• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Secara umum gereja berada di tengah dunia yang sedang berkembang dan penuh dengan perubahan secara cepat setiap waktunya yang diakibatkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena itu gereja tidak akan bisa lepas dari proses perubahan yang terjadi dalam masyarakat seperti modernisasi dan sekularisasi. Memang diakui bahwa perubahan jelas akan menimbulkan permasalahan dan tantangan-tantangan bagi gereja, tetapi di sisi lain perubahan juga bisa membawa pembaruan bagi gereja ketika gereja mampu hidup dalam perubahan tersebut. Umat kristiani ditantang untuk berpartisipasi kreatif dalam perkembangan zaman saat ini, sambil melihat aspek-aspek negatif dari perkembangan tersebut. Karena itu pembangunan jemaat menawarkan berbagai macam usaha yang dapat menangani proses tersebut.1 Dalam rangka pembangunan jemaat maka orang selalu berbicara mengenai bagaimana mengaktifkan jemaat dan meningkatkan partisipasi dalam segala bentuk, termasuk diciptakannya serta berfungsinya dewan perunding dan pengurus.2 Melihat hal tersebut maka gereja harus bisa menggerakkan kreativitas kehidupan jemaat dengan keberadaan mereka masing-masing. Karena itu yang berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan sebuah gereja adalah jemaat atau umat dari gereja yang bersangkutan, keterlibatan jemaat sangat diperlukan.

Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat adalah salah satu dari sekian banyak gereja anggota PGI yang tumbuh dan berkembang di dalam wilayah Republik Indonesia karena latar belakang historis serta berbagai pengalaman bergereja dengan tugas panggilan bersekutu, bersaksi dan sebagai wadah pembinaan warga jemaat dalam terang pemahaman iman GPIB.3 Ketika GPIB ingin melaksanakan tugas dan panggilannya di tengah dan bersama masyarakat, maka GPIB memiliki berbagai perangkat-perangkat organisasi yang dituangkan dalam Tata Gereja GPIB4, serta perangkat Teologi yang semuanya mengacu

1 Rob van Kessel, Enam Tempayan Air-pokok-pokok pembangunan jemaat, Kanisius, Yogyakarta, 1997, p. 1.

2 P.G. van Hooijdonk, Batu-batu Yang Hidup, Kanisius – BPK Gunung Mulia, 1996, p. 154

3 Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat Ketetapan Persidangan Sinode XVI – TAP NO. I – VIII, Majelis Sinode GPIB, 1995 p. 154 dst

4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan berdasarkan persidangan sinode GPIB.

(2)

kepada pemahaman iman GPIB5. Selain dua perangkat di atas maka dalam menjawab panggilannya GPIB memiliki acuan dalam pembuatan program yang disebut Garis-garis Besar Kebijakan Umum Panggilan Gereja (GBKUPG) yang dirancang untuk menjawab kebutuhan Program Jangka Pendek dan Program Jangka Panjang demi terwujudnya gereja misioner yaitu gereja yang menghadirkan dan menjadi terang dalam dunia. Untuk menjawab tantangan tersebut maka GPIB menyediakan Bidang Pelayanan Kategorial di singkat BPK yang berusaha mendekati dan menjawab pembinaan warga gereja dari segi usia dan kelamin yaitu sebagai berikut6:

1. Bidang Pelayanan Kategorial-Pelayanan Anak (BPK-PA) Merupakan wadah pembinaan warga gereja berusia 3 – 12 tahun 2. Bidang Pelayanan Kategorial-Persekutuan Teruna (BPK-PT)

Merupakan wadah pembinaan warga gereja berusia 13 – 17 tahun 3. Bidang Pelayanan Kategorial-Gerakan Pemuda (BPK-GP)

Merupakan wadah pembinaan warga gereja berusia 18 – 35 tahun 4. Bidang Pelayanan Kategorial-Persatuan Wanita (BPK-PW)

Merupakan wadah pembinaan warga gereja bagi semua wanita GPIB yang berusia 35 tahun atau sudah menikah atas kemauan sendiri.

5. Bidang Pelayanan Kategorial-Persekutuan Kaum Bapak (BPK-PKB)

Merupakan wadah pembinaan warga gereja bagi semua Pria GPIB yang berusia 35 tahun atau sudah menikah atas kemauan sendiri.

Adapun maksud dibentuknya Bidang Pelayanan Kategorial di tubuh Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat merupakan wadah pembinaan warga gereja sehingga warga gereja berperan serta dalam pelayanan dan kesaksian gereja.7 Bidang Pelayanan Kategorial merupakan suatu bidang pelayanan guna menyelenggarakan Persekutuan, Pelayanan dan Kesaksian serta Pembinaan secara kategorial antara warga GPIB. Karena itu Bidang Pelayanan Kategorial adalah salah satu bidang yang penting dan strategis dalam pelaksanaan panggilan dan pengutusan Gereja, hal ini disebabkan semua jemaat yang ada di Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat pasti berada di salah satu BPK yang ada sesuai dengan

5 Pemahaman Iman GPIB merupakan bentuk perumusan teologi GPIB yang ditetapkan bersama-sama melalui persidangan sinode, ada tujuh pokok pemahaman iman GPIB yaitu: tentang Keselamatan, Gereja, Manusia, Alam dan Sumber Alam, Negara dan Bangsa, Masa Depan dan Firman Allah. (lih Ketetapan Persidangan Sinode XVI tahun 1995 p. 404).

6 Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat, Ketetapan Persidangan Sinode XVI–TAP NO. I–VIII, MS GPIB, 1995, p. 156 dst.

7 Pdt. O.E.Ch. Wuwungan Bina Warga (Bunga Rampai Pembinaan Warga Gereja) PT. BPK Gunung Mulia, Jakarta 1997 p. 131

(3)

status atau kategori (usia dan kelamin) dari orang tersebut. Hal ini bisa dijalankan dengan baik jikalau terciptanya hubungan yang baik dengan anggota Majelis Jemaat setempat atau dengan kata lain terjalinnya kerjasama antara BPK dengan Majelis Jemaat. Kedua belah pihak harus saling melengkapi dalam pelayanan sebuah gereja, sehingga tujuan dari terbentuknya Kategorial di GPIB dapat dirasakan oleh jemaat yang ada sesuai dengan kategori jemaat. Tanpa adanya Majelis maka tidak ada yang memantau palayanan, demikian sebaliknya tanpa adanya Bidang Pelayanan Kategorial (kelompok pendukung) yang mendukung pelayanan gereja maka Majelis Jemaat akan kesulitan untuk menjalankan program-program gereja yang dibutuhkan untuk pengembangan kehidupan jemaat. Oleh sebab itu diharapkan kelompok kategorial dengan Majelis Jemaat dapat bekerja sama untuk mewujudkan pelayanan yang bermakna bagi kehidupan jemaat setempat. Yang menjadi persoalan adalah ketika kehadiran Bidang Pelayanan Kategorial di GPIB tidak terlalu diperhatikan pelayanannya atau Bidang Pelayanan Kategorial yang ada di GPIB tersebut dilepas begitu saja perjalanan pelayanannya; tanpa ada arahan yang jelas, sedangkan tujuan dan fungsi BPK tersebut yang diharapkan dapat menjadi tempat untuk mendapatkan pembinaan jemaat kurang diperhatikan oleh gereja. Ketika persoalan tersebut muncul dalam gereja maka para pengurus dan anggota akan kesulitan untuk melakukan pelayanan yang sesuai dengan kontek GPIB dan melihat konteks saat ini. Kedudukan BPK di Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat adalah sebagai badan pembantu Mejelis Jemaat juga harus dipertanyakan keberadaannya, maksudnya jangan sampai BPK yang memiliki tempat strategis untuk pembinaan warga gereja GPIB menjadi tidak diperhatikan karena dianggap sebagai pembantu Majelis Jemaat saja. Hal ini terlihat ketika para pengurus Bidang Pelayanan Kategorial hanya diberi pembinaan ketika akan diangkat menjadi pengurus sedangkan perjalanan waktu selanjutnya kurang dilakukan pembinaan, hal ini bisa menyebabkan jemaat kurang untuk berpartisipasi dalam pelayaan BPK karena tidak adanya pembaharuan dari gereja. Padahal partisipasi dari warga gereja (kelima BPK) harus dihargai karena dengan partisipasi tersebut kemungkinan bisa menyebabkan pembaharuan dalam tubuh jemaat tersebut; jemaat dapat memberdayakan dirinya sesuai dengan kategorinya masing-masing. Ketika kita ingin mengembangkan suatu kegiatan maka dibutuhkan koordinasi dan komunikasi yang baik. Kedua hal ini merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya. Komunikasi yang baik memungkinkan koordinasi yang baik karena itu koordinasi tidak bisa berjalan dengan sendirinya tanpa adanya komunikasi. Sangat baik jika kelima BPK diarahkan dengan baik dan jelas tetapi yang menjadi masalah adalah ketika yang bertugas mengarahkan kelima BPK tersebut dirasakan tidak berjalan semestinya,

(4)

misalnya sejauhmana koordinasi khususnya Ketua III yang diberi kepercayaan penuh oleh gereja untuk membidangi kelima BPK di GPIB dan sejauhmana koordinasi Majelis Jemaat lainnya yang ada terhadap BPK. Pengelolaan pelayanan Bidang Pelayanan Kategorial harus dipahami sebagai bentuk pembinaan warga gereja dari segi usia, kelamin, profesi dan fungsi serta menyangkut seluruh aspek kehidupan bergereja dan bermasyarakat.

Jika dilihat dari kelima Bidang Pelayanan Kategorial di atas, maka dapat disimpulkan bahwa jemaat yang ada di tubuh Gereja Prostestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) adalah kelima Bidang Pelayanan Kategorial tersebut, walaupun ada beberapa Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat membuat Bidang Pelayanan Kategorial Lanjut Usia (BPK-Lansia), hal ini bisa terjadi kalau memang dibutuhkan dalam jemaat yang bersangkutan. Karena itu patut menjadi perhatian jemaat GPIB di manapun berada agar memahami bahwa jemaat lokal yang memiliki peranan penting dalam kehidupan bergereja, oleh sebab itu jemaat tersebut (dalam hal ini adalah Kelima Bidang Pelayanan Kategorial di atas) harus diperhatikan perjalanan pelayanannya. Pelayanan kelima BPK tersebut harus berjalan secara seimbang, maksudnya jangan sampai salah satu BPK memiliki peranan penting dalam gereja atau sebaliknya salah satu BPK pelayanannya tidak berjalan dengan baik atau salah satu BPK didukung oleh Mejelis Jemaat sedangkan yang lainnnya tidak. Jika hal ini terjadi maka akan menimbulkan kecemburuan dalam tubuh kelima BPK sehingga bisa mengakibatkan persaingan pelayanan antara kelima Bidang Pelayanan Kategorial. Situasi tersebut pasti tidak diharapkan di dalam tubuh Bidang Pelayanan Kategorial karena akan mengakibatkan pecahnya jemaat dari gereja yang bersangkutan, dan jelas ini tidak sesuai dengan maksud dan tujuan dibentuknya Bidang Pelayanan Kategorial di GPIB.

Adalah tepat ketika seseorang memiliki telenta dan mengembangkan talenta tersebut sesuai dengan kategori yang bersangkutan, karena itu pelayanan kategorial yang ada di Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat dapat dijadikan tempat yang sesuai dengan talenta seseorang, misalnya pemuda dapat berkreasi secara kreatif dengan dunia kepemudaan demikian juga dengan anak-anak dapat menikmati dunia bermain mereka di kategori Pelayanan Anak (Sekolah Minggu). Yang menjadi persoalan adalah ketika Bidang Pelayanan Kategorial tersebut tidak memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengembangkan talenta tersebut karena dibatasi oleh struktur gereja yang birokrasi. Partisipasi warga gereja (dalam hal ini keterlibatan jemaat dalam BPK di GPIB) merupakan aspek penting dalam pembangunan jemaat, bagi berfungsinya gereja dalam konteks gereja tersebut yang konkret.

(5)

Partisipasi tersebut bisa meliputi perencanaan, pengambilan keputusan, serta pelaksanaan tugas-tugas gereja. Ada lima faktor yang harus disadari oleh gereja ketika ingin menjalankan proses pembangunan jemaat di gereja yaitu: disadarinya identitas gereja oleh warga gereja, adanya iklim yang positif, adanya kepemimpinan yang suportif/menggairahkan, struktur yang mendukung dan tujuan serta tugas gereja yang konkret dan jelas bagi warga gereja.8 Kelima faktor tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya karena itu gereja harus melihat dengan sungguh-sungguh kelima faktor yang ada untuk diwujudnyatakan dalam pelayanan gereja. Dan aspek-aspek pembangunan jemaat yang ditawarkan van Hooijdonk juga harus mendapat perhatian gereja dalam rangka melaksanakan serangkaian kegiatan pelayanannya. Kelima aspek tersebut saling mempengaruh dan saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu pembangunan jemaat merupakan sebuah proses yang memerlukan waktu panjang/tidak otomatis semuanya beres.

Ketika penyusun terlibat pada salah satu pelayanan Kategorial di jemaat GPIB “Marga Mulya” Yogyakarta yaitu BPK – Pelayanan Anak (Komisi Sekolah Minggu) maka penyusun melihat secara langsung sejauh mana pelayanan yang dilaksanakan oleh setiap Bidang Pelayanan Kategorial. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh setiap BPK harus sesuai dengan bidang kategorial yang bersangkutan tetapi yang menjadi persoalan adalah ketika kegiatan tersebut tidak diperhatikan perjalanannya oleh gereja. Sistem birokrasi gereja yang hirarkis juga ada dalam gereja, seperti pertama: ketika setiap Bidang Pelayanan Kategorial diminta untuk setiap tahunnya membuat program tahunan dan kemudian dipresentasikan ke jemaat, yang menjadi persoalan adalah program tersebut yang memutuskan adalah sidang Majelis Jemaat jadi program yang telah disusun tersebut belum tentu akan diterima walaupun ketika presentasi disetujui. Kedua: adanya pengawasan yang ketat dari gereja dalam hal ini adalah kepemimpinan Ketua III ketika para Pengurus BPK ingin menjalan sebuah kegiatan biasanya pengurus kelima BPK mengalami kesulitan untuk mendapatkan persetujuan dari Ketua III tanpa alasan yang jelas dan akhirnya pelayanan tidak bisa berjalan dengan baik, jelas ini tidak diharapkan karena akan menghambat jemaat untuk menerima pelayanan tepat pada waktu yang telah ditentukan. Situasi seperti ini akan membuat BPK malas bergerak akhirnya mereka tidak bisa memberdayakan diri dalam kategorialnya masing-masing.

Kadang kala Ketua III kurang memahami situasi yang dialami oleh para pengurus kelima BPK sehingga komunikasi tidak dibangun dengan baik. Sangat baik jika kelima BPK

8 Jan Hendriks, “Jemaat Vital dan Menarik”, Seri Pembangunan Jemaat Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2002, p. 40

(6)

diarahkan dengan baik dan jelas tetapi yang menjadi masalah adalah ketika yang bertugas mengarahkan kelima BPK tersebut dirasakan tidak berjalan semestinya hal ini terlihat ketika para pengurus kelima BPK ada yang mengeluh mengenai keberadaan Ketua III.

B. Permasalahan

Dari latar belakang permasalahan di atas maka penyusun akan memfokus skripsi ini pada kelima Bidang Pelayanan Kategorial yaitu BPK-Pelayanan Anak, BPK-Persekutuan Teruna, BPK-Gerakan Pemuda, BPK-Persatuan Wanita dan BPK-Persekutuan Kaum Bapak GPIB

“Marga Mulya” Yogyakarta yang berada di bawah koordinasi Ketua III. Penyusun juga akan melihat sejauh mana pemahaman jemaat khususnya kelima Bidang Pelayanan Kategorial yang ada di GPIB “Marga Mulya” Yogyakarta tentang pemberdayaan jemaat sehingga pelayanan dapat dilaksanakan. Karena itu pokok-pokok permasalahan penulisan adalah sebagai berikut:

Pertama: Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) telah menyediakan wadah Pembinaan Warga Gereja (sesuai dengan usia dan kelamin) di tengah-tengah pelayanan gereja, tetapi yang menjadi persoalan adalah mengapa warga gereja tidak melibatkan diri dalam wadah tersebut, karena itu penyusun ingin melihat sejauhmana fungsi dari Pelayanan Kategorial tersebut di Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat dalam memberdayakan kehidupan jemaat GPIB setempat. Penyusun juga akan melihat faktor-faktor apa saja yang dapat mendorong dan menghambat berkembangannya fungsi pelayanan kelima Bidang Pelayanan Kategorial di jemaat GPIB “Marga Mulya” Yogyakarta.

Kedua: Apakah sikap Majelis Jemaat Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat memperhatikan perjalanan pelayanan Bidang Pelayanan Kategorial, karena terkesan Bidang Pelayanan Kategorial dianggap pembantu Majelis Jemaat saja sehingga fungsi dan peran dibentuknya BPK tidak berjalan sebagaimana semestinya. Atau sebaliknya perhatian yang diberikan oleh Majelis Jemaat sifatnya pengawasan yang ketat yang membuat BPK tidak bisa bebas berkreasi.

Ketiga: Bagaimana relasi antara kelima BPK di GPIB dalam pelayanan gereja, apakah relasi tersebut mempengaruhi pemberdayaan kelima Bidang Pelayanan Kategorial?

(7)

C. Rumusan Judul

Dari permasalahan di atas, maka penyusun akan melanjutkan penulisan skripsi ini dengan judul:

“Pemberdayaan Pelayanan Kategorial di GPIB”

(Sebuah studi mengenai fungsi dan peran Bidang Pelayanan Kategorial di GPIB “Marga Mulya” Yogyakarta)

D. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui fungsi dari terbentuknya Bidang Pelayanan Kategorial di Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat dan sejauhmana fungsi tersebut mempengaruhi pembardayaan jemaat guna menuju jemaat GPIB yang missioner.

2. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mendorong dan menghambat berkembangannya fungsi pelayanan kelima Bidang Pelayanan Kategorial di Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB).

3. Mengetahui seajauh mana jemaat GPIB “Marga Mulya” Yogyakarta memahami kelima BPK yang ada dalam pemberdayaan kehidupan jemaat.

4. Menemukan dan memaparkan dengan jelas tugas dan tanggung jawab pemimpin dalam menangani kelompok tertentu di sebuah gereja dalam hal ini adalah kelima Bidang Pelayanan Kategorial.

5. Mengetahui relasi yang diharapkan antara kelima BPK sehingga pelayanan dapat berjalan dengan baik demi terciptanya jemaat yang missioner.

E. Metode Penelitian dan Penulisan E.1 Metode Penelitian

E.1.a. Metode Literer atau Kepustakaan

Metode ini dilakukan dengan memakai berbagai sumber literer atau kepustakaan yang ada untuk dijadikan sebagai masukan bagi penyusun dalam penulisan skripsi ini. Adapun sumber kepustakaan tersebut ada diperoleh dari buku-buku, artikel-artikel, dokumen-dokumen GPIB dan sebagainya.

(8)

E.1.b. Metode Penelitian Observasi-Partisipatif

Pengumpulan data yang digunakan adalah penelitian observasi pastisipatif besifat kualitatif yaitu melihat gejala umum yang terjadi untuk memperlihatkan hal-hal yang bersifat universal dan hasil yang tampak didukung dengan literatur yang ada. Metode penelitian Partisipatif dilakukan dalam rangka mengumpulkan data-data atau fakta-fakta seputar persoalan pelayanan Kategorial di GPIB dengan melakukan wawancara terhadap Pendeta Jemaat, Pendeta Pelayanan Umum, Anggota Majelis Jemaat dan para Pengurus Kelima BPK di Jemaat GPIB “Marga Mulya” Yogyakarta.

E.2. Metode Penulisan Deskriptif-Analitis

Dalam penulisan skripsi ini penyusun akan menggunakan metode penulisan deskriptif- analitis yaitu menganalisa segala data-data yang ada dan segala permasalahan yang dihadapi.

Data yang akan dibahas diperoleh dari pengumpulan data dengan cara kajian literatur (dokumen-dokumen GPIB, studi pustaka) dan studi lapangan dengan teknik wawancara.

Analisa akan difokuskan pada permasalahan-permasalahan pelayanan kategorial di jemaat GPIB “Marga Mulya” Yogyakarta yang menyebabkan ketidakberdayaan jemaat.

F. Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan

Pada bagian ini berisi tentang hal-hal yang mendasar meliputi latar belakang permasalahan, pokok permasalahan, rumusan judul, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II Keberadaan Kelima Bidang Pelayanan Kategorial di Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB).

Pada bagian ini penyusun akan membahas mengenai apa yang dimaksud dengan Bidang Pelayanan Kategorial (BPK) di Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat dalam pemberdayaan Kelima BPK selama ini dan apa yang diharapkan untuk meningkatkan pemberdayaan tersebut pada hari yang akan datang.

ƒ Latar belakang atau sejarah kelima Bidang Pelayanan Kategorial di GPIB.

ƒ Maksud dibentuknya kelima Bidang Pelayanan Kategorial di jemaat GPIB.

(9)

Bab III Masalah-masalah yang ada di Kelima Bidang Pelayanan Kategorial (BPK) di Jemaat GPIB “Marga Mulya” Yogyakarta yang menyebabkan ketidakberdayaan Jemaat.

Pada bagian ini penyusun akan memaparkan beberapa kegiatan kelima BPK dan ketika menjalankan pelayanannya ada berbagai permasalahan yang dihadapi oleh kelima Bidang Pelayanan Kategorial di jemaat GPIB “Marga Mulya” Yogyakarta yang menghambat pemberdayaan pelayanan kategorial (jemaat).

Bab IV Pemberdayaan Pelayanan Bidang Pelayanan Kategorial di GPIB “Marga Mulya” Yogyakarta.

Pada bab ini, penyusun akan menganalisa secara kritis berdasarkan data-data yang sudah di paparkan pada bab II dan III. Setelah di analisa, penyusun mencoba memberikan usulan konkret bagi pelayanan kelima Bidang Pelayanan Kategorial di Jemaat GPIB “Marga Mulya” Yogyakarta.

ƒ Faktor-faktor yang dibutuhkan kelima Bidang Pelayanan Kategorial dalam pemberdayaan pelayan Kategorial di GPIB “Marga Mulya” Yogyakarta.

ƒ Hal-hal yang dibutuhkan untuk mengatasi hambatan-hambatan pelaksanaan pemberdayaan kelima BPK GPIB.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Pada bagian akhir penulisan ini penyusun akan merumuskan suatu kesimpulan dari semua yang sudah penyusun paparkan pada bagian sebelumnya kemudian penyusun akan memberikan saran bagi pemberdayaan kelima Bidang Pelayanan Kategorial di Jemaat GPIB “Marga Mulya” Yogyakarta sehingga jemaat diberdayakan sesuai dengan tugas dan panggilan Gereja.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan Penelitian ini adalah diketahui pengaruh alat permainan edukatif (puzzle) terhadap perkembangan kognitif anak usia 5-6 tahun di desa Linawan Kecamatan

Nira kelapa merupakan bahan baku pembuatan gula kelapa. Sifat nira kelapa mudah mengalami fermentasi karena kandungan nutrisinya merupakan substrat yang baik bagi

Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu untuk mendapatkan gelar sarjana (S–1) pada Fakultas Komunikasi dan Informatika Universitas Muhammadiyah

Variabel tergantung dari penelitian ini adalah efe k samping berupa ekstrapira midal untuk penggunaan haloperidol dan hipotensi ortostatik untuk penggunaan

 Melengkungnya punggung ke depan akan menyebabkan menyempitnya atau merapatnya tulang belakang bagian depan, sedangkan bagian belakang merenggang, sehingga nucleus

Peta Total Magnetic Intensity hasil survey Airborne Fixed Wing Magnetic dengan efek pencahayaan untuk mempermudah interpretasi strukstur geologi Dari peta-peta ini ditambah data

Selat Sunda berbatasan dengan propinsi Lampung dimana merupakan wilayah ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) dengan kondisi perairan yang sangat menarik dimana

Dilleniaceae 2015/11/08 2:23:45 D1 Kebonawi, Cibadak, Lebak Perbukitan Struktural Blok Selatan Jawa vegetasi lahan kering pamah malar basah Hutan campuran non dipterokarpa