dengan bahasa metafora filosofis yang sederhana. Dalam hal ini, Nursi mengcounter paham materialisme tersebut hanya dengan menggunakan argumentasi kosmologis dan teleologis yang diformulasikan oleh para ilmuwan di atas. Dengan alasan ini, hanya dua kategori pandangan filsuf

53 Ibid. h. 205.

54 Titus, Persoalan-Persolan……., h. 296-297.

55 Juhaya S. Praja, Aliran-Aliran Filsafat & Etika, (Jakarta: Prenada Media, 2003), h.144.

(27)

non-Muslim dan Muslim tentang eksistensi Tuhan yang akan dimanfaatkan untuk menganalisis kritik Nursi terhadap materialisme.

Di sini perlu pula diberi batasan bahwa paham materialisme yang dibahas adalah materialisme mekanik, yang melihat semua fenomena alam secara saintifik dan menafikan Tuhan. Sebab ada juga materialisme historis yang diusung oleh filsuf terkenal dari Prussia, Jerman, yaitu Karl Marx.56 Materialisme historis mengasumsikan bahwa kebutuhan-kebutuhan material manusia menentukan bentuk masyarakat dan perkembangannya. Proses perubahan sosial, politik, bahkan spiritual ditentukan oleh variabel material. Singkatnya, bukan kesadaran masyarakat yang menentukan eksistensi mereka, tetapi eksistensi material yang menentukan kesadaran mereka.57 Bukan materialisme jenis ini yang menjadi fokus kritik Nursi dalam tesis tersebut melainkan materialisme mekanik seperti teruraikan di atas.

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Secara tipologis, penelitian ini dengan melihat unsur-unsur penelitian yang digunakan, yakni berupa bahan-bahan tekstual seperti, buku, jurnal,majalah, dan lainnya, maka penelitian ini mengikuti jenis telaah kepustakaan (library research).58 Di sini, apabila dilihat pula dari subject matternya, penelitian ini termasuk tipologi penelitian budaya, yakni semacam model penelitian yang

56 Secara cukup detil pemikiran Marx terdapat dalam Franz Magnis-Suseno, Pemikiran Karl Marz (Jakarta: Gramedia, 2001), h. 135-158.

57 C. Wright Mills, Kaum Marxis, Imam Muttaqien (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 35-36; Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat (Yogyakarta: Kanisius, 1980), h. 121.

58 Masni Singarimbun, Metode Penelitian survey, (Jakarta:LP3ES, 1989), h. 45.

(28)

memilki konsen terhadap pemikiran-pemikiran, nilai-nilai dan ide-ide budaya sebagai produk berpikir manusia.59

2. Metode Pengumpulan Data

Secara garis besar, ada dua sumber yang digunakan dalam memperoleh data, yaitu sumber primer yang memberikan data langsung dari sumber pertama, berupa karya-karya Nursi. Sasaran penelitian ini diarahkan pada pemikiran Nursi dalam hal eksistensi Tuhan yang tertuang dalam karyanya Risalah An-Nur. Akan tetapi, karena karya tersebut telah dikodifikasi ke dalam bentuk beragam buku yang sesuai dengan tema-temanya, maka penelitian ini hanya memfokuskan pada sebagian buku Nursi yang secara spesifik memperbincangkan eksistensi Tuhan melalui argumentasi-argumentasi teologis dan filosofis. Buku-buku tersebut, seperti The Words, terutama the twenty-second word, the thirty-second word dan the thirty-third word; kemudian The Flashes Collection, khususnya the twenty- third flash yang membahas secara tipikal alasan-alasan Nursi dalam mengcounter paham naturalisme; Juga Letters 1928-1932, khususnya the twentieth letter, yang menguraikan sebuah postulat teologis melalui pendekatan filosofis; Terakhir buku Sinar Yang Mengungkap Sang Cahaya, terutama sekali risalah pertama dan risalah keempat, yang menguraikan makna filosofis kalimah tauhid laa ilaaha illa Allah dengan kerangka falsafati.

Demikian pula buku-buku yang membicarakan doktrin-doktrin materialisme tentang alam semesta atau filsafat sains, seperti Titik Balik Peradaban, Menemukan Tuhan dalam Sains Kontemporer dan Agama, Juru

59 Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam Dalam Teori dan Praktek (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 1992), h. 37.

(29)

Bicara Tuhan, Perjumpaan Sains dan Agama, Membaca Pikiran Tuhan, Science and Religion, God and The New Physics, dan buku-buku lain.

Sedangkan sumber sekunder, yakni karya-karya atau tulisan-tulisan para pemikir lain yang membahas pandangan-pandangan Nursi dan sumber-sumber lain yang membicarakan tentang eksistensi Tuhan dan kritik terhadap paham materialisme yang relevan dengan persoalan yang dibahas untuk memperkaya dan mempertajam analisis.

3. Metode Pengolahan Data

Sifat penelitian yang dilakukan adalah penelitian tekstual yang bertumpu pada pemahaman teks yang ada hubungannya dengan persoalan yang diteliti.

Bahan-bahan tekstual tersebut kemudian dipaparkan dengan menggunakan metode deskriptif-analisis. Jika metode deskriptif berusaha melukiskan dan menjelaskan doktrin-doktrin materialisme mengenai alam semesta serta argumentasi-argumentasi Nursi dalam Risalah An-Nur secara sistematis dan objektif,60 maka metode analisis berupaya melakukan telaah atau penganalisisan terhadap kedua pemikiran tersebut dengan pendekatan filosofis secara mendalam.61 Selain itu, dengan metode deskriptif-analisis penulis juga melibatkan

60 Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif bidang Filsafat (Yogyakarta: Paradigma, 2005), h. 58-59.

61 Hadari Nawawi & Mimi Martiwi, Penelitian Terapan (Yogyakarta: UGM Press, 1996), h. 73-74; Jenis penelitian analitik ini, lebih fungsional dalam pengembangan pengetahuan dan lebih efektif sebagai sarana edukatif bagi penelitian akademik. Lihat Jujun S. Suriasumantri,

“Penelitian Ilmiah, Kefilsafatan dan Keagamaan: Mencari Paradigma Kebersamaan”, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam, Deden Ridwan (ed.), (Bandung: Nuansa, 2001), h. 83.

(30)

evaluasi kritis untuk menelaah sejauh mana keunggulan dan kelemahan pandangan Nursi.62

Disamping itu pula, penelitian ini menggunakan pendekatan kritis-filosofis atau disebut juga dengan Filsafat Fundamental (Fundamental Philosophy, atau al- Falsafah al-Ula)63. Pendekatan kritis-filosofis digunakan karena bertujuan mengungkap struktur fundamental dari sebuah pemikiran filsafat. Pendekatan kritis-filosofis lebih bersifat keilmuan, terbuka, dan dinamis, yang berbeda dengan aliran-aliran filsafat yang ideologis, tertutup, dan statis. Pendekatan kritis-filosofis bercorak inklusif serta tidak tersekat-sekat dan tidak terkotak-kotak oleh sebuah tradisi.

Pendekatan ini memiliki tiga karakter utama. Pertama, kajian filsafat selalu terarah pada perumusan ide-ide dasar (fundamental ideas) terhadap objek persoalan yang sedang dikaji. Kedua, perumusan ide-ide dasar itu dapat menciptakan berpikir kritis (critical thought). Ketiga, kajian filsafat dengan demikian dapat membentuk mentalitas dan kepribadian yang mengutamakan kebebasan intelektual (intellectual freedom), sehingga terbebas dari dogmatisme dan fanatisme.64

62 Menurut Kaelan, dalam metode deskriptif lazimnya dikembangkan pula ke arah evaluasi kritis. Kaelan, Metode Penelitian…….., h. 59;Anton Baker &A Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1990), h. 62. Bandingkan juga dengan pandangan Nasution yang mengungkapkan bahwa dalam penelitian dimungkinkan melakukan kombinasi antara berbagai metode penelitian. Nasution, Metode Research (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 20.

63 Amin Abdullah, “Relevansi Studi Agama-Agama Dalam Milenium Ketiga:

Mempertimbangkan Kembali Metodologi dan Filsafat Keilmuan Agama dalam Upaya Memecahkan Persoalan Keagamaan Kontemporer” dalam Ulumul Qur’an: Jurnal Kebudayaan dan Peradaban, No 5 VII/ 1997, h. 62-67. Dimuat pula dengan judul “Relevansi Studi Agama- Agama dalam Milenium Ketiga” dalam Amin Abdullah dkk., Mencari Islam: Studi Islam dengan Berbagai Pendekatan (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2000), h 1-25.

64 Ibid., h. 59-60.

(31)

G. Sistematika Pembahasan

Penelitian ini terdiri atas lima bab yang disusun secara sistematis dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Bab I akan diuraikan tentang pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, telaah pustaka, landasan teori, metode penelitian, serta sistematika pembahasan.

Bab II akan dikemukakan terlebih dulu sekilas setting politik Turki pada persimpangan akhir abad 19 dan menjelang awal abad 20. Kemudian akan menyajikan sketsa latar belakang kehidupan Nursi yang mencakup tiga fase. Fase pertama, di mana Nursi masih aktif dalam gelanggang perpolitikan Turki. Fase kedua, menggambarkan bagaimana Nursi memisahkan diri dari dunia politik praktis dan beruzlah untuk menulis Risalah an-Nur secara utuh dalam rangka mengcounter materialisme. Sedangkan fase ketiga, mengilustrasikan masa akhir kehidupan Nursi di mana dirinya sudah mempengaruhi sebagian besar masyarakat Turki melalui karyanya.

Bab III akan memaparkan konsep-konsep eksistensi Tuhan dalam wacana filsafat secara global. Kemudian membahas konsep tentang Tuhan menurut pandangan Nursi dan menguraikan perspektif Nursi mengenai pembuktian eksistensi Tuhan melalui bingkai argumentasi kosmologis, ontologis, teleologis, dan intuitif.

Bab IV akan mengelaborasi doktrin-doktrin materialisme tentang ketiadaan Tuhan di alam semesta yang meliputi alam semesta tercipta oleh sebab (kausalitas), segala sesuatu terbentuk dengan sendirinya (materi), dan segala

(32)

sesuatu merupakan tuntutan alam (alamiah). Selanjutnya baru membahas kritik Nursi terhadap pandangan materialisme ini melalui dalil kosmologis dan teleologis. Dalam bab ini dilakukan pula analisa mengenai keunggulan dan kelemahan pandangan Nursi.

Bab V merupakan bab terakhir yang akan menyajikan kesimpulan berupa jawaban berdasarkan uraian dan temuan yang telah dipaparkan sebelumnya, serta saran untuk pengembangan penelitian lebih lanjut.

BAB II

MENGENAL KEHIDUPAN BEDIUZZAMAN SAID NURSI

A. Sekilas Situasi Politik Turki

Pemerintahan Sultan Hamid II (1876-1909 M), era saat Said Nursi dilahirkan, merupakan masa-masa akhir dari usia Daulat Turki Usmani. Masa di mana para musuh secara intensif mencabik-cabik bangsa dan negara Turki untuk mempercepat kehancurannya. Masa di mana dendam kesumat dari pihak-pihak yang tidak menghendaki Islam mewarnai—apalagi menjadi landasan negara dan pemerintahan dinyatakan secara terang-terangan. Masa di mana Sultan Abdul Hamid selama tiga puluh tahun berupaya dengan segala daya untuk memelihara integritas negara yang sangat luas, namun tidak membuahkan hasil, yakni:

Dengan kepiawaiannya dalam percaturan politik, dengan memanfaatkan dana moneter internasional, dan dengan membangkitkan kesadaran Dunia Islam, juga dengan peringatan yang didengung-dengungkan kepada bangsa-bangsa Islam agar

(33)

persatuan dan kesatuan di antara mereka harus lebih digalakkan dalam menghadapi bahaya Eropa yang arogan.

Tapi ketika semua ini disampaikan semuanya sudah terlambat, maka buah yang diharapkan pun tidak berhasil dipetik. Sebab, saat itu bahaya asing sudah mengetahui dan menguasai titik-titik lemah dalam negara. Kemudian kelemahan ini dimanfaatkan dalam waktu yang sangat tepat, sehingga dengan mudah pihak musuh pun berhasil menggoyang dan mencabut akar pemerintahan Dinasti Turki Usmani.65

Jika ditengok kilas balik awal tahun pemerintahan Sultan Abdul Hamid II, maka pada tahun 1878 Serbia, Montenegro, dan Rumania lepas dari Kekuasaan Turki Usmani, sementara Bulgaria menjadi semi independen. Di perbatasan Caucasia, Turki kehilangan Qars dan Batum; Inggris mencaplok Cyprus dan Mesir (1882). Perang Turki-Yunani pada tahun 1897 memperluas wilayah Yunani ke utara, dan Crete memperoleh otonomi pada tahun 1898. setelah makzulnya Sultan Abdul Hamid, pada tahun 1909 Bulgaria merdeka dan Bosnia dan Hergezovina dicaplok oleh Austria. Kemudian, Tripoli jatuh ke tangan Italia pada tahun 1912.66

Antara tahun 1878 hingga 1914 itu juga, sebagian besar wilayah Balkan menjadi merdeka67 dan Rusia, Inggris, serta Austria-Hungary merebut sejumlah

65 Ihsan Kasim Salih, Said Nursi Pemikir & Sufi Besar Abad 20, terj. Nabilah Lubis (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003), h. 3-4.

66 Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki (Jakarta: Logos, 1997), h. 67.

67 Seperti diketahui, pada masa Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1520-1566 M), yang merupakan Sultan Usmani terbesar, kesultanan Turki Usmani mampu menguasai Irak, Belgrado, Pulau Rhodes, Tunis, Budapest, Yaman, Armenia, Suria, Hejaz, Mesir, Libia, Aljazair di Afrika, dan Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa. Untuk penjelasan

(34)

wilayah Turki Usmani.68 Dalam situasi politik yang kacau dan lemahnya kekuasaan Sultan Abdul Hamid, Jam’iyyah al-ittihad wa at-tafraqi (Organisasi Persatuan dan Kemajuan) yang didukung oleh pihak-pihak musuh dari luar, mengambil alih kekuasaan negara. Kemudian kaum Ittihadi menobatkan Sultan Muhammad Rasyad yang berfungsi hanya sebagai boneka, sehingga tidak lebih dan tidak kurang ia hanya sebagai lambang semata.

Sebab, selama masa pemerintahannya, mereka dengan leluasa berhasil mewujudkan politik negara baru yang dicita-citakannya. Demikian juga, mereka pun berhasil menduduki posisi penanggungjawab dan penentu arah pemerintahan, bahkan berhasil menancapkan pengaruhnya dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Setahap demi setahap mereka pun berhasil memperkenalkan dan menerapkan pola hidup Barat yang sangat dikaguminya.69

Titik kulminasi tumbangnya kesultanan Turki Usmani adalah saat diproklamirkan Republik Turki pada tanggal 29 oktober 1923 dengan menobatkan Mustafa Kemal sebagai presiden pertama seumur hidup dan Ismet Inonu sebagai perdana menteri pertamanya.70 Mustafa Kemal merenggangkan keterikatan masyarakat umum terhadap Islam dan mengarahkan mereka kepada pola kehidupan Barat. Kesultanan Usmani dihapuskan pada tahun 1923, sedang khilafah dihapuskan pada tahun 1924.71 Mustafa Kemal bukan hanya menjalankan

lebih lanjut dapat dilihat dalam Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (Jakarta:

UI Press, 1985), h. 84.

68 Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, terj. Ghufron A. Mas‟adi (Jakarta:

RajaGrafindo Persada, 1999), h. 66.

69 Salih, Said Nursi……, h. 4.

70 Erik J. Zurcher, Sejarah Modern Turki, terj. Karsidi Diningrat R. (Jakarta: Gramedia, 2003), h. 215.

71 Lapidus, Sejarah Sosial…., h. 89-91.

(35)

sekularisasi dan sekularisme dalam arti menghilangkan kekuasaan agama dari bidang politik dan pemerintahan,72 melainkan juga bercorak sangat radikal.

Mustafa Kemal mengganti undang-undang negara yang berdasarkan syariat Islam dengan undang-undang Swiss; seluruh penentang langkah yang ditempuhnya disingkirkan—termasuk para komandan yang berjuang bersamanya—kehidupan model Barat dipaksakan bahkan diundangkan kepada bangsa Turki; tindakan para penentangnya divonis sebagai subversi lalu dihukum dengan hukuman yang berat; hurup Arab diganti dengan hurup Latin, sampai azan pun dikumandangkan dalam bahasa Turki, dan sejumlah perubahan mendasar lainnya.

Dalam situasi dan kondisi bangsa yang sangat gawat seperti ini dan saat bangsa dan negara dihadapkan pada perubahan di bidang sosial kemasyarakatan yang terjadi secara dipaksakan, tampillah Said Nursi dengan mempersiapkan risalah-risalah yang didasarkan oleh diri dan hidupnya. Seluruh waktunya, jauh dari dunia politik dengan segala intriknya. Kali ini Nursi tampil hanya untuk menyusun Risalah An-Nur dan menyebarkan ke seluruh lapisan masyarakat dalam situasi yang teramat sulit agar mereka tetap sebagai masyarakat Islam yang beriman dan dinamis.73

B. Sketsa Biografi Said Nursi

1. The Old Said (1876-1926 M)

72 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h. 153.

73 Salih, Said Nursi….., h. 7.

(36)

Di sebuah kampung yang di kelilingi gunung-gunung yang menjulang tinggi dengan salju abadi yang selalu menutupi puncak-puncaknya, di sebuah desa yang berpayung langit biru dengan udara yang terkenal bersih dan terbebas dari polusi, di sanalah seorang bayi yang diberi nama Said Nursi lahir. Nursi lahir saat menjelang fajar terbit pada tahun 1876 M, di sebuah desa bernama Nursi, salah sebuah perkampungan Qadha (Khaizan) di wilayah Bitlis yang terletak di sebelah timur Anatoli.

Ayahnya bernama Mirza, seorang sufi yang sangat wara‟ dan diteladani sebagai seorang yang tidak pernah memakan barang haram dan hanya memberi makan anak-anaknya hanya dengan yang halal saja. Dikisahkan, bahwa setiap ternaknya kembali dari penggembalaan, mulut-mulut ternak dibuka lebar-lebar khawatir ada makanan dari tanaman kebun milik orang yang dimakan. Ibunya (Nuriah) pernah berkata, bahwa dirinya hanya menyusui anak-anaknya dalam keadaan suci dan berwudhu.74

Nursi mulai menimba ilmu dari bilik ayahnya sendiri, Mirza dan kepada saudara lelakinya, Abdullah. Sebagaimana lazimnya pelajar Muslim, ia mulai mengkaji bidang nahwu dan sharf.75 Pada tahun 1888, dengan ketekunan luar biasa Nursi masuk di sekolah Bayazid, yang ditempuhnya hanya dalam waktu tiga bulan. Selama itu, ia berhasil membaca seluruh buku yang pada umumnya dipelajari di sekolah-sekolah agama hingga tepat tiga bulan ia menggondol ijazah dari Syaikh Muhammad Jalali.76

74 Ibid. h. 8.

75 Said Nursi, Iman Kunci Kesempurnaan, terj. Muhammad Mishbah (Jakarta: Robbani Press, 2004), h. 77.

76 Salih, Said Nursi………., h. 10-11.

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa variasi yang ditimbulkan dari perlakuan EMS adalah pada EMS 0,6% didapatkan tanaman yang memiliki bunga berwarna kuning sedangkan pada EMS 0,9% didapatkan 1 tanaman

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi dan referensi mengenai pembuatan cookies bebas gluten, menambah alternatif penganekaragaman produk

Penelitian ini merupakan PTK dimana dalam pelaksanaannya tidak hanya melihat hasil yang dicapai oleh siswa akan tetapi untuk mengetahui bagaimana aktivitas guru mengelola

mekanisme pengendalian yang spesifik target sehingga dapat mengkoloni rizosfer dengan cepat sehingga melindungi akar dari serangan jamur patogen, mempercepat

Hanya dengan pemahaman dan penghayatan yang valid atas nilai filsafat Pancasila sebagai ideologi nasional, kita akan lebih memahami asas fundamental ajaran

Sehingga, menurut Vergauwen et.al ( 2007), bahwa tidak semua investasi dalam elemen modal intelektual menguntungkan , terkadang investasi di modal intelektual

Perkap Nomor 7 Tahun 2005 pada Pasal 3 memperbolehkan seorang polisi untuk menjadi penasihat hukum namun sekedar mengingatkan kembali bahwa terdapat asas Lex

III-1 Metode penelitian merupakan suatu cara yang digunakan oleh penulis dalam memperoleh suatu informasi yang dibutuhkan dalam melakukan penelitian yang terkait