MATERI 4
RANK DAN BENTUK NORMAL
4.0. Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari bab ini, diharapkan mahasiswa dapat:
(1) Menghitung rank matriks
(2) Memanipulasi baris-baris suatu matriks dengan operasi baris elementer (3) Memanipulasi kolom-kolom matriks dengan operasi kolom elementer (4) Mereduksi matriks menjadi matriks dalam bentuk eselon
(5) Mereduksi matriks menjadi matriks dalam bentuk eselon baris terseduksi
(6) Mendekomposisi matriks menjadi perkalian matriks segitiga dengan matriks eselon (7) Mereduksi matriks menjadi bentuk normal
4.1. Rank Matriks
Andaikan matriks persegi A = (aij) berdimensi n. Matriks A dikatakan matriks non singular jika determinannya tidak sama dengan nol (det(A) 0). Matriks non singular sering juga disebut matriks yang mempunyai pangkat (rank) penuh. Sebaliknya, jika det(A) = 0, maka matriks A dikatakan matriks singular atau matriks berpangkat tak penuh.
Definisi 4.1
Andaikan diketahui matriks B = (bij) berdimensi mxn. Rank dari B (pangkat dari B), dinotasikan dengan r(B), adalah dimensi dari submatriks yang terbesar yang determinannya tidak sama dengan nol (non singular).
Contoh 4.1:
• Matriks A =
−
− 2 1 1
4 3 0
3 2 1
g adalah non singular, atau berpangkat penuh; r(A) = 3; sebab det(A)
= - 7 0
• Matriks B =
− 1 1 4
1 1 2
0 1 1
gg mempunyai rank dua; r(B) = 2; sebab det(B) = 0 dan salah satu
determinan dari submatriks yang berdimensi 2, misalnya 2 1 4 1
− = 6 0.
• Matriks C =
5 3 1
0 0 0
5 3 1
g mempunyai rank satu; r(C) = 1; sebab det(C) = 0 dan semua
determinan dari submatriks yang berdimensi dua nilai determinannya juga nol. Hanya ada submatriks berdimensi 1 yang nilai determinannya tidak nol, yaitu misalnya 5 = 5 0.
• Matriks D =
0 1 4 2
1 1 1 1
4 3 2 1
gg mempunyai r(D) = 3 ; sebab ada submatriks berdimensi 3 yang
determinannya tidak nol, yaitu misalnya
1 2 3
1 1 1
2 4 1
= 5 0.
• Matriks E =
−
−
−
− 7 6 2 1
5 3 4 2
4 1 2 1
gg mempunyai r(E) = 2; sebab semua submatriks yang
berdimensi 3 determinannya sama dengan nol. Ada submatriks berdimensi 2 yang determinannya tidak nol, yaitu misalnya 2 1
4 3
− = 10 0.
Upaya untuk menentukan rank suatu matriks di sini selalu berhubungan dengan submatriks persegi yang nilai determinannya tidak nol. Perlu diingat yang dimaksud rank adalah dimensi submatriks terbesar yang determinannya tidak nol; bukan nilai determinan itu sendiri.
Latihan 4.1
Tentukanlah rank untuk matriks di bawah ini !
1. (a). D =
−
5 2 4
3 1
fgg 2 (b) . E =
−
−
−
6 8 2
3 4 fgg 1
2. (a). H =
−
−
−
11 26 5 2
10 19 4 1
7 15 3 1
g (b). K =
−
−
−
−
11 0 9 6
2 6 0 0
1 3 0 0
4 1 3 2 gg
4.2. Operasi Baris Elementer dan Bentuk Eselon
Dari matriks A = (aij) berdimensi mxn dapat dibentuk matriks baru dengan mengadakan perubahan bentuk baris-baris dengan melakukan operasi elementer terhadap baris, disebut operasi baris elementer (OBE). Ada tiga tipe OBE yang dapat dilakukan, yaitu pertukaran, penggandaan, dan penggantian sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Tipe Operasi Baris Elementer
Tipe Operasi Simbol
I Menukar baris ke i dengan baris ke j dari matriks A Hij(A) II Mengalikan baris ke i matriks A dengan skalar k 0. Hi(k)(A) III Mengalikan baris ke j matriks A dengan skalar k , dan
hasilnya ditambahkan kepada baris ke i matrik A. Hij(k)(A)
Contoh 4.2:
Andaikan matriks B =
−
−
−
−
5 1 3 4
1 1 2 0
1 3 2 1 g
Carilah : H23(B) ; H21(2)(B); dan H3(-1)(B) Solusi :
H23(B) =
−
−
−
−
1 1 2 0
5 1 3 4
1 3 2 1
gg
H 21(2) (B) =
−
−
−
−
−
−
5 1 3 4
1 7 2 2
1 3 2 1 gg
H3(-1)(B) =
−
−
−
−
5 1 3 4
1 1 2 0
1 3 2 1 gg
Memperhatikan definisi dari rank matriks, OBE tidak akan merubah rank matriks, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. OBE tipe pertama, yaitu menukar baris, menurut sifat determinan jika dua baris ditukar, nilai determinan akan berubah menjadi negatif determinan semula. OBE tipe dua, yaitu menggandakan baris dengan skalar k ≠ 0, menurut sifat determinan jika salah satu baris dikalikan skalar k ≠ 0, nilai determinan berubah menjadi k kali determinan semula. OBE tipe tiga, yaitu menambah baris ke i dengan kelipatan k kali baris ke j, menurut sifat determinan jika ada baris ditambah kelipatan baris lain, nilai determinan tidak berubah. Dengan demikian jelas bahwa ketiga tipe OBE tersebut tidak akan mengubah nilai determinan yang semula tidak nol menjadi nol, atau sebaliknya tidak mungkin mengubah nilai determinan yang semula nol menjadi tidak nol. Ini berarti rank dari matriks yang telah mengalami OBE tidak akan berubah.
Teorema 4.2
Rank matriks tidak berubah setelah mengalami operasi baris elementer
Operasi baris elementer memiliki invers atau kebalikan. Dari Contoh 4.2, telah diketahui
H23(B) =
−
−
−
−
1 1 2 0
5 1 3 4
1 3 2 1
g = C. Pertanyaan berikutnya apakah ada OBE yang membawa matriks
C ini kembali ke matriks B? Perhatikan bahwa matriks C diperoleh dari matriks B dengan menukarkan baris ke dua dengan baris ke tiga. Sebaliknya, jika dari matriks C ditukarkan baris
ketiga dengan baris kedua, akan menjadi matriks B, H32(C) =
−
−
−
−
5 1 3 4
1 1 2 0
1 3 2 1
g = B. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa operasi H32 adalah invers (kebalikan) dari operasi H23; hal ini di notasikan H23−1 = H32. Bagaimanakah invers dari OBE yang lain ? Dengan cara yang sama, bisa ditemukan invers dari OBE. Invers OBE tersebut sebagaimana ditunjukkan Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Invers OBE
Jenis OBE Invers OBE
Hij Hij−1 = Hji
Hi(k) Hi k−1( ) = Hi
(1k)
Hij(k) Hij k−1( ) = Hij(-k)
OBE dapat diterapkan secara berturut-turut terhadap matriks. Dua buah matriks A dan B dikatakan ekivalen, dilambangkan A B, jika salah satu matriks dapat diperoleh dari matriks yang lain dengan melakukan serangkaian OBE. Contoh 4.3 menunjukkan dua matriks A dan B yang ekivalen.
Definisi 4.3
Matriks A ekivalen dengan matriks B, ditulis A B, jika salah satu matriks diporelah dari matriks yang lain dengan melakukan serangkaian OBE.
Contoh 4.3:
Lakukan serangkaian OBE H21(-3); H13; H32(1), dan H1(-5) terhadap matriks A =
−
−
−
2 1 3 2
4 0 1 1
3 1 2 1
Solusi:
A =
−
−
−
2 1 3 2
4 0 1 1
3 1 2 1
~
) 3 (
H21 −
−
−
−
−
−
2 1 3 2
5 3 7 4
3 1 2 1
~ H13
−
−
−
−
−
3 1 2 1
5 3 7 4
2 1 3 2
~
) 1 (
H32
−
−
−
−
−
−
−
2 2 5 3
5 3 7 4
2 1 3 2
~
) 5 (
H1 −
−
−
−
−
−
−
−
−
−
2 2 5 3
5 3 7 4
10 5 15 10
= B.
Dari contoh 4.3 ini dapat diamati bahwa H1(-5) H32(1) H13 H21(-3)(A) = B. Karena matriks B diperoleh dari matriks A dengan sederetan OBE, maka A ekivalen B, atau A ~ B. Adakah OBE yang membawa matriks B kembali ke matriks A?
Teorema 4.4
Relasi ekivalen pada matriks memenuhi sifat:
(1) Refleksif, A ~ A
(2) Simetri, jika A ~ B maka B ~ A
(3) Transitif, jika A ~ B dan B ~ C, maka A ~ C
Memperhatikan teorema 4.2, matriks yang ekivalen dengan sendirinya mempunyai dimensi yang sama dan juga rank yang sama. Dalam prakteknya, salah satu cara untuk menemukan rank suatu matriks dapat dilakukan OBE secara berturut-turut terhadap suatu matriks untuk direduksi menjadi bentuk eselon baris.
Contoh 4.4:
Dengan OBE, reduksi matriks E =
−
−
−
− 7 6 2 1
5 3 4 2
4 1 2 1
gg dari contoh 4.1 menjadi bentuk eselon
baris.
Solusi:
Telah diketahui dari contoh 4.1 bahwa r(E) = 2. Menerapkan berturut-turut OBE pada matriks E:
E =
−
−
−
− 7 6 2 1
5 3 4 2
4 1 2 1
gg ~
) 2 (
H21 −
−
−
−
−
− 7 6 2 1
3 5 0 0
4 1 2 1
gg ~
) 1 (
H31
−
−
−
3 5 0 0
3 5 0 0
4 1 2 1
~
) 1 (
H32 −
−
−
0 0 0 0
3 5 0 0
4 1 2 1
~
) ( 2 51
H
−
−
0 0 0 0
0 0
4 1 2 1
5 3 5
1 = U
Dari matriks eselon baris U tampak jelas bahwa semua determinan dari submatriks yang berdimensi 3 adalah nol; sementara ada minor dari submatriks
5
0 1
1 2 −
= 52 0. Jadi r(U) = 2;
karenanya menurut Teorema 4.2, juga r(E) = 2.
Dengan demikian OBE memudahkan untuk mengetahui rank suatu matriks. Dari bentuk eselon baris akan mudah diketahui rank matriks tanpa perlu menghitung minornya (determinan submatriks), tetapi cukup dengan melihat banyaknya baris yang tidak nol dari matriks eselon baris.
Pada contoh 4.4 tersebut, matriks U merupakan matriks eselon baris, dapat diamati bahwa banyak baris yang tidak nol matriks U adalah dua, sehingga r(U) = 2, karenanya juga r(E) = 2.
Contoh 4.5:
Reduksi matriks B =
− 1 1 4
1 1 2
0 1 1
gg menjadi bentuk eselon baris, kemudian tentukan berapa rank
B?
Solusi:
B =
− 1 1 4
1 1 2
0 1 1
gg ~
) 2 (
H21 −
− 1 1 4
1 3 0
0 1 1
~
) 4 (
H31 −
−
− 1 3 0
1 3 0
0 1 1
~
) 1 (
H32 −
− 0 0 0
1 3 0
0 1 1
~
) ( 2−31
H
− 0 0 0
1 0
0 1 1
3
1 = U.
Jadi bentuk eselon matriks B adalah U =
− 0 0 0
1 0
0 1 1
3
1 , karenanya r(B) = 2.
Disamping OBE dapat mereduksi matriks manjadi bentuk eselon, OBE dapat digunakan untuk mereduksi matriks menjadi bentuk eselon baris tereduksi (BEBT) atau reduced row echelon form (RREF). Definisi 4.5. menunjukkan matriks dalam BEBT.
Definisi 4.5
Matriks dikatakan dalam BEBT jika:
(i) merupakan matriks eselon baris
(ii) elemen pivot merupakan satu-satunya unsur yang tidak nol pada kolom di mana elemen pivot tersebut berada
Contoh 4.6:
Reduksi matriks A =
−
−
−
−
−
2 1 2 1
3 3 2 2
2 5 2 3
1 3 1 2
menjadi BEBT, dan berapakah ranknya?
Solusi:
Pertama-tama matriks A tersebut direduksi menjadi bentuk eselon baris, selanjutnya diteruskan OBE supaya syarat (ii) BEBT terpenuhi.
A =
−
−
−
−
2 1 2 1
1 2 3 1
2 5 2 3
1 3 1 2
~ H14
−
−
−
−
1 3 1 2
1 2 3 1
2 5 2 3
2 1 2 1
~
) 3 (
H21 −
−
−
−
−
−
−
1 3 1 2
1 2 3 1
4 8 4 0
2 1 2 1
~
) 1 (
H31 −
−
−
−
−
−
−
−
1 3 1 2
1 3 1 0
4 8 4 0
2 1 2 1
~
) 2 (
H41
−
−
−
−
−
3 5 5 0
1 3 1 0
4 8 4 0
2 1 2 1
~ H23
−
−
−
−
−
3 5 5 0
4 8 4 0
1 3 1 0
2 1 2 1
~
) 4 (
H32
−
−
−
−
3 5 5 0
8 20 0 0
1 3 1 0
2 1 2 1
~
) 5 (
H42 −
−
−
−
−
8 20 0 0
8 20 0 0
1 3 1 0
2 1 2 1
~
) 1 (
H43
−
−
−
−
0 0 0 0
8 20 0 0
1 3 1 0
2 1 2 1
~
) ( 3−201
H
−
−
0 0 0 0
1 0 0
1 3 1 0
2 1 2 1
5
2 = U (bentuk eselon baris). Selanjutnya,
U =
−
−
0 0 0 0
1 0 0
1 3 1 0
2 1 2 1
5
2 ~
) 2 (
H12 −
−
−
0 0 0 0
1 0 0
1 3 1 0
4 7 0 1
5
2 ~
) 7 (
H13 −
−
−
0 0 0 0
1 0 0
1 3 1 0
0 0 1
5 2 5 6
~
) 3 (
H23
0 0 0 0
1 0 0
0 1 0
0 0 1
5 2 5 1 5 6
.
Jadi BEBT dari matriks A =
−
−
−
−
−
2 1 2 1
3 3 2 2
2 5 2 3
1 3 1 2
adalah
0 0 0 0
1 0 0
0 1 0
0 0 1
5 2 5 1 5 6
dan r(A) = 3.
Latihan 4.2
Carilah matriks eselon U yang ekivalen baris dengan matriks A, kemudian gunakan hasil operasi baris elementer tersebut untuk mengetahui rank matriks A !
1. (a). A =
6 4 7 3
4 3 4 2
2 2 3 1
2 1 2 1
gg (b). A =
−
− 2 1 3 3
6 3 1 2
2 1 1 1 g
2. Reduksi matriks A menjadi bentuk eselon baris!
(a). A =
−
2 3 1 1 0
2 9 3 2 0
0 6 2 1 0
2 3 1 0 0
gg (b).A=
−
−
−
−
−
3 3 1 1 1
2 0 1 2 2
1 3 2 1 1
1 1 1 1 1 g
3. Buktikan Teorema 4.4!
6. Carilah bentuk eselon baris tereduksi yang ekivalen baris dengan matriks persegi :
(a). A =
4 3 1
6 8 2
3 3 1
(b). B =
7 2 4 2
9 2 1 4
6 1 4 2
6 1 1 1 g
4.3. Matriks Elementer dan Dekomposisi A = LU
Untuk matriks identitas I, katakanlah I3 =
1 0 0
0 1 0
0 0 1
bila dilakukan OBE mempunyai
keunikan hubungannya dengan OBE terhadap suatu matriks. Jika OBE terhadap matriks I ini disimbolkan dengan E, maka ada tiga jenis matriks elementer seperti ditunjukkan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Matriks elementer
Tipe Operasi Simbol
I Menukar baris ke i dengan baris ke j dari matriks I Eij
II Mengalikan baris ke i matriks I dengan skalar k 0. Ei(k)
III Mengalikan baris ke j matriks I dengan skalar k , dan
hasilnya ditambahkan kepada baris ke i matrik I. Eij(k)
Sehingga untuk matriks I3 di atas, maka :
E13 =
0 0 1
0 1 0
1 0 0
E2(-2) =
− 1 0 0
0 2 0
0 0 1
E31(-4) =
−4 0 1 0 1 0
0 0 1
Definisi 4.5
Matriks elementer adalah matriks identitas yang sudah mengalami tepat satu kali OBE
Keunikan matriks elementer ialah bila dikalikan dengan matriks lain maka hasilnya identik bila matriks tersebut dilakukan operasi elementer yang sejenis dengan operasi elementer pada matriks I. Dalam hal ini dapat diamati bahwa untuk OBE identik dengan perkalian di muka (penggandaan awal) dengan matriks I yang telah mengalami OBE yang sejenis. Jadi, misalnya untuk matriks B pada contoh 4.2 di atas :
E23 B =
0 1 0
1 0 0
0 0 1
g
−
−
−
−
5 1 3 4
1 1 2 0
1 3 2 1
=
−
−
−
−
1 1 2 0
5 1 3 4
1 3 2 1
= H23(B)
E21(2) B =
1 0 0
0 1 2
0 0 1
gg
−
−
−
−
5 1 3 4
1 1 2 0
1 3 2 1
=
−
−
−
−
−
−
5 1 3 4
1 7 2 2
1 3 2 1
= H21(2)(B), dan sebagainya.
Oleh karena itu, dalam pengembangan teori dan praktek penyelesaian permasalahan aljabar matriks, dapat digunakan OBE atau matriks elementer sesuai keperluan. Sebagai ilustrasi perhatikan dari Contoh 4.3, di mana H1(-5) H32(1) H13 H21(-3)(A) = B. Menggunakan matriks elementer, hubungan tersebut dapat ditulis sebagai berikut:
H1(-5) H32(1) H13 H21(-3)(A) = B.
E1(-5) E32(1) E13 E21(-3) A = B.
−
1 0 0
0 1 0
0 0 5
1 1 0
0 1 0
0 0 1
0 0 1
0 1 0
1 0 0
−
1 0 0
0 1 3
0 0 1
−
−
−
2 1 3 2
4 0 1 1
3 1 2 1
=
−
−
−
−
−
−
−
−
−
2 2 5 3
5 3 7 4
10 5 15 10
Memperhatikan ilustrasi ini, jelas bahwa ada ekivalensi antara OBE terhadap matriks dan perkalian matriks elementer dengan matriks. Tabel 4.4 menjelaskan hubungan ekivalensi antara OBE dan matriks elementer tersebut.
Tabel 4.4 Ekivalensi OBE terhadap matriks dan Matriks elementer Dengan OBE Dengan Matriks Elementer
Hij(A) Eij A
Hi(k)(A) Ei(k) A
Hij(k)(A) Eij(k) A
Contoh 4.7:
Diketahui A =
3 2 1
2 3 1
2 2 1
gg . Reduksi matriks A tersebut menjadi BEBT!
Solusi :
A =
3 2 1
2 3 1
2 2 1
gg ~
) 1 (
H21 −
3 2 2
0 1 0
2 2 1
g ~
) 1 (
H31 −
1 0 0
0 1 0
2 2 1
~
) 2 (
H12 −
1 0 0
0 1 0
2 0 1
g ~
) 2 (
H13 −
1 0 0
0 1 0
0 0 1
= I
Amati bahwa A merupakan matriks persegi nonsingular (det(A) 0), maka BEBT = I. Hal ini berarti bahwa:
H13(-2) H12(-2) H31(-1) H21(-1)(A) = I
Menurut Tabel 4.4, hubungan tersebut dapat ditulis dengan:
E13(-2) E12(-2) E31(-1) E21(-1) A = I
−
1 0 0
0 1 0
2 0 1
−
1 0 0
0 1 0
0 2 1
−1 0 1 0 1 0
0 0 1
−
1 0 0
0 1 1
0 0 1
3 2 1
2 3 1
2 2 1
gg =
−
−
−
− 1 0 1
0 1 1
2 2 5
g
3 2 1
2 3 1
2 2 1
gg
=
1 0 0
0 1 0
0 0 1
= I
Telah diketahui bahwa matriks elementer ini berasal dari matriks I. Dengan sendirinya telah diketahui bahwa det(I) = 1 0, ini berarti bahwa matriks I adalah mempunyai rank (berpangkat) penuh atau nonsingular. Jika I berdimensi 3, maka r(I) = 3. Jika I berdimensi n, maka r(I) = n. Sekarang berapakah rank matriks elementer? Sekarang amati untuk matriks E. Dari tabel
4.5 tersebut, perhatikan bahwa determinan dari matriks E tidak ada yang nol. Ini berarti bahwa matriks E tetap berpangkat penuh, jadi r(E) = r(I). Ini berarti bahwa matriks elementer juga selalu non singular. Jadi bisa disimpulkan bahwa OBE elementer tidak merubah rank suatu matriks.
Tabel 4.5. Determinan Matriks Elementer
Matriks Elementer Keterangan (dari sifat-sifat determinan)
det(Eij) = -1 Determinan suatu matriks berubah menjadi negatif determinan asal jika satu baris ditukar dengan baris yang lain.
det(Ei(k)) = k jika salah satu baris di kalikan skalar k 0, maka determinan matriks tersebut menjadi k kali determinan semula.
det(Eij(k)) = 1 Determinan suatu matriks tidak berubah nilainya jika salah satu baris ditambah kelipatan baris lainnya.
Matriks elementer selalu nonsingular atau determinannya tidak nol. Matriks elementer selalu mempunyai invers. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Matriks elementer berasal dari matriks identitas yang telah mengalami satu kali OBE. Di sisi lain OBE mempunyai invers, dengan demikian mudah dipahami bahwa matriks elementer juga mempunyai invers. Artinya dengan OBE dapat membawa matriks elementer kembali menjadi matriks identitas I. Penjelasan ini juga menunjukkan bahwa matriks yang nonsingular selalu mempunyai invers. Tabel 4.6 menjukkan invers dari matriks elementer.
Contoh 4.8:
Dari matriks I3, E13 =
0 0 1
0 1 0
1 0 0
, maka E31 =
1 0 0
0 1 0
0 0 1
Dari matriks I4, E42(-3) =
−3 0 1 0
0 1 0 0
0 0 1 0
0 0 0 1
, maka E42(3) =
1 0 0 0
0 1 0 0
0 0 1 0
0 0 0 1
.
Tabel 4.6. Invers matriks elementer Matriks elementer Invers
Eij −1
E = Eij ji
Ei(k) 1
) (
− k
Ei =
1 ) ( k
Ei
Eij(k) 1
) (
− k
Eij = Eij(-k)
Perhatikan kembali contoh 4.7, di mana untuk matriks persegi nonsingular, dengan OBE dapat direduksi menjadi BEBT, di mana BEBT merupakan matriks identitas I. Oleh karena itu, untuk setiap matriks persegi nonsingular, ada matriks elementer E sehingga:
Ek Ek-1 Ek-2 ... E3 E2 E1 A = I (4.1) P A = I (di mana Ek Ek-1 Ek-2 ... E3 E2 E1 = P)
Karena Ei adalah matriks elementer, maka Ei nonsingular, yang berarti Ei memiliki invers (lihat Tabel 4.6). Ini berarti juga matriks P nonsingular dan mempunyai invers. Sehingga:
P-1 P A = P-1 I I A = P-1 I
A = (Ek Ek-1 Ek-2 ... E3 E2 E1)-1 I A = E1−1 E2−1 31
E ... − Ek−−12 Ek−−11 E Ik−1
A = E1−1 E2−1 31
E ... − Ek−−12 Ek−−11 E k−1 (4.2)
Dari hubungan (4.2) ini memberikan arti bahwa jika A adalah matriks nonsingular, maka matriks A dapat dinyatakan sebagai produk (hasil kali) dari matriks elementer.
Teorema 4.6
Jika A matriks persegi nonsingular, maka A dapat dinyatakan sebagai perkalian matriks elementer.
Contoh 4.9:
Nyatakan A =
3 2 1
2 3 1
2 2 1
gg sebagai hasil kali dari matriks elementer.
Solusi :
Dari contoh 4.7 telah diketahui bahwa : E13(-2) E12(-2) E 31(-1) E 21(-1 ) A = I
Memperhatikan hubungan pada persamaan (4.1) dan (4.2), maka:
A = E21−1(−1) E31−1(−1)E12−1(−2) E13−1(−2)
A = E21(1) E31(1) E12(2) E13(2) (lihat invers matriks elementer Tabel 4.6)
3 2 1
2 3 1
2 2 1
gg =
1 0 0
0 1 1
0 0 1
1 0 1
0 1 0
0 0 1
gg
1 0 0
0 1 0
0 2 1
g
1 0 0
0 1 0
2 0 1
(silahkan dicek kebenarannya hubungan kesamaan tersebut).
Dekomposisi matriks A = LU. Telah diketahui bersama bahwa jika A = (aij) adalah matriks berdimensi mxn, dengan OBE dapat mencari matriks eselon U yang ekivalen baris dengan matriks A. Dalam hal ini hubungannya:
U = Ek Ek-1 Ek-2 ... E3 E2 E1 A (4.3)
Jika matriks elementer Ei tersebut hanya diperoleh menggunakan OBE tipe II dan tipe III (jadi tidak menggunakan operasi tipe I; tidak melakukan penukaran baris), dapatlah ditunjukkan bahwa:
• Matriks Ei adalah matriks segitiga bawah.
• Ei−1 juga matriks segitiga bawah.
• Sehingga produk (hasil kali) semua Ei−1 juga matriks segitiga bawah (dalam hal ini E1−1 E2−1
1 3
E− ... Ek−−12 Ek−−11 Ek−1 = L berupa matriks segitiga bawah)
• A = L U ; dengan L matriks segitiga bawah dan U adalah matriks eselon.
Contoh 4.10:
Nyatakan matriks A =
−1 31 4
2 3
17 5 0 2 1
12 1 1 1 1
gg sebagai hasil kali matriks segitiga bawah L dan
matriks eselon U ! Solusi :
Untuk memudahkan pencarian matriks segitiga bawah L, dicari dulu matriks eselon U dengan melakukan OBE terhadap A.
A =
−1 31 4
2 3
17 5 0 2 1
12 1 1 1 1
gg ~
) 1 (
H21 −
−
−
31 1 4 2 3
5 4 1 1 0
12 1 1 1 1
gg ~
) 3 (
H31 −
−
−
−
−
5 4 1 1 0
5 4 1 1 0
12 1 1 1 1
gg ~
) 1 (
H32
−
0 0 0 0 0
5 4 1 1 0
12 1 1 1 1
= U.
Sehingga diperoleh matriks eselon U =
−
0 0 0 0 0
5 4 1 1 0
12 1 1 1 1
. Memperhatikan OBE yang
digunakan untuk merduksi matriks A, maka:
E32(1) E31(-3) E21(-1) A = U
yang berarti L = (E32(1) E31(-3) E21(-1))-1 L = E21−1(−1) E31−1(−3) E32−1(1)
L = E21(1) E31(3) E32(-1)
L =
1 0 0
0 1 1
0 0 1
1 0 3
0 1 0
0 0 1
−1 1 0
0 1 0
0 0 1
(perhatikan semuanya matriks segitiga bawah)
L =
−1 1 3
0 1 1
0 0 1
(matriks segitiga bawah)
Jadi A = L U
−1 31 4
2 3
17 5 0 2 1
12 1 1 1 1
gg =
−1 1 3
0 1 1
0 0 1
−
0 0 0 0 0
5 4 1 1 0
12 1 1 1 1
Latihan 4.3
1. Apakah matriks permutasi merupakan matriks elementer? Jelaskan jawab saudara!
2. Nyatakan matriks A berikut sebagai hasil kali matriks elementer !
(a). A =
4 3 3
3 2 3
3 2 1
gg (b). A =
3 4 1
4 3 1
3 2 1
gg (c). A =
4 7 6 4
2 3 2 1
2 3 3 2
0 1 1 1 gg
3. Apakah matriks A =
−
2 3 1 1 0
2 9 3 2 0
0 6 2 1 0
2 3 1 0 0
gg bisa di dekomposisi sebagai A = LU, di mana L
matriks segitiga bawah dan U matriks eselon ? mengapa ?
4.4. Bentuk Normal
Dari pembahasan pada subbab 4.2 telah diketahui bahwa untuk sembarang matriks A = (aij) berdimensi mxn dapat direduksi menjadi bentuk eselon baris tereduksi (BEBT) dengan melakukan OBE. Di samping itu juga telah diketahui bahwa jika r(A) = r, maka banyaknya baris yang tidak nol dari matriks BEBT adalah r buah. Khusus untuk matriks persegi A nonsingular (dalam pembahasan subbab 4.3) yang mempunyai rank r telah diketahui bahwa matriks A ekivalen baris dengan matriks BEBT yang dalam hal ini merupakan matriks identitas Ir.
Pembahasan pada subbab 4.2 dan 4.3 menitik beratkan penggunaan operasi baris elementer. Tetapi dengan OBE hanya mampu mereduksi matriks dalam BEBT. Dengan mengembangkan operasi kolom elementer (OKE), untuk melakukan manipulasi terhadap kolom- kolom suatu matriks, BEBT dapat direduksi lagi menjadi bentuk normal N. Pengembangan OKE terhadap matriks dianalogikan seperti OBE pada matriks. Dengan demikian OKE juga mempunyai invers seperti OBE. Tabel 4.7 menunjukkan OKE dan inversnya.