• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini terdiri atas lima bab yang disusun secara sistematis dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Bab I akan diuraikan tentang pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, telaah pustaka, landasan teori, metode penelitian, serta sistematika pembahasan.

Bab II akan dikemukakan terlebih dulu sekilas setting politik Turki pada persimpangan akhir abad 19 dan menjelang awal abad 20. Kemudian akan menyajikan sketsa latar belakang kehidupan Nursi yang mencakup tiga fase. Fase pertama, di mana Nursi masih aktif dalam gelanggang perpolitikan Turki. Fase kedua, menggambarkan bagaimana Nursi memisahkan diri dari dunia politik praktis dan beruzlah untuk menulis Risalah an-Nur secara utuh dalam rangka mengcounter materialisme. Sedangkan fase ketiga, mengilustrasikan masa akhir kehidupan Nursi di mana dirinya sudah mempengaruhi sebagian besar masyarakat Turki melalui karyanya.

Bab III akan memaparkan konsep-konsep eksistensi Tuhan dalam wacana filsafat secara global. Kemudian membahas konsep tentang Tuhan menurut pandangan Nursi dan menguraikan perspektif Nursi mengenai pembuktian eksistensi Tuhan melalui bingkai argumentasi kosmologis, ontologis, teleologis, dan intuitif.

Bab IV akan mengelaborasi doktrin-doktrin materialisme tentang ketiadaan Tuhan di alam semesta yang meliputi alam semesta tercipta oleh sebab (kausalitas), segala sesuatu terbentuk dengan sendirinya (materi), dan segala

sesuatu merupakan tuntutan alam (alamiah). Selanjutnya baru membahas kritik Nursi terhadap pandangan materialisme ini melalui dalil kosmologis dan teleologis. Dalam bab ini dilakukan pula analisa mengenai keunggulan dan kelemahan pandangan Nursi.

Bab V merupakan bab terakhir yang akan menyajikan kesimpulan berupa jawaban berdasarkan uraian dan temuan yang telah dipaparkan sebelumnya, serta saran untuk pengembangan penelitian lebih lanjut.

BAB II

MENGENAL KEHIDUPAN BEDIUZZAMAN SAID NURSI

A. Sekilas Situasi Politik Turki

Pemerintahan Sultan Hamid II (1876-1909 M), era saat Said Nursi dilahirkan, merupakan masa-masa akhir dari usia Daulat Turki Usmani. Masa di mana para musuh secara intensif mencabik-cabik bangsa dan negara Turki untuk mempercepat kehancurannya. Masa di mana dendam kesumat dari pihak-pihak yang tidak menghendaki Islam mewarnai—apalagi menjadi landasan negara dan pemerintahan dinyatakan secara terang-terangan. Masa di mana Sultan Abdul Hamid selama tiga puluh tahun berupaya dengan segala daya untuk memelihara integritas negara yang sangat luas, namun tidak membuahkan hasil, yakni:

Dengan kepiawaiannya dalam percaturan politik, dengan memanfaatkan dana moneter internasional, dan dengan membangkitkan kesadaran Dunia Islam, juga dengan peringatan yang didengung-dengungkan kepada bangsa-bangsa Islam agar

persatuan dan kesatuan di antara mereka harus lebih digalakkan dalam menghadapi bahaya Eropa yang arogan.

Tapi ketika semua ini disampaikan semuanya sudah terlambat, maka buah yang diharapkan pun tidak berhasil dipetik. Sebab, saat itu bahaya asing sudah mengetahui dan menguasai titik-titik lemah dalam negara. Kemudian kelemahan ini dimanfaatkan dalam waktu yang sangat tepat, sehingga dengan mudah pihak musuh pun berhasil menggoyang dan mencabut akar pemerintahan Dinasti Turki Usmani.65

Jika ditengok kilas balik awal tahun pemerintahan Sultan Abdul Hamid II, maka pada tahun 1878 Serbia, Montenegro, dan Rumania lepas dari Kekuasaan Turki Usmani, sementara Bulgaria menjadi semi independen. Di perbatasan Caucasia, Turki kehilangan Qars dan Batum; Inggris mencaplok Cyprus dan Mesir (1882). Perang Turki-Yunani pada tahun 1897 memperluas wilayah Yunani ke utara, dan Crete memperoleh otonomi pada tahun 1898. setelah makzulnya Sultan Abdul Hamid, pada tahun 1909 Bulgaria merdeka dan Bosnia dan Hergezovina dicaplok oleh Austria. Kemudian, Tripoli jatuh ke tangan Italia pada tahun 1912.66

Antara tahun 1878 hingga 1914 itu juga, sebagian besar wilayah Balkan menjadi merdeka67 dan Rusia, Inggris, serta Austria-Hungary merebut sejumlah

65 Ihsan Kasim Salih, Said Nursi Pemikir & Sufi Besar Abad 20, terj. Nabilah Lubis (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003), h. 3-4.

66 Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki (Jakarta: Logos, 1997), h. 67.

67 Seperti diketahui, pada masa Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1520-1566 M), yang merupakan Sultan Usmani terbesar, kesultanan Turki Usmani mampu menguasai Irak, Belgrado, Pulau Rhodes, Tunis, Budapest, Yaman, Armenia, Suria, Hejaz, Mesir, Libia, Aljazair di Afrika, dan Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa. Untuk penjelasan

wilayah Turki Usmani.68 Dalam situasi politik yang kacau dan lemahnya kekuasaan Sultan Abdul Hamid, Jam’iyyah al-ittihad wa at-tafraqi (Organisasi Persatuan dan Kemajuan) yang didukung oleh pihak-pihak musuh dari luar, mengambil alih kekuasaan negara. Kemudian kaum Ittihadi menobatkan Sultan Muhammad Rasyad yang berfungsi hanya sebagai boneka, sehingga tidak lebih dan tidak kurang ia hanya sebagai lambang semata.

Sebab, selama masa pemerintahannya, mereka dengan leluasa berhasil mewujudkan politik negara baru yang dicita-citakannya. Demikian juga, mereka pun berhasil menduduki posisi penanggungjawab dan penentu arah pemerintahan, bahkan berhasil menancapkan pengaruhnya dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Setahap demi setahap mereka pun berhasil memperkenalkan dan menerapkan pola hidup Barat yang sangat dikaguminya.69

Titik kulminasi tumbangnya kesultanan Turki Usmani adalah saat diproklamirkan Republik Turki pada tanggal 29 oktober 1923 dengan menobatkan Mustafa Kemal sebagai presiden pertama seumur hidup dan Ismet Inonu sebagai perdana menteri pertamanya.70 Mustafa Kemal merenggangkan keterikatan masyarakat umum terhadap Islam dan mengarahkan mereka kepada pola kehidupan Barat. Kesultanan Usmani dihapuskan pada tahun 1923, sedang khilafah dihapuskan pada tahun 1924.71 Mustafa Kemal bukan hanya menjalankan

lebih lanjut dapat dilihat dalam Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (Jakarta:

UI Press, 1985), h. 84.

68 Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, terj. Ghufron A. Mas‟adi (Jakarta:

RajaGrafindo Persada, 1999), h. 66.

69 Salih, Said Nursi……, h. 4.

70 Erik J. Zurcher, Sejarah Modern Turki, terj. Karsidi Diningrat R. (Jakarta: Gramedia, 2003), h. 215.

71 Lapidus, Sejarah Sosial…., h. 89-91.

sekularisasi dan sekularisme dalam arti menghilangkan kekuasaan agama dari bidang politik dan pemerintahan,72 melainkan juga bercorak sangat radikal.

Mustafa Kemal mengganti undang-undang negara yang berdasarkan syariat Islam dengan undang-undang Swiss; seluruh penentang langkah yang ditempuhnya disingkirkan—termasuk para komandan yang berjuang bersamanya—kehidupan model Barat dipaksakan bahkan diundangkan kepada bangsa Turki; tindakan para penentangnya divonis sebagai subversi lalu dihukum dengan hukuman yang berat; hurup Arab diganti dengan hurup Latin, sampai azan pun dikumandangkan dalam bahasa Turki, dan sejumlah perubahan mendasar lainnya.

Dalam situasi dan kondisi bangsa yang sangat gawat seperti ini dan saat bangsa dan negara dihadapkan pada perubahan di bidang sosial kemasyarakatan yang terjadi secara dipaksakan, tampillah Said Nursi dengan mempersiapkan risalah-risalah yang didasarkan oleh diri dan hidupnya. Seluruh waktunya, jauh dari dunia politik dengan segala intriknya. Kali ini Nursi tampil hanya untuk menyusun Risalah An-Nur dan menyebarkan ke seluruh lapisan masyarakat dalam situasi yang teramat sulit agar mereka tetap sebagai masyarakat Islam yang beriman dan dinamis.73

B. Sketsa Biografi Said Nursi

1. The Old Said (1876-1926 M)

72 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h. 153.

73 Salih, Said Nursi….., h. 7.

Di sebuah kampung yang di kelilingi gunung-gunung yang menjulang tinggi dengan salju abadi yang selalu menutupi puncak-puncaknya, di sebuah desa yang berpayung langit biru dengan udara yang terkenal bersih dan terbebas dari polusi, di sanalah seorang bayi yang diberi nama Said Nursi lahir. Nursi lahir saat menjelang fajar terbit pada tahun 1876 M, di sebuah desa bernama Nursi, salah sebuah perkampungan Qadha (Khaizan) di wilayah Bitlis yang terletak di sebelah timur Anatoli.

Ayahnya bernama Mirza, seorang sufi yang sangat wara‟ dan diteladani sebagai seorang yang tidak pernah memakan barang haram dan hanya memberi makan anak-anaknya hanya dengan yang halal saja. Dikisahkan, bahwa setiap ternaknya kembali dari penggembalaan, mulut-mulut ternak dibuka lebar-lebar khawatir ada makanan dari tanaman kebun milik orang yang dimakan. Ibunya (Nuriah) pernah berkata, bahwa dirinya hanya menyusui anak-anaknya dalam keadaan suci dan berwudhu.74

Nursi mulai menimba ilmu dari bilik ayahnya sendiri, Mirza dan kepada saudara lelakinya, Abdullah. Sebagaimana lazimnya pelajar Muslim, ia mulai mengkaji bidang nahwu dan sharf.75 Pada tahun 1888, dengan ketekunan luar biasa Nursi masuk di sekolah Bayazid, yang ditempuhnya hanya dalam waktu tiga bulan. Selama itu, ia berhasil membaca seluruh buku yang pada umumnya dipelajari di sekolah-sekolah agama hingga tepat tiga bulan ia menggondol ijazah dari Syaikh Muhammad Jalali.76

74 Ibid. h. 8.

75 Said Nursi, Iman Kunci Kesempurnaan, terj. Muhammad Mishbah (Jakarta: Robbani Press, 2004), h. 77.

76 Salih, Said Nursi………., h. 10-11.

Pada tahun 1989 M. Nursi berguru pula kepada seorang ulama terkenal, Fathullah Afandi, yang bertanya kepadanya:

- Engkau katanya telah selesai membaca as-Suyuthi pada tahun yang silam, tapi apakah engkau telah selesai membaca kitab al-Jami’ pada tahun ini?

- Oleh Nursi dijawab: Ya, saya telah selesai membacanya secara keseluruhan.

Kemudian Syaikh Fathullah Afandi mulai menyebutkan nama kitab-kitab kepadanya dan oleh Nursi dijawab bahwa semua kitab tersebut telah selesai dibaca. Syaikh Afandi mengujinya seputar kitab-kitab yang telah dibaca Nursi.

Pada waktu menjalani ujian, Nursi dengan mantap mampu menjawab setiap soal yang diajukan. Ia juga menghafal kitab Jam’ul Jawami’ (kitab tentang ushul fiqih) karya Ibn as-Subki dalam waktu satu minggu. Fakta ini membuat Syaikh Afandi memujinya sebagai perpaduan antara otak jenius dan daya hafal yang luar biasa, serta menulis pada sampul kitab tersebut: Sungguh seluruh kitab Jam’ul Jawami’

telah mampu dihafal hanya dalam satu minggu.77

Tidak lama kemudian popularitas pemuda jenius ini (Said Nursi) tersebar luas. Lebih dari delapan puluh kitab induk tentang ilmu-ilmu keislaman berhasil dihafal. Bukan hanya kitab-kitab yang dihafal Nursi, ia pun menghafal kamus al-Qamus al-Muhith, karya al-Fairuz Abadi, sampai pada hurup Sin. Nursi kemudian pergi ke kota Bitlis untuk menelaah sejumlah besar buku ilmiah dan menghafal sebagian darinya. Pada tahun 1894, Nursi pergi menuju kota Wan untuk

77 Ibid. h. 12.

mempelajari berbagai disiplin ilmu modern, seperti geografi, kimia, dan lainnya kepada para ilmuwan.

Dalam waktu relatif singkat sekali Nursi mampu menguasai matematika, ilmu falak, kimia, fisika, geologi, filsafat, sejarah, geografi, dan lain-lain. Berkat potensinya yang mampu menyerap berbagai disiplin ilmu dan otaknya yang sangat jenius, popularitas Nursi segera tersebar luas dan digelari Badiuzzaman (Bintang Zaman).78 Dalam waktu yang sama Nursi mendengar berita tentang menteri urusan koloni Inggris, Gladstone, di depan anggota parlemen dengan menggenggam Al-Quran telah berkata: “Selama Al-Quran ini berada di tangan kaum muslimin, kita pun tidak akan pernah mampu menguasai mereka. Dengan demikian bagi kita tidak akan ada jalan lain kecuali melenyapkannya atau memutuskan hubungan kaum muslimin dengannya”.

Berita ini telah membuat Nursi berguncang dan bertekad untuk mengabdikan seluruh hidupnya agar mukjizat Al-Quran berkibar dan kaum muslimin terikat dengannya. Ketika itu ia berkata: “Aku sungguh akan menunjukkan kepada dunia bahwa Al-Quran adalah matahari maknawi (hakiki) yang tidak akan redup sinarnya dan tidak mungkin padam cahayanya”. Tetapi saat itu Nursi belum mampu untuk fokus dan mewujudkan cita-citanya.79

78 Ibid. h. 13-14; dalam satu riwayat disebutkan bahwa ia pernah berdiskusi dengan seorang ilmuwan pengajar kimia dan Nursi hanya perlu waktu lima hari untuk menguasai ilmu tersebut. Ketika kembali berdiskusi dengan limuwan tersebut, Nursi membawa sesuatu yang mencengangkan akal pikiran. Peristiwa inilah yang mengantarkan dirinya menyandang gelar Badiuzzaman, Bintang atau Keindahan Zaman, dan titel itu tetap disematkan pada namanya hingga kini. Said Nursi, Mengokohkan aqidah Menggairahkan Ibadah., terj. Ibtidain Hamzah khan (Jakarta: Robbani Press, 2004), h. 152.

79 Sukran Vahide, Bediuzzaman Said Nursi (Istanbul: Sozler Nesriyat, 2000), h. 30-31.

Pada tahun 1907 M. Nursi mengunjungi ibu kota Istanbul. Di ibu kota Istanbul ia menyampaikan usulan kepada Sultan Abdul Hamid agar di timur Anatoli didirikan sekolah-sekolah yang mempelajari matematika, fisika, kimia, dan sebagainya, di samping sekolah-sekolah agama. Nursi mengusulkan penggabungan studi ilmu agama dan ilmu pengetahuan modern agar terjadi keselarasan wawasan. Nursi menyuarakan penggabungan kedua ilmu tersebut dengan frase yang singkat dan padat namun cukup indah:

“The religious sciences are the light of the conscience and the modern sciences are the light of the reason; the truth becomes manifest through of the combining of the two. The students‟

endeavour will take flight on these two wings. When they are seperated it gives rise to bigotry in the one, and wiles and scepticism in the other”.80( Pengetahuan agama merupakan cahaya bagi hati nurani dan pengetahuan modern adalah penerang bagi akal; kebenaran akan termanifestasi melalui kombinasi antara keduanya. Ketekunan para pelajar akan mengantarkan mereka mampu terbang tinggi dengan kedua sayapnya. Namun ketika keduanya dipisahkan, akan menimbulkan kefanatikan di satu sisi, dan ketertipuan serta sikap skeptis di sisi lain).

Namun usulan brilian tersebut ditolak karena orang-orang dekat Sultan justru memfitnahnya.

Pada musim dingin tahun 1911 M., Nursi mengadakan kunjungan ke negeri Syam, yang kebetulan saudara perempuannya tinggal di sana. Selama di sana ia berkesempatan untuk menyampaikan khutbah dengan bahasa Arab di Masjid Raya Umawi Damaskus. Khutbah tersebut terkenal dengan sebutan al-Khuthbah asy-Syamiyah atau The Damascus Sermon, yang berisi enam penyakit yang melanda umat Islam dan pengobatannya, yakni:

- putus asa yang pengobatannya berupa harapan

80 Ibid. h. 44.

- ketidakjujuran dengan pengobatannya kejujuran - permusuhan diobati dengan saling mencintai - perpecahan harus diselesaikan dengan persatuan

- kelaliman penguasa asing yang melemahkan umat Islam yang mesti diterapi dengan membangkitkan harga diri umat Islam

- Dan sikap individualistik yang harus dipecahkan dengan musyawarah dan saling kerja sama.81

Ketika pecah perang Dunia I pada tahun 1914 M. dengan Rusia, Nursi yang saat itu sudah mulai mempunyai agak banyak murid, bersama para muridnya dengan segala daya yang dimiliki turut serta menghadapi pasukan tentara Rusia.

Dalam masa perang ini ia berhasil menyusun tafsirnya yang sangat berharga, Isyarat al-Ijaz fi Mazhan al-Ijaz,82 dalam bahasa Arab. Dalam pertempuran tersebut Nursi tertangkap oleh pasukan tentara Rusia dan ditawan di Qustarma selama dua tahun empat bulan.83

Ketika masa-masa dalam tawanan Rusia inilah keinginan Nursi untuk uzlah, mengasingkan diri dari kehidupan sosial mulai muncul. Berawal dari perasaan terasing, sendirian, lemah, dan tidak berdaya saat berada di masjid kecil milik bangsa Tatar dekat sungai Volga, ia memutuskan untuk beruzlah.84 Namun tekad itu belum juga terlaksana secara utuh, sebab orang-orang yang dicintainya

81 Uraian mengenai khutbah tersebut secara cukup detail terdapat dalam Thomas Michel S.J., Said Nursi’s Views on Muslim-Christian Understanding (Istanbul: Yenibosna, 2005), h. 46-57.

82 Mungkin karena disibukkan dengan peperangan, cukup disayangkan bahwa kitab tafsir yang unik ini hanya diselesaikan sampai surat Al-Baqarah ayat ke tiga puluh tiga. Said Nursi, Signs of Miraculousness, trans. Sukran Vahide (Istanbul: Sozler Publications, 2004).

83 Salih, Said Nursi….., h. 29-32.

84 Said Nursi, The Flashes, trans. Sukran Vahide (Istanbul: Sozler Nesriyat, 2000), h.

299-300.

di Istanbul, kehidupan sosial yang menyenangkan dan gemerlap, serta penghargaan dan penghormatan yang diberikan orang-orang sempat membuatnya lupa terhadap niat yang telah diputuskan sebelumnya.

Kendati demikian, Nursi sudah mengambil jarak terhadap kehidupan sosial. Hal ini terbukti dengan penolakannya untuk diangkat menjadi anggota Darul Hikmah al-Islamiyyah yang terdiri dari orang-orang terkenal dan para ulama terkemuka, seperti Muhammad „Akif (penyair kondang), Ismail Hakki (seorang ulama kenamaan), Hamdi Almalali (mufassir terkenal), Mustafa Shabri (Syaikhul Islam), Sa‟duddin Pasya, dan lain-lain. Nursi tidak pernah mengikuti pertemuan yang diselenggarakan berulang kali oleh Darul Hikmah dan mengajukan surat permohonan agar dirinya tidak usah dipilih sebagai anggota.85

Seiring perjalanan waktu, dua tahun kemudian Nursi membaca kitab futuh al-Gaib karya Abdul Qadir al-Jilani. Saat itu juga ia menjadi sadar bahwa dirinya mempunyai penyakit-penyakit ruhani yang sangat parah padahal ia diharapkan bisa menyembuhkan penyakit-penyakit ruhani umat Islam. Ia mengakui bahwa membaca kitab Futuh al-Gaib bagaikan menjalani suatu operasi besar. Awalnya iatidak tahandan hanya membaca sampai separuh kitab tersebut. Namun beberapa saat kemudian, rasa sakit akibat operasi ruhaniah itu berganti dengan kesenangan karena ia merasakan kesembuhan.

Lalu Nursi meneruskan membaca kitab tersebut sampai selesai dan mendapatkan manfaat besar darinya. Ia begitu menghormati dan selalu mendoakan al-Jilani setiap hari, sehingga mendapatkan lebih banyak lagi

85 Salih, Said Nursi……., h. 34-35.

pencerahan dan kepuasan ruhani. Selanjutnya ia juga membaca kitab Maktubat, karya Imam Rabbani yang menjadikan dirinya semakin mantap untuk beruzlah.86 Terlebih lagi, saat Daulat Turki Usmani secara beruntun dilanda beragam musibah hingga Inggris berhasil menduduki Istanbul (pada 16 Maret 1920 M.) yang semakin leluasa menerapkan doktrin-doktrin dunia Barat yang bercorak materialistik.

Nursi merasa tikaman demi tikaman yang dihujatkan kepada dunia Islam terasa seolah diarahkan ke lubuk hatinya. Dalam kondisi demikian, tekad nursi beruzlah untuk menyusun karyanya Risalah An-Nur, tidak bisa diganggu gugat lagi. Ia menetapkan diri untuk beruzlah ke salah satu daerah Turki, yaitu Shari Yar, Bosfur.87 Bahkan ketika tahun 1922 M. Mustafa Kemal menawari dirinya jabatan sebagai penasihat umum seluruh wilayah timur Turki dengan memberinya sebuah vila besar dan gaji yang menggiurkan agar ia menjadi salah satu orang dekanya, Nursi menolak tawaran itu.88

Dalam uzlahnya inilah, Nursi yang hanya berdialog dengan Al-Quran semata tanpa merujuk kepada kitab apa pun, lebih terfokus dalam menuangkan ide-idenya secara inspiratif dalam usahanya membendung paham materialisme89 yang sudah menjangkit sebagian besar masyarakat Turki. Selama masa-masa ini juga, berbagai buku-buku karangannya mulai diterbitkan, seperti Isyarat al-I’jaz,

86 Said Nursi, Letters, trans. Sukran Vahide (Istanbul:Sozler Nesriyat, 2001), h. 418-419.

87 Nursi, the Flashes……., h. 303-304.

88 Musthafa M. Thahhan, Model Kepemimpinan dalam Amal Islam, terj. Musthalah Maufur (Jakarta: Robbani Press, 1997), h. 233.

89 Menurut Hakan Yavuz, menghadang paham materialisme dengan tujuan menyelamatkan keimanan masyarakat Turki inilah merupakan salah satu focus utama yang Nursi lakukan hingga akhir hayatnya. Ibrahim Abu Rabi‟ & Jane I Smith (eds.), Special Issue Said Nursi and the Turkis Experience, The Muslim World, Vol. LXXXIV, No. 3-4. July-Oktober, 1999, h.

199.

Qazil Ijaz fi al- Manthiq, as-Sanuhat, serta makalah-makalahnya, seperti Rumuz, dirinya dari dunia perpolitikan dengan sebuah ungkapan terkenal yang ia lontarkan: A’udzu billahi min asy-Syaithani wa min as-Siyasah (Aku berlindung kepada Allah dari setan dan dari politik).91 Sejak itu Nursi terfokus dalam aktivitas inqadz al-iman (menyelamatkan keimanan) di Turki. Nursi melukiskan keputusannya untuk menjauhi arena politik dengan alasan yang kontekstual:

“Bagi orang yang beriman sangatlah sulit untuk memperjuangkan tujuannya melalui politik dalam situasi yang membadai seperti sekarang. Karena perjuangan apa pun yang dilakukan demi Islam melalui politik, pada akhirnya hanya akan digunakan oleh sistem anti Islam yang dominan sebab kendali kehidupan politik ada di tangan kekuasaan asing.

Keterlibatan dalam politik akan membagi umat Islam menjadi kelompok-kelompok politik yang saling bertentangan. Perselisihan politik ini tumbuh sedemikian dalam pada hati setiap orang dan pada kehidupan bersama karena tabiat manusia, seperti keangkuhan, sehingga seorang Muslim akan menyebut saudara seimannya sebagaisetan jika dia tidak mendukung partai politiknya. Karena bisa jadi orang yang terpelajar akan sangat mencela orang yang baik dan saleh karena berbeda pandangan politiknya dan memuji orang yang korup karena membela kepentingan politiknya. Maka aku menjadi takut dengan kejahatan

90 Ibid.

91 Thahhan, Model Kepemimpinan…………, h. 233.

politik dan menarik diri sepenuhnya darinya seraya berkata: aku berlindung kepada Allah dari setan dan politik.”92

Uzlah itu juga terdorong karena Nursi menyaksikan bagaimana sistem sekularisme yang diterapkan oleh penguasa dengan mensosialisasikan doktrin-doktrin materialisme ke seluruh masyarakat Turki hingga nyaris melumpuhkan keyakinan mereka. Sehingga Nursi menempuh langkah tersebut setelah ia yakin bahwa memfokuskan diri sebagai pelayan Islam tidak mungkin dapat diwujudkan melalui perjuangan politik dengan segala intrik dan pertentangannya, terutama setelah sekolah-sekolah agama dibubarkan dan beratus masjid Jami‟ diubah menjadi gudang, atau pusat hiburan, atau gelanggang remaja. Karenanya Nursi pun mengubah aktivitas politiknya dan mengalihkan perhatiannya pada aspek keimanan dan masalah-masalah akidah.93

Kendati demikian, era kehidupan Nursi yang baru ini pun tidak sepi dari teror penguasa. Dengan tuduhan terlibat dalam revolusi terhadap pemerintahan Mustafa Kemal, Nursi ditangkap dan dibuang ke Barla, sebuah desa berbukit di barat daya Turki pada tahun 1926 M. Di sana ia menjalani kehidupan yang sulit dan terpisah hampir dari setiap orang. Tetapi ia berhasil mendapatkan hiburan, pelipur sejati, dengan mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Besar dan lewat penyerahan diri seutuhnya kepada-Nya. Bagibagian pokok dari Risalah

92 Mengenai pengakuan Nursi untuk menjauhkan diri dari kehidupan politik ini secara lebih detail terdapat dalam Said Nursi, Letters..., h. 66-70‟ 83-85.

93 Salih, Said Nursi……….., h. 91.

Nur, The Words (Kumpulan Kata) dan The Letters (Kumpulan Surat), ditulisnya di Barla kala ia dalam kondisi sulit.94

Nur, The Words (Kumpulan Kata) dan The Letters (Kumpulan Surat), ditulisnya di Barla kala ia dalam kondisi sulit.94

Dokumen terkait