• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan AHMAD YAHDI NIM 04525/2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI. untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan AHMAD YAHDI NIM 04525/2008"

Copied!
169
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

AHMAD YAHDI NIM 04525/2008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH

FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI PADANG

(2)
(3)
(4)

Direktif Anak kepada Orang Tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat”. Skripsi. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang.

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk tindak tutur direktif anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing, mendeskripsikan prinsip kesantunan berbahasa yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing, dan konteksnya dalam tindak tutur direktif anak kepada orang tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat.

Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Data penelitian ini adalah peristiwa tutur dalam percakapan antara anak dengan orang tuanya. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik rekam, observasi, dan catatan lapangan. Data penelitiandiolah berdasarkan langkah-langkah berikut. Pertama, mengidentifikasikan semua tuturan anak kepada orang tuanya. Kedua, mengelompokkan tuturan yang termasuk tindak tutur direktif. Ketiga, mengklasifikasikan prinsip kesantunan dan konteks tuturan. Keempat, menafsirkan data. Kelima, menyimpulkan data.

Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan hal-hal berikut. Terdapat lima bentuk tindak tutur direktif yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing yaitu, tindak tutur direktif menyuruh, menyarankan, memerintah, menantang, dan memohon. Tindak tutur direktif yang paling dominan digunakan adalah tindak tutur direktif menyarankan dan yang paling sedikit digunakan adalah tindak tutur direktif memerintah. Terdapat empat maksim kesantunan yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing, yaitu (a) maksim kedermawanan, (b) maksim kesepakatan, (c) maksim kearifan, (d) maksim pujian. Maksim yang paling dominan digunakan yaitu maksim kesepakatan dan yang paling sedikit digunakan yaitu maksim pujian dan kearifan. Konteks pemakaian maksim adalah sebagai berikut. Maksim kedermawanan cenderung digunakan untuk tujuan menyuruh. Topik tindak tutur umumnya pembicaraan sehari-hari, terjadi di rumah dalam suasana tenang. Maksim kesepakatan cenderung digunakan untuk tujuan menyarankan dan memohon. Topik tindak tutur umumnya pembicaraan sehari-hari, terjadi di rumah, halaman rumah dalam suasana tenang. Maksim kearifan dan pujian cenderung digunakan untuk tujuan menyarankan. Topik tindak tutur umumnya pembicaraan sehari-hari, terjadi di rumah dalam suasana tenang.

(5)

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Kesantunan Berbahasa Mandailing dalam Tindak Tutur Direktif Anak kepada Orang Tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat.” Penyusunan skripsi ini bertujuan memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana pendidikan Strata Satu (S1).

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan berbagai pihak, terutama sekali penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Novia Juita, M.Hum., selaku pembimbing I dan kepada Dr. Ngusman, M.Hum., selaku pembimbing II sekaligus Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah. Selanjutnya, terima kasih kepada Dr. Irfani Basri, M.Pd., Dra. Ermawati Arief, M.Pd., dan Dra. Emidar, M.Pd., selaku dosen penguji skripsi Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah. Ucapan terima kasih yang tulus juga penulis ucapkan kepada keluarga penulis serta teman-teman yang telah memotivasi dan memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat sehingga usaha penulis dan bantuan dari semua pihak diridhoi oleh Allah Swt. Penulis masih mengharapkan adanya kritikan dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Akhir kata, semoga Allah Swt membalas semuanya dengan pahala yang berlipat ganda, Amin Ya Robbal ’Alamin.

Padang, April 2012

Penulis

(6)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Masalah ... 3 C. Perumusan Masalah ... 4 D. Pertanyaan Penelitian ... 4 E. Tujuan Penelitian ... 5 F. Manfaat Penelitian ... 5 G. Definisi Operasional... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... 7

1. Kesantunan Berbahasa Sebagai Kajian Pragmatik ... 7

2. Tindak Tutur Direktif ... 13

3. Peristiwa Tutur ... 15

4. Konteks Tuturan ... 16

5. Bahasa Mandailing ... 17

6. Hakikat Anak ... 18

7. Hakikat Orang Tua... . 19

8. Perkembangan Bahasa Anak ... 20

B. Penelitian yang Relevan ... 23

C. Kerangka Konseptual ... 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1. Jenis dan Metode Penelitian ... 27

2. Data dan Sumber Data ... 27

3. Informan/Subjek Penelitian ... 28

(7)

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Temuan Penelitian ... 30 1. Bentuk Tindak Tutur Direktif yang digunakan oleh Anak kepada

Orang Tuanya dalam Bahasa Mandailing ... 30 2. Prinsip Kesantunan Berbahasa yang digunakan oleh Anak kepada

Orang Tuanya dalam Bahasa Mandailing ... 31 3. Konteks Tindak Tutur yang digunakan oleh Anak kepada Orang

Tuanya dalam Bahasa Mandailing ... 32 B. Pembahasan ... 33

1. Bentuk Tindak Tutur Direktif yang digunakan oleh Anak kepada Orang Tuanya dalam Bahasa Mandailing ... 34 2. Prinsip Kesantunan Berbahasa yang digunakan oleh Anak kepada

Orang Tuanya dalam Bahasa Mandailing ... 66 3. Konteks Tindak Tutur yang digunakan oleh Anak kepada Orang

Tuanya dalam Bahasa Mandailing ... 94 BAB V PENUTUP

A. Simpulan ... 120 B. Implikasi Hasil Penelitian ... 121 C. Saran ... 121 KEPUSTAKAAN

LAMPIRAN

(8)

Lamnpiran 1 Transkrip Data Kesantunan Berbahasa Mandailing dalam Tindak Tutur Direktif Anak kepada Orang Tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat ... 124 Lampiran 2 Klasifikasi Bentuk Tindak Tutur Direktif Anak kepada Orang

Tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat ... 141 Lampiran 3 Klasifikasi Prinsip Kesantunan yang Digunakan dalam

Tindak Tutur Direktif Anak kepada Orang Tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat ... 144 Lampiran 4 Klasifikasi Konteks Tindak Tutur Anak kepada Orang

Tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat ... 147 Lampiran 5 Data Informan ... 158 Lampiran 6 Surat Izin Penelitian ... 166

(9)

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa adalah objek kajian linguistik atau ilmu bahasa. Ilmu bahasa terdiri atas beberapa cabang ilmu. Cabang ilmu bahasa yang mengkaji bahasa berdasarkan konteks adalah pragmatik.Dalam pragmatik makna dikaji dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar.Peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsung interaksi antara dua belah pihak, yaitu penutur dan mitra tutur dalam bentuk satu ujaran atau lebih pada waktu,tempat dan situasi tertentu (Chaer dan Agustina, 1995:6). Jadi, tindak tutur yang berlangsung pada masyarakat Ujung Gading dengan mengunakan bahasa sebagai alat komunikasi adalah sebuah peristiwa tutur.

Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan penutur dengan maksud agar lawan tutur mau melakukan tindakan yang disebutkan dalam ujarannya misalnya menyuruh, memohon, menuntun, menyarankan dan menantang.Tindak tutur direktif disebut juga tindak tutur imposif, yaitu tindak tutur yang dilakukan oleh penuturnya dengan maksud agar lawan tuturnya melakukan tindakan yang disebutkan dalam tuturan tersebut, misalnya menyuruh, memohon, dan menantang (Gunawan,1994:85).

Proses berbahasa dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, misalnya di rumah. Rumah merupakan salah satu tempat atau wadah terjadinya komunikasi baik secara lisan maupun tulis.Dalam kegiatan ini, terjadi

(10)

komunikasi yang bersifat lisan, artinya tindak tutur yang digunakan langsung diucapkan oleh anak.

Kesantunan berbahasa anak terhadap orang tua di Mandailing berdasarkan pada norma-norma umum yang ada dalam masyarakat Mandailing. Masyarakat Mandailing memiliki adat-istiadat dan agama yang kuat. Walaupun demikian, anak tidak lagi berbahasa yang santun kepada orang tuanya.Berdasarkan pengamatan penulis di Nagari Ujung Gading pada bulan Juni 2011, kesantunan berbahasa anak terhadap orang tua semakin menurun.Anak tidak lagi mengindahkan tatakrama atau kesantunan dalam berbahasa dengan orang tuanya. Misalnya, pada peristiwa tutur berikut:

(30) Anak : Mua dpe jakna yah! ke maita. kenapa lagi yah, pergi kita lagi „Kenapa lagi yah!Kita pergi lagi.‟ Orang tua :Kinai ma, satongkin nai

nantilah, sebentar lagi „Nantilah sebentar lagi.‟

Anak :Ipas ma yah! Au dung marjanji buse ke main bola dot dongan nangkinan.

cepatlah yah saya sudah berjanji pula akan main bola dengan anak orang tadi

„Cepatlah Yah! Saya sudah berjanji akan bermain bola dengan teman.‟

Orang tua :Nagigih mada ho, sodang mangua ayah jakna nida ho. cerewet betul kamu ini sedang mengapa ayah terlihat kamu

„Cerewet sekali kamu, kamu bisa melihat bahwa Ayahsedang sibuk.‟

Tindak tutur itu dilakukan oleh ayah dan anak di rumah.Anak berada di halaman sedang membersihkan motor, sedangkan orang tua berada di dalam rumah sedang mengganti pakaian.Tindak tutur yang terdapat pada konteks peristiwa tutur di atas merupakan tuturan yang berbentuk direktif, yaitu memerintah.Anak memerintah orang tua untuk segera berangkat bersama

(11)

dirinya.Kata ipas ma yah „CepatlahYah‟ menyimpang dari maksim kedermawanan.Anak bersedia mengantar orang tua ke pasar, tetapi anak tidak ingin dirugikan waktunya, dia tidak mau datang terlambat main bola.

Tindak tutur anak yang berada pada konteks peristiwa tutur di atas dianggap tidak santun karena kata ipas ma yah „Cepatlah Yah‟ yang dituturkan oleh anak bersifat langsung dengan maksud agar orang tua tidak lama mengganti pakaian karena anak akan bermain bola dengan temannya. Sebaiknya seorang anak mengatakan kepada orang tuanya dengan berkata lambat dope ayah agar terkesan lebih santun.

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis perlu untuk meneliti kesantunan berbahasa Mandailing dalam tindak tutur direktif anak kepada orang tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat.Peneliti memilih bahasa Mandailing di Nagari Ujung Gading karena untuk menambah keanekaragaman penelitian kesantunan berbahasa.Oleh sebab itu, peneliti ingin mengetahui kesantunan berbahasa Mandailing dalam tindak tutur direktif anak kepada orang tuanya yang ada di Nagari Ujung Gading pada saat sekarang.

B. Fokus Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang akan diteliti adalah kesantunan berbahasa Mandailing dalam tindak tutur direktif anak kepada orang tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat. Agar analisis penelitian ini mendalam, penelitian

(12)

ini difokuskan pada tindak tutur direktif, prinsip kesantunan, dan konteks tuturan anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat.

C. Perumusan Masalah

Bertolak dari fokus masalah itu, masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimanakahkesantunan berbahasa Mandailing dalamtindak tutur direktif anak kepada orang tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat.

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut ini.

1. Bentuk tindak tutur direktif apa sajakah yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya dalam kesantunan berbahasa Mandailing di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat?

2. Apa saja prinsip kesantunan berbahasa yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat?

3. Bagaimana konteks tindak tutur direktif yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupten Pasaman Barat?

(13)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah sebagai berikut ini.

1. Mendeskripsikan bentuk tindak tutur direktif yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya dalam kesantunan berbahasa Mandailing di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat. 2. Mendeskripsikan prinsip kesantunan berbahasa yang digunakanoleh anak

kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat.

3. Mendeskripsikan konteks tindak tutur direktif yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh peneliti, guru, dan pembaca.Bagi peneliti , dapat mendorong perkembangan linguistik khususnya di bidang pragmatik. Bagi guru, agar memakai kesantunan berbahasa supaya komunikasi berjalan dengan efektif. Bagi pembaca menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang kesantunan berbahasa Mandailing dalam tindak tutur direktif anak kepada orang tuanya serta memberikan sumbangan terhadap penelitian berikutnya dan dapat dijadikan pemicu bagi peneliti lainnya untuk bersikap kritis dan kreatif dalam menyikapi perkembangan tindak bahasa.

(14)

G. Definisi Operasional

Ada beberapa istilah dalam penelitian ini.Pertama, kesantunan berbahasa adalah alat yang digunakan untuk menunjukkan kesadaran wujud pribadi seseorang dalam melakukan suatu interaksi menggunakan bahasa untuk membuat adanya keyakinan-keyakinan dan pendapat yang tidak sopan menjadi sekecil mungkin dengan mematuhi prinsip kesantunan berbahasa yang terdiri atas bidal-bidal atau maksim.Kedua, tindak tutur adalah segala tindakan yang dilakukan melalui berbicara terkait dengan konteksnya.Ketiga, penutur adalah orang yang melakukan tuturan, atau orang yang bartutur.Keempat, petutur adalah orang yang menjadi pendengar penutur atau mitra bicara tutur.

(15)

A. Kajian Teori

Penelitian ini membutuhkan landasan berpikir untuk menganalisis data.Kerangka teori yang disusun bertujuan untuk memecahkan masalah.Sehubungan dengan itu, dibutuhkan teori-teori yang digunakan untuk menganalisis data. Teori tersebut akan dijabarkan sebagai berikut ini.

1. Kesantunan Berbahasa sebagai KajianPragmatik

Istilah pragmatik lahir dari seorang filsuf yang bernama Charles Morris, yang meneliti semiotika (ilmu tanda dan lambang) dan kemudian semiotika dibagi menjadi tiga cabang, yaitu sintaksis, semantis, dan pragmatik (Gunarwan, 1994:39). Yule (2006:4-5) menjelaskan perincian itu satu persatu.Sintaksis mengkaji hubungan antara bentuk-bentuk kebahasaan dengan mengamati bentuknya seperti kalimat, klausa, frase, dan kata.Semantik mengkaji hubungan bentuk-bentuk dalam suatu bahasa atau bahasa pada umumnya dengan objek yang diacunya.Pragmatik membahas makna ujaran yang dikaji menurut makna yang dikehendaki penutur sesuai dengan konteksnya.

Morris (dalam Maksan,1994:29) berpendapat pragmatik adalah studi mengenai hubungan formal antara tanda dengan penafsirannya. Contoh ujaran berbunyi, sudah hampir pukul 10 diucapkan dalam konteks: (1) di asrama putri pada malam hari, oleh seorang ibu kos kepada teman lelaki yang masih berada di situ. Dalam konteks tersebut, bermakna si tamu lelaki itu diminta

(16)

supaya segera pulang (Chear dan Agustina,2004:222).Menurut Leech (1993:8) pragmatik adalah studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar (speech situations). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah ilmu bahasa yang mengkaji tentang makna yang sesuai dengan konteksnnya.

Dalam kehidupan bermasyarakat ataupun dalam keluarga, bahasa merupakan alat komunikasi yang harus disertai dengan norma-norma atau tatakrama berbahasa yang berlaku dalam budaya masyarakat itu. Sistem tingkah laku berbahasa menurut norma-norma budaya disebut oleh Geertz (dalam Chaer dan Agustina 1995:226) sebagai etika berbahasa atau tata cara berbahasa. Sedangkan yang dimaksud dengan sopan santun berbicara adalah memberikan suatu penghargaan atau menghormati orang yang diajak bicara (Keraf, 1990:114). Tata cara sopan santun berbahasa ini merupakan salah satu dari adat sopan santun dalam hidup bermasyarakat di Mandailing.

Menurut Chaer dan Agustina (1995:226) yang diatur dalam berbahasa adalah hal-hal sebagai berikut: (a) Apa yang harus dikatakan pada waktu dan keadaan dengan status sosial dan budaya dalam masyarakat itu. Penggunaan dalam hal ini maksudnya pembicara harus mengerti keadaan pada saat berbicara dan ia harus memperhatikan penggunaan kata yang tepat sesuai dengan status sosialnya. (b) Ragam bahasa apa yang paling wajar digunakan di dalam situasi sosiolinguistik dan budaya tertentu. Misalnya, seseorang kakak berbicara dengan adiknya, ragam bahasa apa yang tepat digunakan. (c) Kapan dan bagaimana menggunakan giliran bicara dan menyela pembicaraan

(17)

orang lain. Jika berkumpul dengan anggota keluarga, maka dalam pembicaraan bagaimana (bercanda, rapat keluarga, dan lain-lain), mengungkapkan pendapat atau menyela pembicaraan salah seorang anggota keluarga. Gunakanlah cara yang tepat untuk menyela orang lain. (d) Kapan harus diam. Mungkin pada saat orang tua sedang berbicara atau memberi nasihat kepada salah seorang anggota keluarga, maka pada saat itu harus diam, atau saat orang tua memarahi jangan melawan dengan kata-kata kasar. (e) Bagaimana kualitas suara dan sikap fisik dalam berbicara. Kualitas suara maksudnya adalah tinggi rendahnya suara pada saat berbicara dengan lawan berbicara harus disesuaikan.Misalnya minta tolong kepada adik tidak dengan kata kasar, tetapi dengan sikap lembut dan menghormati.Sedangkan posisi fisik di sini maksudnya yaitu posisi tangan badan saat berbicara.

Secara lebih lengkap Brown dan Levinson (dalam Gunarwan 1994:90) menyatakan bahwa teori kesantunan berbahasa itu berlandaskan pada konsep muka (face). Teori tersebut menganggap bahwa setiap orang (yang rasional) mempunyai dua muka, yaitu muka positif dan muka negatif. Muka negatif mengacu ke citra diri orang yang berkeinginan agar yang dilakukan, yang dimiliki nilai-nilai, yang diyakininya itu diakui oleh orang lain sebagai suatu hal yang berharga, yang bernilai baik, yang menyenangkan, dan yang terhormat. Sebaliknya muka positif mengacu ke citra diri orang yang berkeinginan agar dihargai dengan jalan orang lain membiarkan orang itu bebas melakukan tindakan.

(18)

Fraser (dalam Gunarwan, 1994:88) mendefinisikan kesantunan menjadi tiga kelompok. Pertama, properti atau bagian dari ujaran; jadi, bukan ujaran itu sendiri.Kedua, pendapat pendengarlah yang menentukan apakah kesantunan itu ada pada ujaran. Mungkin saja sebuah ujaran dimaksudkan sebagai ujaran yang santun oleh si penutur, tetapi tidak di telinga si pendengar ujaran itu ternyata tidak terdengar santun. Ketiga, kesantunan itu dikaitkan dengan hak dan kewajiban penyerta interaksi.Maksudnya, apakah sebuah ujaran terdengar santun atau tidak.Hal ini dapat diukur berdasarkan (a) apakah si penutur tidak melampaui hak lawan bicara dan (b) apakah penutur memenuhi kewajiban kepada lawan bicara.

Kesantunan berbahasa juga memiliki sejumlah maksim dan skala kesantunan. Berikut akan dibahas lebih lanjut mengenai maksim-maksim kesantunan dan skala kesantunan.

1) Maksim-Maksim Kesantunan

Kesantunan berbahasa akan melibatkan dua individu atau lebih sebagai penutur atau mitra tutur. Hubungan penutur dan mitra tutur ini berada dalam ruang lingkup percakapan atau peristiwa tutur. Dalam percakapan ada dua prinsip umum yang harus diperhatikan yaitu prinsip kesantunan dan prinsip kerja sama.

Menurut Leech (1993:206-207), maksim-maksim kesantunan cenderung berpasangan sebagai berikut: (a) Maksim kearifan (tact maxim). Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin, buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin. (b) Maksim kedermawanan (generosity maxim). Buatlah

(19)

kerugian diri sendiri sekecil mungkin, buatlah keuntungan diri sendiri sebesar mungkin. (c) Maksim pujian (approbation maxim). Kecamlah orang lain sedikit mungkin, pujilah orang lain sebanyak mungkin. (d) Maksim kerendahan hati (modesty maxim). Pujilah diri sendiri sedikit mungkin, kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin. (e) Maksim kesepakatan (sympathy maxim). Usahakan agar ketaksepakatan antara diri dengan orang lain terjadi sedikit mungkin, usahakan agar kesepakatan antara diri dengan orang lain terjadi sebanyak mungkin. (f) Maksim simpati. Kurangilah rasa antipasti antara diri dengan orang lain hingga sekecil mungkin, tingkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara diri dan orang lain.

2) Skala Kesantunan Berdasarkan Parameter Kesantunan

Maksim-maksim kesantunan yang telah diuraikan di atas dapat diukur tingkat kesantunannya dengan menggunakan skala kesantunan. Menurut Leech dalam Rahardi (2005:66-68) ada lima skala keantunan berbahasa, yaitu: (a) Cost-Benefit Scale (skala kerugian keuntungan). Apabila sebuah peruturan merugikan bagi diri si penuturnya, maka akan dianggap semakin santunlah tuturan itu. Apabila tuturan tersebut menguntungkan bagi diri penuturnya dan merugikan orang lain, maka dianggap semakin tidak santunlah tuturan itu. (b)Optionality Scale (skala pilihan).Apabila pertuturan itu sama sekali tidak memberikan kemungkinan untuk menentukan pilihan bagi penutur dan mitra tutur, tuturan tersebut akan akan dianggap sangat tidak santun. Apabila penuturan itu memberikan kemungkinan untuk menentukan pilihan bagi penutur dan mitra tutur, tuturan tersebut akan dianggap semakin santun.

(20)

(c)Inderectness Scale (skala ketidaklangsungan). Semakin tuturan itu bersifat langsung,to the point, apa adanya, tidak berbelit-belit, tidak banyak basa basi, akan cenderung dianggap semakin tidak santunlah tuturannya. Semakin tidak langsung maksud sebuah tuturan, semakin banyak samita, sanepo, samudana, dan isyarat yang dikandung di dalamnya, akan dianggap semakin santunlah tuturan tersebut. (d)Authority Scale (skala kekuasaan). Semakin jauh distansi atau jarak peringkat sosial (rank rating) antara penutur dan mitra tutur, tuturan yang digunakan akan cenderung menjadi santun. Semakin dekat jarak peringkat status sosial penutur dan mitra tutur, akan cenderung berkuranglah tingkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam keseluruhan aktivitas bertutur. (e)Social Distance Scale (skala jarak sosial). Semakin dekat jarak peringkat sosial penutur dengan mitra tutur, maka semakin kurang santunlah tuturan itu dan apabila jarak peringkat sosialnya semakin jauh, maka semakin santunlah tuturan itu.

Berdasarkan teori para ahli yang telah diuraikan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kesantunan berbahasa adalah suatu cara yang digunakan dalam berbahasa atau berbicara untuk menghormati atau memberikan penghargaan terhadap lawan bicara dalam berkomunikasi. Cara berbahasa yang santun adalah pada saat melakukan komunikasi dengan lawan bicara kita harus memperhatikan semua etika atau tatacara berbicara yang santun seperti, cara bicara, kapan kita harus berbicara, dengan siapa kita berbicara dan kapan kita harus diam. Pada saat ini sebagian besar masyarakat Mandailing kurang

(21)

memperhatikan tata aturan atau tatakrama berbicara yang santun dalam berkomunikasi.

2. Tindak Tutur Direktif

Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan dalam ujarannya. Tindak tutur direktif dapat berbentuk menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, dan menantang. Tindak tutur direktif disebut juga tindak tutur imposif, yaitu tindak tutur yang dilakukan oleh penuturnya dengan maksud agar lawan tuturnya melakukan tindakan yang disebutkan dalam tuturan tersebut, misalnya menyuruh, memohon, dan menantang (Gunawan,1994:85)

Searle (dalam Gunawan,1994:48) mengemukakan tindak tutur direktif yaitu tindak tutur yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar si pendengar melakukan tindakan yang disebutkan dalam ujaran itu (misalnya: menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan dan menantang). Senada dengan itu, Austin (dalam A.R 1992:46) menyebutkan tindak tutur direktif adalah tuturan yang berfungsi mendorong pendengar untuk melakukan sesuatu, seperti mengusulkan, memohon, mendesak.

Yule (1996:93) menjelaskan tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Jenis tindak tutur ini meliputi: perintah, pemesanan, permohonan, pemberian saran dan bentuknya dapat berupa kalimat negatif dan positif.

(22)

Menurut Amir danNgusman (2006:11), tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang berpotensi mengancam muka pelaku tutur. Muka atau citra diri penutur dapat jatuh jika suruhannya atau perintahnya tidak diperhatikan oleh penutur. Sebaliknya, muka atau citra diri penutur dapat terancam karena permohonan yang ditujukan kepadanya bersifat membebani, memaksa penutur atau melecehkan penutur.

Tindak tutur direktif terdiri atas tindak tutur menyuruh, memohon, menyarankan, menuntut dan menantang.Rahardi (2005:96) menyatakan bahwa kalimat yang bermakna menyuruh itu, biasanya digunakan bersama penanda kesatuan coba.

Rahardi (2005:96) menyatakan bahwa kalimat bermakna memohon itu, biasanya ditandai dengan penanda kesatuan mohon, selain ditandai dengan penanda kesatunan itu, pertikel lah- juga lazim digunakan untuk memperhalus kadar tuturan direktif permohonan.

Menurut Rahardi (2005:114-115), kalimat yang bermakna menyarankan biasanya ditandai dengan penanda kesatuan kata hendaknya dan sebaliknya. Rinaldi (2005:100) mengemukaan bahwa kalimat dengan makna menuntut atau desakan mengunakan kata ayo dan mari sebagai pemerkah makna. Selain itu, kadang-kadang digunaan kata harap dan harus untuk memberi penekanan maksud tersebut.

Tindak tutur menantang adalah tindak tutur untuk memotivasi seseorang agar mau mengerjakan apa yang dikatakan penutur. Melalui tuturan

(23)

ini, penutur berusaha agar penutur tertantang untuk melakukan apa yang dituturkan.

Berdasarkan penjelasan tindak tutur direktif di atas disimpulkan bahwa tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan dalam ujarannya. Tindak tutur direktif dapat berbentuk menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, dan menantang.

3. Peristiwa Tutur

Peristiwa tutur adalah suatu kegiatan yang melibatkan penutur dan mitra tutur (lawan bicara) dalam berinteraksi dengan satu pokok tuturan dalam waktu, tempat dan situasi yang berbeda. Menurut Hymes (dalam Sumarno dan Partana, 2002:320) mengungkapkan,

Peristiwa tutur berwatak komunikatif dan diatur oleh kaidah untuk penggunaan tutur. Tiap peristiwa tutur terbatas kepada kegiatan atau aspek kegiatan yang secara langsung diatur oleh kaidah atau norma bagi pengguna tutur. Peristiwa tutur terjadi di dalam situasi tutur dan terdiri satu tindak tutur atau lebih.

Menurut Sumarsono dan Partana (2002:320), peristiwa tutur terjadi di dalam situasi tutur dan terdiri dari satu tindak tutur atau lebih.Konteks situasi tuturan ada, karena adanya perbedaan pandangan (pengetahuan) penutur dengan mitra tutur, dan aspek-aspek luar kebahasaan.

Menurut Yule (1996:82), peristiwa tutur merupakan suatu keadaan dimana penutur berharap maksud komunikatifnya akan dimengerti pendengar dan biasanya penutur dan pendengar terbantu oleh keadaan di sekitar lingkungan tutur itu.

(24)

Percakapan adalah salah satu contoh peristiwa tutur.Chaer dan Agustina (1995:61-62) menyatakan sebagai berikut.

Peristiwa tutur (speech event) adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan di dalam waktu, tempat dan situasi tertentu.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa peristiwa tutur mempunyai maksud untuk memberikan reaksi pendengar dan tuturan juga dapat mempengaruhi suasana penutur dan mitra tutur lewat partisipasi, topik, latar, budaya, dan tujuan tuturan.Peristiwa tutur biasanya terjadi di dalam situasi tutur yang berbeda.Jadi, interaksi interaksi yang berlangsung antara anak dengan orang tuanya di tempat tertentu dan pada waktu tertentu dengan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya adalah sebuah peristiwa tutur.

4. Konteks Tuturan

Makna sebuah tuturan dapat dipahami secara tepat bila diketahui siapa pembicara, siapa pendengar, dan situasinya.Oleh karena itu, ahli wacana menganalisis kalimat dengan menganalisis konteksnya terlebih dahulu.Konteks adalah suatu pengetahuan latar belakang yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan mitra tutur yang membantu mitra tutur menafsirkan tuturan.Menurut Hymes (dalam Chaer dan Agustina, 2004:48-49) peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen yang dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING.Kedelapan komponen tersebut adalah: (a) S (Setting and scene), setting berkaitan dengan waktu dan tempat tuturan berlangsung, sedangkan

(25)

scene mengacu pada situasi, tempat, dan waktu, atau situasi psikologis; (b) P (Participant) adalah pihak-pihak yang terlibat dalam tuturan, yaitu pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan) yang dapat saling bertukar peran; (c) E (Ends:purpose and goal) merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan; (d)A (Act sequances) mengacu pada bentuk dan isi ujaran yaitu kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan; (e) K (Key) mengacu pada nada, cara, dan semangat di mana suatu pesan disampaikan; (f) I (Instrumentalities) mengacu pada jalur bahasa yang digunakan seperti jalur lisan, tertulis, telegraf, atau telefon; (g) N(Norm of interaction and interpretation) mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi dan norma penafsiran terhadap ujaran lawan bicara; (h) G(Genre)mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah, doa, dan sebagainya.

Dari uraian itu, dapat disimpulkan bahwa suatu peristiwa tutur mempunyai banyak unsur yang saling berkaitan satu sama lain. Tanpa ada satu atau beberapa aspek lainnya, maka peristiwa tutur tidak akan terjadi.

5. Bahasa Mandailing

Salah satu bahasa daerah yang ada di Indonesia adalah bahasa Mandailing. Sebagai bahasa daerah, bahasa Mandailing dipakai sebagai bahasa pertama oleh masyarakat untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan mereka.Bahasa Mandailing ini digunakan pada salah satu daerah atau satu kampung yaitu daerah Ujung Gading. Di daerah ini penduduknya dominan menggunakan bahasa Mandailing. Bahasa Mandailing di Ujung Gading ini

(26)

sangat berbeda dengan bahasa Mandailing di daerah sekitarnya seperti di daerah Silaping dan Sungai Aur. Karena penyampaian kata-kata yang digunakan sangat lunak bila dibandingkan dengan bahasa Mandailing di daerah lainnya.

Sopan santun dalam masyarakat Mandailing berbeda dari masyarakat Inggris disebabkan perbedaan budaya dan mobilitas masyaratkatnya. Masyarakat Inggris adalah masyarakat yang bukan saja berinteraksi dengan sesama anggota masyarakat seasal tetapi banyak juga berinteraksi dengan masyarakat atau pengunjung dari luar sebab negara Inggris adalah salah satu negara yang paling banyak dikunjungi oleh pendatang/turis dari luar negeri sedangkan masyarakat Mandailing lebih banyak berintekraksi dengan sesama anggota masyarakat dan hampir tidak memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan masyarakat luar. Dengan demikian tidak ada pola-pola pertuturan yang telah menjadi baku untuk orang asing dan orang yang telah dikenal.

6. Hakikat Anak

Anak merupakan makhluk sosial sama hal nya dengan orang dewasa. Anak juga membutuhkan orang lain untuk bisa membantu mengembangkan kemampuannya, karena pada dasarnya anak lahir dengan segala kelemahan sehingga tanpa orang lain anak tidak mungkin dapat mencapai taraf kemanusiaan yang normal. Menurut John Locke (dalam Artikel Dunia Psikologi Anak, 2008:1),anak merupakan pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan. Menurut Agustinus (dalam Artikel Dunia Psikologi Anak, 2008:1), anak tidaklah sama

(27)

dengan orang dewasa, anak mempunyai kecenderungan untuk menyimpang dari hukum dan ketertiban yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengertian terhadap realita kehidupan, anak-anak lebih mudah belajar dengan contoh-contoh yang diterimanya dari aturan-aturan yang bersifat memaksa.

Sobur (dalam Artikel Dunia Psikologi Anak, 2008:1) juga mengartikananak sebagai orang atau manusia yang mempunyai pikiran, sikap, perasaan, dan minat berbeda dengan orang dewasa dengan segala keterbatasan. Menurut Haditono (dalam Artikel Dunia Psikologi Anak, 2008:1), anak adalah mahluk yang membutuhkan kasih sayang, pemeliharaan, dan tempat bagi perkembangannya. Selain itu, anak merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga memberi kesempatan kepada anak untuk belajar tingkah laku yang penting untuk perkembangan yang cukup baik dalam kehidupan bersama.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa, anak adalah orang atau manusia yang mempunyai pikiran, sikap, perasaan, dan minat berbeda dengan orang dewasa dengan segala keterbatasan, yang juga membutuhkan kasih sayang dan pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan serta juga termasuk makhluk sosial sama dengan orang dewasa.

7. Hakikat Orang Tua

Orang tua adalah ayah dan ibu yang telah melahirkan, membesarkan, dan mendidik anak-anaknya dengan penuh kasih sayang. Peranan orang tua

(28)

dalam adat Mandailing sangat penting terutama untuk menanamkan adat sopan santun kepada anaknya. Penanaman adat sopan santun pada anak umumnya melalui sosialisasi sejak bayi sampai dewasa, selama itu mereka akan diberikan tata tertib bagaimana berbicara yang baik dengan orang tua, keluarga atau yang lebih muda.Cara berbicara seorang anak sangat banyak dipengaruhi oleh bagimana cara orang tuanya berbicara kepada si anak. Orang tua sebaiknya selalu memperhatikan perkembangan tersebut, agar anak sopan dalam berbicara. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan contoh yang baik dalam berbicara kepada si anak (http://massofa.wordpress.com).

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa orang tua adalah ayah dan ibu yang telah melahirkan, membesarkan, dan mendidik anak-anaknya dengan penuh kasih sayang. Cara berbicara orang tua sangat mempengaruhi cara berbicara anak.

8. Perkembangan Bahasa Anak

Bahasa adalah segala bentuk komunikasi dimana pikiran dan perasaan seseorang disimbolisasikan agar dapat menyampaikan arti kepada orang lain (http://massofa.wordpress.com).

Oleh karena itu, perkembangan bahasa dimulai dari tangisan pertama sampai anak mampu bertutur kata.Penelitian yang dilakukan terhadap perkembangan bahasa anak tentunya tidak terlepas dari pandangan, hipotesis, atau teori psikologi yang dianut. Menurut Jean Piaget (dalam Chaer,2003:223) menyatakan bahwa bahasa itu bukanlah suatu ciri alamiah

(29)

yang terpisah, melainkan salah satu diantara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Bahasa distrukturi oleh nalar, maka perkembangan bahasa harus berlandas pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi.Jadi urut-urutan perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan bahasa.

Bagaimana hubungan antara perkembangan kognitif dan perkembangan bahasa pada anak dapat kita lihat dari keterangan Piaget sebagai berikut.

Pertama, tahap sensorimotor (0;0--2;0). Dalam tahap ini perkembangan panca indra sangat berpengaruh dalam diri anak. Keinginan (emosi) terbesarnya adalah keinginan untuk menyentuh/memegang, karena didorong oleh keinginan untuk mengetahui reaksi dari perbuatannya. Kesukaan anak pada masa ini adalah anak senang dinyanyikan, diceritai, mendengar radio dan televisi, serta melihat gambar-gambar yang berwarna cerah seperti merah, kuning, hijau, dan lainnya.

Kedua, tahap praoperasional (2;0--7;0). Pada usia ini anak menjadi 'egosentris', sehingga berkesan 'pelit', karena ia tidak bisa melihat dari sudut pandang orang lain. Anak tersebut juga memiliki kecenderungan untuk meniru orang di sekelilingnya. Meskipun pada saat berusia 6-7 tahun mereka sudah mulai mengerti motivasi, namun mereka tidak mengerti cara berpikir yang sistematis - rumit. Pikiran anak praoperasional bersifat ireversibel. Anak pada masa ini senang diceritai dengan disertai alat peraganya. Warna kesukaannya juga bervariasi.

(30)

Ketiga, tahap operasional konkret (7;0--12;0). Saat ini anak mulai meninggalkan 'egosentris'-nya dan dapat bermain dalam kelompok dengan aturan kelompok (bekerja sama). Anak sudah dapat dimotivasi dan mengerti hal-hal yang sistematis. Tingkat ini merupakan permulaan berpikir rasional. Anak memiliki operasi-operasi logis yang dapat diterapkan pada masalah-masalah konkret. Anak dalam periode ini dapat menyusun satu seri obyek dalam urutan. Piaget menyebut operasi ini seriasi. Selama periode ini, anak kurang egosentris dan lebih sosiosentris. Emosi anak pada masa ini seperti marah dan cemburu. Kesukaan anak pada masa ini adalah anak suka bermain, bekerja sama, dan berolahraga dengan teman-temannya.

Keempat, tahap operasional formal (12;0--15;0). Pengajaran pada anak pra-remaja ini menjadi sedikit lebih mudah, karena mereka sudah mengerti konsep dan dapat berpikir, baik secara konkrit maupun abstrak, sehingga tidak perlu menggunakan alat peraga. Emosi anak pada masa ini meninggi seperti merajuk, ledakan amarah, dan murung jika keinginannya tidak sesuai yang ia harapkan. Kesukaan anak pada masa ini adalah berkumpulan dengan teman-teman remaja lainnya dan rekreasi.

Berdasarkan pendapat Piaget tersebut, dapat disimpulkan bahwa anak dari segi kejiwaan dapat dilihat pada empat tahap, yaitu tahap sensorimotor, praoperasional, operasi konkret, dan operasional formal. Kejiwaan anak dapat dilihat mulai dari emosi anak yang rendah sampai tinggi, cara bernalar atau berpikirnya yang tidak sistematis menjadi kongkrit dan abstrak, sampai

(31)

kepada kesukaan anak yang rendah menjadi meningkat dan berkembang menurut umur dan tahap masing-masing.

B. Penelitian yang Relevan

Berdasarkan studi kepustakaan yang dilakukan, penelitian yang relevan dengan penelitian ini dilakukan oleh Mery, Ningsih, dan Maiezra . Meri (2000) meneliti analisis kesopanan tindak tutur dalam acara dialog opini berita ranah Minang. Dalam penelitian ini ditemukan tindak tutur berdasarkan jenisnya terbagi atas: refresentatif, direktif, ekspresif, dan deklaratif. Fungsi bahasa yang ditemukan adalah menjelaskan, mengemukakan, meminta keterangan, mengira, dan menetapkan. Tindak tutur dalam bentuk kurang sopan banyak digunakan oleh pewawancara dibanding nara sumber.

Ningsih (2002) meneliti kesantunan berbahasa pramuniaga dalam melayani konsumen: studi kasus di Plaza Minang. Hasil penelitian Ningsih menunjukkan bahwa ada empat tindak tutur yang sering digunakan pramuniaga plaza minang yang melayani konsumen, yaitu tindak tutur representatif, direktif, ekspresif, dan deklaratif.

Maiezra (2008) meneliti kesantunan berbahasa Minangkabau pedagang kaki lima dalam melayani pembeli di pasar tradisional Payakumbuh. Penelitian ini menemukan lima maksim, yaitu maksim maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim kerendahan hati, maksim pujian, dan maksim kesepakatan. Maksim yang dominan digunakan adalah maksim kerendahan

(32)

hati dan maksim kearifan. Tindak tutur yang digunakan refresentatif, direktif, ekspresif, dan deklaratif.

Perbedaan penelitian penulis dengan penelitian sebelumnya, yaitu penelitian kesantunan berbahasa yang terdahulu lebih memperhatikan bentuk tuturan yang dihasilkan dari tindak tutur yang digunakan penutur dan mitra tutur dalam kesantunan berbahasa.Pada penelitian ini, penulis hanya mengkaji tentang bentuk-bentuk tindak tutur direktif anak kepada orang tuanya dalam kesantunan berbahasa Mandailing, prinsip kesantunan yang terdapat dalam kesantunan berbahasa Mandailing dalam tindak tutur direktif anak kepada orang tuanya dan konteks tuturan yang terdapat dalam kesantunan berbahasa Mandailing dalam tindak tutur direktif anak kepada orang tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat.

C. Kerangka Konseptual

Banyak orang yang berbicara secara bebas tanpa disadari oleh pertimbangan moral, nilai, maupun agama. Akibatnya, komunikasi penutur dan mitra tutur tidak berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh kedua belah pihak. Oleh sebab itu, penutur dan mitra tutur hendaknya memiliki kesantunan berbahasa di dalam berkomunikasi.

Kesantunan berbahasa adalah berbahasa yang sesuai dengan norma dan nilai yang dipegang oleh masyarakat pengguna bahasa. Jadi, kesantunan berbahasa berarti seseorang menggunakan bahasa yang halus dan baik (budi

(33)

bahasa, tingkah laku) yang sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat.

Kesantunan berbahasa dapat diamati dari pilihan kata, nada suara, intonasi, bahasa badan yang digunakan, dan bercakap mengikuti giliran. Kesantunan berbahasa juga memiliki sejumlah maksim yakni: maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim pujian, maksim kerendahan hati, maksim kesepakatan, dan maksim simpati. Sesuai dengan judul dan fokus masalah susunan dalam kesantunan berbahasa dapat dilihat pada bagan kerangka konseptual di sebelah.

(34)

Gambar Kerangka Konseptual Tindak Tutur

Kesantunan Berbahasa

Konteks tuturan

1. Waktu dan Tempat Tuturan

Berlangsung

2. Pembicara dan Pendengar

3. Maksud dan Tujuan Tuturan 4. Situasi / suasana Prinsip Kesantunan 1. Maksim Kearifan 2. Maksim Kedermawanan 3. Maksim Pujian

4. Maksim Kerendahan Hati 5. Maksim Kesepakatan 6. Maksim simpati

Kesantunan berbahasa Mandailing dalam Tindak tutur direktif anak kepada orang tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat

Pragmatik

Bentuk tindak tutur direktif 1. Menyuruh

2. Menyarankan 3. Memerintah 4. Menantang 5. Memohon

(35)

A. Jenis dan Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Menurut Moleong (2002:2), penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang tidak mengadakan perhitungan atau angka-angka. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, atau pun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang (Nazir, 2005:54). Tujuan penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat hubungan antara fenomena yang diselidiki.

Penelitian kualitatif ini digunakan untuk mendapatkan tuturan anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing.Metode deskriptif pada penelitian ini digunakan untuk mendapatkan gambaran mengenai kesantunan berbahasa Mandailing dalam tindak tutur direktif anak kepada orang tuanya di Nagari Ujung Gading ditinjau dari prinsip kesantunan dan konteks tuturan.

B. Data dan Sumber Data

Penelitian ini dilaksanakan di Nagari Ujung Gading. Nagari ini terletak di Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat.Data penelitian ini adalah peristiwa tutur dalam percakapan antara anak dengan orang tua

(36)

dalam keluarga.Sumber data penelitian ini adalah anak dan orang tuanya yang merupakan penduduk asli daerah tersebut.

C. Informan/Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah masyarakat di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat.Informan penelitian ini adalah anak yang sudah mencapai tahap operasional formal (12;0--15;0), karena anak sudah berpikir logis seperti halnya dengan orang dewasa. Informan merupakan anak penduduk asli Nagari Ujung Gading. Informan penelitian berjumlah 18 orang yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan secara bertingkat.Pada tahap pertama, diadakan pengumpulan data tuturan direktif anak kepada orang tuanya dalam kesantunan berbahasa Mandailing.Untuk itu, digunakan alat perekam berupa tape recorderdan lembaran format pengamatan (observasi).Selain itu, juga digunakan catatan lapangan untuk melengkapi data penggunaan tuturan direktif anak.Pada tahap kedua direkam tindak tutur direktif anak dengan menggunakan alat perekam (tape recorder).Selanjutnya, hasil rekaman tersebut, ditranskripkan dan dianalisis berdasarkan teori yang digunakan mengenai tindak tutur direktif.

(37)

E. Teknik Pengabsahan Data

Teknik pengabsahan data dilakukan dengan tambahan jika ada yang meragukan. Di samping itu, pengabsahan data juga dilakukan dengan menanyakan kembali kepada anak yang diamati apakah data yang dihasilkan peneliti sama dengan yang diuraikan atau dilakukan anak. Peneliti terpusat mengamati pada apa yang diuraikan dan diyakini anak.

F. Teknik Penganalisisan Data

Moleong (2002:103) menjelaskan bahwa teknik analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti disarankan data. Berdasarkan uraian tersebut analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) mengumpulkan semua tuturan anak kepada orang tuanya; (2) mengelompokkan tuturan yang termasuk tindak tutur direktif; (3) mengidentifikasi tuturan berdasarkan prinsip kesantunan dan konteks tuturan; (4) menginterprestasikan data; (5) menyimpulkan data.

(38)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Temuan Penelitian

Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, pada bab ini akan dijelaskan temuan penelitian sebagai berikut. (1) Bentuk tindak tutur direktif yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing; (2) Prinsip kesantunan berbahasa yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing; dan (3) Konteks tindak tutur yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing.

1. Bentuk Tindak Tutur Direktif yang Digunakan oleh Anak kepada Orang Tuanya dalam Bahasa Mandailing

Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan dalam ujarannya.Tindak tutur direktif dapat berbentuk menyuruh, menyarankan, memerintah, menantang dan memohon.

Pada penelitian ini, peneliti mengkaji lima bentuk tindak tutur direktif. Kelima jenis tindak tutur direktif tersebut adalah tindak tutur direktif menyuruh, tutur direktif menyarankan, tindak tutur direktif memerintah, tindak tutur direktif menantang, dan tindak tutur direktif memohon. Dari hasil penelitian diperoleh 47 tuturan. Bentuk tindak tutur direktif menyuruh terdapat 11 tuturan, menyarankan terdapat 15 tuturan, memerintah terdapat 5 tuturan, menantang terdapat 7 tuturan, dan memohon terdapat 9 tuturan. Dari lima bentuk tindak tutur direktif tersebut, yang paling banyak ditemukan pada

(39)

penelitian ini adalah tindak tutur direktif menyarankan dan yang paling sedikit ditemukan adalah tindak tutur direktif memerintah.

2. Prinsip Kesantunan Berbahasa yang Digunakan oleh Anak kepada Orang Tuanya dalam Bahasa Mandailing

Dalam melakukan tindak tutur, penutur umumnya mempertimbangkan petuturnya kemudian baru menerapkan prinsip kesantunan, diperoleh 47 tindak tutur dan terdapat empat maksim kesantunan yang digunakan dalam tuturan anak kepada orang tuanya. Keempat maksim itu adalah: (1) maksim kedermawanan; (2) maksim kesepakatan; (3) maksim kearifan; (4) maksim pujian.

Dari keempat maksim tersebut yang paling banyak digunakan adalah maksim kesepakatan. Maksim kesepakatan mengharuskan setiap penutur dan petutur untuk memaksimalkan kesepakatan dan meminimalkan ketidaksepakatan. Maksim ini digunakan untuk membentuk kesantunan ujaran karena cara itu dapat mengarahkan nalar petutur. Dari data penelitian, ditemukan maksim kesepakatan sebanyak 23 tuturan.

Maksim kedermawanan mengharuskan setiap peserta tutur untuk memaksimalkan kerugian diri sendiri dan meminimalkan keuntungan diri sendiri. Maksim ini digunakan untuk membentuk kesantunan ujaran karena cara itu dapat memberikan kehormatan kepada petuturnya. Petutur akan merasa dirinya diuntungkan karena tuturan dari penutur yang menanyakan dengan tuturan yang sopan. Dari data penelitian ini, ditemukan maksim kedermawanan sebanyak 16 tuturan.

(40)

Maksim kearifan mengharuskan setiap peserta tutur meminimalkan kerugian orang lain atau memaksimalkan keuntungan bagi orang lain. Maksim ini digunakan untuk membentuk kesantunan ujaran karena semakin panjangtuturan seseorang semakin besar pula keinginan orang tersebut untuk bersikap sopan kepada petuturnya. Dari data penelitian ini, ditemukan maksim kearifan sebanyak 7 tuturan.

Maksim pujian mengharuskan setiap peserta tutur meminimalkan kecaman bagi orang lain sedikit mungkin dan memaksimalkan pujian bagi orang lain sebanyak mungkin. Maksim ini digunakan untuk membentuk kesantunan ujaran karena semakin banyak memuji orang lain maka akan lebih bersikap sopan kepada penutur. Dari data penelitian ini, ditemukan maksim pujian sebanyak 1 tuturan.

Dari uraian di atas, tuturan anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing cenderung menggunakan maksim kesepakatan dengan jumlah tuturan sebanyak 23 tuturan. Hal ini dikarenakan tindak tutur anak kepada orang tuanya cenderung mengusahakan kesepakatan. Kesantunan berbahasa dalam tindak tutur kepada orang tua pada umumnya tergolong santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan.

3. Konteks Tindak Tutur yang Digunakan oleh Anak kepada Orang Tuanya dalam Bahasa Mandailing

Makna sebuah kalimat dapat dipahami secara tepat bila diketahui siapa pembicara, siapa pendengar, dan situasinya. Konteks adalah suatu pengetahuan latar belakang yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan petutur

(41)

yang membantu petutur menafsirkan tuturan. Pada penelitian ini, konteks konteks tuturan yang dibahas adalah partisipan meliputi siapa pembicara dan siapa pendengar, perbedaan umur atau usia, dan tingkat keakraban. Setting meliputi situasi atau suasana, tempat dan waktu.

Berdasarkan analisis data, konteks pemakaian maksim adalah sebagai berikut. Maksim kedermawanan cenderung digunakan untuk tujuan menyuruh.Maksim kesepakatan cenderung digunakan untuk tujuan menyarankan dan memohon. Maksim kearifan dan pujian cenderung digunakan untuk tujuan menyarankan. Maksim yang paling dominan digunakan adalah maksim kesepakatan dengan tujuan menyarankan dan memohon, dan yang paling sedikit digunakan adalah maksim kearifan dan pujian dengan tujuan menyarankan.

B. Pembahasan

Berdasarkan temuan penelitian, dilakukan pembahasan sebagai berikut. (1) Bentuk tindak tutur direktif yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing; (2) Prinsip kesantunan berbahasa yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing; dan (3) Konteks tindak tutur yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing.

(42)

1. Bentuk Tindak Tutur Direktif yang digunakan oleh Anak kepada Orang Tuanya dalam Bahasa Mandailing

Bentuk tindak tutur direktif yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya adalah tindak tutur direktif menyuruh, tindak tutur direktif menyarankan, tindak tutur direktif memerintah, tindak tutur direktif menantang, dan tindak tutur direktif memohon. Bentuk-bentuk tindak tutur direktif tersebut dirincikan sebagai berikut.

1. Menyuruh

Ditemukan 11 tuturan yang menggunakan tindak tutur direktif menyuruh. Penggunaan tindak tutur menyuruh dapat dilihat dari contoh peristiwa tutur berikut.

(1) Isas : Na bahat measar di bagason mak i! banyak sekali sampahdirumahinibu „Banyak sampah di rumah ini, Bu!‟ Ibu : Paias ma tongan asari.

Bersihkanlahsampahitu „Bersihkan sampah itu.‟

Isas : Umak ma paias na, au loja dope lala. ibuyangbersihkansayamasihcapek

„Ibu yang membersihkan, saya masih capek sekarang.‟(peristiwa tutur 8)

Tindak tutur menyuruh pada contoh (1) diungkapkan oleh penutur (Isas) berusia 15 tahun kepada petutur (Gusneli) berusia 46 tahun. Tuturan menyuruh tersebut terbukti dari tuturan Isas yang mengatakan umak ma paias na, au loja dope lala „ibu yang bersihkan, saya masih capek‟. Dari tuturan Isas, terbukti kalau Isas menyuruh ibunya untuk membersihkan sampah, karena dia masih capek. Tuturan Isas dianggap tidak santun karena Isas menyuruh ibunya langsung untuk membersihkan sampah tanpa

(43)

memikirkan bagaimana perasaaan ibunya. Sebaiknya anak berkata satongkin nai ma mak u paias „Sebentar lagi bu saya bersihkan‟ agar lebih terkesan santun.

(2) Tika : Abiskon ma dabo mak, u pamasak sada na i. habiskanlahbusayamasaksatulagi

„Habiskan bu, saya masak satu lagi.‟ Ibu : Nda mangua jakna?

tidakapa-apa „Tidak apa-apa?‟

Tika : Nda mangua mak i, au tapi dung mangan mau. tidakapa-apabu, sayatapisudahmakan

„Tidak apa-apa bu, saya sudah makan.‟ (peristiwa tutur 14) Tindak tutur menyuruh pada contoh (2) diungkapkan oleh penutur (Tika) berusia 15 tahun kepada petutur (Ismaniar) berusia 43 tahun. Tuturan menyuruh tersebut terbukti dari tuturan Tika yang mengatakan abiskon ma dabo mak, u pamasak sada nai „habiskanlah Bu, saya masak satu lagi‟. Dari tuturan Tika, terbukti kalau Tika menyuruh ibunya untuk menghabiskan makanan dengan bahasa yang santun tanpa menyinggung perasaan ibunya.

(3) Putra : Dung tabusi ayah ma lalu tas ki? sudahjadi ayah belitasuntukku

„Sudah jadi ayah beli tas itu untukku?‟ Ayah : Nda pedo bah.

belumlagi „Belum lagi.‟

Putra : Tabusion ma dabo yah, dung mangkasibak ma dabo yah taskon.

belikanlah yah, sudah robek yah tas saya ini „Belikanlah yah, sudah robek tas saya ini.‟ Ayah : Cogot domai.

besok lagi

„Besok lagi.‟ (peristiwa tutur 10)

Tindak tutur menyuruh pada contoh (3) diungkapkan oleh penutur (Putra) berusia 15 tahun dan penutur (Sarkoni) berusia 54 tahun. Tuturan

(44)

menyuruh tersebut terbukti dari tuturan Putra yang mengatakan dung tabusi ayah ma lalu tas ki „sudah jadi ayah beli tas untukku‟. Dari tuturan Putra, terbukti kalau Putra menyuruh ayahnya dengan paksaan untuk membelikan tas. Tuturan ini dianggap tidak santun karena tuturan Putra langsung memaksa ayahnya untuk membelikan tas untuknya. Sebaiknya anak berkata Yah, dung jadi ma laluna tabusion ayahjau tas„Yah, sudahjadi ayah belikanlah saya tas‟ agar terkesan lebih santun.

(4) Isas : Yah, dokon umak oban indahan tu saba. yah, kata ibu bawa nasi ke sawah

„Yah, ibu mengatakan untuk membawa nasi ke sawah.‟ Ayah : Dung kema umakmu jakna?

sudah pergi ibumu

„Apakah ibumu sudah pergi?‟ Isas : Olah yah, manyogoti dope.

ya yah, pagi tadi

„Sudah yah, tadi pagi.‟ (peristiwa tutur 29)

Tindak tutur menyuruh pada contoh (4) diungkapkan oleh penutur (Isas) berusia 15 tahun dan petutur (Dirwan) berusia 49 tahun. Tuturan menyuruh tersebut terbukti dari tuturan Isas yang mengatakan yah, dokon umak oban indan tu saba „yah, kata ibu bawa nasi ke sawah‟. Dari tuturan Isas, terbukti kalau Isas menyuruh ayahnya membawa nasi ke sawah atas pesan ibunya. Tuturan Isas dianggap santun karena Isas tidak langsung menyuruh ayahnya, tapi mengatakan pesan dari ibunya, sehingga ayah tidak tersinggung dengan apa yang disuruh oleh Isas.

(5) Fitrah : Mak, ipas ma tu lopo, au giot ke jalang. bu, cepatlah datang ke warung, saya mau main „Bu, cepat datang ke warung, saya mau pergi main.‟ Ibu : Olo, tongkin nai ro ma umak.

ya, sebentar lagi datang ibu „Ya, sebentar lagi ibu datang.‟

(45)

Fitrah : Ipas ma mak, ompak bat alak! cepatlah bu, sedang banyak orang

„Cepat bu, orang sedang banyak!‟ (peristiwa tutur 34) Tindak tutur menyuruh pada contoh (5) diungkapkan oleh penutur (Fitrah) berusia 13 tahun dan petutur (Nipda) berusia 47 tahun. Tuturan menyuruh tersebut terbukti dari tuturan Fitrah yang mengatakan mak, ipas ma tu lopo, au giot ke jalang „Bu, cepatlah datang ke warung, saya mau main‟. Dari tuturan Fitrah, terbukti kalau Fitrah menyuruh ibunya untuk cepat datang ke warung, karena orang sedang banyak berbelanja. Tuturan Fitrah dianggap tidak santun karena Fitrah menyuruh ibunya dengan tuturan langsung. Sebaiknya anak berkata tu lopo ma dabo umak jolo, au giot ke jalang garina „Ke warung lah ibu dulu, kalau bisa saya mau pergi main‟ agar terkesan lebih santun.

(6) Tika : Kema dabo ayah tu sikolai, kinai tarlambat buse ayah. pergilah ayah ke sekolah itu, nanti terlambat pula ayah „Pergilah Ayah ke sekolah, nanti terlambat ayah.‟ Ayah : Tapi mangoban adikmu dope.

tapi membawa adikmu lagi „Tapi membawa adikmu lagi.‟

Tika : Ulang yah be, abang ma naon mangoban na. tidak usah yah, kakak saja yang membawanya

„Jangan lagi yah, kakak saja yang membawanya.‟ (peristiwa tutur 42)

Tindak tutur menyuruh pada contoh (6) diungkapkan oleh penutur (Tika) berusia 15 tahun dan penutur (Maryulis) berusia 45 tahun. Tuturan menyuruh tersebut terbukti dari tuturan Tika yang mengatakan kema dabo ayah tu sikola, kinai tarlambat buse ayah „pergilah ayah ke sekolah itu, nanti terlambat pula ayah‟. Dari tuturan Tika, terbukti kalau Tika menyuruh ayahnya agar segera pergi ke sekolah, supaya ayahnya tidak terlambat.

(46)

Tuturan Tika dianggap santun karena tidak memberatkan beban kepada ayahnya untuk membawa adiknya ke sekolah.

(7) Seri : Yah, panaet jolo kompori bo. yah, nyalakan dulu kompor itu „Yah, nyalakan kompor itu. Ayah : Giot mangua ho jakna?

mau apa kamu rupanya „Mau apa kamu?‟

Seri : Giot pamasak aek milas, tapi abis ma aek untuk diminum yah.

mau memasak air panas, tapi sudah habis air untuk diminum yah

„Mau memasak air, air minum sudah habis yah.‟ (peristiwa tutur 37)

Tindak tutur menyuruh pada contoh (7) diungkapkan oleh penutur (Seri) berusia 15 tahun dan petutur (Kirman) berusia 40 tahun. Tuturan menyuruh tersebut terbukti dari tuturan Seri yang mengatakan yah, panaet jolo kompori bo „Yah, nyalakan dulu kompor itu‟. Dari tuturan Seri, terbukti kalau Seri menyuruh ayahnya untuk menyalakan kompor. Tuturan Seri tersebut dianggap tidak santun karena Seri langsung menyuruh ayahnya untuk menyalakan kompor tanpa meminta tolong sedikitpun. Sebaiknya anak berkata yah, tolong jolo panaet ayah kompori bo „Yah, tolong dulu nyalakan konpor itu‟ agar terkesan lebih santun.

(8) Pikri : Mak, ajakkon jau PR jolo mak, nda mangerti au. bu, ajarkan saya PR bu, tidak mengerti saya „Bu, ajarkan saya PR bu, saya tidak mengerti.‟ Ibu : Tapi dung balajar mo di sikola.

tapi sudah belajar kamu di sekolah „Tapi kamu sudah belajar di sekolah.‟

Pikri : Olo ma da mak, tapi ana payah na sada on bo ya lah bu, tapi memang susah yang satu ini

(47)

Tindak tutur menyuruh pada contoh (8) diungkapkan oleh penutur (Pikri) berusia 14 tahun kepada petutur (Erlis) berusia 44 tahun. Tuturan menyuruh tersebut terbukti dari tuturan Pikri yang mengatakan mak, ajakkon jau PR jolo mak, nda mengerti au „Bu, ajarkan saya PR Bu, tidak mengerti saya‟. Dari tuturan Pikri, terbukti kalau dia menyuruh ibunya untuk mengajarkan PR karena dia tidak mengerti. Tuturan Pikri dianggap tidak santun karena Pikri langsung menyuruh ibunya untuk mengajarkan PR, padahal dia sudah belajar di sekolah. Sebaiknya anak berkata mak, PRku adong mon sikola, jadi adong na inda mengerti au, tolong umak ajarkon jolo jau „Bu, PR saya ada dari sekolah, tetapi ada yang tidak saya mengerti, tolong ibu ajarkan saya dulu‟ agar terkesan santun.

(9) Fitrah : Ulang asal patibal soni baju ayah i dabo, pasimpu

ma dabo denggan yah.

jangan asal diletakkan baju ayah itu, rapikan dengan bagus yah

„Jangan sembarangan baju ayah diletakkan, tolong ayah rapikan dengan benar.‟

Ayah : Loja dope ulala, baru muli marusaho dope ayah. masih capek lagi, ayah baru pulang berusaha

„Masih capek ayah sekarang, ayah baru pulang berusaha.‟ (peristiwa tutur 23)

Tindak tutur menyuruh pada contoh (9) diungkapkan oleh penutur (Fitrah) berusia 13 tahun dan petutur (Ramadhan) berusia 49 tahun. Tuturan menyuruh tersebut terbukti dari tuturan Fitrah yang mengatakan ulang asal patibal soni baju ayah i dabo, pasimpu ma da dabo denggan yah „jangan asal diletakkan baju ayah itu, rapikan dengan bagus Yah‟. Dari tuturan Fitrah, terbukti kalau Fitrah menyuruh ayahnya untuk merapikan pakaian, jangan

(48)

asal diletakkan disembarangan tempat. Tuturan Fitrah dianggap santun karena Fitrah menggunakan bahasa yang santun.

(10) Ija : Yah, tujia ayah cogot? yah, kemana ayah besok „Yah . besok ayah kemana?‟

Ayah : Ayah giot tu Simpang opat, mua jakna?

ayah mau ke Simpang Empat, memangnya kenapa „Ayah mau ke Simpang Empat, ada apa?‟

Ija : Adong rapat di sikola dabo yah, wali murid harus

hadir, bisa ayah de roi?

ada rapat di sekolah yah, wali murid harus hadir, bisa ayah dating

„Ada rapat di sekolah yah, wali murid harus hadir, bisa ayah untuk datang?‟

Ayah : Nda bisa ayah ke do, umakmu ma cogot ke de. tidak bisa ayah untuk pergi, ibumu saja besok yang pergi

„Ayah tidak bisa untuk pergi, ibumu saja besok yang akan pergi.‟

Ija : Jadi ma yah. ya yah

„Ya yah.‟ (peristiwa tutur 30)

Tindak tutur menyuruh pada contoh (10) diungkapkan oleh penutur (Ija) berusia 15 tahun dan petutur (Jemal) berusia 50 tahun. Tuturan menyuruh tersebut terbukti dari tuturan Ija yang mengatakan adong rapat di sikola dabo yah, wali murid harus hadir, bisa ayah de roi „ada rapat di sekolah yah, wali murid harus hadir, bisa ayah datang‟. Dari tuturan Ija, terbukti kalau Ija menyuruh ayahnya untuk hadir di sekolah besok karena ada rapat wali murid. Tuturan ini dianggap santun karena Ija tidak langsung mengatakan hal tersebut kepada ayahnya.

(11) Pican : Pala muli umak mon pasar, tabusion jau duku de

mak.

kalau pulang ibu dari pasar, belikan saya duku ya bu „Kalau ibu sudah pulang dari pasar, belikan duku ya bu.‟

(49)

Ibu : Duku ajo tongan giotmu. duku saja maumu

„Duku saja mau kamu.‟ Pican : Olo ma dabo mak.

ya lah bu

„Ya lah bu.‟ (peristiwa tutur 24)

Tindak tutur menyuruh pada contoh (11) diungkapkan oleh penutur (Pican) berusia 15 tahun dan petutur (Suraida) berusia 49 tahun. Tuturan menyuruh tersebut terbukti dari tuturan Pican yang mengatakan pala muli umak mon pasar, tabusion jau duku de mak„kalau pulang ibu dari pasar, belikan saya duku ya Bu‟. Dari tuturan Pican, terbukti kalau Pican menyuruh ibunya untuk membelikan duku. Tuturan ini dianggap kurang santun karena Pican langsung mengatakan kepada ibunya untuk membelikan duku. Sebaiknya anak berkata inda manabusi duku umak naon pala muli mon pasar„tidak membeli duku ibu nanti kalau sudah pulang dari pasar‟ agar terkesan lebih santun.

2. Menyarankan

Ditemukan 15 tuturan yang menggunakan tindak tutur direktif menyarankan. Penggunaan tindak tutur direktif menyarankan dapat dilihat dari contoh peristiwa tutur berikut.

(12) Ibu : Aha doma ken umak dokon t abangmu, anso ra ia manolong umak tu saba.

apa lagi yang harus ibu katakan pada kakakmu, agar kakakmu mau membantu ibu ke sawah

„Apa yang harus ibu katakan pada kakakmu, agar mau membantu ibu ke sawah.‟

(50)

Ismi : Ulang poning bage umak be, sabar ajo ma, kinai boto

ia de sonjia nadeges na dabo mak i.

jangan pusing lagi bu, sabar sajalah, nanti dia akan tahu mana yang terbaik bu.

„Jangan pusing bu, sabar saja, nanti dia akan mengetahui mana yang terbaik bu.‟ (peristiwa tutur 17)

Tindak tutur menyarankan pada contoh (12) diungkapkan oleh penutur (Ismi) berusia 15 tahun kepada petutur (Hayati) berusia 43 tahun. Tuturan menyarankan tersebut terbukti dari tuturan Ismi yang mengatakan ulang poning bage umak be, sabar ajo ma, kinai boto ia de sonjia nadeges na dabo mak i „jangan pusing lagi Bu, sabar sajalah, nanti dia akan tahu mana yang terbaik Bu‟. Dari tuturan Ismi, terbukti kalau dia menyarankan agar ibunya untuk bersabar menghadapi kelakuan kakaknya. Tuturan Ismi dianggap santun karena dia menyarankan kepada ibunya dengan menggunakan bahasa yang santun dan ibu pun menuruti saran Ismi tanpa memarahi kakaknya.

(13) Pikri : Ulang mabahat tu dabo yah mangidupi. jangan terlalu banyak yah untuk merokok

„Yah, jangan terlalu banyak merokok.‟ Ayah : Nda bisa ayah pala nda mangidup

tidak bisa ayah kalau tidak merokok „Ayah tidak bisa tanpa merokok.‟

Pikri : Nda soni yah, urangi ajo na mangidupi, nda deges tu

kesehatan nibai.

begini saja yah, kurangi saja merokok itu, karena tidak baik dengan kesehatan

„Begini saja yah, kurangi merokok karena tidak baik dengan kesehatan ayah.‟ (peristiwa tutur 21)

Tindak tutur menyarankan pada contoh (13) diungkapkan oleh penutur (Pikri) berusia 14 tahun kepada petutur (Syawal) berusia 45 tahun. Tuturan menyarankan tersebut terbukti dari tuturan Pikri yang mengatakan nda soni yah, urangi ajo na mangidupi, nda deges tu kesehatan nibai „begini saja Yah,

Gambar

Gambar Kerangka Konseptual Tindak Tutur

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pengunjian yang dilakukan yaitu deteksi wajah yang diambil berbeda-beda dengan masing-masing mendapatkan perlakuan variasi yang sama yaitu kemiringan sudut

1. Penelitian ini menggunakan data laporan GCG dalam periode relatif pendek sehingga tidak dapat diketahui konsistensi pengungkapan yang dilakukan dari waktu ke

Penelitian pengembangan ini bertujuan untuk: (1) menghasilkan produk web internet fisika untuk meningkatkan minat dan hasil belajar siswa kelas X pada materi

Hasil penelitian sebelumnya menunjukan bahwa ketersediaan alat pelindung diri tidak tersedia sebanyak (53,8%). Ketersedian alat pelindung diri adalah menyiapkan alat

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Debt to Equity Return (DER), Current Ratio (CR), Dividen Per Share (DPS), dan Return On Assets (ROA) terhadap harga

Untuk Pengelola Jasa Wisata Pengelola jasa wisata sebaiknya dapat mengimplementasikan dan fokus pada faktor-faktor reputasi destinasi wisata yang paling dominan yaitu

langsung menggunakan perspektif agama lain, tetapi lebih kepada perspektif bidang kajian tertentu mengenai studi agama-agama, dimana konsep tersebut merupakan

ELEMEN KELEMAHAN SYOR / CADANGAN PENAMBAHBAIKAN  Buku Rekod Keluar / Masuk Kad Touch ’n Go hendaklah diselenggara dengan lengkap dan kemas kini mengikut